25 barang dan jasa kebutuhan sekunder, sehingga memungkinkan perkembangan
sektor-sektor non-pertanian khususnya yang didasarkan pada output
pertanian. Pada stadia ini mulai terdapat diversifikasi pekerjaan; 4 stadia industri
pertanian, merupakan stadia yang diharapkan tumbuhnya industri pedesaan seiring dengan perkembangan spesialisasi pekerjaan didasarkan pada
comparative advantage atas wilayah-wilayah lainnya; 5 stadia industri non-
pertanian, pada stadia ini diusahakan terdapat peningkatan permintaan barang- barang mewah; dan 6 stadia industrialisasi Rustiadi
et al., 2004.
Model strategi pengembangan dan pembangunan kawasan transmigrasi dengan pola
demand side , dalam kenyataannya sering kali tertahan sampai pada
stadia ke dua. Namun ada yang sampai pada stadia ke tiga. Keuntungan digunakan strategi
demand side adalah strategi ini sangat stabil, tidak
dipengaruhi oleh perubahan-perubahan di luar daerah yang berkaitan dengan perubahan struktur kelembagaan yang mantap. Sedangkan kerugian strategi ini
memerlukan waktu yang relatif lama, karena tiap stadia membutuhkan transformasi teknologi dan transformasi struktur kelembangaan Rustiadi
et al. ,
2004. Pengertian dari strategi kedua,
supply side adalah suatu strategi
pengembangan wilayah yang terutama diupayakan melalui investasi modal untuk kegiatan produksi yang berorientasi keluar. Tujuan penggunaan strategi ini
adalah untuk meningkatkan suplai dari komoditi yang pada umumnya di proses dari sumberdaya alam lokal. Adanya peningkatan penawaran akan
meningkatkan ekspor wilayah yang akhirnya akan meningkatkan pendapatan lokal. Hal ini akan menarik kegiatan lain untuk datang ke wilayah tersebut
Rustiadi et al.
, 2004.
2.3 Pembangunan Kawasan Transmigrasi
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 15 tahun 1997 tentang ketransmigrasian,
menyatakan tujuan
program transmigrasi
adalah meningkatkan kesejahteraan transmigran dan masyarkat sekitarnya, peningkatan
dan pemerataan pembangunan daerah serta memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa. Sasaran utamanya adalah: 1 pemerataan penduduk di
seluruh wilayah Indonesia melalui usaha pemindahan penduduk dari daerah yang berpenduduk padat seperti pulau Jawa, pulau Madura dan Bali ke daerah
yang berpenduduk masih jarang, 2 mengembangkan wilayah-wilayah yang
26 potensial yang masih terbelakang melalui pemaduan sumberdaya alami yang
potensial di daerah tersebut dengan sumberdaya manusia sehingga diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya, 3 mempercepat tercapainya kehidupan yang
layak bagi penduduk, baik penduduk setempat maupun transmigran melalui peningkatan pendapatan yang lebih besar dari kebutuhannya sehingga dapat
mendorong perkembangan pemukiman lebih maju dan pada akhirnya meningkatkan
perekonomian wilayah,
4 menciptakan
keseimbangan pembangunan antar wilayah di seluruh Indonesia, dan 5 meningkatkan
ketahanan nasional. Pembangunan permukiman transmigrasi yang selama ini dibangun oleh
pemerintah belum sepenuhnya mampu mencapai tingkat perkembangan secara optimal, yang mampu menopang perkembangan wilayah, baik wilayah itu sendiri
atau wilayah lain yang sudah ada Anharudin et al.
, 2003. Pembangunan Unit Permukiman Transmigrasi UPT memang dirancang agar secara ekonomi dapat
menopang pertumbuhan kawasan di sekitarnya dan memberikan kontribusi terhadap wilayah lain melalui distribusi barang dan jasa. Namun dalam
realitasnya banyak UPT atau kawasan transmigrasi belum sepenuhnya mampu menopang perkembangan wilayah, bahkan banyak lokasi transmigrasi yang
dibangun justru berada pada posisi terpencil Danarti, 2003. Dengan demikian pembangunan kawasan transmigrasi belum sepenuhnya mampu mempercepat
proses pembangunan wilayah dengan mendorong terbentuknya pusat pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu dimasa depan, prinsip yang dipegang
dalam pembangunan kawasan transmigrasi adalah kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kota RTRWK dan memungkinkan bagi
pengembangan spasial secara menyeluruh Priyono, 2003. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1999 tentang
penyelenggaraan transmigrasi pada pasal 13 ayat 1 dan 2, kawasan yang diperuntukkan sebagai rencana Wilayah Pengembangan Transmigrasi harus
sesuai dengan tata ruang wilayah daerah. Selain itu, juga harus memenuhi syarat: a memiliki potensi yang dapat dikembangkan sebagai produk unggulan
yang memenuhi skala ekonomi, b mempunyai kemudahan hubungan antar kota atau wilayah yang sedang berkembang, dan c tingkat kepadatan penduduk
masih rendah. Penggunaan istilah kawasan di Indonesia digunakan karena adanya penekanan fungsional suatu unit wilayah Rustiadi
et al ., 2004. Karena
itu definisi konsep kawasan adalah adanya karakteristik hubungan dari fungsi-
27 fungsi dan komponen-komponen di dalam suatu unit wilayah, sehingga batas
dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional. Dengan demikian setiap kawasan atau sub-kawasan memiliki fungsi-fungsi khusus yang tentunya
memerlukan pendekatan program tertentu sesuai dengan fungsi yang dikembangkan tersebut.
