dan mengelola sumberdaya alam secara efisien, meminimumkan dampak negatif dan memaksimalkan dampak positip terhadap lingkungan hidup.
Untuk itu, AMDAL diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang pelaksanaan rencana kegiatan yang mempunyai dampak terhadap lingkungan
hidup. Proses AMDAL kemudian menjadi wajib dilakukan bagi setiap rencana usaha dan atau kegiatan yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak penting.
2.2.2 Landasan Hukum Pelaksanaan AMDAL
Landasan hukum pelaksanaan AMDAL migas di Indonesia adalah: 1.
UU No. 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup. 2.
Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang AMDAL. 3.
Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.
4. Peraturan Pemerintah No. 17 tahun 1974 tentang pengawasan pelaksanaan
eksplorasi dan eksploitasi lepas pantai. 5.
Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran dan atau perusakan laut.
6. Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran
udara. 7.
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 11 tahun 2006 tentang jenis rencana usaha dan atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan AMDAL.
8. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 08 tahun 2006 tentang
pedoman penyusunan AMDAL. 9.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 02 tahun 1998 tentang pedoman penetapan baku mutu lingkungan.
10. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 42 tahun 1996 tentang
baku mutu limbah cair bagi kegiatan minyak dan gas serta panas bumi. 11.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 48 tahun 1998 tentang baku mutu tingkat kebisingan.
12. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 02 tahun 2000 tentang
panduan penilaian dokumen AMDAL.
13. Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral No. 1457 tahun 2000
tentang pedoman teknis pengelolaan lingkungan dibidang pertambangan dan energi.
14. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. 08 tahun
2000 tentang keterlibatan masyarakat dan keterbukaan informasi dalam proses AMDAL.
15. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. 299 tahun
1996 tentang pedoman teknis kajian aspek sosial dalam penyusunan AMDAL.
2.2.3 Prosedur Pelaksanaan AMDAL
Proses pelaksanaan AMDAL terdiri atas: 1 penapisan screening atau penentuan rencana kegiatan wajib AMDAL atau tidak, 2 pelingkupan scoping
adalah proses pemusatan studi pada hal-hal penting yang barkaitan dengan dampak penting. Pelingkupan dampak penting yakni identifikasi dampak penting,
evaluasi dampak potensial dan pemusatan dampak penting. Pelingkupan wilayah studi dengan memperhatikan batas proyek, batas ekologi, batas sosial, dan batas
administratif. Beanlands dan Dunker 1983 dalam Suratmo 2002 mengelompokkan scoping sosial yaitu scoping yang menetapkan dampak penting
berdasarkan pandangan dan penilaian masyarakat. Scoping ekologis adalah proses dari scoping yang menetapkan dampak penting berdasarkan nilai-nilai ekologi
atau peranannya di dalam ekologi, 2 penyusunan dokumen kerangka acuan KA- ANDAL merupakan ruang lingkup kajian analisis mengenai dampak lingkungan
yang merupakan hasil pelingkupan yang memuat isu pokok yang perlu dikaji di dalam dokumen AMDAL, 3 melaksanakan studi analisis dampak lingkungan
ANDAL adalah telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak besar dan penting suatu rencana usaha dan atau kegiatan yang direncanakan, 4
penyusunan rencana pengelolaan lingkungan hidup RKL adalah upaya pengelolaan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang
ditimbulkan akibat dari rencana usaha dan atau kegiatan, dan 5 penyusunan rencana pemantauan lingkungan hidup RPL adalah upaya pemantauan
komponen lingkungan hidup yang terkena dampak besar dan penting akibat dari rencana usaha dan atau kegiatan.
