Produksi mineral mengalami penurunan setelah penerbitan Peraturan Pemerintah Pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral dalam negeri

28 Laporan Kinerja Kementerian ESDM 2016

F. Meningkatkan Produksi Mineral dan Peningkatan Nilai Tambah

Sasaran strategis ini terdiri dari indikator kinerja sebagai berikut:

1. Produksi mineral mengalami penurunan setelah penerbitan Peraturan Pemerintah

Nomor 1 Tahun 2014 yang mengatur bahwa sejak 12 Januari 2014 melarang ekspor bijih atau mineral mentah ore sebelum diolah dan dimurnikan di dalam negeri. Kebijakan pelarangan ekspor bijih mineral menyebabkan terjadinya penurunan produksi mineral karena perusahaan pertambangan mineral yang belum dapat memenuhi kewajiban untuk mengolah dan memurnikan mineral di dalam negeri menghentikan produksi. Untuk tahun 2016 produksi mineral direncanakan sebanyak: a. Emas : 75 Ton b. Perak : 231 Ton c. Tembaga : 310.000 Ton d. Timah : 50.000 Ton e. Nikelmatte : 80.000 Ton f. Feronikel : 651.000 Ton

2. Pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral dalam negeri

smelter pada 2015-2019 direncanakan sebanyak 30 unit, dan untuk tahun 2016 direncanakan pembangunan sebanyak 4 unit. Amanat UU Minerba untuk peningkatan nilai tambah mineral melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri yang dipertegas dalam Peraturan Menteri ESDM No 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui Kegiatan Pengolahan Mineral di Dalam Negeri. Tabel 10. Sasaran 6: Meningkatkan produksi mineral dan peningkatan nilai tambah PERENC ANAAN KERJA 29 EnergiBerkeadilan G. Mengoptimalkan Penerimaan Negara Dari Sektor ESDM Penerimaan negara sektor ESDM tahun 2016 direncanakan sebesar Rp. 382,82 triliun dan meningkat menjadi Rp. 480,15 triliun pada tahun 2019. Kontribusi terbesar yaitu dari penerimaan migas dengan porsi sekitar 64,6 pada tahun 2019, selebihnya minerba dan panas bumi serta penerimaan lainnya seperti penerimaan Litbang ESDM, Diklat ESDM dan iuran Badan Usaha kegiatan usaha BBM dan gas melalui pipa. Selain itu, terdapat juga penerimaan yang tidak tercatat di Kementerian ESDM terkait kegiatan usaha ESDM yaitu deviden dari BUMN di lingkungan sektor ESDM, pajak-pajak dari pengusahaan sektor ESDM yaitu PPN, PBBKB dan PBB serta usaha pertambangan KP yang ijinnya diterbitkan oleh Bupati. Adapun rencana penerimaan negara sektor ESDM tahun 2016 adalah sebagai berikut: a. Penerimaan Migas: Rp. 126,19 Triliun; b. Penerimaan Mineral dan Batubara: Rp. 48,20 Triliun; c. Penerimaan EBTKE: Rp. 0,63 Triliun; d. Penerimaan lainnya: Rp. 0,17 Triliun; H. Mewujudkan Subsidi Energi yang Lebih Tepat Sasaran Subsidi energi mengambil porsi yang cukup besar dalam APBN. Dalam realisasi APBN 2014 total belanja subsidi energi sebesar Rp. 342 triliun atau sekitar 18 dari total belanja nasional sebesar Rp. 1.877 triliun. Pada umumnya, realisasi subsidi energi biasanya meningkat dari target, sementara belanja negara lainnya lebih rendah dari target, terutama belanja KementerianLembaga. Anggaran tersebut lebih bermanfaat apabila belanja subsidi energi dikurangi sejak 2015 dan telah dialihkan untuk pembangunan infrastrastruktur serta pendidikan dan kesehatan gratis. Pada tahun 2016, subsidi energi Tabel 11. Sasaran 7: Mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor ESDM 30 Laporan Kinerja Kementerian ESDM 2016 direncanakan sekitar Rp. 134,43 triliun dan meningkat menjadi Rp. 154,08 triliun pada tahun 2019.

a. Subsidi BBM dan LPG tahun 2016 direncanakan sebesar Rp. 64,67 triliun namun sesuai