25 barang dan jasa kebutuhan sekunder, sehingga memungkinkan perkembangan
sektor-sektor  non-pertanian  khususnya  yang  didasarkan  pada output
pertanian. Pada  stadia  ini  mulai  terdapat  diversifikasi  pekerjaan;  4  stadia  industri
pertanian,  merupakan  stadia  yang  diharapkan  tumbuhnya  industri  pedesaan seiring  dengan  perkembangan  spesialisasi  pekerjaan  didasarkan  pada
comparative  advantage atas  wilayah-wilayah  lainnya;  5  stadia  industri  non-
pertanian,  pada stadia  ini  diusahakan  terdapat peningkatan  permintaan  barang- barang mewah; dan 6 stadia industrialisasi Rustiadi
et al., 2004.
Model  strategi  pengembangan  dan  pembangunan  kawasan  transmigrasi dengan pola
demand side , dalam kenyataannya sering kali tertahan sampai pada
stadia  ke  dua.  Namun  ada  yang  sampai  pada  stadia  ke  tiga.  Keuntungan digunakan  strategi
demand  side adalah  strategi  ini  sangat  stabil,  tidak
dipengaruhi  oleh  perubahan-perubahan  di  luar  daerah  yang  berkaitan  dengan perubahan struktur kelembagaan yang mantap. Sedangkan kerugian strategi ini
memerlukan  waktu  yang  relatif  lama,  karena  tiap  stadia  membutuhkan transformasi  teknologi  dan  transformasi  struktur  kelembangaan  Rustiadi
et  al. ,
2004. Pengertian  dari  strategi  kedua,
supply  side adalah  suatu  strategi
pengembangan wilayah yang terutama diupayakan melalui investasi modal untuk kegiatan  produksi  yang  berorientasi  keluar.  Tujuan  penggunaan  strategi  ini
adalah  untuk meningkatkan  suplai  dari komoditi yang pada  umumnya  di  proses dari  sumberdaya  alam  lokal.  Adanya  peningkatan  penawaran  akan
meningkatkan  ekspor  wilayah  yang  akhirnya  akan  meningkatkan  pendapatan lokal.  Hal  ini  akan  menarik  kegiatan  lain  untuk  datang  ke  wilayah  tersebut
Rustiadi et al.
, 2004.
2.3  Pembangunan Kawasan Transmigrasi
Undang-Undang  Republik  Indonesia  Nomor:  15  tahun  1997  tentang ketransmigrasian,
menyatakan tujuan
program transmigrasi
adalah meningkatkan kesejahteraan transmigran dan masyarkat sekitarnya, peningkatan
dan  pemerataan  pembangunan  daerah  serta  memperkukuh  persatuan  dan kesatuan  bangsa.  Sasaran  utamanya  adalah:  1  pemerataan  penduduk  di
seluruh  wilayah  Indonesia  melalui  usaha  pemindahan  penduduk  dari  daerah yang  berpenduduk  padat  seperti  pulau  Jawa,  pulau  Madura dan  Bali  ke daerah
yang  berpenduduk  masih  jarang,  2  mengembangkan  wilayah-wilayah  yang
26 potensial  yang  masih  terbelakang  melalui  pemaduan  sumberdaya  alami  yang
potensial  di  daerah  tersebut  dengan  sumberdaya  manusia  sehingga  diperoleh manfaat  yang  sebesar-besarnya,  3 mempercepat  tercapainya  kehidupan  yang
layak  bagi  penduduk,  baik  penduduk  setempat  maupun  transmigran  melalui peningkatan  pendapatan  yang  lebih  besar  dari  kebutuhannya  sehingga  dapat
mendorong  perkembangan  pemukiman  lebih  maju  dan  pada  akhirnya meningkatkan
perekonomian wilayah,
4 menciptakan
keseimbangan pembangunan  antar  wilayah  di  seluruh  Indonesia,  dan  5  meningkatkan
ketahanan nasional. Pembangunan  permukiman  transmigrasi  yang  selama  ini  dibangun  oleh
pemerintah belum sepenuhnya mampu mencapai tingkat perkembangan secara optimal, yang mampu menopang perkembangan wilayah, baik wilayah itu sendiri
atau  wilayah  lain  yang  sudah  ada  Anharudin et  al.
,  2003.  Pembangunan  Unit Permukiman Transmigrasi UPT memang dirancang agar secara ekonomi dapat
menopang  pertumbuhan  kawasan  di  sekitarnya  dan  memberikan  kontribusi terhadap  wilayah  lain  melalui  distribusi  barang  dan  jasa.  Namun    dalam
realitasnya  banyak  UPT  atau  kawasan  transmigrasi  belum  sepenuhnya  mampu menopang  perkembangan  wilayah,  bahkan  banyak  lokasi  transmigrasi  yang
dibangun  justru  berada  pada  posisi  terpencil  Danarti,  2003.  Dengan  demikian pembangunan  kawasan  transmigrasi  belum  sepenuhnya  mampu  mempercepat
proses  pembangunan  wilayah  dengan  mendorong    terbentuknya  pusat pertumbuhan  ekonomi.  Oleh  karena  itu  dimasa  depan,  prinsip  yang  dipegang
dalam pembangunan kawasan transmigrasi adalah kesesuaian dengan Rencana Tata  Ruang  Wilayah  Kabupaten  Kota  RTRWK  dan  memungkinkan    bagi
pengembangan spasial secara menyeluruh Priyono, 2003. Peraturan  Pemerintah  Republik  Indonesia  Nomor  2  Tahun  1999  tentang
penyelenggaraan  transmigrasi  pada  pasal  13  ayat  1  dan  2,  kawasan  yang diperuntukkan  sebagai  rencana  Wilayah  Pengembangan  Transmigrasi  harus
sesuai  dengan  tata  ruang  wilayah  daerah.  Selain  itu,  juga  harus  memenuhi syarat: a memiliki potensi yang dapat dikembangkan sebagai produk unggulan
yang memenuhi skala ekonomi, b mempunyai kemudahan hubungan antar kota atau  wilayah  yang  sedang  berkembang,  dan  c  tingkat  kepadatan  penduduk
masih  rendah.  Penggunaan  istilah  kawasan  di  Indonesia  digunakan  karena adanya penekanan fungsional suatu unit wilayah Rustiadi
et  al ., 2004. Karena
itu  definisi  konsep  kawasan  adalah  adanya  karakteristik  hubungan  dari  fungsi-
27 fungsi  dan  komponen-komponen  di  dalam  suatu  unit  wilayah,  sehingga  batas
dan  sistemnya  ditentukan  berdasarkan  aspek  fungsional.  Dengan  demikian setiap  kawasan  atau  sub-kawasan  memiliki  fungsi-fungsi  khusus  yang  tentunya
memerlukan  pendekatan  program  tertentu  sesuai  dengan  fungsi  yang dikembangkan tersebut.
