Peraturan Pemerintah tentang AMDAL

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Kebijakan AMDAL

Kebijakan AMDAL selama ini diatur dalam peraturan pemerintah yakni: PP No. 29 tahun 1986, PP No. 51 tahun 1993, PP No. 27 tahun 1999 tentang AMDAL, serta dalam peraturan menteri yakni: Permen LH No. 08 tahun 2006 tentang pedoman penyusunan AMDAL dan Permen LH No. 11 tahun 2006 tentang jenis kegiatan yang wajib AMDAL. Kebijakan AMDAL diatur pula dalam bentuk keputusan menteri ESDM No. 1457 tahun 2000 tentang pedoman teknis pengelolaan lingkungan di bidang pertambangan dan energi. Selanjutnya dalam bentuk keputusan kepala Bapedal No. 299 tahun 1996 tentang kajian aspek sosial ekonomi dalam penyusunan AMDAL, keputusan kepala Bapedal No. 08 tahun 2000 tentang keterlibatan masyarakat dan keterbukaan informasi dalam proses AMDAL. Kebijakan-kebijakan tersebut dimaksudkan sebagai upaya preventif yang berkekuatan hukum dalam mencegah terjadinya kerusakan fungsi lingkungan hidup. Kebijakan-kebijakan tersebut baik dalam bentuk peraturan pemerintah, keputusan menteri serta keputusan kepala Bapedal, diharapkan manpu menjamin keberlanjutan pembangunan dengan tetap menjaga fungsi-fungsi lingkungan dengan baik melalui upaya pencegahan dampak terhadap lingkungan serta penegakan hukum. Dengan demikian sasaran pengelolaan lingkungan dapat terwujud yakni terpenuhinya devisa negara, lingkungan hidup lestari dan kesejahteraan masyarakat meningkat.

5.1.1 Peraturan Pemerintah tentang AMDAL

Kebijakan pengelolaan lingkungan pada suatu usaha dan atau kegiatan baik oleh perseorangan maupun badan hukum diatur dalam peraturan pemerintah. Untuk kebijakan AMDAL, telah dilakukan penerapan kebijakan pengelolaan lingkungan dengan menerbitkan peraturan pemerintah No. 29 tahun 1986, kemudian direvisi menjadi PP No. 51 tahun 1993 dan terakhir PP No. 27 tahun 1999 tentang analisis mengenai dampak lingkungan. Tabel 6 Review kebijakan AMDAL dengan substansi penentuan dampak penting PP No. 29 tahun 1986 PP No. 51 tahun 1993 PP No. 27 tahun 1999 Dampak penting adalah perubahan yang sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu kegiatan Dampak penting adalah perubahan yang sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu kegiatan Dampak besar dan penting adalah perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu dan atau kegiatan Kategori dampak dalam PP No. 29 tahun 1986 dan PP No. 51 tahun 1993 tidak disebutkan adanya dampak besar tetapi hanya mengkategorikan dampak penting. Hal ini berbeda dengan kategori dampak dalam PP No. 27 tahun 1999 disebutkan bahwa dampak dari rencana suatu usaha dan atau kegiatan dikategorikan menjadi dua yakni dampak besar dan penting. Namun sesungguhnya kategori dampak besar tersebut merupakan satu kesatuan dalam kategori dampak besar dan penting dari suatu rencana usaha dan atau kegiatan. Dalam PP No. 27 tahun 1999 dampak besar dan penting adalah perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu usaha dan atau kegiatan. Selanjutnya bahwa kriteria dampak besar dan penting suatu usaha dan atau kegiatan terhadap lingkungan hidup yakni: a jumlah manusia yang terkena dampak, b luas wilayah penyebaran dampak, c intensitas dan lamanya dampak berlangsung, d banyaknya komponen lingkungan lainnya yang terkena dampak, e sifat kumulatif dampak dan f berbalik reversible atau tidak berbaliknya irreversible dampak. Pembagian ketagori penentuan dampak berdasarkan dampak besar dan dampak penting menjadi salah satu kelemahan PP No. 27 tahun 1999 dalam kaitannya dengan penentuan dampak penting dari suatu kegiatan usaha migas. Besaran dampak yang dikategorikan dapat menimbulkan dampak dari sisi besaran dampak adalah untuk kegiatan eksploitasi minyak di darat 5000 BOPD barrel oil per day , untuk eksploitasi gas 30 MMSCFD million million stock crude feet per day . Sebagaimana yang ditetapkan dalam Kepmen No. 11 tahun 2006 tentang kegiatan yang wajib AMDAL bahwa penentuan besaran