Pembangunan kawasan transmigrasi dilakukan secara terencana. Hal ini disebabkan pembangunan kawasan transmigrasi memerlukan biaya yang tidak
sedikit, karena di dalam satu kawasan transmigrasi terdapat tiga sampai lima unit permukiman transmigrasi dan satu unit permukiman transmigrasi merupakan
embrio dari satu desa atau satu kelurahan. Dengan demikian dalam satu kawasan transmigrasi memerlukan luasan lahan yang cukup luas untuk
membangun permukiman, lahan-lahan usaha pertanian, sarana dan prasarana permukiman, baik sarana dan prasarana di unit permukiman transmigrasi, antar
unit permukiman di dalam satu kawasan maupun antar kawasan. Dalam suatu proses pembangunan terdapat pentahapan perencanaan
pembangunan. Secara filosofis, suatu proses pembangunan dapat mempunyai makna sebagai upaya yang sistemik dan berkesinambungan untuk menciptakan
keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik Rustiadi
et al. , 2004.
Pembangunan dapat dikonseptualisasikan sebagai suatu proses perbaikan yang berkesinambungan atas suatu masyarakat atau suatu sistem sosial secara
keseluruhan menuju kehidupan yang lebih baik atau lebih manusiawi. Perencanaan merupakan suatu tahapan dalam proses pembangunan
secara keseluruhan. Perencanaan dapat didefinisikan secara berbeda-beda, namun dalam pengertian yang sederhana, perencanaan adalah suatu cara untuk
mempersiapkan masa depan Syahroni, 2002. Sedangkan menurut Rustiadi et
al , 2004, perencanaan adalah suatu proses menentukan apa yang ingin dicapai
dimasa yang akan datang serta menetapkan tahapan-tahapan yang dibutuhkan untuk mencapainya.
Berbeda dengan
batasan ini,
Hayashi 1976,
mendefinisikan perencanaan sebagai suatu proses bertahap dari tindakan yang terorganisasi untuk menjembatani perbedaan antara kondisi yang ada dan
aspirasi organisasi. Berdasarkan pemahaman tersebut, maka suatu perencanaan memiliki
karakteristik sebagai berikut: 1 harus menyangkut masa yang akan datang, 2 menyangkut tindakan, dan 3 terdapat suatu elemen identifikasi pribadi atau
28 organisasi, yakni serangkaian tindakan untuk masa yang akan datang yang
diambil oleh perencana. Dari berbagai pendapat dan definisi yang dikembangkan mengenai perencanaan secara umum hampir selalu terdapat dua unsur penting,
yaitu: 1 unsur yang ingin dicapai dan 2 unsur cara untuk mencapainya Rustiadi
et al. , 2004. Dalam konteks perencanaan pembangunan
berkelanjutan kawasan transmigrasi, maka unsur yang ingin dicapai adalah pembangunan wilayah dan cara untuk mencapainya adalah dengan
pemanfataan sumberdaya lahan untuk usahatani secara optimal. Program transmigrasi telah terbukti mampu meminimalisir permasalahan
kependudukan. Pulau-pulau yang kepadatan penduduknya sangat tinggi seperti Jawa, Madura dan Bali, lambat-laun kepadatan penduduk mulai turun dan daya
dukungnya untuk memenuhi kebutuhan hidup penduduk mulai meningkat. Sedangkan pulau-pulau yang potensi sumberdaya alamnya melimpah, namun
potensi sumberdaya manusianya kurang, telah berkembang dan mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakatnya setelah diterapkannya program
transmigrasi Pasaribu, 2004. Pembangunan transmigrasi ke depan masih dipandang relevan sebagai
suatu pendekatan untuk mencapai tujuan kesejahteraan, pemerataan pembangunan daerah, serta perekat persatuan dan kesatuan bangsa. Namun
demikian, kebijakan penyelenggaraan transmigrasi perlu diperbaharui, dan disesuaikan dengan kecenderungan
trend perubahan yang terjadi, terutama
perubahan pada
tata pemerintahan
Pada kurun
waktu 2004-2009,
penyelenggaraan transmigrasi diarahkan sebagai pendekatan untuk mendukung pembangunan daerah, melalui pembangunan pusat-pusat produksi, perluasan
kesempatan kerja, serta penyediaan kebutuhan tenaga kerja terampil baik dengan peranan pemerintah maupun secara swadana melalui kebijakan
langsung maupun tidak langsung. Kebijakan transmigrasi diarahkan pada tiga hal pokok yaitu: 1
penanggulangan kemiskinan yang disebabkan oleh ketidakberdayaan penduduk untuk memperoleh tempat tinggal yang layak; 2 memberi peluang berusaha dan