Pembangunan kawasan transmigrasi dilakukan secara terencana. Hal ini disebabkan  pembangunan  kawasan  transmigrasi  memerlukan  biaya  yang  tidak
sedikit, karena di dalam satu kawasan transmigrasi terdapat tiga sampai lima unit permukiman  transmigrasi  dan  satu  unit  permukiman  transmigrasi  merupakan
embrio  dari  satu  desa  atau  satu  kelurahan.  Dengan  demikian  dalam  satu kawasan  transmigrasi  memerlukan  luasan  lahan  yang  cukup  luas  untuk
membangun  permukiman,  lahan-lahan  usaha  pertanian,  sarana  dan  prasarana permukiman, baik sarana dan prasarana di unit permukiman transmigrasi, antar
unit permukiman di dalam satu kawasan maupun antar kawasan. Dalam  suatu  proses  pembangunan  terdapat  pentahapan  perencanaan
pembangunan.  Secara  filosofis,  suatu  proses  pembangunan  dapat  mempunyai makna sebagai upaya yang sistemik dan berkesinambungan untuk menciptakan
keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi  setiap  warga  yang  paling  humanistik  Rustiadi
et  al. ,  2004.
Pembangunan dapat dikonseptualisasikan sebagai suatu proses perbaikan yang berkesinambungan  atas  suatu  masyarakat  atau  suatu  sistem  sosial  secara
keseluruhan menuju kehidupan yang lebih baik atau lebih manusiawi. Perencanaan  merupakan  suatu  tahapan  dalam  proses  pembangunan
secara  keseluruhan.  Perencanaan  dapat  didefinisikan  secara  berbeda-beda, namun dalam pengertian yang sederhana, perencanaan adalah suatu cara untuk
mempersiapkan  masa  depan  Syahroni,  2002.  Sedangkan  menurut  Rustiadi et
al , 2004, perencanaan adalah suatu proses menentukan apa yang ingin dicapai
dimasa  yang  akan  datang  serta menetapkan  tahapan-tahapan  yang  dibutuhkan untuk  mencapainya.
Berbeda dengan
batasan ini,
Hayashi 1976,
mendefinisikan  perencanaan  sebagai  suatu  proses  bertahap  dari  tindakan  yang terorganisasi  untuk  menjembatani    perbedaan  antara  kondisi  yang  ada    dan
aspirasi organisasi. Berdasarkan  pemahaman  tersebut,  maka  suatu  perencanaan    memiliki
karakteristik sebagai berikut: 1 harus menyangkut masa yang akan datang, 2 menyangkut  tindakan,  dan  3  terdapat  suatu  elemen  identifikasi  pribadi  atau
28 organisasi,  yakni  serangkaian  tindakan  untuk  masa  yang  akan  datang  yang
diambil oleh perencana. Dari berbagai pendapat dan definisi yang dikembangkan mengenai perencanaan secara umum hampir selalu terdapat dua unsur penting,
yaitu:  1  unsur  yang  ingin  dicapai  dan  2  unsur  cara  untuk  mencapainya Rustiadi
et  al. ,    2004.  Dalam  konteks  perencanaan  pembangunan
berkelanjutan  kawasan  transmigrasi,  maka  unsur  yang  ingin  dicapai  adalah pembangunan  wilayah  dan  cara  untuk  mencapainya  adalah  dengan
pemanfataan sumberdaya lahan untuk usahatani secara optimal. Program transmigrasi  telah  terbukti mampu meminimalisir  permasalahan
kependudukan.  Pulau-pulau  yang  kepadatan  penduduknya  sangat  tinggi  seperti Jawa, Madura dan Bali, lambat-laun kepadatan penduduk mulai turun dan daya
dukungnya  untuk  memenuhi  kebutuhan  hidup  penduduk  mulai  meningkat. Sedangkan  pulau-pulau  yang  potensi  sumberdaya  alamnya  melimpah,  namun
potensi  sumberdaya  manusianya  kurang,  telah  berkembang  dan  mampu  untuk memenuhi  kebutuhan  hidup  masyarakatnya  setelah  diterapkannya  program
transmigrasi Pasaribu, 2004. Pembangunan  transmigrasi  ke  depan  masih  dipandang  relevan  sebagai
suatu  pendekatan  untuk  mencapai  tujuan  kesejahteraan,  pemerataan pembangunan  daerah,  serta  perekat  persatuan  dan  kesatuan  bangsa.  Namun
demikian,  kebijakan  penyelenggaraan  transmigrasi  perlu  diperbaharui,  dan disesuaikan  dengan  kecenderungan
trend perubahan  yang  terjadi,  terutama
perubahan pada
tata pemerintahan
Pada kurun
waktu 2004-2009,
penyelenggaraan transmigrasi diarahkan sebagai pendekatan untuk mendukung pembangunan  daerah,  melalui  pembangunan  pusat-pusat  produksi,  perluasan
kesempatan  kerja,  serta  penyediaan  kebutuhan  tenaga  kerja  terampil  baik dengan  peranan  pemerintah  maupun  secara  swadana  melalui  kebijakan
langsung maupun tidak langsung. Kebijakan  transmigrasi  diarahkan  pada  tiga  hal  pokok  yaitu:  1
penanggulangan kemiskinan yang disebabkan oleh ketidakberdayaan penduduk untuk memperoleh tempat tinggal yang layak; 2 memberi peluang berusaha dan