Proses AMDAL tersebut menghasilkan empat buah dokumen AMDAL terdiri atas: a dokumen KA-ANDAL, b dokumen ANDAL, c dokumen RKL
dan d dokumen RPL. Untuk menghasilkan keempat dokumen tersebut, dilakukan prosedur pelaksanan AMDAL yakni: a penapisan screening, b proses
pengumuman dan konsultasi masyarakat, c penyusunan dan penilaian KA- ANDAL, dan penyusunan dan penilaian ANDAL, RKL dan RPL Hendartomo,
2001. Proses penapisan merupakan proses seleksi kegiatan wajib AMDAL, yakni
untuk menentukan apakah suatu rencana kegiatan wajib AMDAL atau tidak, sementara proses pengumuman dan konsultasi masyarakat didasarkan pada UU
No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan bahwa: a setiap orang berkewajiban memelihara lingkungan hidup dan mencegah serta
menanggulangi kerusakan dan pencemarannya, b setiap orang mempunyai hak dan kewajiban untuk berperan serta dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup
dan c lembaga swadaya masyarakat berperan sebagai penunjang bagi pengelolaan lingkungan hidup serta mengacu pada keputusan Kepala Bapedal No. 08 tahun
2000, bahwa pemrakarsa wajib mengumunkan rencana kegiatannya selama waktu yang ditentukan dalam peraturan tersebut menanggapi masukan yang diberikan
dan melakukan konsultasi kepada masyarakat terlebih dulu sebelum menyusun KA-ANDAL.
Berdasarkan undang-undang dan kebijakan-kebijakan pemerintah tersebut maka tujuan dasar dari partisipasi masyarakat di Indonesia ialah: a
mengikutsertakan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup, b mengikutsertakan masyarakat dalam pembangunan negara dan c membantu
pemerintah untuk dapat mengambil kebijakan dan keputusan yang lebih baik dan tepat.
Diharapkan manfaat dari partisipasi masyarakat dalam penyusunan dokumen AMDAL pada suatu kegiatan usaha yaitu: 1 masyarakat mendapatkan
informasi mengenai rencana pembangunan didaerahnya sehingga dapat mengetahui dampak apa yang akan terjadi baik yang positif maupun yang negatif
dan cara menanggulangi dampak negatif yang akan dan harus dilakukan. 2 masyarakat akan ditingkatkan pengetahuannya mengenai masalah lingkungan,
pembangunan, dan hubungan pembangunan dengan lingkungan sehingga pemerintah dapat menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran masyarakat akan
tanggung jawabnya dalam pengelolaan lingkungan hidup dan 3 masyarakat dapat menyampaikan informasi dan pendapatnya atau persepsinya kepada pemerintah
terutama masyarakat di tempat proyek yang akan terkena dampak. Implementasi AMDAL sangat perlu disosialisasikan tidak hanya kepada
masyarakat namun perlu juga pada para calon investor agar dapat mengetahui perihal AMDAL di Indonesia. Karena proses pembangunan digunakan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi, sosial dan budaya. Dengan implementasi AMDAL yang sesuai dengan aturan yang ada, maka
diharapkan akan berdampak positif pada pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan Mukono, 2005.
AMDAL didasarkan atas berbagai regulasi nasional yang telah ditetapkan dengan baik serta berbagai acuan yang dikenal di seluruh sektor utama di
pemerintahan. Prosedur review dan persetujuan secara relatif telah menjadi kebiasaan yang diterima dengan baik di dalam organisasi dan berlaku secara
umum di tingkat nasional dan propinsi, berdasarkan komite administratif dan teknis lintas pemerintahan. Sistem tersebut didukung oleh suatu jaringan pusat
studi lingkungan yang menyediakan berbagai masukan teknis, pelatihan formal dan kendali mutu, sementara berbagai reformasi penting juga telah dilakukan
untuk mencoba menstimulasi keterlibatan publik dalam jumlah yang lebih besar dalam AMDAL Purnama, 2003.
Secara lebih rinci prosedur teknis penyusunan dokumen AMDAL di Indonesia sebagaimana termaktub dalam PP No. 27 tahun 1999 terdiri atas:
1. Pemrakarsa kegiatan menyampaikan ke instansi yang bertanggung jawab
terhadap rencana kegiatan. 2.