kesempatan kerja; 3 memfasilitasi pemerintah daerah dan masyarakat untuk melaksanakan perpindahan penduduk Anharudin
et al ., 2003. Untuk kawasan
timur Indonesia pembangunan transmigrasi diarahkan untuk: 1 mendukung pembangunan wilayah yang masih tertinggal, 2 mendukung pembangunan
wilayah perbatasan, dan 3 mengembangkan permukiman transmigrasi yang
29 telah ada, pembangunan permukiman baru secara selektif, dan pengembangan
desa-desapermukiman transmigrasi potensial. Di era otonomi daerah, tatacara penyelenggaraan transmigrasi dan
pendekatan yang dilakukan harus disesuaikan terhadap tuntutan perkembangan keadaan saat ini. Pelaksanaannya harus memegang prinsip demokrasi,
mendorong peran serta masyarakat, mengupayakan keseimbangan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan karakteristik daerah Anharudin
et al .,
2003. Pembangunan transmigrasi pada masa otonomi daerah lebih diutamakan
kearah pembangunan dan pengembangan wilayah pembangunan kewilayahan dengan upaya membangun pusat-pusat pertumbuhan ekonomi suatu wilayah.
Pembangunan transmigrasi berkaitan dengan upaya pemanfaatan ruang dan sumberdaya alam lahan. Transmigrasi dipandang sebagai sektor pembangunan
yang secara langsung berkaitan dengan upaya pembentukan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi wilayah Saleh, 2005.
Konsep pengembangan wilayah mengacu pada kemajuan. Kemajuan suatu wilayah ditandai dengan banyak hal, tapi yang paling penting adalah semakin
banyaknya kegiatan bisnis usaha dan produktifitas masyarakatnya, yang kemudian berimplikasi pada peningkatan pendapatan, daya beli, dan akumulasi
kapital, baik pada tingkat lokal maupun regional. Kemajuan ekonomi ini kemudian membawa implikasi pada kemajuan sosial dan kultural, yang ditandai
oleh semakin bertambahnya infrastruktur dan layanan jasa masyarakat Saleh, 2005. Ujung dari rangkaian kegiatan penyelenggaraan transmigrasi adalah
pembinaan pemberdayaan masyarakat transmigrasi, sehingga seringkali dijadikan sebagai tolok ukur keberhasilan penyelenggaraan transmigrasi.
Penekanan pembinaan pemberdayaan masyarakat transmigrasi adalah pada kegiatan ekonomi dan sosial budaya yang bertujuan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, melalui tingkat pendapatan yang layak untuk hidup di Unit Pemukiman, masyarakat hidup secara harmonis tumbuh dan berkembang
menjadi pusat pertumbuhan atau kawasan ekonomi sehingga mampu memberi konstribusi bagi pembangunan dan pengembangan wilayah Tulie, 2001.
Alisadono et al.
2006 menyatakan bahwa dalam penyelenggaraan pembangunan transmigrasi yang diawali dengan perencanaan, pembangunan
permukiman, pembinaan pemberdayaan transmigran dan masyarakat sekitar, serta pemberdayaan lokasi transmigrasi, akan melibatkan dan memperhatikan
30 banyak dimensi. Seperti: instansi yang terlibat dalam pembangunan transmigrasi,
penduduk transmigran yang berpindah dari satu tempat lama ke tempat yang baru, kondisi lahan, komoditi pertanian, pemasaran hasil pertanian, dan
infrastruktur di lokasi transmigrasi, maka diperlukan suatu tinjauan kebijakan dengan pendekatan secara holistik, yaitu melalui pendekatan sistem. Dalam
sistem transmigrasi terdapat keterkaitan dan hubungan satu dimensi dengan dimensi lainnya. Manusia di satu pihak dan tanaman, hewan serta lingkungan di
lain pihak menunjukan keterkaitan yang rumit dan bersifat multi dimensi. Namun demikian kerumitan-kerumitan tersebut merupakan fakta yang harus dihadapi
dan ditangani untuk mencapai tujuan yang telah digariskan. Dalam perencanaan pembangunan kawasan transmigrasi perlu
memperhatikan keterkaitan antara pusat-pusat kegiatan yang sudah ada kota kecamatan, kota kabupaten dengan permukiman transmigrasi yang akan
dibangun. Dengan demikian dapat diharapkan akan terdapat hubungan saling ketergantungan antara pemukiman transmigrasi yang merupakan daerah
pinggiran dengan kota sebagai daerah inti core areas
Sitorus dan Nurwono, 1998. Hubungan saling ketergantungan ini dimaksudkan untuk menstimulir
pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya di pemukiman transmigrasi yang merupakan hunian dari komunitas baru dengan basis usaha pertanian.
