II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan adalah sebuah proses produksi dan konsumsi dimana materi dan energi diolah dengan menggunakan faktor produksi, seperti modal,
mesin, tenaga kerja, dan bahan baku. Dalam hal penyediaan bahan baku dan proses produksi kegiatan pembangunan dapat membawa dampak kepada
lingkungan alam dan masyarakat sekitarnya transmigran, yang pada gilirannya akan berdampak kepada keberlanjutan pembangunan.
Pembangunan berkelanjutan berorientasi pada tiga pilar tujuan yaitu ekonomi, sosial, dan ekologi Munasinghe, 1993 . Pilar pertama adalah
pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan, stabilitas dan efisiensi. Pilar kedua adalah pembangunan sosial yang bertujuan pengentasan
kemiskinan, pengakuan jati diri dan pemberdayaan masyarakat. Sedangkan pilar ketiga adalah pembangunan lingkungan yang berorientasi pada perbaikan
lingkungan seperti sanitasi lingkungan, industri yang lebih bersih dan rendah emisi, dan kelestarian sumberdaya alam. Tiga pilar pembangunan berkelanjutan
dengan tujuan ekonomi, sosial dan lingkungan dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Pilar-pilar pembangunan berkelanjutan dengan tujuan sosial, ekonomi dan lingkungan Munasinghe, 1993
18 Pendekatan ekonomi untuk pembangunan berkelanjutan didasarkan pada
maksimisasi pendapatan yang dapat digeneralisasikan saat pemeliharaan aktiva modal yang menghasilkan keuntungan manfaat. Hal ini merupakan konsep
optimalisasi dan penerapan efisiensi ekonomi dalam menggunakan sumberdaya alam. Dimensi ekonomi merupakan bagian yang penting dan selalu
berkontradiksi dengan kepentingan pelestarian sumberdaya alam. Pendekatan ekologi untuk pembangunan berkelanjutan difokuskan pada keseimbangan
sistem biologi dan sistem fisik, terutama pentingnya kelangsungan hidup subsistem yang kritis untuk keseimbangan global dari ekosistem yang
menyeluruh. Perlindungan terhadap keanekaragaman hayati adalah aspek kunci. Sistem alami dapat diinterpretasikan ke dalam seluruh aspek biosfer,
termasuk lingkungan buatan manusia seperti pemukiman transmigrasi. Pendekatan sosial budaya dalam pembangunan berkelanjutan adalah berusaha
untuk memelihara stabilitas sistem sosial dan budaya, yang mempunyai bentuk- bentuk dan perilaku yang sudah terpolakan, menciptakan kepercayaan dan nilai-
nilai bersama yang dirancang untuk memberi makna bagi tindakan kolektif. Pandangan pembangunan berkelanjutan yang dikemukakan oleh Moffatt
dan Hanley 2001, bahwa pembangunan berkelanjutan merupakan bagian penting yang harus mengintegrasikan komponen-komponen sumberdaya, yaitu
komponen ekonomi, komponen sosial budaya dan komponen lingkungan secara serasi dan seimbang. Pemanfaatan komponen-komponen sumberdaya secara
serasi dan seimbang dimaksudkan untuk optimalisasi pemanfaatan sumberdaya pada saat sekarang tanpa mengurangi kesempatan dan pemenuhan kehidupan
generasi pada saat mendatang. Harger dan Meyer 1996 menyatakan bahwa, dari masing-masing
dimensi utama dalam pembangunan berkelanjutan tersebut diuraikan dalam beberapa kategori yakni ekologi, ekonomi, dan sosial. Dimensi ekologi dengan
kategori: penggunaan energi; atmosfir; iklim; sistem yang berhubungan dengan air
aquatic system ; sistem terestrial;
natural hazard dan biosfer. Dimensi sosial
dengan kategori: pertanian; penduduk; kesehatan; urban system
; kemiskinan; politik; pengelolaan lingkungan; pendidikan;
rural system ;
fasilitas publik dan infrastruktur dan masyarakat dan budaya. Dimensi ekonomi dengan kategori:
pertambangan; pertimbangan militer; telekomunikasi; perdagangan; industri; transportasi; bantuan luar negeri dan alih teknologi. Gilbert 1996 menyatakan
bahwa pada prinsipnya indikator pembangunan berkelanjutan mempunyai dua
19 jenis atau tipe utama, yaitu: pemanfaatan sumberdaya alam yang bersifat
pressure of environment dan akibat atau dampak dari pemanfaatan sumberdaya
alam yang bersifat impact of environment
. Dari berbagai pendapat mengenai pembangunan berkelanjutan, nampak
bahwa setiap pembangunan harus memenuhi ketiga pilar dan ketiga indikator pembangunan berkelanjutan. Pemenuhan kebutuhan dan aspirasi manusia
adalah tujuan utama pembangunan. Pembangunan berkelanjutan mengharuskan dipenuhinya kebutuhan dasar bagi semua generasi dan diberinya kesempatan
kepada semua generasi untuk mengejar cita-cita akan kehidupan yang lebih baik. Kebutuhan yang wajar ditentukan secara sosial dan kultural, dan
pembangunan berkelanjutan menyebarluaskan nilai-nilai yang menciptakan standar konsumsi yang berada dalam batas-batas kemampuan ekologi.