Instansi yang bertanggung jawab berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 17 tahun 2001 yang telah direvisi menjadi Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup No. 11 tahun 2006 tentang kegiatan-kegiatan yang wajib AMDAL.
3. Pemrakarsa diwajibkan melakukan pengumuman masyarakat dalam waktu 30
hari kerja dan selanjutnya menunggu tanggapan dari masyarakat.
4. Pemrakarsa menyusun kerangka acuan KA-ANDAL.
5. Kerangka acuan dinilai oleh tim teknis, pakar pada sidang komisi.
6. Komisi AMDAL menerbitkan surat keputusan kelayakan dalam waktu 75 hari
kerja. 7.
Pemrakarsa menyusun AMDAL bersama dengan pihak ketiga yang ditunjuk oleh pemrakarsa.
8. Dokumen AMDAL dinilai oleh tim teknis dan para pakar pada sidang komisi
sidang komisi 1 dan sidang komisi 2. 9.
AMDAL disetujui dalam jangka 75 hari kerja. AMDAL bukanlah suatu proses yang berdiri sendiri tetapi merupakan
bagian dari proses AMDAL yang lebih besar dan lebih penting sehingga AMDAL dapat dikatakan berguna bagi pengelolaan lingkungan, pemantauan lingkungan,
pengelolaan proyek, pengambilan keputusan, dan menjadi dokumen yang penting. Sedangkan peranan AMDAL dalam pengelolaan kegiatan yakni sebagai: a fase
identifikasi, b fase studi kelayakan, c fase desain kerekayasaan engineering design
atau disebut juga sebagai fase rancangan, d fase pembangunan proyek, e fase proyek berjalan atau fase proyek beroperasi, dan f fase proyek telah berhenti
beroperasi atau pascaoperasi. Lingkupan dan fase-fase dalam proses penyusunan AMDAL tersebut
memerlukan pengembangan metodologi. Metode yang dipakai dalam penentuan dampak besar dan penting antara lain:
1. Metode Leopold ini juga dikenal sebagai Matriks Leopold atau matriks
interaksi dari Leopold. Metode matriks ini mulai diperkenalkan oleh Leopold dan teman-temannya pada tahun 1971. Matriks yang diperkenalkan adalah
matriks dari 100 macam aktivitas dari suatu proyek dengan 88 komponen lingkungan. Identifikasi dampak lingkungan dari proyek ditulis dalam
interaksi antara aktivitas dan komponen lingkungan. Macam-macam aktivitas proyek dan komponen-komponen lingkungan dalam Matriks Leopold.
Aktivitas proyek dibagi menjadi 100 aktivitas yang terdiri dari 10 kelompok: a modifikasi areal 13 aktivitas, b perubahan lahan dan pembuatan bangunan
fisik, c ekstraksi sumberdaya, d pemrosesan, e perubahan lahan, f pembaharuan sumberdaya, g perubahan lalu lintas, h penempatan dan
pengolahan limbah, i pengolahan bahan kimia dan j kecelakaan. Komponen lingkungan dibagi menjadi 88 yang terdiri dari 5 kelompok sebagai berikut: a
fisik dan kimia yang terdiri dari bumi, air, atmosfer dan proses, b keadaan biologi yang terdiri dari flora dan fauna dan c sosial budaya yang terdiri dari
tata guna lahan, rekreasi, estetika dan minta masyarakat, status budaya, fasilitas dan aktivitas buatan manusia, ekologi dan lain-lain komponen.
2. Metode yang diperkenalkan Moore tahun 1973 dikenal pula dengan nama
Matriks dampak dari Moore. Keistimewaan dari metode Moore adalah dampak lingkungan dilihat dari sudut dampak pada kelompok daerah yang
sudah atau sedang dimanfaatkan manusia atau dapat digambarkan pula sebagai proyek pembangunan manusia lainnya.
