Sejarah Kegiatan Migas di Indonesia

III. GAMBARAN UMUM KEGIATAN MIGAS DI INDONESIA

3.1 Sejarah Kegiatan Migas di Indonesia

Kegiatan pencarian minyak dan gas bumi di Indonesia telah berlangsung sejak tahun 1871, hanya berselang dua belas tahun setelah minyak dunia pertama di bor di Pennsylvania. Produksi komersil pertama minyak dan gas bumi di Indonesia dimulai pada tahun 1885 dan pada pengujung abad 1800, minyak bumi telah diproduksi di kilang-kilang Sumatra Selatan, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Kalimantan. Pada tahun 1912 Standard Oil of New Jersey masuk ke Indonesia dan kemudian menggabungkan kepentingan mereka di timur jauh dengan Mobil Oil untuk membentuk Stanvac. Pada tahun 1936 terjadi penggabungan saham Asia dengan Texaco untuk membentuk Caltex. Dengan demikian tercatat lima perusahaan minyak internasional di Indonesia pada tahun 1940an. Pada tahun tersebut produksi minyak Indonesia berada pada tingkat kelima di dunia, namun dua puluh lima tahun kemudian, turun menjadi peringkat kedua belas dunia, sekalipun terdapat kenaikan produksi minyak secara signifikan. Pada tahun 1961 lahirlah Undang-undang No. 44 tahun 1961 tentang migas. Selain itu dibentuk pula 3 tiga perusahaan negara bidang migas yaitu PT. Permina, PT. Permigan dan PT. Pertamin. Dari ketiga perusahaan negara tersebut hanya Permina dan Pertamin saja yang mampu beroperasi dengan baik, sedangkan Permigan dilikuidasi. Penggabungan selanjutnya dilakukan terhadap Permina dan Pertamin menjadi Pertamina pada 20 Agustus 1968 melalui dekrit. Pada tahun 1962 selanjutnya ditandatangani 40 kontrak dengan pendapatan lebih kurang US 6 juta. Pada awal penggabungan, Permina memiliki kapal sebanyak 55 unit kapal, dengan tonase lebih dari 320.000 DWT. Pertamina terus meluaskan armadanya, baik domestik maupun internasional. Data tahun 2007 Pertamina memiliki 36 unit kapal yang terdiri dari tipe LRMRGPSmallLighter dengan tonase lebih kurang 770.000 DWT dan mengoperasikan lebih dari 100 unit kapal bukan milik, dengan konsentrasi trading domestik untuk menjalankan misi pemerintah PSO dalam menjamin keamanan supply BBM nasional. Meskipun dalam kurun waktu hampir 40 tahun terjadi peningkatan tonase kapal milik sebesar lebih dari 100, namun dengan jumlah ketersediaan cargo yang diangkut mencapai 28,359 juta LT crude oil dan 47,174 juta LT BBM serta 805 ribu ton non BBM atau total 76,338 juta LT 2005. Era kebangkitan kembali industri migas terjadi pada tahun 1970-an di mana Indonesia kembali di barisan depan dalam pengembangan minyak dunia, setelah Pertamina berhasil menemukan sumber-sumber minyak baru di berbagai tempat di penjuru tanah air seperti di Jatibarang, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, yang diteruskan dengan melakukan pembangunan stasiun pengumpul minyak dan prasarana lifting cargo, pengambil alihan Stanvac Sungai Gerong oleh Pertamina dan pembangunan kilang minyak baru Dumai serta meningkatnya jumlah penandatanganan kontrak bagi hasil production sharing contract dengan IIAPCO, Total dan Union. Hal tersebut menunjukkan bahwa bisnis migas Indonesia adalah bisnis internasional dan Pertamina telah memperoleh tempatnya dalam masyarakat minyak dunia. Pada 15 September 1971 disahkan dan diberlakukan undang-undang No. 08 tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara Pertamina. Dengan undang-undang ini Pertamina memperoleh hak kuasa pertambangan dengan batas-batas wilayah dan persyaratan yang ditetapkan oleh Presiden se-panjang mengenai pertambangan minyak dan gas bumi migas. Melalui undang-undang ini Pertamina melakukan peningkatan pengusahaan migas di seluruh wilayah Indonesia dan pengem-bangan usaha, baik yang terkait dengan migas maupun yang bukan migas. Pada tanggal 17 September 2003, Pertamina berubah menjadi sebuah perseroan yang dibentuk berdasarkan Undang-undang No. 22 tahun 2001 tentang migas. Kedudukan Pertamina sama dengan perusahaan lain yang wajib tunduk dengan UU No. 01 tahun 1995 tentang perseroan terbatas, UU No. 19 tahun 2003 tentang BUMN dan ketentuan lain yang berlaku bagi perseroan pada umumnya. Dari hasil produksi migas tahun 2006 dapat mencapai keuntungan sebesar US 3 miliar atau sekitar Rp. 24 triliun dan menjadi BUMN terbesar di Indonesia. Berdasarkan data OPEC 2006, sekitar 77 922 milyar barrel minyak dunia bersumber dari negara-negara anggota OPEC dan selebihnya sekitar 23 272 milyar barrel bersumber dari negara-negara non OPEC. Indonesia merupakan salah anggota OPEC yang memberikan sumbangan terhadap pemenuhan kebutuhan minyak dunia, bersama Kuwait, Lybia, Nigeria, Venezuela, Qatar, dan Anggola menyumbang sekitar 44 405,68 milyar barrel, sementara Saudi Arabia, Irak dan Iran menyumbang sekitar 56 516,32 milyar barrel.

3.2 Potensi Minyak dan Gas Bumi Indonesia