minimal tersebut menjadi dasar penentapan suatu kegiatan usaha migas wajib AMDAL atau tidak. Sehingga peluang terjadinya dampak terhadap lingkungan, sangat memungkinkan dengan tidak diwajibkan studi AMDAL bagi suatu kegiatan usaha yang tingkat produksinya di bawah ketentuan yang telah ditetapkan. Seharusnya, penentuan dampak penting dan wajib tidaknya suatu kegiatan usaha untuk melakukan studi AMDAL tidaklah didasarkan pada besaran produksinya, tetapi semua kegiatan usaha migas yang memungkinkan menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan, diwajibkan melakukan studi AMDAL. Hal ini sangat mendasar, mengingat kegiatan usaha migas merupakan kegiatan yang memiliki resiko tinggi terhadap lingkungan, baik dari sisi ekologi, ekonomi maupun sosial. Usaha dan atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup meliputi: a pengubahan bentuk lahan dan bentang alam, b eksploitasi sumberdaya alam baik yang terbaharui maupun yang tak terbaharui, c proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pemborosan, pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, serta kemorosotan sumberdaya alam dalam pemanfaatannya, d proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan buatan, serta lingkungan sosial budaya, e proses dan kegiatan yang hasilnya akan dapat mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi sumberdaya dan atau perlindungan cagar budaya, f introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, jenis hewan dan jasad renik, g pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan non-hayati, h penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi lingkungan hidup, i kegiatan yang mempunyai resiko tinggi dan atau mempengaruhi pertahanan negara pasal 3 ayat 2 PP No. 27 tahun 1999 tentang AMDAL hal ini bertentangan dengan Kepmen LH No. 11 tahun 2006 tentang kegiatan wajib AMDAL yang mana kategori kegiatan yang wajib menyusun AMDAL berdasarkan volume produksi. Tabel 7 Review kebijakan AMDAL dengan substansi kerangka acuan PP No. 29 tahun 1986 PP No. 51 tahun 1993 PP No. 27 tahun 1999 - Kerangka acuan bagi pembuatan analisis dampak lingkungan ditetapkan oleh komisi dan disampaikan kepada pemrakarsa selambat-lambatnya 12 hari sejak diterimanya pengajuan tersebut - Kerangka acuan bagi pembuatan analisis dampak lingkungan ditetapkan oleh komisi dan disampaikan kepada pemrakarsa selambat-lambatnya 12 hari sejak diterimanya pengajuan - Keputusan atas penilaian kerangka acuan diberikan oleh instansi yang bertanggung jawab dalam jangka waktu selambat-lambatnya 75 hari sejak tanggal diterimanya pengajuan Aturan tentang penyusunan kerangka acuan disebutkan dalam PP No. 29 tahun 1986 dan PP No. 51 tahun 1993 bahwa apabila pemrakarsa berpendapat bahwa rencana kegiatannya akan menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup, maka pemrakarsa bersama instansi yang bertanggung jawab langsung menyusun kerangka acuan bagi pembuatan analisis dampak lingkungan tanpa membuat penyajian informasi lingkungam terlebih dahulu, dimana kerangka acuan bagi pembuatan analisis dampak lingkungan ditetapkan oleh komisi dan disampaikan kepada pemrakarsa selambat-lambatnya 12 dua belas hari sejak diterimanya pengajuan kerangka acuan tersebut. Sementara dalam PP No. 27 tahun 1999 disebutkan bahwa suatu rencana usaha dan atau kegiatan yang akan menimbulkan dampak diwajibkan menyusun kerangka acuan, namun apabila rencana usaha dan atau kegiatan tersebut diperkirakan tidak menimbulkan dampak besar dan penting, maka diharuskan menyusun UKL dan UPL. Keputusan atas penilaian kerangka acuan juga diatur dalam PP No. 27 tahun 1999 sebagaiman termaktub dalam pasal 16 ayat 2, keputusan atas penilaian kerangka acuan sebagaimana dimaksud pada jangka waktu selambat-lambatnya 75 tujuh puluh lima hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya kerangka acuan. Hal ini menjelaskan bahwa kerangka acuan disetujui oleh instansi yang bertanggung jawab dalam jangka waktu