3. Metode yang dikembangkan Sorenson pada tahun 1971 merupakan analysis
networks yang pertama. Disusun untuk digunakan pada proyek pengerukan
dasar laut dreging. Bentuk jaringan kerja ini diberi nama sebagai aliran dampak.
Penggunaan metode-metode tersebut merupakan metode standar yang umumnya digunakan dalam penyusunan AMDAL. Selain itu untuk lebih
mengetahui sisi AMDAL di Indonesia, berbagai pengalaman penyusunan AMDAL di negara maju dan berkembang dapat dijadikan sebagai bahan
perbandingan ke arah yang lebih baik. AMDAL negara lain diambil untuk melihat kegiatan usaha AMDAL di negara berkembang yaitu Filipina dan negara maju
yakni Kanada. 1.
Philipina Pedoman sistem evaluasi laporan AMDAL di Filipina ditetapkan pada
tahun 1978 oleh National Environmental Protection Council NEPC yang berada di bawah departemen sumberdaya alam. Skema dapat dijelaskan secara singkat
sebagai berikut: Langkah pertama NEPC menetapkan instansi mana yang akan menjadi
instansi yang bertanggung jawab atau lead agency dari proyek yang diusulkan. Langkah kedua pemrakarsa proyek menyampaikan usulan proyeknya
dengan laporan Initial Environmantal Evaluation IEE atau PIL yang disusun
menyampaikan usulan proyeknya dengan pemerintah kepada instansi yang bertanggung jawab.
Langkah ketiga instansi yang bertanggung jawab mengevaluasi usulan dan laporan IEE untuk menetapkan perlu studi AMDAL atau tidak. Hasil evaluasi
yang merupakan tiga kemungkinan sebagai berikut: a apabila diputuskan perlu studi AMDAL maka pemrakarsa proyek diberitahu untuk menyelenggarakan studi
ANDAL, b apabila diputuskan tidak perlu mengadakan studi AMDAL maka proses perizinan dapat dilakukan untuk dapat membangun proyek, c apabila
instansi yang bertanggung jawab ragu-ragu atau tidak tahu maka instansi ini dapat berkonsultasi dan menanyakan kepada NEPC.
Langkah keempat adalah langkah yang harus dilakukan pemrakarsa proyek apabila ditetapkan harus melakukan studi ANDAL. Maka pelaksanaan
studi ANDAL merupakan tanggung jawab pemrakarsa proyek dan kemudian menyusun laporan draft ANDAL. Masih disebut draft karena belum dievaluasi
dan belum disetujui oleh yang mengevaluasi. Langkah kelima menyerahkan laporan draft ANDAL kepada instansi yang
bertanggung jawab. Instansi yang bertanggung jawab mengirim ke instansi- instansi lain yang erat hubungannya dengan proyek berdasarkan suatu pedoman
atau suatu surat keputusan untuk mendapatkan pendapat-pendapat atau saran- sarannya. Instansi yang bertanggung jawab tersebut juga menetapkan apakah
usulan proyek ini perlu dengar pendapat atau public hearing karena tidak semua proyek harus ada dengar pendapat. Apabila dianggap perlu pemrakarsa proyek
diberitahu. Apabila ditetapkan perlu dengar pendapat maka instansi yang bertanggung jawab menyelenggarakan dengar pendapat.
Langkah keenam merupakan kesibukan dari instansi yang bertanggung jawab untuk mengumpulkan semua pendapat-pendapat dari berbagai instansi yang
ikut mengevaluasi secara tertulis dan hasil dari dengar pendapat kalau diadakan, kemudian mengirimkannya ke NEPC. NEPC menyusun reviews dari laporan
draft , pendapat-pendapat dari berbagai instansi pemerintah dan dengar pendapat
apabila ada. NEPC menyampaikan hasil reviews kepada instansi yang bertanggung jawab. Instansi yang bertanggung jawab meneruskan reviews ke
pemrakarsa proyek. Pemrakarsa proyek berdasarkan review termasuk saran-saran
dari NEPC menyusun laporan akhir AMDAL dan dikirim ke instansi yang bertanggung jawab.