kesempatan  kerja;  3  memfasilitasi  pemerintah  daerah  dan  masyarakat  untuk melaksanakan  perpindahan  penduduk  Anharudin
et  al .,  2003.  Untuk  kawasan
timur  Indonesia  pembangunan  transmigrasi  diarahkan  untuk:  1  mendukung pembangunan  wilayah  yang  masih  tertinggal,  2  mendukung  pembangunan
wilayah  perbatasan,  dan  3  mengembangkan  permukiman  transmigrasi  yang
29 telah  ada,  pembangunan  permukiman  baru  secara  selektif,  dan pengembangan
desa-desapermukiman transmigrasi potensial. Di  era  otonomi  daerah,  tatacara  penyelenggaraan  transmigrasi  dan
pendekatan yang dilakukan harus disesuaikan terhadap tuntutan perkembangan keadaan  saat  ini.  Pelaksanaannya  harus  memegang  prinsip  demokrasi,
mendorong  peran  serta  masyarakat,  mengupayakan  keseimbangan  dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan karakteristik daerah Anharudin
et al .,
2003. Pembangunan  transmigrasi  pada  masa  otonomi  daerah  lebih  diutamakan
kearah pembangunan dan pengembangan wilayah pembangunan kewilayahan dengan  upaya  membangun  pusat-pusat  pertumbuhan  ekonomi  suatu  wilayah.
Pembangunan  transmigrasi  berkaitan  dengan  upaya  pemanfaatan  ruang  dan sumberdaya alam lahan. Transmigrasi dipandang sebagai sektor pembangunan
yang  secara  langsung  berkaitan  dengan  upaya  pembentukan  pusat-pusat pertumbuhan ekonomi wilayah Saleh, 2005.
Konsep pengembangan wilayah mengacu pada kemajuan. Kemajuan suatu wilayah  ditandai  dengan  banyak  hal,  tapi  yang  paling  penting  adalah  semakin
banyaknya  kegiatan  bisnis  usaha  dan  produktifitas  masyarakatnya,  yang kemudian  berimplikasi  pada  peningkatan  pendapatan,  daya  beli,  dan  akumulasi
kapital,  baik  pada  tingkat  lokal  maupun  regional.  Kemajuan  ekonomi  ini kemudian membawa implikasi pada kemajuan sosial dan kultural, yang  ditandai
oleh  semakin  bertambahnya  infrastruktur  dan  layanan  jasa  masyarakat  Saleh, 2005.  Ujung  dari  rangkaian  kegiatan  penyelenggaraan  transmigrasi  adalah
pembinaan  pemberdayaan  masyarakat  transmigrasi,  sehingga  seringkali dijadikan  sebagai  tolok  ukur  keberhasilan  penyelenggaraan  transmigrasi.
Penekanan  pembinaan  pemberdayaan  masyarakat  transmigrasi  adalah  pada kegiatan  ekonomi  dan  sosial  budaya  yang  bertujuan  meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, melalui tingkat pendapatan yang layak untuk hidup di Unit  Pemukiman,  masyarakat  hidup  secara  harmonis  tumbuh  dan  berkembang
menjadi  pusat  pertumbuhan  atau  kawasan  ekonomi  sehingga  mampu  memberi konstribusi bagi pembangunan dan pengembangan wilayah Tulie, 2001.
Alisadono et  al.
2006  menyatakan  bahwa  dalam  penyelenggaraan pembangunan  transmigrasi  yang  diawali  dengan  perencanaan,  pembangunan
permukiman,  pembinaan  pemberdayaan  transmigran  dan  masyarakat  sekitar, serta  pemberdayaan  lokasi  transmigrasi,  akan  melibatkan  dan  memperhatikan
30 banyak dimensi. Seperti: instansi yang terlibat dalam pembangunan transmigrasi,
penduduk  transmigran  yang  berpindah  dari  satu  tempat  lama  ke  tempat  yang baru,  kondisi  lahan,  komoditi  pertanian,  pemasaran  hasil  pertanian,  dan
infrastruktur  di  lokasi  transmigrasi,  maka  diperlukan  suatu  tinjauan  kebijakan dengan  pendekatan  secara  holistik,  yaitu  melalui  pendekatan  sistem.  Dalam
sistem  transmigrasi  terdapat  keterkaitan  dan  hubungan  satu  dimensi  dengan dimensi lainnya. Manusia di satu pihak dan tanaman, hewan serta lingkungan di
lain pihak menunjukan keterkaitan yang rumit dan bersifat multi dimensi. Namun demikian  kerumitan-kerumitan  tersebut  merupakan  fakta  yang  harus  dihadapi
dan ditangani untuk mencapai tujuan yang telah digariskan. Dalam  perencanaan  pembangunan  kawasan  transmigrasi  perlu
memperhatikan  keterkaitan  antara  pusat-pusat  kegiatan  yang  sudah  ada  kota kecamatan,  kota  kabupaten  dengan  permukiman  transmigrasi  yang  akan
dibangun.  Dengan  demikian  dapat  diharapkan  akan  terdapat  hubungan  saling ketergantungan  antara  pemukiman  transmigrasi  yang  merupakan  daerah
pinggiran  dengan  kota  sebagai  daerah  inti core  areas
Sitorus  dan  Nurwono, 1998.  Hubungan  saling  ketergantungan  ini  dimaksudkan  untuk  menstimulir
pertumbuhan  ekonomi,  sosial  dan  budaya  di  pemukiman  transmigrasi  yang merupakan hunian dari komunitas baru dengan basis usaha pertanian.