selambat-lambatnya 75 tujuh puluh lima hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya kerangka acuan tersebut. Perubahan waktu atas keputusan penilaian kerangka acuan dari 12 dua belas hari menjadi 75 tujuh puluh lima hari kerja menjadi sangat penting mengingat kebutuhan waktu yang lama dapat menghambat jalannya investasi, begitu pula waktu yang sangat singkat, akan memberikan penilaian yang tidak maksimal, sehingga dengan demikian waktu persetujuan kerangka acuan didasarkan pada kebutuhan waktu. Tabel 8. Review kebijakan AMDAL dengan substansi ANDAL PP No. 29 tahun 1986 PP No. 51 tahun 1993 PP No. 27 tahun 1999 - Telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak penting suatu kegiatan yang direncanakan - Keputusan atas andal diberikan oleh instansi yang bertanggung jawab selambat-lambatnya 30 tiga puluh hari sejak diterimanya pengajuan analisis dampak lingkungan - Apabila keputusan atas andal berupa penolakan berhubung kurang sempurnanya, maka keputusan perbaikan andal diberikan oleh instansi yang bertanggung jawab selambat-lambatnya 30 tiga puluh hari sejak diterimanya pengajuan kembali perbaikan analisis dampak lingkungan tersebut - Keputusan atas andal diberikan oleh instansi yang bertanggung jawab selambat-lambatnya 45 empat puluh lima hari sejak diterimanya pengajuan analisis dampak lingkungan - Apabila keputusan atas andal berupa penolakan berhubung kurang sempurnanya, maka keputusan perbaikan ANDAL diberikan oleh instansi yang bertanggung jawab selambat-lambatnya 30 tiga puluh hari sejak diterimanya pengajuan kembali perbaikan analisis dampak lingkungan tersebut - Telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak besar dan penting suatu rencana usaha dan atau kegiatan - Keputusan atas ANDAL diberikan oleh instansi yang bertanggung jawab dalam jangka waktu selambat-lambatnya 75 tujuh puluh lima hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya dokumen ANDAL, RKL, RPL - Apabila instansi yang bertangungjawab tidak menerbitkan keputusan dalam jangka waktu tersebut maka rencana usaha dan atau kegiatan yang dimaksud dianggap layak lingkungan Keputusan atas ANDAL diberikan oleh instansi yang bertanggung jawab selambat-lambatnya 30 tiga puluh hari sejak diterimanya pengajuan analisis dampak lingkungan tersebut. Apabila keputusan atas ANDAL berupa penolakan berhubung kurang sempurnanya, maka keputusan perbaikan ANDAL diberikan oleh instansi yang bertanggung jawab selambat-lambatnya 30 tiga puluh hari sejak diterimanya pengajuan kembali perbaikan analisis dampak lingkungan tersebut. Dalam PP No. 27 tahun 1999 dibutuhkan waktu sebanyak 75 hari kerja sebagaimana termaktub dalam pasal 20 ayat 1, instansi yang bertanggung jawab menerbitkan keputusan kelayakan lingkungan hidup suatu usaha danatau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 2, dalam jangka waktu selambat- lambatnya 75 tujuh puluh lima jari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya dokumen analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup. Namun demikian, waktu yang dibutuhkan tersebut 75 hari tidak berdasar, sehingga perlu direvisi mengingat lamanya proses persetujuan AMDAL tersebut dapat menghambat iklim investasi dalam kegiatan usaha migas. Dari sisi efisiensi, hal ini akan sangat berdampak terhadap rencana implementasi kegiatan yang akan dilakukan. Penekan sesungguhnya bukanlah pada lamanya waktu prosedur persetujuan AMDAL, namun lebih ditekankan pada tingkat kebutuhan usaha dengan prinsip-prinsip kelestarian ekologi dan pertumbuhan ekonomi. Dalam proses persetujuan dapat diterapkan prosedur yang mudah, cepat dan bertanggungjawab dengan demikian semangat investasi dapat tetap terjaga dalam upaya pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan. Tabel 9 Review kebijakan AMDAL dengan substansi RKL PP No. 29 tahun 1986 PP No. 51 tahun 1993 PP No. 27 tahun 1999 - Keputusan persetujuan atas rencana pengelolaan lingkungan diberikan oleh instansi yang bertanggungjawab