Pada tahun 1979 diperkenalkan konsepsi pengembangan wilayah di Indonesia dalam kaitannya dengan penyusunan landasan kerja untuk program
transmigrasi dengan gagasan pengembangan tata ruang nasional Sitorus dan Nurwono, 1998. Intinya adalah penempatan satuan permukiman SP baru akan
dapat hidup jika unsur-unsur manusia, sumberdaya alam dan sarana-sarana pengusahaan dengan kegiatan manusia dapat diorganisir. SP ini berada dalam
satuan kawasan permukiman SKP yang berada dalam wilayah pengembangan partial WPP dari tata ruang nasional. Beberapa WPP berada dalam satuan-
satuan wilayah pengembangan SWP. Pola SP, SKP dan WPP juga menganut pola aliran barang dan jasa dalam struktur pewilayahan pengembangan
transmigrasi mengikuti mekanisme pasar dan berjenjang, yaitu dari SP ke pusat SKP, dari pusat SKP menuju pusat WPP dan selanjutnya dikumpulkan di pusat
SWP yang merupakan pintu gerbang pemasaran kearah luar wilayah, baik untuk lingkup regional, nasional maupun internasional. Begitu pula arus barang dan
jasa dari luar pertama kali masuk pintu gerbang SWP untuk kemudian didistribusikan ke pusat-pusat yang lebih rendah.
31 Struktur perencanaan pembangunan kawasan transmigarsi diwujudkan
dalam satuan-satuan interaksi terkecil hingga terbesar secara berjenjang Sitorus dan Nurwono 1998, yang mempunyai ciri-ciri berupa:
1 Satuan Permukiman SP, merupakan satuan interaksi terkecil dengan kepentingan utama permukiman sebagai tempat tinggal hunian, tempat
usaha dan kegiatan-kegiatan pemenuhan kebutuhan sehari-hari. 2 Satuan Kawasan Pengembangan SKP, merupakan kumpulan beberapa
SP, dimana SP utama berfungsi sebagai pusat koleksi pemasaran produk maupun distribusi kebutuhan lingkungan permukiman SKP. Pada skala ini
kegiatan perdagangan baru berlangsung pada tingkat pedagang pengumpul skala kecil atau menengah, sehingga belum memadai bagi
pembentukan simpul jasa industri produksi manufaktur. 3 Wilayah Pengembangan Partial WPP, merupakan kumpulan beberapa
SKP, dimana SKP utama mempunyai keuntungan aksesibilitas dalam arti orientasi geografis pemasaran yang memenuhi pembentukan simpul jasa
koleksi dan distribusi. Pada skala ini telah memenuhi persyaratan suatu interaksi yang cukup lengkap bagi berlangsungnya pertumbuhan kegiatan
produksi manufaktur, sehingga merangsang berkumpulnya pedagang besar grosir pada suatu lokasi.
4 Satuan Wilayah Pengembangan SWP, merupakan kumpulan beberapa WPP, dimana WPP utama berfungsi sebagai pintu gerbang ekspor
komoditas transmigran yang bertumpu pada fungsinya sebagai simpul jasa industri, sedangkan kota-kota dan pusat-pusat WPP lainnya mempunyai
kedudukan yang umum, yaitu sebagai penunjang pintu gerbang terhadap kota-kota lainnya.
Konsep satuan-satuan
wilayah pengembangan
parsial lebih
memperhatikan mekanisme ketergantungan hubungan ekonomi dan sosial dalam kondisi pasar terbuka dari pada peran pemerintah, dan batas administrasi
bukan merupakan kendala. Pada kenyataanya mekanisme ketergantungan sosial ekonomi terbentuk karena peran campur tangan pemerintah cukup besar.
Terlebih-lebih pada daerah yang baru sebagai wilayah frontier
, untuk investasi sarana dan prasarana sosial ekonomi hampir tidak ada swasta yang mampu
membangun baru dengan biaya investasinya sendiri. Karena itu, pendekatan mekanisme
ketergantungan sosial
ekonomi di
dalam perencanaan
pengembangan wilayah transmigrasi lebih banyak berfungsi sebagai wawasan
32 penataan tata ruang yang dianut para perencana daripada dianut oleh para
pelaksana, swasta dan masyarakat dalam melaksanakan pembangunan daerah. Secara skematik pola perencanaan pembangunan kawasan transmigrasi di
lahan kering disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6. Pola perencanaan pembangunan kawasan transmigrasi di lahan kering
Perencanaan pembangunan kawasan transmigrasi pada wilayah pengembangan kawasan transmigrasi komponen-komponen yang harus
diperhatikan adalah: 1 komponen optimasi pemanfaatan sumberdaya lahan, misalnya potensi pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, dan peternakan,
2 komponen pemanfaatan lingkungan hidup yang harus memperhatikan upaya- upaya pencegahan kecenderungan pada kerusakan alam, dan 3 komponen
sarana, prasarana utama dan penunjang untuk permukiman dan usaha pertanian, untuk mendorong peningkatan nilai tambah ekonomi dari komoditi
yang dihasilkan dari ekstraksi sumberdaya alam. Hal ini karena secara hirarki dalam setiap wilayah pengembangan kawasan transmigrasi menurut Peraturan
Pemerintah Nomor 2 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan transmigrasi pasal
Catatan :
Pusat pertumbuhan ekonomi PPE dapat berada di dalam atau di luar kawasan Sumber : Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, 2003.
