24
Laporan Kinerja Kementerian ESDM 2016
didukung dengan alokasi gas sekitar 40-58 MMSCFD per tahun. Untuk tahun 2016 direncanakan pembangunan di 2 lokasi.
d. Kapasitas kilang LPG terus ditingkatkan seiring dengan meningkatnya
kebutuhan LPG dalam negeri, meskipun impor LPG juga tetap dilakukan. Saat ini impor LPG sekitar 60 dari kebutuhan dalam negeri. Pada tahun 2016 kapasitas
kilang LPG direncanakan sekitar 4,62 juta MT dengan hasil produksi LPG sebesar 2,39 juta MT. Selanjutnya pada tahun 2019 kapasitas kilang LPG ditingkatkan
menjadi 4,68 juta MT dengan hasil produksi sebesar 2,43 juta MT.
e. Pembangunan FSRU, Regasiication Unit dan LNG Terminal dalam 4 tahun
kedepan direncanakan sebanyak 7 unit yaitu Receiving Terminal gas Arun, LNG Donggi-Senoro, LNG South Sulawesi, Receiving Terminal Banten, FSRU Jawa
Tengah, LNG Tangguh Train-3 dan LNG Masela. Untuk tahun 2016 direncanakan pembangunan 1 Unit FSRU.
f. Pipa transmisi danatau wilayah jaringan distribusi gas bumi merupakan
salah satu infrastruktur penting untuk menyalurkan gas bumi dalam negeri sehingga porsi pemanfaatan gas domestik semakin meningkat. Pada tahun
2016, pipa gas direncanakan menjadi sepanjang 15.330 km, namun sesuai Perjanjian Kinerja tahun 2016 disesuaikan menjadi 10.296 km. Beberapa proyek
pipa gas yang akan diselesaikan antara lain pipa gas Arun-Belawan, Kepodang- Tambak Lorok, Gresik-Semarang dan Muara Karang-Muara Tawar-Tegal Gede.
3. Akses dan infrastruktur ketenagalistrikan, yang terdiri dari:
a. Rasio elektriikasi ditargetkan menjadi sebesar 97 tahun 2019, dan pada
tahun 2016 direncanakan 90,15. Beberapa kegiatan yang diperlukan dalam rangka mendorong rasio elektriikasi pada tahun 2015-2019, antara lain akan
dilistrikinya 2500 desa yang belum memiliki akses listrik, penambahan kapasitas pembangkit listrik dan penambahan penyaluran tenaga listrik.
b. Infrastruktur ketenagalistrikan •
Penambahan kapasitas pembangkit listrik, dengan rencana penyelesaian
proyek dengan total kapasitas 42,9 GW sampai tahun 2019, terdiri dari 35,5 GW proyek baru dan 7,4 GW proyek yang sudah berjalan. Dengan adanya
tambahan pembangunan pembangkit tersebut maka kapasitas terpasang pembangkit pada tahun 2019 meningkat menjadi 95 GW. Pada tahun 2016
direncanakan penambahan kapasitas pembangkit sebesar 4.212 MW.
• Penambahan penyaluran tenaga listrik, dengan rencana pembangunan
sekitar 46 ribu KMS sampai tahun 2019 atau rata-rata sekitar 9.000 KMS per tahun. Pada tahun 2016 direncanakan penambahan penyaluran tenaga
listrik sepanjang 8.295 km.
c. Susut jaringan pada tahun 2016 direncanakan sebesar 8,7.
PERENC ANAAN
KERJA
25
EnergiBerkeadilan
d. Pangsa energi primer BBM untuk pembangkit listrik, diarahkan untuk terus
diturunkan sehingga Biaya Pokok Penyediaan BPP tenaga listrik juga dapat menurun, mengingat BBM merupakan sumber energi primer pembangkit
yang paling mahal. Porsi BBM dalam bauran energi pembangkit tahun 2016 direncanakan sebesar 6,97 dan terus diturunkan menurun menjadi sekitar
2,04 pada tahun 2019 seiring dengan ditingkatkannya porsi batubara melalui PLTU dan energi baru dan terbarukan melalui PLTP, PLT Bioenergi, PLTA, PLTMH,
PLTS, dan PLTBayu.