Pada  tahun  1979  diperkenalkan  konsepsi  pengembangan  wilayah  di Indonesia  dalam  kaitannya  dengan  penyusunan  landasan  kerja  untuk  program
transmigrasi  dengan  gagasan  pengembangan  tata  ruang  nasional  Sitorus  dan Nurwono, 1998. Intinya adalah penempatan satuan permukiman SP baru akan
dapat  hidup  jika  unsur-unsur  manusia,  sumberdaya  alam  dan  sarana-sarana pengusahaan  dengan  kegiatan  manusia  dapat diorganisir.  SP  ini  berada  dalam
satuan kawasan permukiman SKP yang berada dalam wilayah pengembangan partial  WPP  dari  tata  ruang  nasional.  Beberapa  WPP  berada  dalam  satuan-
satuan wilayah pengembangan SWP. Pola SP, SKP dan WPP juga menganut pola  aliran  barang  dan  jasa  dalam  struktur  pewilayahan  pengembangan
transmigrasi mengikuti mekanisme pasar dan berjenjang, yaitu dari SP ke pusat SKP, dari pusat SKP menuju pusat WPP dan selanjutnya dikumpulkan di pusat
SWP yang merupakan pintu gerbang pemasaran kearah luar wilayah, baik untuk lingkup  regional,  nasional  maupun  internasional.  Begitu  pula  arus  barang  dan
jasa  dari  luar  pertama  kali  masuk  pintu  gerbang  SWP  untuk  kemudian didistribusikan ke pusat-pusat yang lebih rendah.
31 Struktur  perencanaan  pembangunan  kawasan  transmigarsi  diwujudkan
dalam satuan-satuan interaksi terkecil hingga terbesar secara berjenjang Sitorus dan Nurwono  1998, yang mempunyai ciri-ciri berupa:
1  Satuan  Permukiman  SP,  merupakan  satuan  interaksi  terkecil  dengan kepentingan  utama  permukiman  sebagai  tempat  tinggal  hunian,  tempat
usaha dan kegiatan-kegiatan pemenuhan kebutuhan sehari-hari. 2  Satuan  Kawasan  Pengembangan  SKP,  merupakan  kumpulan  beberapa
SP,  dimana  SP  utama  berfungsi  sebagai  pusat koleksi  pemasaran  produk maupun  distribusi  kebutuhan  lingkungan  permukiman  SKP.  Pada  skala  ini
kegiatan  perdagangan  baru  berlangsung  pada  tingkat  pedagang pengumpul  skala  kecil  atau  menengah,  sehingga  belum  memadai  bagi
pembentukan simpul jasa industri produksi manufaktur. 3  Wilayah  Pengembangan  Partial  WPP,  merupakan  kumpulan  beberapa
SKP,  dimana  SKP  utama  mempunyai  keuntungan  aksesibilitas  dalam  arti orientasi  geografis  pemasaran  yang  memenuhi  pembentukan  simpul  jasa
koleksi  dan  distribusi.  Pada  skala  ini  telah  memenuhi  persyaratan  suatu interaksi  yang  cukup  lengkap  bagi  berlangsungnya  pertumbuhan  kegiatan
produksi  manufaktur,  sehingga  merangsang  berkumpulnya  pedagang besar grosir pada suatu lokasi.
4  Satuan  Wilayah  Pengembangan  SWP,  merupakan  kumpulan  beberapa WPP,  dimana  WPP  utama  berfungsi  sebagai  pintu  gerbang  ekspor
komoditas transmigran yang bertumpu pada fungsinya sebagai simpul jasa industri,  sedangkan  kota-kota  dan  pusat-pusat  WPP  lainnya  mempunyai
kedudukan  yang  umum,  yaitu  sebagai  penunjang  pintu  gerbang  terhadap kota-kota lainnya.
Konsep satuan-satuan
wilayah pengembangan
parsial lebih
memperhatikan  mekanisme  ketergantungan  hubungan  ekonomi  dan  sosial dalam kondisi pasar terbuka dari pada peran pemerintah, dan batas administrasi
bukan  merupakan  kendala.  Pada  kenyataanya  mekanisme  ketergantungan sosial ekonomi terbentuk karena peran campur tangan  pemerintah cukup besar.
Terlebih-lebih  pada  daerah  yang  baru  sebagai  wilayah frontier
,  untuk  investasi sarana  dan  prasarana  sosial  ekonomi  hampir  tidak  ada  swasta  yang  mampu
membangun  baru  dengan  biaya  investasinya  sendiri.  Karena  itu,  pendekatan mekanisme
ketergantungan sosial
ekonomi di
dalam perencanaan
pengembangan  wilayah  transmigrasi  lebih  banyak  berfungsi  sebagai  wawasan
32 penataan  tata  ruang  yang  dianut  para  perencana  daripada  dianut  oleh  para
pelaksana, swasta dan masyarakat dalam melaksanakan pembangunan daerah. Secara  skematik    pola    perencanaan  pembangunan   kawasan    transmigrasi    di
lahan kering disajikan pada  Gambar 6.