Batas Imaginer Kawasan Transmigrasi Batas Imaginer Unit Permukiman Transmigrasi
Permukiman transmigrasi yang ada Transmigran Penduduk Setempat TPS Lokasi Transmigran Penduduk Pendatang TPP
Jalan yang ada Jalan baru yang akan dibangun
Keterangan :
Sentra Fasilitas Unit Satuan
Permukiman
PPE yang ada baru
Wilayah Pengembangan
Kawasan Transmigrasi
TPS TPP
Satuan Kawasan Pengembangan
33 16 ayat 1, 2, 3, beberapa satuan kawasan pengembangan mempunyai daya
tampung sekurang-kurangnya 9.000 kepala keluarga. Setiap SKP terdiri dari beberapa SP dan mempunyai daya tampung 1.800 sampai 2000 kepala
keluarga. Setiap SP mempunyai daya tampung 300 sampai dengan 500 kepala keluarga.
Dari segi sarana dan prasarana didisain secara berjenjang berhirarki sesuai dengan tingkat pelayanannya. Hal ini seperti disebutkan pada Peraturan
Pemerintah Nomor 2 Tahun 1999 pasal 17, 18 dan 19, dalam setiap wilayah pengembangan kawasan transmigrasi harus dilengkapi dengan pusat kegiatan
ekonomi, pusat kegiatan industri pengolahan hasil, pusat pelayanan jasa dan perdagangan, pusat pelayanan kesehatan, pusat pendidikan tingkat menengah,
dan pusat pemerintahan. Pada setiap SKP harus terdapat sarana industri kecil industri rumah tangga, pasar harian, pertokoan, pelayanan jasa perbankan,
perbengkelan, pelayanan pos, pendidikan tingkat pertama, puskesmas pembantu, dan pelayanan pemerintahan.
Di tingkat SP harus dilengkapi dengan fasilitas umum dan fasilitas sosial seperti: warung atau koperasi, pasar, sekolah dasar, balai pengobatan, balai
desa dan tempat ibadah. Setiap SP tersebut nantinya akan dikembangkan menjadi desa dan dapat diwujudkan sebagai desa utama. Elemen-elemen pada
perencanaan permukiman seperti sarana dan prasarana permukiman merupakan hal pokok yang harus diperhatikan. Hal ini penting mendapat pertimbangan
dalam pemanfaatan lahan yang efektif dan efisien optimasi pemanfaatan lahan. Seperti dikemukakan dalam
The Development of Resettlement Policy in China: Two Case Studies in Sichuan and Hebei Provinces
, bahwa elemen-elemen fasilitas umum dan fasilitas sosial serta sarana dan prasarana untuk permukiman
kembali resettlement
merupakan suatu pertimbangan yang utama dalam merencanakan permukiman, karena hal ini akan meningkatkan kualitas
kehidupan yang baru, dan aktifitas kehidupan di komunitas yang baru akan menjadi lebih aktif dan lebih hidup Armstrong, 2000. Tujuan utama
merencanakan permukiman untuk transmigrasi, adalah untuk meningkatkan kualitas kehidupan, baik kehidupan ekonomi, sosial, budaya dan kualitas
lingkungan Bizer et al
., 1997. Pusat-pusat pelayanan pemerintahan, sosial-budaya, ekonomi pasar,
kesehatan, air air bersih untuk konsumsi dan rumah tangga serta air untuk pertanian, pendidikan, prasarana perhubungan terminal, jalan, dermaga dibuat
34 dan disesuaikan dengan tingkat pelayanan permukiman secara berhirarki pada
pusat-pusat kegiatan. Hal ini disebutkan dalam Guidelines for Rural Centre
Planning UN, 1979. Pada perencanaan kawasan permukiman transmigrasi,
selain itu juga harus memiliki potensi untuk pengembangan usaha primer, sekunder dan atau tersier; tersedia prasarana dan sarana permukiman dengan
tingkat kepadatan penduduk yang rendah. Melihat potensi yang dimiliki oleh Kabupaten Kutai Timur, seperti potensi luasan lahan kering yang belum
termanfaatkan secara optimal serta tingkat kepadatan penduduk yang masih rendah, maka peluang pembangunan kawasan transmigrasi cukup terbuka. Oleh
karena itu, pembangunan kawasan transmigrasi yang didahului dengan suatu sistem perencanaan yang komprehensif dan holistik dengan suatu kebijakan
yang operasional, diharapkan akan menghasilkan suatu pembangunan kawasan transmigrasi yang layak huni, layak usaha dan layak berkembang.