D. Meningkatkan Diversiikasi Energi
Sasaran strategis ini terdiri dari indikator kinerja sebagai berikut:
1. Kapasitas terpasang pembangkit EBT tahun 2016 ditargetkan
sebesar 13.137,6 MW
dan direncanakan meningkat menjadi 16.996 MW pada tahun 2019. Kapasitas pembangkit EBT tercatat cukup besar, dan masih bisa untuk dikembangkan kembali.
Tabel 7. Sasaran 3: Menyediakan akses dan infrastruktur energi
26
Laporan Kinerja Kementerian ESDM 2016
a. Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi PLTP, direncanakan memiliki
kapasitas terpasang tahun 2016 sebesar 1.713 MW namun sesuai Perjanjian Kinerja tahun 2016 disesuaikan
menjadi 1.657,5 MW . Penyelesaian PP dan
Permen turunan UU No. 212014 tentang Panas Bumi merupakan salah satu kunci untuk meningkatkan investasi dan kepastian usaha pengembangan panas
bumi.
b. Pembangkit Listrik Tenaga PLT Bioenergi yang terdiri dari PLT biogas, biomass dan sampah kota direncanakan memiliki kapasitas terpasang tahun
2016 sebesar 2.069 MW dan meningkat menjadi 2.872 MW tahun 2019. Pembangunan PLT Bioenergi selama 3 tahun ke depan melalui pendanaan APBN
sebesar 18,6 MW dan swasta sebesar 1.112,8 MW.
c. PLTA dan PLTMH sesuai dengan Perjanjian Kinerja Kementerian ESDM
direncanakan memiliki kapasitas terpasang tahun 2016 sebesar 6,12 MW. d. PLTS sesuai dengan Perjanjian Kinerja Kementerian ESDM direncanakan memiliki
kapasitas terpasang tahun 2016 menjadi 15,59 MW. e.
PLT BayuHybrid direncanakan memiliki kapasitas terpasang tahun 2016 sebesar
11,5 MW namun sesuai Perjanjian Kinerja tahun 2016 disesuaikan menjadi 0.85 MW. Peran pengembangan PLT BayuHybrid oleh swasta perlu didukung oleh
Peraturan Menteri ESDM yang mengatur mengenai kegiatan usaha dan harga pembelian tenaga listrik dari PLT Bayu.
Pengembangan EBT lainnya seperti tenaga nuklir dan arus laut juga mulai
dikembangkan pada periode 2015-2019 namun belum sampai pada tahap kapasitas terpasang komersial dan masih pada tahap penyiapan kebijakan, studi kelayakan dan
proyek percontohan. PLT Arus laut direncanakan terwujud tahun 2019 sebesar 1 MW.
Proyek ini pernah dilakukan melalui pendanaan APBN, namun beberapa kali gagal lelang karena peminat danatau belum memenuhi kriteria.
2. Produksi Biofuel sebagai campuran bahan bakar minyak BBM direncanakan pada
tahun 2016 sebesar 6,48 juta KL dan meningkat menjadi 7,21 juta KL pada tahun 2019. Pemanfaatan biofuel sebagai campuran BBM semakin meningkat dengan adanya
Permen ESDM No. 322008 tentang penyediaan, pemanfaatan, dan tata niaga bahan bakar nabati biofuel sebagai bahan bakar lain sebagaimana telah diubah melalui
Permen ESDM No. 202014, dengan target peningkatan campuran pada BBM untuk: •
Sektor transportasi dan industri : dari 10 tahun 2015 menjadi 20 mulai tahun 2016