Gambar 6. Pola perencanaan pembangunan kawasan transmigrasi di lahan kering
Perencanaan  pembangunan  kawasan  transmigrasi  pada  wilayah pengembangan  kawasan  transmigrasi  komponen-komponen  yang  harus
diperhatikan  adalah:  1  komponen  optimasi  pemanfaatan  sumberdaya  lahan, misalnya potensi pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, dan peternakan,
2 komponen pemanfaatan lingkungan hidup yang harus memperhatikan upaya- upaya  pencegahan  kecenderungan  pada    kerusakan  alam,  dan  3  komponen
sarana,  prasarana  utama  dan  penunjang  untuk  permukiman  dan  usaha pertanian,  untuk  mendorong  peningkatan  nilai  tambah  ekonomi  dari  komoditi
yang  dihasilkan  dari  ekstraksi  sumberdaya  alam.  Hal  ini  karena  secara  hirarki dalam  setiap  wilayah  pengembangan  kawasan  transmigrasi  menurut  Peraturan
Pemerintah  Nomor  2  Tahun  1999  tentang  penyelenggaraan  transmigrasi  pasal
Catatan :
Pusat pertumbuhan ekonomi PPE dapat berada di dalam atau di luar kawasan Sumber : Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, 2003.
Batas Imaginer Kawasan Transmigrasi Batas Imaginer Unit Permukiman Transmigrasi
Permukiman transmigrasi  yang ada Transmigran Penduduk Setempat TPS Lokasi Transmigran Penduduk Pendatang TPP
Jalan yang ada Jalan baru yang akan dibangun
Keterangan :
Sentra Fasilitas Unit  Satuan
Permukiman
PPE yang ada baru
Wilayah Pengembangan
Kawasan Transmigrasi
TPS TPP
Satuan Kawasan Pengembangan
33 16 ayat 1, 2, 3, beberapa satuan kawasan pengembangan mempunyai daya
tampung  sekurang-kurangnya  9.000  kepala  keluarga.  Setiap  SKP  terdiri  dari beberapa  SP  dan  mempunyai  daya  tampung  1.800  sampai  2000  kepala
keluarga. Setiap SP mempunyai daya tampung 300 sampai dengan 500 kepala keluarga.
Dari  segi  sarana  dan  prasarana  didisain  secara  berjenjang  berhirarki sesuai  dengan  tingkat  pelayanannya.  Hal ini  seperti  disebutkan  pada  Peraturan
Pemerintah  Nomor  2  Tahun  1999  pasal  17,  18  dan  19,    dalam  setiap  wilayah pengembangan  kawasan  transmigrasi  harus  dilengkapi  dengan  pusat  kegiatan
ekonomi,  pusat  kegiatan  industri  pengolahan  hasil,  pusat  pelayanan  jasa  dan perdagangan,  pusat pelayanan kesehatan, pusat pendidikan tingkat menengah,
dan  pusat pemerintahan.  Pada  setiap SKP  harus terdapat  sarana  industri  kecil industri  rumah  tangga,  pasar  harian,  pertokoan,  pelayanan  jasa  perbankan,
perbengkelan,  pelayanan  pos,  pendidikan  tingkat  pertama,  puskesmas pembantu, dan pelayanan pemerintahan.
Di tingkat SP harus dilengkapi dengan fasilitas umum dan fasilitas sosial seperti:  warung  atau  koperasi,  pasar,  sekolah  dasar,  balai  pengobatan,  balai
desa  dan  tempat  ibadah.  Setiap  SP  tersebut  nantinya  akan  dikembangkan menjadi desa dan dapat diwujudkan sebagai desa utama. Elemen-elemen pada
perencanaan permukiman seperti sarana dan prasarana permukiman merupakan hal  pokok  yang  harus  diperhatikan.  Hal  ini  penting  mendapat  pertimbangan
dalam pemanfaatan lahan yang efektif dan efisien optimasi pemanfaatan lahan. Seperti  dikemukakan  dalam
The  Development  of  Resettlement  Policy  in  China: Two  Case  Studies  in  Sichuan  and  Hebei  Provinces
,  bahwa  elemen-elemen fasilitas umum dan fasilitas sosial serta sarana dan prasarana untuk permukiman
kembali resettlement
merupakan  suatu  pertimbangan  yang  utama  dalam merencanakan  permukiman,  karena  hal  ini  akan  meningkatkan  kualitas
kehidupan  yang  baru,    dan  aktifitas  kehidupan  di  komunitas  yang  baru  akan menjadi  lebih  aktif  dan  lebih  hidup  Armstrong,  2000.  Tujuan  utama
merencanakan  permukiman  untuk  transmigrasi,    adalah  untuk  meningkatkan kualitas  kehidupan,  baik  kehidupan  ekonomi,  sosial,  budaya  dan  kualitas
lingkungan Bizer et al
.,  1997. Pusat-pusat  pelayanan  pemerintahan,  sosial-budaya,  ekonomi  pasar,
kesehatan,  air  air  bersih  untuk  konsumsi  dan  rumah  tangga  serta  air  untuk pertanian, pendidikan, prasarana perhubungan terminal, jalan, dermaga dibuat
34 dan  disesuaikan  dengan  tingkat  pelayanan  permukiman  secara  berhirarki  pada
pusat-pusat  kegiatan.  Hal  ini  disebutkan  dalam Guidelines  for  Rural  Centre
Planning UN,  1979.  Pada  perencanaan  kawasan  permukiman  transmigrasi,
selain  itu  juga  harus    memiliki  potensi  untuk  pengembangan  usaha  primer, sekunder  dan  atau  tersier;  tersedia  prasarana  dan  sarana  permukiman  dengan
tingkat  kepadatan  penduduk  yang  rendah.  Melihat  potensi  yang  dimiliki  oleh Kabupaten  Kutai  Timur,  seperti  potensi  luasan  lahan  kering  yang  belum
termanfaatkan  secara  optimal  serta  tingkat  kepadatan  penduduk  yang  masih rendah, maka peluang pembangunan kawasan transmigrasi cukup terbuka. Oleh
karena  itu,  pembangunan  kawasan  transmigrasi  yang  didahului  dengan  suatu sistem  perencanaan  yang  komprehensif  dan  holistik  dengan  suatu  kebijakan
yang operasional, diharapkan akan menghasilkan suatu pembangunan kawasan transmigrasi yang layak huni, layak usaha dan layak berkembang.