Dalam perspektif holistik, pada saat penyusunan kebijakan dalam operasionalisasi perencanaan pembangunan kawasan transmigrasi menurut
Bastian 2001 perencanaan tata ruang kawasan permukiman transmigrasi harus difokuskan pada tiga aspek, yaitu: 1 struktur, proses, dan kesempatan, 2
aspek alokasi ruang pemanfaatan ruang beserta hirarkinya, 3 aspek kompleksitas dari berbagai faktor perbedaan dari suatu lansekap. Prinsip holistik
dalam perencanaan kawasan transmigrasi harus menjadi pegangan utama, karena dalam proses perencanaan melibatkan banyak sektor dan banyak pihak
serta implikasi ruangnya tidak hanya dibatasi dalam satu kawasan, tetapi sering lintas kawasan dan atau lintas wilayah.
Proses perencanaan pembangunan kawasan transmigrasi mempunyai implikasi terhadap perencanaan pembangunan wilayah disekitarnya. Dengan
kata lain bahwa perencanaan pembangunan kawasan transmigrasi berkaitan dengan suatu perencanaan pembangunan wilayah yang telah dituangkan dalam
rencana tata ruang kabupatenkota. GTZ 2000 menyatakan bahwa perencanaan pembangunan wilayah adalah suatu usaha yang sistematik dari
berbagai pelaku, baik umum atau pemerintah, swasta maupun kelompok masyarakat lainnya pada tingkatan yang berbeda untuk menghadapi saling
ketergantungan dan keterkaitan aspek-aspek fisik, sosial-ekonomi dan aspek- aspek lingkungan lainnya dengan cara: 1 secara terus menerus menganalisis
kondisi dan pelaksanaan pembangunan daerah, 2 merumuskan tujuan-tujuan dan kebijakan-kebijakan pembangunan daerah, 3 menyusun konsep strategi-
35 strategi bagi pemecahan masalah dan, 4 melaksanakannya dengan
menggunakan sumberdaya yang tersedia, sehingga peluang-peluang baru untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dapat diwujudkan secara keseluruhan.
Perencanaan pembangunan kawasan transmigrasi dan perencanaan wilayah merupakan bentuk pengkajian yang sistematik dari aspek fisik, sosial,
dan ekonomi untuk mendukung dan mengarahkan pemanfaatan sumberdaya secara optimal agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat secara
berkelanjutan. Menurut Rustiadi et al.
2004, sasaran utama dari perencanaan wilayah pada dasarnya untuk menghasilkan pemanfaatan sumberdaya secara
optimal dan berkelanjutan, yang dapat dikelompokkan dalam tiga sasaran umum yaitu: efisiensi dan produktifitas, pemerataan dan akseptibilitas masyarakat, dan
keberlanjutan. Sasaran efisiensi merujuk pada manfaat ekonomi dalam konteks kepentingan publik, pemanfaatan sumberdaya diarahkan untuk sebesar-
besarnya kemakmuran masyarakat. Wilayah sebagai suatu matrik fisik harus merupakan perwujudan keadilan dan melibatkan partisipasi masyarakat. Oleh
sebab itu, perencanaan yang disusun harus dapat diterima oleh masyarakat. Perencanaan wilayah juga harus berorientasi pada keseimbangan fisik,
lingkungan dan sosial, sehingga akan menjamin peningkatan kesejahteraan penduduk secara berkelanjutan.
Pada umumnya perencanaan pembangunan kawasan transmigrasi akan meliputi tiga tahapan proses mendasar yang saling terkait, yaitu: 1 perumusan
dan penentuan tujuan, 2 pengujian dan analisis pilihan-pilihan yang tersedia, dan 3 pemilihan rangkaian tindakan atau kegiatan untuk mencapai tujuan yang
telah ditentukan dan disepakati bersama Syahroni, 2002. Salah satu elemen penting lainnya dalam perencanaan adalah selalu berorientasi pada masa
depan. Perencanaan tidaklah statis dalam tahap tersebut melainkan dinamis karena berjalan sebagai suatu rangkaian proses siklus yang terus menerus.