2. Kanada
Sistem evaluasi laporan AMDAL di Kanada yang berlaku untuk proyek- proyek federal dikeluarkan oleh kabinet pada tanggal 20 Desember 1973. Sistem
evaluasi di Kanada disebut sebagai Environmental Assestment and Review Process
EARP atau proses pendugaan dampak dan review. Berdasarkan pedoman yang telah diperbaiki dan dikeluarkan pada tahun 1979, pedoman sistem
evaluasi yang dikeluarkan tahun 1973 tersebut terus dilakukan penyempurnaan, di antaranya penyempurnaan pedoman pada tahun 1979, tahun 1984, dan pada tahun
1985 sedang disempurnakan lagi pada bagian penyaringan dan pelaksanaan PIL. Secara garis besar skema tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pemrakarsa proyek menyampaikan usulannya kepada instansi yang
bertanggung jawab terhadap proyek tersebut dan melakukan penyaringan atau screening untuk menilai potensi dampak lingkungan dari proyek.
Pedoman dari penyaringan dibuatkan oleh kantor lingkungan yang disebut The Federal Environtmental Assestment Review Office
FEARO dalam pekerjaannya memberikan laporannya langsung kepada Menteri Lingkungan
Federal. 2.
Secara garis besar kesimpulan dari penyaringan tersebut adalah: a proyek yang tidak ada dampak negatifnya atau dampak negatifnya ada tetapi tidak
nyata atau penting atau telah tersedia teknologi yang dapat menekan atau menghilangkan dampak tersebut maka proyek tersebut dapat dibangun tanpa
PIL atau ANDAL, b proyek yang mempunyai potensi dampak lingkungan yang tidak atau belum diketahui maka perlu dilakukan studi IEE atau PIL
yang kemudian akan dilakukan penyaringan kembali untuk menentukan apakah potensi dampaknya nyata atau tidak. Kalau dianggap perlu
mengadakan review dari dengar pendapat masyarakat, maka suatu panel yang dibentuk oleh FEARO akan menyelenggarakan penyaringan tersebut.
Bila penyaringan menghasilkan kesimpulan bahwa potensi dampak lingkungan tidak dapat diterima atau tidak diizinkan terjadi maka proyek
tersebut dapat ditolak untuk dibangun atau apabila pemrakarsa proyek
bersedia mengadakan perubahan dalam usulan proyeknya maka akan dapat dilakukan evaluasi atau penyaringan lagi. Kalau hasil dari studi PIL
menyimpulkan bahwa proyek tersebut potensi dampaknya tidak ada atau tidak nyata atau tersedia teknologi untuk menekan proyek tersebut boleh
dibangun tanpa membuat ANDAL tetapi kalau hasil penyaringan menunjukkan dampak negatif nyata dan penting proyek tersebut harus
melakukan ANDAL. Dua langkah pertama yaitu penyaringan dan studi PIL masih merupakan tanggung jawab instansi atau departemen yang
bertanggung jawab mengenai proyek, sedang FEARO dan Departemen Lingkungan belum ikut berperan walaupun konsultasi dan permintaan
pedoman penyaringan dan IEE diminta dari FEARO. 3.
Apabila ada proyek yang diputuskan oleh instansi yang bertanggung jawab bahwa proyek tersebut perlu melakukan studi AMDAL maka usulan proyek
dikirim ke FEARO. Kemudian FEARO akan membentuk suatu kelompok ahli yang disebut panel khusus untuk menangani ANDAL proyek tersebut.
Biasanya panel ini terdiri dari empat sampai delapan anggota yang dipilih berdasarkan keahliannya dan pengalamannya yang berhubungan dengan
AMDAL, proyek tersebut, pengetahuan dan pengalaman dalam lingkungan dan dampak sosial pada proyek tersebut. Ketua FEARO atau wakilnya yang
ditunjuk akan menjadi sekretaris eksekutif dari panel. 4.