Komisi Nasional Mekanisme Pembangunan Bersih 2005 menyatakan, kriteria dan indikator pembangunan berkelanjutan yang digunakan dikategorikan
menjadi empat kelompok, yaitu: keberlanjutan lingkungan, keberlanjutan ekonomi, keberlanjutan sosial, dan keberlanjutan teknologi. Tiga kriteria pertama
adalah mengenai dampak lokal, sehingga batas wilayah adalah lokal. Lebih spesifik lagi, lingkup untuk kategori kriteria keberlanjutan lingkungan adalah
wilayah yang mengalami dampak ekologis langsung akibat pembangunan. Sementara lingkup untuk kategori kriteria keberlanjutan ekonomi dan sosial
adalah batas administratif kabupaten. Bila dampak ekonomi dan sosial dirasakan lintas kabupaten maka batas administratsi yang digunakan adalah semua
kabupaten yang terkena dampak. Berbeda dengan ketiga kategori kriteria lainnya, batas dari keberlanjutan teknologi adalah di tingkat nasional.
Implementasi konsep pembangunan berkelanjutan telah diterapkan pada banyak negara dan oleh berbagai lembaga dengan mengembangkan indikator
keberlanjutan antara lain: Center for International Forestry Research
- Cifor 1999 mengembangkan sistem pembangunan kehutanan berkelanjutan dengan
mengintegrasikan aspek ekologi, ekonomi, sosial, dan kelembagaan. Food and
Agriculture Organization - FAO 1995 mengembangkan indikator keberlanjutan
untuk pembangunan wilayah pesisir berdasarkan aspek ekologi, ekonomi, sosial, kelembagaan, teknologi, dan pertahanan keamanan.
Charles 1994 menyatakan bahwa pembangunan yang berkelanjutan haruslah mengakomodasikan ketiga aspek yaitu:
ecological sustainability keberlanjutan ekologi,
socioeconomic sustainabilty keberlanjutan sosio-
20 ekonomi,
community sustainability keberlanjutan masyarakat. Prasyarat untuk
mencapai keberlanjutan ketiga aspek tersebut maka diperlukan institutional
sustainability keberlanjutan kelembagaan yang menyangkut memelihara aspek
finansial dan administrasi yang sehat. Dengan demikian jika setiap komponen dilihat sebagai komponen yang penting untuk menunjang keseluruhan proses
pembangunan berkesinambungan, maka kebijakan pembangunan yang berkesinambungan haruslah mampu memelihara tingkat yang
reasonable dari
setiap komponen sustainable
tersebut. Dengan kata lain keberlanjutan sistim akan menurun melalui kebijakan yang ditujukan hanya untuk mencapai satu
elemen keberlanjutan saja. Pembangunan berkelanjutan mempunyai indikator-indikator:
culture- ecology interface
, didefinisikan bahwa, pembangunan berkelanjutan merupakan fungsi yang integratif dari nilai-nilai sosial budaya yang menyatu terhadap
ekosistem. Indikator yang termasuk dalam perubahan etika lingkungan, komitmen untuk menjaga keseimbangan
political-cultural dan
ecoturism ;
culture- economy interface
, menggambarkan fungsi tujuan di dalam nilai-nilai non market
dan keputusan untuk menjaga konservasi lingkungan untuk tujuan budaya. Nilai- nilai kultural ekonomi lebih tinggi, demikian juga refleksinya terhadap politik,
institusi dan struktur hukum; dan economy-ecology interface
, menggambarkan fungsi tujuan dalam termin dari nilai-nilai ekonomi dan
cost benefit analysis Rustiadi
et al., 2004.