• Sektor pembangkit listrik: dari 25 tahun 2015 menjadi 30 mulai tahun 2016
PERENC ANAAN
KERJA
27
EnergiBerkeadilan
E. Meningkatkan Eisiensi Pemakaian Energi dan Pengurangan Emisi.
Sasaran strategis ini terdiri dari indikator kinerja sebagai berikut:
1. Intensitas energi merupakan parameter untuk menilai eisiensi energi di sebuah
negara, yang merupakan jumlah konsumsi energi per Produksi Domestik Bruto PDB. Semakin rendah angka intensitas energi, semakin tinggi produktivitas ekonomi dari
penggunaan energi di sebuah negara. Peningkatan eisiensi di tahun 2016 pada intensitas energi ditargetkan sebesar 477,3 BOE miliar rupiah dan diproyeksikan
menurun menjadi 463,2 BOEmiliar rupiah pada tahun 2019.
2. Emisi CO2 atau Emisi Gas Rumah Kaca GRK meningkat seiring dengan
peningkatan penyediaan dan pemanfaatan energi. Upaya yang dilakukan adalah diversiikasi energi dari fosil fuel ke energi terbarukan dan melakukan konservasi
energi. Penurunan emisi pada tahun 2016 direncanakan sebesar 16,79 juta ton dan pada tahun 2019 penurunan mencapai 28,48 juta ton.
Tabel 8. Sasaran 4 : Meningkatkan Diversiikasi Energi
Tabel 9. Sasaran 5: Meningkatkan eisiensi pemakaian energi dan pengurangan emisi
28
Laporan Kinerja Kementerian ESDM 2016
F. Meningkatkan Produksi Mineral dan Peningkatan Nilai Tambah
Sasaran strategis ini terdiri dari indikator kinerja sebagai berikut:
1. Produksi mineral mengalami penurunan setelah penerbitan Peraturan Pemerintah
Nomor 1 Tahun 2014 yang mengatur bahwa sejak 12 Januari 2014 melarang ekspor bijih atau mineral mentah ore sebelum diolah dan dimurnikan di dalam negeri.
Kebijakan pelarangan ekspor bijih mineral menyebabkan terjadinya penurunan produksi mineral karena perusahaan pertambangan mineral yang belum dapat
memenuhi kewajiban untuk mengolah dan memurnikan mineral di dalam negeri menghentikan produksi. Untuk tahun 2016 produksi mineral direncanakan sebanyak:
a. Emas
: 75 Ton b.
Perak : 231 Ton
c. Tembaga : 310.000 Ton
d. Timah
: 50.000 Ton e.
Nikelmatte : 80.000 Ton f.
Feronikel : 651.000 Ton
2. Pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral dalam negeri
smelter pada 2015-2019 direncanakan sebanyak 30 unit, dan untuk tahun 2016 direncanakan pembangunan sebanyak 4 unit. Amanat UU Minerba untuk peningkatan
nilai tambah mineral melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri yang dipertegas dalam Peraturan Menteri ESDM No 7 Tahun 2012 tentang
Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui Kegiatan Pengolahan Mineral di Dalam Negeri.
Tabel 10. Sasaran 6: Meningkatkan produksi mineral dan peningkatan nilai tambah
PERENC ANAAN
KERJA
29
EnergiBerkeadilan
G. Mengoptimalkan Penerimaan Negara Dari Sektor ESDM Penerimaan negara sektor ESDM tahun 2016 direncanakan sebesar Rp. 382,82 triliun
dan meningkat menjadi Rp. 480,15 triliun pada tahun 2019. Kontribusi terbesar yaitu dari penerimaan migas dengan porsi sekitar 64,6 pada tahun 2019, selebihnya minerba dan
panas bumi serta penerimaan lainnya seperti penerimaan Litbang ESDM, Diklat ESDM dan iuran Badan Usaha kegiatan usaha BBM dan gas melalui pipa. Selain itu, terdapat
juga penerimaan yang tidak tercatat di Kementerian ESDM terkait kegiatan usaha ESDM yaitu deviden dari BUMN di lingkungan sektor ESDM, pajak-pajak dari pengusahaan sektor
ESDM yaitu PPN, PBBKB dan PBB serta usaha pertambangan KP yang ijinnya diterbitkan oleh Bupati. Adapun rencana penerimaan negara sektor ESDM tahun 2016 adalah sebagai
berikut: a.
