22 Keberlanjutan teknologi dengan kriteria terjadi alih teknologi dan
indikatornya adalah tidak menimbulkan ketergantungan pada pihak asing dalam hal pengetahuan dan pengoperasian alat
know-how , tidak menggunakan
teknologi yang masih bersifat percobaan dan teknologi usang dan mengupayakan peningkatan kemampuan dan pemanfaatan teknologi lokal.
2.2 Pengembangan Wilayah
Paradigma pembangunan selama beberapa dekade terakhir terus mengalami pergeseran dan perubahan-perubahan mendasar. Dalam pengkajian
kebutuhan pengembangan kapasitas bagi pemerintah daerah dalam kerangka normatif perencanaan pembangunan daerah, GTZ 2000 memberikan pendapat,
bahwa berbagai pergeseran akibat adanya distorsi berupa kesalahan di dalam menerapkan model-model pembangunan selama ini adalah: 1 kecenderungan
dengan pendekatan melihat pencapaian tujuan-tujuan pembangunan yang diukur secara makro menuju pendekatan lokal regional, 2 pergeseran dari situasi
yang harus memilih antara pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan pada keharusan melakukan pembangunan secara berimbang, dan 3 pergeseran
asumsi tentang peranan pemerintah dan partisipasi masyarakat di dalam proses pembangunan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian.
Pembangunan dapat diartikan sebagai suatu perubahan yang diinginkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu dengan kondisi yang lebih baik dari pada
sebelum pembangunan. Pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur
sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar
akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan Syahroni, 2002. Dengan demikian
pembangunan harus mencerminkan perubahan total dari suatu masyarakat atau penyesuaian sistem sosial secara keseluruhan tanpa mengabaikan keragaman
kebutuhan dasar dan keinginan individual maupun kelompok-kelompok sosial yang ada di dalamnya untuk bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan
yang serba lebih baik secara material maupun spiritual Rustiadi et al
., 2004. Dalam perspektif kewilayahan, kesadaran akan perubahan pemikiran dan
konsepsi pembangunan juga lahir akibat terjadinya ketidakadilan yang begitu menonjol antar wilayah. Terjadinya disparitas pembangunan wilayah berupa
dikotomi pedesaan rural
dengan perkotaan urban,
Kawasan Timur Indonesia
23 KTI dengan Kawasan Barat Indonesia KBI, Jawa dengan luar Jawa adalah
sebagai bukti adanya ketidakseimbangan pembangunan antar wilayah. Pendekatan wilayah dalam pelaksanaan pembangunan, khususnya
dalam kaitan dengan pelaksanaan otonomi daerah, menjadi signifikan karena kondisi sosial ekonomi, budaya, dan geografis antara satu wilayah berbeda
dengan wilayah lainnya. Melalui pendekatan wilayah, upaya pembangunan dapat dilaksanakan untuk memacu pembangunan sosial ekonomi, mengurangi
kesenjangan ekonomi, dan menjaga kelestarian lingkungan pada suatu wilayah tertentu. Pembangunan wilayah berbeda dengan pembangunan nasional yang
dilaksanakan secara merata dan menyeluruh secara nasional, dan bukan pendisagregasian dari pembangunan nasional karena memiliki peranan dan
tujuan yang berbeda Budiharsono, 2001. Berbeda pula dengan pendekatan pembangunan sektoral yang hanya bertujuan untuk mengembangkan dan
menyelesaikan permasalahan satu sektor tertentu, tanpa memperhatikan kaitannya dengan sektor lain.
Konsep pengembangan wilayah memerlukan berbagai teori dan ilmu terapan seperti geografi, ekonomi, sosiologi, statistika, ilmu politik, ilmu
lingkungan, dan sebagainya. Hal ini karena pembangunan itu merupakan fenomena multifaset yang memerlukan pendekatan dari berbagai bidang ilmu
Budiharsono, 2001. Pembangunan wilayah pada dasarnya mempunyai tujuan agar wilayah itu berkembang menuju tingkat perkembangan yang diinginkan.
Pembangunan wilayah dilaksanakan melalui optimasi pemanfaatan sumberdaya yang dimilikinya secara harmonis, serasi melalui pendekatan yang bersifat
komperhensif mencakup aspek fisik, ekonomi, sosial, dan budaya untuk pembangunan berkelanjutan Misra, 1982.
