Hasil Penelitian Terdahulu TINJAUAN PUSTAKA

value kita akan menjadi nol. Begitu juga sebaliknya nilai dari option value akan semakin besar jika masyarakat tidak yakin akan ketersediaan suatu sumberdaya pada masa yang akan datang. Existence value atau nilai keberadaan adalah nilai yang diberikan atas keberadaan atau terpeliharanya sumberdaya alam dan lingkungan meskipun masyarakat tidak akan memanfaatkan atau mengunjunginya. Nilai eksistensi ini sering juga disebut dengan intrinsic value atau nilai intrinsik dari sumberdaya alam atau nilai yang memang sudah melekat pada sumberdaya alam itu Fauzi, 2002. Bequest value atau nilai pewarisan artinya nilai yang diberikan oleh generasi kini dengan menyediakan atau mewariskan bequest sumberdaya untuk generasi mendatang atau mereka yang belum lahir. Jadi bequest value diukur berdasarkan keinginan membayar masyarakat untuk memelihara to preserve sumberdaya alam dan lingkungan untuk generasi mendatang Fauzi, 2002.

2.5 Hasil Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian yang telah dilakukan yang berhubungan dengan kebijakan AMDAL dan valuasi ekonomi sebagai berikut: Tabel 1 Hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan kebijakan AMDAL dan valuasi ekonomi Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian Alshuwaikkat 2004 Strategic Environment Assessment SEA sebagai Alternatif Pengelolaan Lingkungan Hidup di Negara Berkembang - SEA dapat memunculkan dampak dari aktivitas skala kecil yang sesungguhnya dampaknya penting. - SEA memunculkan dampak kumulatif dari beberapa proyek, mampu menjelaskan dampak potensial yang tidak diatur dalam undang-undang, serta dapat menunjukkan aktivitas proaktif yang terstruktur terhadap pengaruh kebijakan dan perencanaan Purnama 2003 Public Involment in the Indonesia EIA Process, Perceptions, and Alternative - EIA sama pada semua negara berkembang, khususnya pada peran masyarakat, keterbatasan panduan, dasar hukum yang Lanjutan Tabel 1 Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian kurang memadai, perencanaan TOR kurang jelas, perbaikan hukum dan perencanaan yang menyeluruh. Tiwi 2003 Evaluasi AMDAL dalam Menunjang Pengelolaan Pantai Terpadu di Teluk Banten - Ketersediaan informasi lingkungan di Tk II dalam hal ini kawasan Teluk Banten untuk menyusun dan menilai laporan AMDAL maupun dari hasil pemantauan lingkungan adalah sangat terbatas, terutama informasi tentang biologi laut, informasi penting dalam pengelolaan pantai terpadu. - Penelitian penunjang keberadaan informasi tersebut juga masih terbatas, kalaupun ada informasinya berada di instansi tingkat pusat. - Pertukaran informasi lingkungan yang tersebar di beberapa instansi juga belum terjadi, sementara pemda sendiri belum dilengkapi dengan peraturan yang mendukung aksesibilitas mereka terhadap informasi lingkungan tentang daerahnya. - Kapasitas Pemda Tk II pada kasus Teluk Banten masih membutuhkan suatu perbaikan dalam penyediaan informasi lingkungan baik untuk proses AMDAL maupun untuk pengelolaan terpadu kawasan pantainya. Finnveden et al., 2002 Metode Aplikasi SEA dalam Sektor Energi - SEA yang berhubungan dengan pencemaran energi diusulkan antara lain: ecological impact assesment , envromentally estended inputoutput analysis, Lanjutan Tabel 1 Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian multiple atribut analysis, environmental objective, dan risk assessment. Azis 2006 Nilai Ekonomi Total Ekosistem Hutan Mangrove di Kawasan Pesisir sebagai Alternatif Pengelolaan - Nilai ekonomi total ekosistem hutan mangrove yaitu Rp. 1,24 milyar per tahun. Santoso 2005 Valuasi Ekonomi Ekosistem Hutan Mangrove di Desa Blanakan, Kabupaten Subang, Jawa Barat, - Nilai ekonomi total ekosistem hutan mangrove yaitu Rp.3,7 milyar per tahun. Sofyan 2003 Pengkajian Nilai Ekonomi Lingkungan Ekosistem Hutan Mangrove, di Desa Blanakan Kabupaten Subang, Jawa Barat - Nilai ekonomi total ekosistem hutan mangrove yaitu Rp.2,8 milyar per tahun. Supriyadi dan Wouthuyzen 2005 Valuasi Ekonomi terhadap Ekosistim Mangrove di Teluk Kotania, Propinsi Maluku - Nilai ekonomi total dari hutan mangrove di Teluk Kotania pada tahun 1999 adalah Rp.64,8 milyar atau Rp.60,9 juta per ha. Nilai ini masih terlalu rendah, karena masih banyak komponen lain pada hutan mangrove yang sulit untuk ditentukan baik fungsi maupun harga pasarnya. - Keunikan mangrove di Teluk Kotania dimana mangrove, padang lamun dan terumbu karang hidup berdampingan secara harmonis. - Khusus untuk kasus Teluk Kotania, valuasi ekonomi perlu dilalukan untuk ketiga ekosistim tersebut. Haya et al., 2003 Analisis Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Terumbu Karang dengan Studi Kasus Penangkapan - Kebijakan yang ada dalam menanggulangi penggunaan sianida dan bom di Kepulauan Spermonde, tidak efektif dan efisien. Lanjutan Tabel 1 Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian Ikan Yang Merusak sianida dan bom di Kepulauan Spermonde, Propinsi Sulawesi Selatan - Pembuatan produk hukum dan perundangan tidak didasarkan pada kepentingan publik dan kelestarian terumbu karang sehingga aktivitas tersebut terus berlangsung. - Dengan menggunakan pendekatan AHP dalam kerangka manfaat dan biaya BC diperoleh empat opsi kebijakan untuk menanggulangi kasus penggunaan sianida dan bom di Kepulauan Spermonde yaitu: pendidikan dan informasi lingkungan 0,275 diversifikasi usaha dan pengembangan mata pencaharian alternatif 0,273 koordinasi antar stakeholders 0,253 serta peraturan dan penegakkan hukum 0,199. Rahmalia 2003 Analisis Tipologi dan Pengembangan Desa- Desa Pesisir Kota Bandar Lampung - Hasil analisis AHP menunjukkan bahwa para stakeholders cenderung lebih memilih industri sebagai prioritas utama dalam pengembangan dan pengelolaan desa-desa pesisir Kota Bandar Lampung yang dititik beratkan pada aspek ekonomi melalui kriteria utama peningkatan lapangan kerja dengan pelaku utama pemerintah diikuti swasta. - Sektor industri sifatnya tidak sensitif terhadap perubahan preferensi dan untuk hasil analisis analisis tipologi sebagian besar desa pesisir tergolong tipologi II yaitu wilayah dengan tingkat perkembangan rendah atau kurang maju dibanding Lanjutan Tabel 1 Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian kelurahan-kelurahan lain di Bandar Lampung. - Adapun ciri-ciri dari tipologi II ini adalah: tingkat kesejahteraan penduduknya rendah ditandai dengan tingginya jumlah keluarga prasejahtera dan besarnya surat keterangan miskin yang dikeluarkan kantor desa. Walaupun demikian dijumpai beberapa pemukiman mewah sebagai rumah peristirahatan di lokasi ini. - Aksesibilitas cukup tinggi tetapi tidak ditunjang oleh fasilitas kesehatan yang cukup. PPLH UNRI 2004 Aspek Sosial Ekonomi Budaya di PT.Pertamina Kilang Produksi UP II Dumai, Riau - Ada beberapa dampak negatif yang dirasakan oleh masyarakat di sekitar kilang seperti gangguan bau, debu dan kebisingan. - Persepsi masyaralkat terhadap pertamina memperlihatkan kecenderungan makin positif, proporsi yang mempunyai hubungan akrab dengan karyawan mengalami peningkatan dari 23 tahun 2000 menjadi 505 tahun 2003 dan 2004 demikian pula halnya dengan buruh kontraktor mitra kerja pertamina pada umumnya positif, dengan proporsi 49 responden tahun 2000 akrab dengan buruh kontraktor dan meningkat menjadi 75,5 tahun 2003 dan 2004.