Penerimaan Migas: Rp. 126,19 Triliun; b.
Penerimaan Mineral dan Batubara: Rp. 48,20 Triliun; c.
Penerimaan EBTKE: Rp. 0,63 Triliun; d.
Penerimaan lainnya: Rp. 0,17 Triliun;
H. Mewujudkan Subsidi Energi yang Lebih Tepat Sasaran Subsidi energi mengambil porsi yang cukup besar dalam APBN. Dalam realisasi APBN
2014 total belanja subsidi energi sebesar Rp. 342 triliun atau sekitar 18 dari total belanja nasional sebesar Rp. 1.877 triliun. Pada umumnya, realisasi subsidi energi biasanya
meningkat dari target, sementara belanja negara lainnya lebih rendah dari target, terutama belanja KementerianLembaga. Anggaran tersebut lebih bermanfaat apabila
belanja subsidi energi dikurangi sejak 2015 dan telah dialihkan untuk pembangunan infrastrastruktur serta pendidikan dan kesehatan gratis. Pada tahun 2016, subsidi energi
Tabel 11. Sasaran 7: Mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor ESDM
30
Laporan Kinerja Kementerian ESDM 2016
direncanakan sekitar Rp. 134,43 triliun dan meningkat menjadi Rp. 154,08 triliun pada tahun 2019.
a. Subsidi BBM dan LPG tahun 2016 direncanakan sebesar Rp. 64,67 triliun namun sesuai
Perjanjian Kinerja tahun 2016 disesuaikan menjadi Rp. 65 Triliun, dan diupayakan untuk dijaga pada level tersebut pada tahun 2019. Hal yang dapat meningkatkan
subsidi BBM dan LPG adalah kenaikan konsumsi yang merupakan cerminan dari tumbuhnya perekonomian. Selain itu, melemahnya kurs Rupiah dan faktor harga
minyak internasional, akan meningkatkan subsidi mengingat harga patokan BBM dan minyak mentah menggunakan referensi international market price.
b. Subsidi listrik tahun 2016 direncanakan sebesar Rp. 69,76 triliun. Pada tahun 2019
subsidi listrik diperkirakan meningkat menjadi Rp. 89,41 triliun, antara lain karena pertumbuhan penjualan listrik atau semakin meningkatnya rumah tangga yang
dilistriki. Penurunan subsidi listrik dapat dilakukan dengan penyesuaian tarif tenaga listrik untuk golongan tertentu, perbaikan energy mix pembangkit, pengurangan
susut jaringan, dan mekanisme komisi PT PLN Persero yang lebih terukur.
I. Meningkatkan Investasi Sektor ESDM
Investasi sektor ESDM tahun 2016 ditargetkan sebesar US 51,4 miliar dan meningkat
menjadi US 57,28 miliar pada tahun 2019. Porsi investasi terbesar yaitu pada sektor migas sekitar 52 dari total investasi sektor ESDM, diikuti ketenagalistrikan sebesar 28, mineral
dan batubara sekitar 14 dan EBTKE sekitar 6. Demi terciptanya iklim investasi yang kondusif dilakukan melalui jaminan kepastian hukum, penyederhanaan perizinan, dan
menciptakan kondisi sosial, politik dan ekonomi yang stabil. Sasaran strategis ini terdiri dari indikator kinerja sebagai berikut:
a. Investasi migas, khususnya pengelolaan hulu migas memiliki ciri pokok, yaitu padat