Dalam  perspektif  holistik,  pada  saat  penyusunan  kebijakan  dalam operasionalisasi  perencanaan  pembangunan  kawasan  transmigrasi  menurut
Bastian 2001 perencanaan tata ruang kawasan permukiman transmigrasi harus difokuskan  pada  tiga  aspek,  yaitu:  1  struktur,  proses,  dan  kesempatan,  2
aspek  alokasi  ruang  pemanfaatan  ruang  beserta  hirarkinya,  3  aspek kompleksitas dari berbagai faktor perbedaan dari suatu lansekap. Prinsip holistik
dalam  perencanaan  kawasan  transmigrasi  harus  menjadi  pegangan  utama, karena  dalam proses  perencanaan melibatkan  banyak  sektor  dan  banyak  pihak
serta implikasi ruangnya tidak hanya dibatasi dalam satu kawasan, tetapi sering lintas kawasan dan atau lintas wilayah.
Proses  perencanaan  pembangunan  kawasan  transmigrasi  mempunyai implikasi  terhadap  perencanaan  pembangunan  wilayah  disekitarnya.  Dengan
kata  lain  bahwa  perencanaan  pembangunan  kawasan  transmigrasi  berkaitan dengan suatu perencanaan pembangunan wilayah yang telah dituangkan dalam
rencana  tata  ruang  kabupatenkota.  GTZ  2000  menyatakan  bahwa perencanaan  pembangunan  wilayah  adalah  suatu  usaha  yang  sistematik  dari
berbagai  pelaku,  baik  umum  atau  pemerintah,  swasta  maupun  kelompok masyarakat  lainnya  pada  tingkatan  yang  berbeda  untuk  menghadapi  saling
ketergantungan  dan  keterkaitan  aspek-aspek  fisik,  sosial-ekonomi  dan  aspek- aspek  lingkungan  lainnya  dengan  cara:  1  secara  terus  menerus  menganalisis
kondisi  dan  pelaksanaan  pembangunan  daerah,  2  merumuskan  tujuan-tujuan dan  kebijakan-kebijakan  pembangunan  daerah,  3  menyusun  konsep  strategi-
35 strategi  bagi  pemecahan  masalah  dan,  4  melaksanakannya  dengan
menggunakan sumberdaya yang tersedia, sehingga peluang-peluang baru untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dapat diwujudkan secara keseluruhan.
Perencanaan  pembangunan  kawasan  transmigrasi  dan  perencanaan wilayah  merupakan  bentuk  pengkajian  yang  sistematik  dari  aspek  fisik,  sosial,
dan  ekonomi  untuk  mendukung  dan  mengarahkan  pemanfaatan  sumberdaya secara  optimal  agar  dapat  memenuhi  kebutuhan  masyarakat  secara
berkelanjutan. Menurut Rustiadi et al.
2004,  sasaran utama dari perencanaan wilayah  pada  dasarnya  untuk  menghasilkan  pemanfaatan  sumberdaya  secara
optimal dan berkelanjutan, yang dapat dikelompokkan dalam tiga sasaran umum yaitu: efisiensi dan produktifitas, pemerataan dan akseptibilitas masyarakat, dan
keberlanjutan.  Sasaran  efisiensi  merujuk  pada  manfaat  ekonomi  dalam  konteks kepentingan  publik,  pemanfaatan  sumberdaya  diarahkan  untuk  sebesar-
besarnya  kemakmuran  masyarakat.  Wilayah  sebagai  suatu  matrik  fisik  harus merupakan  perwujudan  keadilan  dan  melibatkan  partisipasi  masyarakat.  Oleh
sebab  itu,  perencanaan  yang  disusun  harus  dapat  diterima  oleh  masyarakat. Perencanaan  wilayah  juga  harus  berorientasi    pada  keseimbangan  fisik,
lingkungan  dan  sosial,  sehingga  akan  menjamin  peningkatan  kesejahteraan penduduk secara berkelanjutan.
Pada umumnya  perencanaan  pembangunan kawasan  transmigrasi  akan meliputi tiga tahapan proses mendasar yang saling terkait, yaitu: 1 perumusan
dan  penentuan  tujuan,  2  pengujian  dan  analisis  pilihan-pilihan  yang  tersedia, dan 3 pemilihan rangkaian tindakan atau kegiatan untuk  mencapai tujuan yang
telah  ditentukan  dan  disepakati  bersama  Syahroni,    2002.  Salah  satu  elemen penting  lainnya  dalam  perencanaan  adalah  selalu  berorientasi  pada  masa
depan.  Perencanaan  tidaklah  statis  dalam  tahap  tersebut  melainkan  dinamis karena berjalan sebagai suatu rangkaian proses siklus yang terus menerus.