Pengembangan wilayah walaupun secara eksplisit dapat memiliki tujuan- tujuan yang berbeda antara satu wilayah dengan wilayah lainnya, namun secara
umum akan meliputi satu atau lebih dari tujuan-tujuan pembangunan yang saling berkaitan antar wilayah. Menurut Syahroni 2002, tujuan-tujuan pembangunan
wilayah adalah: 1 mengurangi disparitas atau ketimpangan pembangunan antar wilayah dan antar sub-wilayah serta antar warga masyarakat pemerataan dan
keadilan, 2 memberdayakan masyarakat dan mengentaskan kemiskinan, 3 menciptakan atau menambah lapangan pekerjaan, 4 meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan masyarakat daerah, dan 5 mempertahankan
24 atau menjaga kelestarian sumberdaya alam agar bermanfaat bagi generasi
sekarang dan generasi masa mendatang pembangunan berkelanjutan. Tap MPR No. IX2001 tentang pembaruan agraria dan pengelolaan
sumberdaya alam menetapkan langkah yang harus dilakukan dalam optimasi pengelolaan sumberdaya alam yaitu: 1 mewujudkan optimasi pemanfaatan
sumberdaya alam harus melalui tahapan identifikasi dan investasi kualitas sumberdaya alam sebagai potensi pembangunan nasional dan 2 perlu disusun
strategi pemanfaatan sumberdaya alam termasuk perencanaan pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir yang didasarkan pada optimasi manfaat dengan
memperhatikan potensi, kontribusi, kepentingan masyarakat dan kondisi daerah maupun nasional.
Konsep pengembangan kawasan transmigrasi merupakan salah satu strategi untuk pengembangan wilayah baru. Menurut Rustiadi
et al . 2004,
strategi pengembangan dan pembangunan kawasan transmigrasi di luar pulau Jawa menjadi sangat penting, secara teoritis strategi tersebut dapat digolongkan
dalam dua kategori strategi, yaitu: 1 demand side strategy
dan 2 supply side
strategy . Strategi pertama,
demand side adalah suatu strategi pengembangan
wilayah yang diupayakan melalui peningkatan permintaan akan barang-barang dan jasa dari masyarakat setempat melalui kegiatan produksi lokal yang dapat
meningkatkan pendapatan
dan konsumsi
masyarakat lokal.
Tujuan pengembangan wilayah secara umum adalah meningkatkan taraf hidup
penduduk. Contoh dari strategi demand side
adalah program transmigrasi yang diharapkan akan meningkatkan permintaan barang-barang non pertanian. Efek
dari peningkatan permintaan barang non pertanian tersebut adalah menarik industri barang dan jasa. Dalam strategi ini diharapkan masyarakat mampu
mengelola sumberdaya alam lahan yang ada melalui insentif rangsangan kegiatan.
Konsep pengembangan wilayah transmigrasi dengan strategi demand
side didasarkan pada 6 enam stadia pengembangan yaitu: 1 stadia sub-
subsisten, pada tahap ini para transmigran belum mampu memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan untuk produksi sehingga kebutuhan sehari-hari masih
harus dibantu oleh pemerintah; 2 stadia subsisten, pada tahap ini transmigran mampu memenuhi kebutuhan pokok saja; 3 stadia
marketable surplus , pada
tahap ini transmigran telah memperolah surplus dari kegiatan pertanian. Seiring dengan kondisi surplus ini terjadi situasi dimana timbul permintaan terhadap
25 barang dan jasa kebutuhan sekunder, sehingga memungkinkan perkembangan
sektor-sektor non-pertanian khususnya yang didasarkan pada output
pertanian. Pada stadia ini mulai terdapat diversifikasi pekerjaan; 4 stadia industri
pertanian, merupakan stadia yang diharapkan tumbuhnya industri pedesaan seiring dengan perkembangan spesialisasi pekerjaan didasarkan pada
comparative advantage atas wilayah-wilayah lainnya; 5 stadia industri non-
pertanian, pada stadia ini diusahakan terdapat peningkatan permintaan barang- barang mewah; dan 6 stadia industrialisasi Rustiadi
et al., 2004.
Model strategi pengembangan dan pembangunan kawasan transmigrasi dengan pola
demand side , dalam kenyataannya sering kali tertahan sampai pada
stadia ke dua. Namun ada yang sampai pada stadia ke tiga. Keuntungan digunakan strategi
demand side adalah strategi ini sangat stabil, tidak
dipengaruhi oleh perubahan-perubahan di luar daerah yang berkaitan dengan perubahan struktur kelembagaan yang mantap. Sedangkan kerugian strategi ini
memerlukan waktu yang relatif lama, karena tiap stadia membutuhkan transformasi teknologi dan transformasi struktur kelembangaan Rustiadi
et al. ,
2004. Pengertian dari strategi kedua,
supply side adalah suatu strategi
pengembangan wilayah yang terutama diupayakan melalui investasi modal untuk kegiatan produksi yang berorientasi keluar. Tujuan penggunaan strategi ini
adalah untuk meningkatkan suplai dari komoditi yang pada umumnya di proses dari sumberdaya alam lokal. Adanya peningkatan penawaran akan
meningkatkan ekspor wilayah yang akhirnya akan meningkatkan pendapatan lokal. Hal ini akan menarik kegiatan lain untuk datang ke wilayah tersebut
Rustiadi et al.
, 2004.
2.3 Pembangunan Kawasan Transmigrasi