Tahapan dalam pembangunan transmigrasi pada dasarnya tidak berbeda dengan tahapan pembangunan pada umumnya, yang terdiri dari atas empat
tahap kegiatan, yaitu: tahap perencanaan, tahap konstruksi dan pengadaan ,
tahap operasi ,
dan tahap evaluasi kinerja Yudohusodo, 1998. Perencanaan
pembangunan transmigrasi dilakukan mulai tahun ke lima sampai dengan tahun ke tiga sebelum penempatan transmigran T-5 sampai T-3. Tahap ini disebut
perencanaan makro, menyangkut antara lain: kebijakan umum penyelenggaraan transmigrasi, perencanaan lima tahunan, studi perencanaan wilayah termasuk di
36 dalamnya penyediaan tanah dan penyelesaian statusnya, perencanaan jangka
menengah untuk penyiapan permukiman, pengerahan dan penempatan, pemberdayaan masyarakat transmigran dan penduduk lokal disekitarnya.
Perencanaan yang bersifat mikro, dilakukan pada tahun ke dua sampai dengan tahun ke satu sebelum penempatan T-2 sampai T-1, meliputi: rencana
teknis satuan pemukiman RTSP, rencana teknis jalan RTJ, rencana teknis pengerahan dan penempatan transmigran, rencana teknis pemberdayaan
masyarakat transmigran dan masyarakat penduduk sekitar, serta penyusunan program tahunan menurut jenis, pola, lokasi dan tahun pembinaan.
Prosedur standar perencanaan permukiman transmigrasi Depnakertrans, 2003a, khususnya perencanaan permukiman transmigrasi dibagi dalam tiga
tahap utama dengan tahap perencanaan serta jenis dan keluaran peta seperti pada Tabel 2.
Tabel 2. Jenis dan keluaran peta dan tahap perencanaan permukiman transmigrasi
Tahap Perencanaan No
Jenis dan keluaran peta
I II
III
1 Jenis peta
Rencana Kerja WPP
Rencana Kerja SKP
Rencana Teknis SP
2 Skala peta
1:100.000 1:50.000
1:10.000 3
Luasan areal ha 20.000-30.000
4.000-6.000 1.500-3.000
4 Jumlah KK
10.000 2000
500
Perencanaan Tahap I Pada tahap ini perencanaan dibagi dalam dua bagian.
Pertama , yang
bersifat makro, sehingga pertimbangan yang digunakan bersifat makro, seperti konteks pembangunan nasional dan regional. Perencanaan ini lebih
menggambarkan struktur Satuan Wilayah Pengembangan, untuk itu peta yang digunakan masih bersifat makro dengan skala peta 1 : 250.000 seperti peta dan
data dasar yang dihasilkan oleh RePPProT. Regional Physical Planning Project
for Transmigration .
Kedua , melihat lingkup yang lebih kecil mikro dengan
memperhatikan areal yang secara fisik benar-benar potensial peta skala 1 : 100.000 berupa Rencana Kerangka Wilayah Pengembangan Partial RKWPP.
Selanjutnya rencana ini dikaitkan dengan aspek-aspek lain, seperti: aspek sosial,
37 ekonomi dan pengembangan tata ruang wilayahnya. Aspek pengembangan tata
ruang wilayah juga sangat berkait dengan pusat-pusat pelayanan regional yang ada atau yang akan dikembangkan. Keluaran dari dari perencanaan tahap satu
ini adalah perkiraan daya tampung transmigran beserta dengan tahapan pengembangannya untuk dijadikan masukan bagi perencanaan tahap
berikutnya. Perencanaan Tahap II
Studi perencanaan tahap dua merupakan langkah yang menekankan proses penyaringan untuk menghasilkan Rencana Kerangka Satuan Kawasan
Permukiman RKSKP, yang mempertimbangkan kesesuaian lahan, kondisi sosial ekonomi dan sosial-budaya, serta wawasan lingkungannya. Rencana
tersebut disajikan dalam peta berskala 1 : 50.000 dengan dukungan peta RePPProT, foto udara dan data sekunder lainnya yang berhubungan dengan
kondisi fisik iklim, hidrologi, pertanian dan kehutanan. Indikasi tentang kemungkinan dikembangkannya pola usaha baru seperti PIR-Trans, HTI-Trans,
juga akan ditunjukkan dalam studi ini. Oleh karena itu rencana ini harus sudah melalui pembahasan dan koordinasi yang lebih luas. Keluaran dari perencanaan
ini sudah dapat menggambarkan batas masing-masing SKP dan SP yang ada di dalamnya, disertai dengan pusat SKP, perkiraan alinemen jalan poros dan jalan
penghubung serta daya tampung setiap SKP yang berkaitan dengan pola usaha yang ada di dalamnya.
Perencanaan Tahap III Perencanaan tahap III meliputi dua bagian, yaitu Tahap IIIA yang dikenal
dengan Rencana Teknis Satuan Permukiman RTSP dan Tahap IIIB, yang dikenal dengan Studi Perwujudan Manfaat Ruang. Perencanaan tahap IIIA
dilakukan sebelum kegiatan pembukaan lahan, sedangkan perencanaan tahap IIIB dilakukan setelah lahan dibuka. Keluaran dari perencanaan tahap IIIA adalah
informasi umum mengenai pencapaian lokasi, iklim dan kondisi sosial ekonomi, kelayakan fisik, rencana pengembangan pemukiman dan informasi kelayakan
usaha transmigran. Sedangkan keluaran perencanaan tahap IIIB adalah peta detail tata ruang Satuan Pemukiman Transmigrasi dengan skala peta 1 : 5.000.