Tahapan dalam pembangunan transmigrasi pada dasarnya tidak berbeda dengan  tahapan  pembangunan  pada  umumnya,  yang  terdiri  dari  atas  empat
tahap  kegiatan,  yaitu:  tahap  perencanaan,  tahap  konstruksi  dan  pengadaan ,
tahap  operasi ,
dan tahap  evaluasi  kinerja  Yudohusodo,  1998.  Perencanaan
pembangunan transmigrasi dilakukan mulai tahun ke lima sampai dengan tahun ke  tiga  sebelum  penempatan  transmigran  T-5  sampai  T-3.  Tahap  ini  disebut
perencanaan makro, menyangkut antara lain: kebijakan umum penyelenggaraan transmigrasi, perencanaan lima tahunan, studi perencanaan wilayah termasuk di
36 dalamnya  penyediaan  tanah  dan  penyelesaian  statusnya,  perencanaan  jangka
menengah  untuk  penyiapan  permukiman,  pengerahan  dan  penempatan, pemberdayaan masyarakat transmigran dan penduduk lokal disekitarnya.
Perencanaan  yang  bersifat  mikro,  dilakukan  pada  tahun  ke  dua  sampai dengan tahun ke satu sebelum penempatan T-2 sampai T-1, meliputi: rencana
teknis  satuan  pemukiman  RTSP,  rencana  teknis  jalan  RTJ,  rencana  teknis pengerahan  dan  penempatan  transmigran,  rencana  teknis  pemberdayaan
masyarakat  transmigran  dan  masyarakat  penduduk  sekitar,  serta  penyusunan program tahunan menurut jenis, pola, lokasi dan tahun pembinaan.
Prosedur standar perencanaan permukiman transmigrasi Depnakertrans, 2003a,  khususnya  perencanaan  permukiman  transmigrasi  dibagi  dalam  tiga
tahap  utama  dengan  tahap  perencanaan  serta  jenis  dan  keluaran  peta  seperti pada Tabel 2.
Tabel  2.  Jenis  dan  keluaran  peta  dan  tahap  perencanaan  permukiman transmigrasi
Tahap Perencanaan No
Jenis  dan keluaran peta
I II
III
1 Jenis peta
Rencana Kerja WPP
Rencana Kerja SKP
Rencana Teknis SP
2 Skala peta
1:100.000 1:50.000
1:10.000 3
Luasan areal ha 20.000-30.000
4.000-6.000 1.500-3.000
4 Jumlah KK
10.000 2000
500
Perencanaan Tahap I Pada  tahap  ini  perencanaan  dibagi  dalam  dua  bagian.
Pertama ,  yang
bersifat  makro,  sehingga  pertimbangan  yang  digunakan  bersifat  makro,  seperti konteks  pembangunan  nasional  dan  regional.  Perencanaan  ini  lebih
menggambarkan  struktur  Satuan  Wilayah  Pengembangan,  untuk  itu  peta  yang digunakan masih bersifat makro dengan skala peta 1 : 250.000 seperti peta dan
data dasar yang dihasilkan oleh RePPProT. Regional Physical Planning Project
for  Transmigration .
Kedua ,  melihat  lingkup  yang  lebih  kecil  mikro  dengan
memperhatikan  areal  yang  secara  fisik  benar-benar  potensial  peta  skala  1  : 100.000 berupa  Rencana  Kerangka Wilayah  Pengembangan  Partial  RKWPP.
Selanjutnya rencana ini dikaitkan dengan aspek-aspek lain, seperti: aspek sosial,
37 ekonomi dan pengembangan tata ruang wilayahnya. Aspek pengembangan tata
ruang wilayah juga sangat berkait dengan pusat-pusat pelayanan regional  yang ada  atau  yang  akan  dikembangkan.  Keluaran  dari dari  perencanaan tahap  satu
ini  adalah  perkiraan  daya  tampung  transmigran  beserta  dengan  tahapan pengembangannya  untuk  dijadikan  masukan  bagi  perencanaan  tahap
berikutnya. Perencanaan Tahap II
Studi  perencanaan  tahap  dua  merupakan  langkah  yang  menekankan proses  penyaringan  untuk  menghasilkan  Rencana  Kerangka  Satuan  Kawasan
Permukiman  RKSKP,  yang  mempertimbangkan  kesesuaian  lahan,  kondisi sosial  ekonomi  dan  sosial-budaya,  serta  wawasan  lingkungannya.  Rencana
tersebut  disajikan  dalam  peta  berskala  1  :  50.000  dengan  dukungan  peta RePPProT,  foto  udara  dan  data  sekunder  lainnya  yang  berhubungan  dengan
kondisi  fisik  iklim,  hidrologi,  pertanian  dan  kehutanan.  Indikasi  tentang kemungkinan  dikembangkannya  pola  usaha  baru  seperti  PIR-Trans,  HTI-Trans,
juga  akan  ditunjukkan  dalam  studi  ini.  Oleh  karena  itu  rencana  ini  harus  sudah melalui pembahasan dan koordinasi yang lebih luas. Keluaran dari perencanaan
ini sudah dapat menggambarkan batas masing-masing SKP dan SP yang ada di dalamnya, disertai dengan pusat SKP, perkiraan alinemen jalan poros dan jalan
penghubung serta daya tampung setiap SKP yang berkaitan dengan pola usaha yang ada di dalamnya.
Perencanaan Tahap III Perencanaan tahap III meliputi dua bagian, yaitu Tahap IIIA yang dikenal
dengan  Rencana  Teknis  Satuan  Permukiman  RTSP  dan  Tahap  IIIB,  yang dikenal  dengan  Studi  Perwujudan  Manfaat  Ruang.  Perencanaan  tahap  IIIA
dilakukan  sebelum  kegiatan  pembukaan  lahan,  sedangkan  perencanaan  tahap IIIB dilakukan setelah lahan dibuka. Keluaran dari perencanaan tahap IIIA adalah
informasi umum mengenai pencapaian lokasi, iklim dan kondisi sosial ekonomi, kelayakan  fisik,  rencana  pengembangan  pemukiman  dan  informasi  kelayakan
usaha  transmigran.  Sedangkan  keluaran  perencanaan  tahap  IIIB  adalah  peta detail tata ruang Satuan Pemukiman Transmigrasi dengan skala peta 1 : 5.000.