III. GAMBARAN UMUM KEGIATAN MIGAS DI INDONESIA

3.1 Sejarah Kegiatan Migas di Indonesia

Kegiatan pencarian minyak dan gas bumi di Indonesia telah berlangsung sejak tahun 1871, hanya berselang dua belas tahun setelah minyak dunia pertama di bor di Pennsylvania. Produksi komersil pertama minyak dan gas bumi di Indonesia dimulai pada tahun 1885 dan pada pengujung abad 1800, minyak bumi telah diproduksi di kilang-kilang Sumatra Selatan, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Kalimantan. Pada tahun 1912 Standard Oil of New Jersey masuk ke Indonesia dan kemudian menggabungkan kepentingan mereka di timur jauh dengan Mobil Oil untuk membentuk Stanvac. Pada tahun 1936 terjadi penggabungan saham Asia dengan Texaco untuk membentuk Caltex. Dengan demikian tercatat lima perusahaan minyak internasional di Indonesia pada tahun 1940an. Pada tahun tersebut produksi minyak Indonesia berada pada tingkat kelima di dunia, namun dua puluh lima tahun kemudian, turun menjadi peringkat kedua belas dunia, sekalipun terdapat kenaikan produksi minyak secara signifikan. Pada tahun 1961 lahirlah Undang-undang No. 44 tahun 1961 tentang migas. Selain itu dibentuk pula 3 tiga perusahaan negara bidang migas yaitu PT. Permina, PT. Permigan dan PT. Pertamin. Dari ketiga perusahaan negara tersebut hanya Permina dan Pertamin saja yang mampu beroperasi dengan baik, sedangkan Permigan dilikuidasi. Penggabungan selanjutnya dilakukan terhadap Permina dan Pertamin menjadi Pertamina pada 20 Agustus 1968 melalui dekrit. Pada tahun 1962 selanjutnya ditandatangani 40 kontrak dengan pendapatan lebih kurang US 6 juta. Pada awal penggabungan, Permina memiliki kapal sebanyak 55 unit kapal, dengan tonase lebih dari 320.000 DWT. Pertamina terus meluaskan armadanya, baik domestik maupun internasional. Data tahun 2007 Pertamina memiliki 36 unit kapal yang terdiri dari tipe LRMRGPSmallLighter dengan tonase lebih kurang 770.000 DWT dan mengoperasikan lebih dari 100 unit kapal bukan milik, dengan konsentrasi trading domestik untuk menjalankan misi pemerintah PSO dalam menjamin keamanan supply BBM nasional. Meskipun dalam kurun waktu hampir