kepada pemrakarsa selambat-lambatnya 30 tiga puluh hari sejak diterimanya rencana pengelolaan lingkungan tersebut - Keputusan persetujuan atas rencana pengelolaan lingkungan diberikan oleh instansi yang bertanggungjawab kepada pemrakarsa selambat-lambatnya 45 empat puluh lima hari sejak diterimanya rencana pengelolaan lingkungan tersebut - Keputusan persetujuan atas rencana pengelolaan lingkungan diberikan oleh instansi yang bertanggung jawab kepada pemrakarsa selambat-lambatnya 75 tujuh puluh lima hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya rencana pengelolaan lingkungan tersebut Prosedur persetujuan dokumen RKL dan RPL dalam PP No. 27 tahun 1999 dilakukan bersamaan dengan pengajuan dokumen ANDAL dengan waktu yang dibutuhkan 75 tujuh puluh lima hari kerja terhitung sejak diajukannya dokumen tersebut. Sementara dalam PP No. 51 tahun 1993, prosedur persetujuan dokumen RKL dan RPL dilakukan terpisah dengan pengajuan dokumen ANDAL. Waktu yang dibutuhkan dalam proses persetujuan dokumen RKL dan RPL yakni 45 empat puluh lima hari kerja. Tabel 10 Review kebijakan AMDAL dengan substansi RPL PP No. 29 tahun 1986 PP No. 51 tahun 1993 PP No. 27 tahun 1999 - Keputusan persetujuan atas rencana pemantauan lingkungan diberikan oleh instansi yang bertanggungjawab kepada pemrakarsa selambat-lambatnya 30 tiga puluh hari sejak diterimanya rencana pemantauan lingkungan tersebut - Keputusan persetujuan atas rencana pemantauan lingkungan diberikan oleh instansi yang bertanggungjawab kepada pemrakarsa selambat-lambatnya 45 empat puluh lima hari sejak diterimanya rencana pemantauan lingkungan tersebut - Keputusan persetujuan atas rencana pemantauan lingkungan diberikan oleh instansi yang bertanggung jawab kepada pemrakarsa selambat-lambatnya 75 tujuh puluh lima hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya rencana pemantauan tersebut Seperti pada Tabel 10 tampak perubahan waktu keputusan persetujuan RPL yang semakin lama yakni dari 30 hari kerja PP No. 29 tahun 1986, 40 hari kerja PP No. 51 tahun 1993 dan menjadi 75 hari kerja PP No. 27 tahun 1999. Perubahan waktu persetujuan RPL tersebut tidak memiliki dasar penetapan waktu yang jelas. Seharusnya waktu penyusunan tidak ditetapkan sama untuk semua kegiatan, harus mempertimbangkan lokasi kegiatan yang sulit dijangkau, perlu pengkajian yang mendalam berdasarkan ekosistem masing-masing kegiatan, pertimbangan efisiensi waktu, yang dapat menghambat kegiatan karena kegiatan usaha migas sangat dinamis, akhirnya dapat berakibat timbulnya pelanggaran- pelanggaran, sebelum AMDAL disetujui kegiatan telah dimulai karena mengejar produksi dan juga dapat menghambat investasi investasi tidak kondusif. Faktor lain yang juga penting dalam review kebijakan peraturan pemerintah dalam kaitannya penerapan AMDAL yang efektif dan efisien adalah tentang kedudukan komisi penilai atau komisi pusat AMDAL. Perubahan besar yang terdapat dalam PP No. 27 tahun 1999 adalah disatukannya komisi penilai pusat dan berkedudukan di kementerian negara lingkungan hidup. Apabila penilaian tersebut tidak layak lingkungan maka instansi yang berwenang boleh menolak permohonan ijin yang diajukan oleh pemrakarsa. Kedudukan komisi ini menjadi sangat penting, khususnya dalam kaitannya dalam mencegah kerusakan lingkungan pada kegiatan usaha migas. Kedudukan komisi penilai AMDAL pusat saat ini berkedudukan di kementerian negara lingkungan hidup yang merupakan instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan. Kondisi ini kemudian menjadi sangat penting untuk direview mengingat kegiatan usaha migas yang bersifat sangat teknis dengan aspek profesionalitas yang tinggi. Kegiatan usaha migas menggunakan teknologi tinggi dalam operasinya, sehingga dampak lingkungan yang ditimbulkan, sangat memungkinkan dari kesalahan teknis operasional. Berdasarkan hal itu, maka dibutuhkan komisi penilai antara lain, ahli dalam bidang perminyakan dan geologi, ahli proses untuk kilang, ahli