Peta  detail  tata  ruang  SPT  mencakup:  batas  masing-masing  blok  lahan untuk  Lahan  Pekarangan  LP,  Lahan  Usaha  I  LU  I  beserta  penomoran  untuk
pemilikannya  dan  lokasi  fasilitas  umum  serta  alinemen  jalan,  rencana  lahan
38 usaha  II  LU  II  yang  digambarkan  dalam  bentuk  blok  dan  mencantumkan  luas
serta  daya  tampung,  dan  kelengkapan  lain  pada  peta  sesuai  standar  kartografi yang  telah  ditentukan.  Gambar  detail  ini  dibuat  berdasarkan  peta
As  Built Drawing
ABD pembukaan lahan dan penyiapan lahan, jalan porospenghubung dan jalan desa, serta kapling-kapling yang terikat dalam satu sistem pengukuran
yang lebih luas, sehingga tidak terlepas dari konteks perencanaan tahap IIIA. Pembangunan  kawasan  transmigrasi  dilakukan  melalui  tahapan
perencanaan  pembangunan  permukiman,  tahapan  konstruksi  pembangunan permukiman,  dan  tahapan  pembinaan  permukiman.  Dalam  tahapan  konstruksi
pembangunan  permukiman  secara  garis  besar  dapat  dikelompokkan  kedalam berbagai bidang kegiatan seperti berikut:
1.  Bidang  penyiapan  permukiman  berupa  kegiatan  pembukaan  lahan  dan penyiapan  lahan  pekarangan  dan  lahan  usaha,  pembangunan  prasarana
infrastruktur  permukiman,  penyiapan  bangunan  perumahan  dan  fasilitas umum serta uji coba pertanaman
test farm . Kegiatan pembukaan lahan dan
penyiapan  lahan  meliputi  kegiatan  pengolahan  lahan  dengan  pembajakan dan  penggaruan  di  Lahan  Pekarangan  LP  seluas  0,25  ha  KK  dengan
kondisi  siap  tanam  dengan  maksud  pada  saat  transmigran  datang  sudah dapat memanfaatkan  lahan  pekarangan  untuk  usahatani.  Sedangkan  Lahan
Usaha  I  LU-I  seluas  0,75  ha  KK,  penyiapan  lahannya  sampai  dengan kondisi  siap  olah  dan  Lahan  Usaha  II  LU-II  seluas  1  ha  KK  tidak  dibuka.
Kemudian dilanjutkan dengan  pembuatan  tapak  rumah  di lahan  pekarangan dengan  maksud  diatasnya  akan  dibangun  rumah  transmigran  ukuran  36  m
2
dengan  konstruksi  dinding  dari  papan  kayu  dan  atap  dari  asbes  gelombang atau seng gelombang. Juga dibangun fasilitas umum dan fasilitas sosial yang
terdiri dari balai desa, rumah dan kantor petugas, tempat ibadah, puskesmas pembantu,  sekolah  dan  gudang.  Pembangunan  prasarana  infrastruktur
permukiman  yang  terdiri  dari  pembangunan  jalan  penghubung,  jalan  poros dan jalan desa beserta jembatan dan gorong-gorong.
2.  Bidang pengerahan transmigran antara lain berupa penyiapan sarana transit, angkutan, kesehatan, peralatan dan logistik, penempatan lokasi sasaran dan
penyiapan  bahan  penyuluhan,  penyuluhan  umum  dan  kampanye, penyuluhan  spesifik  dan  selektif,  pendaftaran  dan  seleksi  serta  pelatihan
dasar umum bagi para transmigran.
39 3.  Bidang  penempatan  transmigran  antara  lain  berupa  kegiatan  pembuatan
Surat  Perintah  Pemberangkatan  SPP,  penampungan  di  transito, pemberangkatan  dengan  moda  angkutan  darat,  laut,  dan  atau  udara,
penampungan  sementara  di  unit  pemukiman  transmigrasi  UPT,  serta penempatan  dan  pembagian  lahan  pekarangan  yang  di  atasnya  telah
dibangun  rumah  transmigran  dan  Lahan  Usaha  I  LU-I dan  Lahan  Usaha  II LU-II.
4.  Bidang  pembinaan,  tahapan  ini  dilaksanakan  mulai  tahun  pertama penempatan
transmigran yang
juga merupakan
tahun pertama
pemberdayaan  masyarakat  transmigran  dan  pemberdayaan  lingkungan permukiman  yang  dilakukan  selambat-lambatnya  lima  tahun  setelah
penempatan T+1 sampai dengan T+5. Dalam kenyataannya tahap operasi ini merupakan upaya pemberdayaan masyarakat transmigran dan penduduk
lokal  di  sekitarnya,  yang  utamanya  dilakukan  melalui  upaya  membantu mereka  mengurangi  pengeluaran  dan  meningkatkan  penghasilan.  Untuk  itu
ditempuh upaya 3 strategi inti Yudohusodo  1998, yaitu; a Pembangunan manusia  berupa:  penyediaan  kebutuhan  dasar,  pendidikan  dan  kesehatan,
b Kebutuhan untuk hidup berupa pekerjaan, pendapatan dan kesejahteraan sosial,  dan  c  Penyediaan  fasilitas  umum  dan  fasilitas  sosial,  antara  lain
berupa prasarana kegiatan ekonomi dan prasarana kegiatan sosial.
2.4  Pengembangan Pertanian Lahan Kering