Pembangunan selain memperhatikan aspek keberkelanjutan, juga harus didekati dengan pendekatan yang menyeluruh yang menyangkut berbagai
dimensi. Alder et al
. 2000 melihat bahwa pendekatan yang holistik tersebut harus mengakomodasi berbagai komponen yang menentukan keberlanjutan
pembangunan. Komponen tersebut menyangkut aspek ekologi, ekonomi teknologi, sosiologi dan aspek etis. Dari setiap komponen atau dimensi ada
beberapa atribut yang harus dipenuhi yang merupakan indikator keragaan sumberdaya sekaligus indikator keberlanjutan.
Dalam kaitan dengan pengembangan kawasan, khususnya di wilayah yang terisolasi, maka dimensi aksesibilitas menjadi faktor yang perlu
diperhatikan. Aspek aksesibilitas menjadi penting dalam pengembangan kawasan didukung oleh prinsip penetapan sistem jaringan transportasi di
Kalimantan telah dijelaskan dalam naskah akademis penyusunan RTR pulau Kalimantan dan Kajian Ekonomi Wilayah Kalimantan yakni menghubungkan
21 pusat-pusat pertumbuhan kota-kota secara hirarki dan sistemik sesuai UU No
38 tahun 2004 tentang jalan, untuk mewujudkan efisiensi struktur wilayah, dan meningkatkan efisiensi dan aksesibilitas pergerakan melalui pemanfaatan sistem
intermoda jaringan jalan dan angkutan sungai sesuai koridor masing-masing Djakapermana, 2006. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2
Tahun 1999 tentang penyelenggaraan transmigrasi pada pasal 13 ayat 1 dan 2, menyatakan bahwa salah satu syarat kawasan yang diperuntukkan sebagai
rencana Wilayah Pengembangan Transmigrasi adalah mempunyai kemudahan hubungan antar kota atau wilayah yang sedang berkembang.
Kriteria keberlanjutan lingkungan adalah dengan menerapkan konservasi atau diversifikasi pemanfaatan sumberdaya alam
dengan indikator: a
terjaganya keberlanjutan fungsi-fungsi ekologis; b tidak melebihi ambang batas baku mutu lingkungan yang berlaku, nasional dan lokal tidak menimbulkan
pencemaran udara, air, tanah; c terjaganya keanekaragaman hayati genetik, spesies, dan ekosistem dan tidak terjadi pencemaran genetika; d dipatuhinya
peraturan tata guna lahan atau tata ruang. Kriteria keselamatan dan kesehatan masyarakat lokal, dengan indikator :
a tidak menyebabkan timbulnya gangguan kesehatan; b dipatuhinya peraturan keselamatan kerja; c adanya prosedur yang terdokumentasi yang
menjelaskan usaha-usaha yang memadai untuk mencegah kecelakaan dan mengatasi bila terjadi kecelakaan.
Keberlanjutan ekonomi dengan kriteria kesejahteraan masyarakat lokal dan indikatornya adalah : a tidak menurunkan pendapatan masyarakat lokal; b
adanya kesepakatan dari pihak-pihak yang terkait untuk menyelesaikan masalah- masalah PHK sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku; c adanya
upaya-upaya untuk mengatasi kemungkinan dampak penurunan pendapatan bagi sekolompok masyarakat; d tidak menurunkan kualitas pelayanan umum
untuk masyarakat lokal. Keberlanjutan sosial dengan kriteria partisipasi masyarakat dengan
indikator yaitu adanya proses konsultasi ke masyarakat lokal dan adanya tanggapan dan tindak lanjut terhadap komentar, keluhan masyarakat lokal.
Kriteria lain yaitu pembangunan yang dilakukan tidak merusak integritas sosial masyarakat dengan indikator tidak menyebabkan konflik di tengah masyarakat
lokal.
22 Keberlanjutan teknologi dengan kriteria terjadi alih teknologi dan
indikatornya adalah tidak menimbulkan ketergantungan pada pihak asing dalam hal pengetahuan dan pengoperasian alat
know-how , tidak menggunakan
teknologi yang masih bersifat percobaan dan teknologi usang dan mengupayakan peningkatan kemampuan dan pemanfaatan teknologi lokal.
2.2 Pengembangan Wilayah