Setelah panel dibentuk maka panel menyusun pedoman atau TOR mengenai penyusunan analisis dampak lingkungan ANDAL khusus untuk usulan
proyek tersebut dan menyampaikan kepada pemrakarsa proyek untuk dijalankan. Dalam penyusunan pedoman tersebut panel juga mengadakan
konsultasi dengan instansi yang bertanggung jawab dan instansi yang sangat erat hubungannya dengan proyek tersebut dan juga masyarakat.
5. Kemudian pemrakarsa atau konsultasi yang diminta bantuannya melakukan
studi ANDAL dan menyusun laporan ANDAL. Dalam melakukan studinya atau penyusunan laporan ANDAL-nya selalu dapat melakukan konsultasi
dengan panel. 6.
Hasil laporan ANDAL akan langsung dievaluasi oleh panel apakah sudah cukup baik atau masih ada kekurangan dan kalau masih ada kekurangan
pemrakarsa proyek harus melengkapinya. Dalam melakukan evaluasi laporan ini panel dapat meminta bantuan pendapat dari berbagai instansi
yang erat hubungannya dengan proyek. 7.
Apabila laporan ANDAL tersebut sudah dinilai baik dan diterima oleh panel maka panel lalu menyelenggarakan review. Dalam review ini panel
mengumpulkan pendapat-pendapat dari berbagai instansi teknis dan masyarakat baik secara tertulis maupun secara lisan dalam suatu pertemuan.
Bila panel akan menyelenggarakan dengar pendapat masyarakat atau public hearing,
maka biasanya diselenggarakan di tempat proyek yang akan dibangun. Dengan demikian masyarakat setempat yang akan terkena dampak
dapat memberikan pendapatnya. 8.
Setelah semua pendapat-pendapat baik dari instansi-instansi pemerintah, ahli-ahli, dan masyarakat maka panel melakukan evaluasi pendapat-pendapat
dan menyusun sarannya atau rekomendasinya mengenai proyek tersebut langsung kepada menteri lingkungan dan menteri yang bertanggung jawab
atas proyek tersebut. Dalam menyusun rekomendasi tersebut panel selalu dapat berkonsultasi dengan kedua menteri tersebut. Apabila proses review
yang dilakukan oleh panel selesai maka akan disusun suatu laporan hasil review
untuk menteri lingkungan yang biasanya sebagai berikut : a sejarah kejadian-kejadian yang berhubungan dengan pembangunan proyek, b
deskripsi dari proyek, c keadaan dan sifat lingkungan dari lokasi yang dimasukkan akan dibangun proyek tersebut, d dampak lingkungan dan
sosial dari proyek dalam review termasuk pendapat instansi pemerintah, ahli- ahli, dan masyarakat, e kesimpulan dan saran atau rekomendasi dari panel
mengenai pelaksanaan pembangunan proyek. Saran dari panel dapat berbentuk tiga kemungkinan sebagai berikut: a proyek boleh dibangun atau
dijalankan sesuai dengan rencana, b proyek boleh dibangun tetapi dengan perubahan baik dalam proyeknya ataupun pengelolaan lingkungan, c proyek
tidak boleh dibangun. 9.
Menteri lingkungan dan menteri yang bertanggung jawab atas proyek akan mempertimbangkan saran panel apakah dapat diterima. Bila kedua menteri
telah mendapatkan suatu kesepakatan maka menteri lingkungan
mengeluarkan keputusan yang akan dilaksanakan oleh departemen atau instansi yang bertanggung jawab atas proyek. Namun apabila kedua menteri
tidak menemukan kesepakatan, maka persoalan tersebut akan dibawa ke kabinet untuk diputuskan.
2.3 Kegiatan Minyak dan Gas Bumi