Peta detail tata ruang SPT mencakup: batas masing-masing blok lahan untuk Lahan Pekarangan LP, Lahan Usaha I LU I beserta penomoran untuk
pemilikannya dan lokasi fasilitas umum serta alinemen jalan, rencana lahan
38 usaha II LU II yang digambarkan dalam bentuk blok dan mencantumkan luas
serta daya tampung, dan kelengkapan lain pada peta sesuai standar kartografi yang telah ditentukan. Gambar detail ini dibuat berdasarkan peta
As Built Drawing
ABD pembukaan lahan dan penyiapan lahan, jalan porospenghubung dan jalan desa, serta kapling-kapling yang terikat dalam satu sistem pengukuran
yang lebih luas, sehingga tidak terlepas dari konteks perencanaan tahap IIIA. Pembangunan kawasan transmigrasi dilakukan melalui tahapan
perencanaan pembangunan permukiman, tahapan konstruksi pembangunan permukiman, dan tahapan pembinaan permukiman. Dalam tahapan konstruksi
pembangunan permukiman secara garis besar dapat dikelompokkan kedalam berbagai bidang kegiatan seperti berikut:
1. Bidang penyiapan permukiman berupa kegiatan pembukaan lahan dan penyiapan lahan pekarangan dan lahan usaha, pembangunan prasarana
infrastruktur permukiman, penyiapan bangunan perumahan dan fasilitas umum serta uji coba pertanaman
test farm . Kegiatan pembukaan lahan dan
penyiapan lahan meliputi kegiatan pengolahan lahan dengan pembajakan dan penggaruan di Lahan Pekarangan LP seluas 0,25 ha KK dengan
kondisi siap tanam dengan maksud pada saat transmigran datang sudah dapat memanfaatkan lahan pekarangan untuk usahatani. Sedangkan Lahan
Usaha I LU-I seluas 0,75 ha KK, penyiapan lahannya sampai dengan kondisi siap olah dan Lahan Usaha II LU-II seluas 1 ha KK tidak dibuka.
Kemudian dilanjutkan dengan pembuatan tapak rumah di lahan pekarangan dengan maksud diatasnya akan dibangun rumah transmigran ukuran 36 m
2
dengan konstruksi dinding dari papan kayu dan atap dari asbes gelombang atau seng gelombang. Juga dibangun fasilitas umum dan fasilitas sosial yang
terdiri dari balai desa, rumah dan kantor petugas, tempat ibadah, puskesmas pembantu, sekolah dan gudang. Pembangunan prasarana infrastruktur
permukiman yang terdiri dari pembangunan jalan penghubung, jalan poros dan jalan desa beserta jembatan dan gorong-gorong.
2. Bidang pengerahan transmigran antara lain berupa penyiapan sarana transit, angkutan, kesehatan, peralatan dan logistik, penempatan lokasi sasaran dan
penyiapan bahan penyuluhan, penyuluhan umum dan kampanye, penyuluhan spesifik dan selektif, pendaftaran dan seleksi serta pelatihan
dasar umum bagi para transmigran.
39 3. Bidang penempatan transmigran antara lain berupa kegiatan pembuatan
Surat Perintah Pemberangkatan SPP, penampungan di transito, pemberangkatan dengan moda angkutan darat, laut, dan atau udara,
penampungan sementara di unit pemukiman transmigrasi UPT, serta penempatan dan pembagian lahan pekarangan yang di atasnya telah
dibangun rumah transmigran dan Lahan Usaha I LU-I dan Lahan Usaha II LU-II.
4. Bidang pembinaan, tahapan ini dilaksanakan mulai tahun pertama penempatan
transmigran yang
juga merupakan
tahun pertama
pemberdayaan masyarakat transmigran dan pemberdayaan lingkungan permukiman yang dilakukan selambat-lambatnya lima tahun setelah
penempatan T+1 sampai dengan T+5. Dalam kenyataannya tahap operasi ini merupakan upaya pemberdayaan masyarakat transmigran dan penduduk
lokal di sekitarnya, yang utamanya dilakukan melalui upaya membantu mereka mengurangi pengeluaran dan meningkatkan penghasilan. Untuk itu
ditempuh upaya 3 strategi inti Yudohusodo 1998, yaitu; a Pembangunan manusia berupa: penyediaan kebutuhan dasar, pendidikan dan kesehatan,
b Kebutuhan untuk hidup berupa pekerjaan, pendapatan dan kesejahteraan sosial, dan c Penyediaan fasilitas umum dan fasilitas sosial, antara lain
berupa prasarana kegiatan ekonomi dan prasarana kegiatan sosial.
2.4 Pengembangan Pertanian Lahan Kering