kimia, sehingga dapat memprediksi dan mengetahui kemungkinan-kemungkinan dampak besar dan penting yang ditimbulkan dalam kegiatan. Tabel 11 Review kebijakan AMDAL dengan substansi komisi penilai PP No. 29 tahun 1986 PP No. 51 tahun 1993 PP No. 27 tahun 1999 - Komisi AMDAL pusat dibentuk oleh menteri atau pimpinan lembaga pemerintah nondepartemen sektoral dan berkedudukan di departemen atau LPND, dengan status keanggotaan tetap dan anggota tidak tetap - Komisi AMDAL daerah dibentuk oleh Gubernur dan berkedudukan di Bapedalda propinsi dengan status keanggotaan tetap dan tidak tetap - Komisi AMDAL pusat dibentuk oleh menteri atau pimpinan lembaga pemerintah nondepartemen sektoral dan berkedudukan di departemen atau LPND, dengan status keanggotaan tetap dan anggota tidak tetap - Komisi AMDAL daerah dibentuk oleh Gubernur dan berkedudukan di Bapedalda propinsi dengan status keanggotaan tetap dan tidak tetap - Komisi penilai AMDAL pusat dibentuk oleh menteri dan berkedudukan di instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan - Komisi penilai AMDAL daerah dibentuk oleh Gubernur dan berkedudukan di instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan di tingkat I Bapedalda propinsi Komisi pusat AMDAL dalam PP No. 27 tahun 1999 disebut komisi penilai pusat yang dibentuk oleh kementerian negara lingkungan hidup dan berkedudukan di Bapedal pusat dengan keanggotaan lebih representatif yang bertugas menilai hasil AMDAL. Keberadaan komisi pusat AMDAL di bawah kewenangan kementerian lingkungan hidup tersebut dianggap kurang tepat, mengingat AMDAL pada kegiatan usaha migas sangat terkait dengan potensi dampak yang muncul dari penerapan teknologi-teknologi yang digunakan. Untuk itu, keahlian minyak dan gas dalam penilaian dokumen AMDAL menjadi sangat penting, terkait dengan metode eksplorasi, eksploitasi, pengolahan, pengangkutan dan tata niaga. Metode-metode yang dikembangkan sangat spesifik dan membutuhkan ahli-ahli di bidangnya. Dengan demikian, usulan pengembalian komisi pusat AMDAL pada departemen teknissektor menjadi sangat penting. Tabel 12 Review kebijakan AMDAL dengan substansi pembiayaan PP No. 29 tahun 1986 PP No. 51 tahun 1993 PP No. 27 tahun 1999 - Biaya untuk membuat KA-ANDAL,ANDAL, RKL, RPL dibebankan kepada pemrakarsa atau penanggung jawab kegiatan - Untuk biaya tertentu dibebankan kepada menteri yang ditugasi mengelola lingkungan hidup dan atau menteri atau pimpinan lembaga pemerintah nondepartemen yang membidangi kegiatan yang bersangkutan dan atau gubernur kepala daerah tingkat I - Biaya penyusunan kerangka acuan, analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan dan rencana pemantauan lingkungan dibebankan kepada pemrakarsa atau penanggung jawab kegiatan - Biaya penyusunan dan penilaian kerangka acuan, analisis dampak lingkungan, rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup dibebankan kepada pemrakarsa - Biaya pembinaan teknis dan pengawasan dibebankan pada anggaran instansi yang bertanggung jawab Faktor pembiayaan juga menjadi penting untuk diperhatikan, mengingat kualitas dokumen yang dihasilkan akan sangat dipengaruhi oleh besaran biaya studi yang dialokasikan. Pembiayaan yang proporsional dan jelas akan memberikan hasil yang baik. Biaya akan sangat penting bagi terlaksananya kegiatan sebagaimana tujuan yang akan dicapai. Pembiayaan studi yang sesuai dengan kegiatan akan menjamin pelaksanaan kegiatan yang baik. Untuk faktor pembiayaan menjadi hal yang positif apabila dimanfaatkan sesuai dengan proporsinya. Demikian pula sebaliknya, pembiayaan studi yang minim dan tidak proporsional akan menyulitkan dalam pelaksanaan studi yang sesuai dengan tujuan. Pembiayaan tentu terkait dengan keahlian dari penyusun dan biaya dapat menunjukkanmencerminkan kedalaman studi dan analisis yang digunakan oleh penyusun. Namun, hal ini sulit diukur karena sangat bervariasi.

5.1.2 Peraturan Menteri, Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup