share entitlement yang tentunya tergantung dari jenis production sharing dan 3
rejim pajak yang berlaku Dartanto dan Khoirunurrofik, 2006.
Mengingat kontribusi yang besar terhadap devisa negara, maka upaya- upaya pengembangan akan tetap dilakukan. Upaya tersebut diimplementasikan
dengan meningkatkan cadangan dan produksi migas serta mengembangkan lapangan marginal dan optimalisasi penerapan teknologi echanges oil recovery
EOR, serta insentif untuk daerah remote, laut dalam, lapangan marginal dan brown field
. Pengembangan lapangan marginal, daerah remote dan laut dalam,
merupakan sasaran pengembangan kedepan. Dengan demikian pengaruh limbah dan eksternalitas negatif yang dapat muncul dari kegiatan usaha migas, menjadi
kecil. Pengembangan tersebut dilakukan dengan program produksi bersih, zero discharge
, penggunaan bahan dasar non toxic, serta desain peralatan pengolahan limbah.
3.5 Permasalahan dalam Kegiatan Migas
Kegiatan usaha migas tidak hanya memberikan keuntungan dari sisi ekonomi dan pendapatan masyarakat, tetapi juga menimbulkan berbagai
permasalahan-permasalahan yang umumnya dihadapi seperti: perijinan usaha, konflik pemanfaatan ruang, konflik sosial dengan masyarakat lokal, permasalahan
lingkungan akibat limbah dan ekses dari aktivitas yang dilakukan serta permasalahan kesehatan masyarakat disekitar lokasi kegiatan.
Permasalahan perijinan merupakan permasalahan klasik yang umum dihadapi oleh investor pemrakarsa dalam rencana pelaksanaan kegiatannya.
Permasalahan ini merupakan permasalahan administratif birokrasi yang dihadapi oleh hampir semua proses perijinan di Indonesia. Permasalahan perijinan
seringkali menjadi batu sandungan pertama ayang dihadapi oleh para investor. Sehingga tidak sedikit biaya dan waktu yang dibutuhkan oleh investor dalam
proses perijinan suatu kegiatan. Permasalahan pemanfaatan ruang seringkali muncul menjadi konflik
sektoral pada suatu kegiatan usaha migas. Kegiatan migas yang sekitar 70 berada di daerah on shore dan 30 di daerah off shore berpotensi memunculkan
konflik ruang dengan berbagai aktivitas pembangunan lainnya seperti
perhubungan laut, untuk alur laut Kepulauan Indonesia. Konflik sektoral dengan Departemen Kehutanan tentang cagar alam, kawasan lindung dan kawasan
konservasi. Konflik dengan Departemen Pariwisata tentang taman wisata alam dan cagar budaya. Konflik dengan Departemen Kelautan dan Perikanan untuk
areal pertambakan dan kawasan nelayan. Konflik dengan Departemen Perumahan Rakyat untuk areal pemukiman penduduk.
Konflik sosial antara KPS dengan masyarakat lokal, juga sering menjadi permasalahan dalam kegiatan usaha migas. Seringkali, masyarakat sulit untuk
menerima keberadaan kegiatan migas di suatu lokasi, disebabkan minimnya umpan balik dari kegiatan tersebut terhadap masyarakat. Kondisi ini, tidak
terlepas dari kenyataan bahwa kegiatan usaha migas merupakan kegiatan dengan teknologi tinggi high tech dan sifat bukan kegiatan padat karya. Sehingga
penyerapan tenaga kerja lokal, sangat sulit terakomodir dalam pelaksanaan kegiatan. Kenyataan lainnya sumberdaya manusia yang berada di sekitar lokasi
kegiatan migas juga tidak memenuhi kualifikasi pekerjaan yang dilakukan, sehingga alternatif umpan balik dari pelaksanaan kegiatan usaha tersebut,
umumnya dilakukan dalam bentuk community development. Kasus yang terjadi di Kecamatan Ujung Pangkah Gresik, dimana kegiatan usaha migas oleh HESS sulit
sekali diterima oleh masyarakat dan membutuhkan waktu 3-4 tahun dalam proses negosiasi pelaksanaannya. Kasus lainnya terjadi pada PT. CPI Riau yang
masyarakat lokalnya meminta kepada perusahaan agar penyerapan tenaga kerja lokal dapat ditingkatkan sementara di sisi lain kegiatan tersebut tidak memerlukan
tenaga kerja dengan kualifikasi yang dimaksud, sehingga konflik sosial seperti dalam bentuk demonstrasi seringkali terjadi.
Permasalahan krusial lainnya yang umumnya terjadi pada kegiatan usaha migas adalah pengelolaan limbah dan ekses negatif dari kegiatan usaha yang
dilakukan. Permasalahan ini terklasifikasi dalam kelompok permasalahan lingkungan. Isu lingkungan hidup dalam dua dekade terakhir menjadi isu global
dan permasalahan bersama. Permasalahan lingkungan yang dihadapi pada hakikatnya adalah masalah ekologi manusia. Masalah ini timbul karena perubahan
lingkungan yang mengakibatkan lingkungan tersebut tidak atau kurang sesuai
dengan kemampuan lingkungan untuk mendukung kehidupan manusia akibatnya adalah terganggunya kesejahteraan umat manusia.
Kegiatan usaha migas berpotensi menimbulkan dampak dan efek terhadap lingkungan seperti dari limbah hasil proses produksi yang dihasilkan seperti:
emisi SO
2
, NO
x
, hidrogen sulfida, HCs, bensen, CO, CO
2,
gas metan, kandungan organik berbahaya, kaustik, tumpahan minyak, fenol, kalium, efluen gas, serta
efluen lumpur. Bahan dan gas tersebut dapat menyebabkan pemanasan global secara makro dan degradasi sumberdaya serta kerusakan lingkungan hidup secara
mikro serta berdampak terhadap kesehatan manusia. Bahan dan gas-gas tersebut tidak hanya menimbukan pemanasan global, tetapi juga menyebabkan kenaikan
muka air laut sea level rise sebagai akibat meningkatnya suhu permukaan bumi, yang disebabkan oleh efek rumah kaca green house effect dan penipisan lapisan
ozon. Selain itu juga dapat menimbulkan terjadinya hujan asam, dan dampaknya menyebabkan terjadinya kerusakan dan kematian organisme hidup.
Tabel 4 Kegiatan usaha migas yang berpotensi menimbulkan dampak lingkungan dan yang diwajibkan menyusun AMDAL keputusan menteri negara
lingkungan hidup No.17 tahun 2001 No
Kegiatan Migas Limbah yang dihasilkan
Potensi Dampak 1. Kegiatan
huluproduksi -
Air terproduksi -
Sludge minyak -
Gas emisi -
Tumpahan minyak -
Kebocoran pipa dan kapal -
Penurunan kualitas air, tanah, air tanah
dan udara
2. Kegiatan hilirpengolahan
- Sludge minyak
- Limbah cair
- Limbah padat
- Tumpahan minyak
- Penurunan kualitas
air, tanah, air tanah dan udara
3. Niagapemasaran -
Tumpahan minyak -
Kebocoran pipa -
Kebocoran kapal -
Penurunan kualitas air
Pelaksanaan kegiatan migas terdiri dari empat tahapan baik di darat maupun di laut yakni: 1 Tahap pra konstruksi, pada tahap pra-konstruksi akan
dilakukan beberapa kegiatan, yakni perizinan dan pembebasan lahan. 2 Tahap konstruksi untuk kegiatan di darat terdiri atas: pembuatan mobilisasi dan
demobilisasi tapak sumur pemboran serta mobilisasi peralatan dan material, mobilisasi tenaga kerja, pemasangan pipa penyalur minyak dan gas: mobilisasi
peralatan dan material, mobilisasi tenaga kerja, pembangunan fasilitas produksi pemrosesan produksi stasiun pengumpul minyak dan gas dan fasilitas penunjang
dan penyerapan tenaga kerja, sedangkan untuk kegiatan di laut terdiri atas: mobilisasi tenaga kerja di laut untuk pemasangan anjungan tapak sumur wellhead
platform WHP, pembangunan compression and processing platformCPP,
pembangunan pipa penyalur dan uji hidrostatis. 3 Tahap operasi terdiri atas: produksi, pengoperasian pipa penyalur dasar laut dan darat, pemisahan minyak
dan gas serta pengolahan minyak dan gas. 4 Tahap pasca operasi.
IV. METODE PENELITIAN