yaitu pemerintah, dunia usaha dan masyarakat serta efisien SHE karena mempertimbangkan potensi yang dimiliki untuk pengembangan pesisir dan
potensi bencana yang dapat terjadi Eriyatno, 2007.
2.3. Potensi Bencana Alam di Wilayah Pesisir
Pesisir sebagai kawasan peralihan yang menghubungkan ekosistem darat dan laut, selain kaya akan sumberdaya alam juga sangat rentan terhadap
perubahan akibat aktivitas manusia dan bencana alam Dahuri et al., 1996. Berdasarkan diskursus dengan pakar terkait diketahui bahwa di lokasi penelitian
terdapat enam elemen penyebab bencana alam yaitu angin kencangputing beliung, gempa bumi, tsunami, gelombang badai pasang, banjir, dan gerakan
tanah. Selanjutnya ada empat elemen sebagai akibat bencana yaitu abrasi, akresi, erosi dan intrusi air laut. Pada hakekatnya beberapa elemen diantaranya
saling terkait, sehingga untuk kepentingan penelitian ini hasil diskursus menetapkan sepuluh elemen tersebut merupakan elemen potensi bencana alam
yang perlu dikaji. Elemen potensi bencana alam tersebut adalah sebagai berikut
1. Angin KencangPuting Beliung
Angin kencangputing beliung terjadi akibat adanya perbedaan tekanan udara yang sangat tinggi pada zona tertentu di atmosfer. Perbedaan
tersebut menimbulkan gerakan putaran angin yang kuat, disertai dengan hujan lebat dan menimbulkan efek destruktif karena membawa energi yang besar.
Berbeda dengan badai tropis, angin kencangputing beliung berlangsung singkat, dari hitungan detik hingga beberapa menit. Di wilayah pesisir angin puting
beliung sulit dikurangi dampak merusaknya sekalipun dengan mangrove padat, karena datangnya angin tersebut dari atas Fritz and Blount, 2006.
2. Gelombang Laut
Berdasarkan gaya pembangkitnya, gelombang laut ocean wave secara garis besar dikelompokkan dalam tiga macam, yaitu:
• Gelombang angin atau ombak wind wave, gelombang ini dibangkitkan oleh
angin Macmillan, 1966; Mihardja dalam Latief, 2008 •
Gelombang pasang surut atau gelombang pasang tidal wave sering disebut pasang surut tide disingkat pasut yang terlihat secara kasat mata sebagai
pasang naik flood tide dan pasang surut ebb tide. Keadaan pasang surut ini di laut sangat ditentukan oleh posisi bumi – bulan – matahari. Pada waktu
bulan purnama dimana posisi bumi – bulan – matahari dalam satu garis lurus, maka muka laut saat pasang sangat tinggi dan sewaktu surut sangat
rendah. Bila posisi bumi–bulan–matahari membentuk sudut 90 derajat, maka muka laut saat pasang tidak terlalu tinggi dan saat surut tidak terlalu rendah
Macmillan, 1966; Latief, 2008. •
Gelombang badai storm surge, yaitu gelombang yang timbul akibat angin kuat atau badai storm yang menekan air laut ke arah garis pantai dengan
ketinggian kurang lebih empat meter mengakibatkan runtuhnya lereng gisik landfall. Badai tersebut terjadi akibat persentuhan uap yang dtiimbulkan
oleh kenaikan suhu muka air laut dengan lapisan atmosferr yang dingin dan basah sehingga terjadi perpindahan energi dari laut ke atmosfer Jika
gelombang badai terjadi pada saat pasang, maka kekuatan pasang dan kekuatan badai menyatu dan menghasilkan gelombang badai yang lebih
dahsyat. Fenomena ini dikenal sebagai gelombang badai pasang storm tide yang ketinggiannya kurang lebih enam meter Setyawan, 2007; Mihardja
dalam Latief, 2008; Hadi, 2008; www.geology.com
.
3. Tsunami
Tsunami adalah gelombang besar yang ditimbulkan oleh adanya gempabumi, keruntuhan, danatau letusan gunung api di dasar laut dengan
periode panjang yang mengganggu keseimbangan kondisi muka dan badan air laut yang terjadi secara spontan. Adapun pembangkit gelombang panjang
tsunami ini diantaranya adalah gempa bumi dangkal kedalaman epicentre kurang dari 40 km yang berpusat di tengah perairan dengan magnitude yang
cukup besar, yaitu lebih dari 6,4 SR. Syarat lainnya adalah gempa tektonik yang terjadi merupakan gempa vertikal yang melibatkan pergeseran vertikal
lempengan dengan luasan yang cukup besar. Berdasarkan jarak bangkitannya, tsunami dibedakan atas tiga jenis yaitu tsunami jarak pusat gempa ke lokasi
sejauh 200 km, terjadi kurang dari 30 menit, tsunami jarak menengah sejauh 200 -1000 km terjadi 30 menit–2 jam setelah gempa, dan tsunami jarak jauh
lebih dari 1000 km terjadi lebih dari 2 jam setelah gempa Diposaptono dan Budiman, 2006.
4. Abrasi
Abrasi atau kikisan laut dapat terjadi secara alami dengan adanya pengaruh perubahan arus akibat pertumbuhan suatu delta, dimana abrasi gisik beach
brasion tersebut merupakan upaya alami mencapai keseimbangan. Selain itu abrasi dapat berupa pengikisan gisik beach oleh gelombang, yang didorong
oleh angin akibat perubahan musim Latief, 2008.
5. Erosi
Ada tiga macam erosi yaitu erosi gisik beach yang dicirikan oleh adanya tebing laut sea cliff yang terjal dan terdapatnya singkapan endapan batuan,
erosi tebing sungai yang terjadi akibat gerusan arus sungai pada tebing sungaisungai besar dan erosi permukaan yang terjadi akibat adanya aliran air
permukaan yang menggerusi material hasil pelapukan Latief, 2008.
6. Gerakan Tanah
Gerakan tanah dapat terjadi apabila di bawah lapisan yang keras dijumpai adanya lapisan dengan kompresibilitas tinggi. Jenis gerakan tanah yang
sering terjadi adalah longsoran dan amblesan. Apabila beban di atas lapisan keras melebihi daya dukung yang diijinkan maka kemungkinan besar akan terjadi
longsorkeruntuhan land slide atau amblesanperosokan settlementland subsidence. Daerah yang berpotensi terjadinya gerakan tanah yaitu daerah
pematang pantai, di mana lapisan keras berada pada kedalaman 5-10 meter dan dibawahnya terdapat lapisan lempunglanau lunak Puradimaja, 2007b.
7. Gempa bumi
Gempa bumi merupakan peristiwa alam, terjadi secara mendadak, timbul karena adanya pelepasan energi, sebagai akibat pergeseran relatif
batuanlempeng tektonikkerak bumi, dalam banyak kasus menimbulkan banyak kerugian harta benda bahkan benda dan korban manusia Puradimaja, 2007a.
Gempa bumi tektonik merupakan penyebab utama terjadinya tsunami, mencapai 90.3 kejadian, dan selebihnya disebabkan oleh erupsi gunung berapi dan
longsoran kerak bumi. Berdasarkan database kejadian tsunami, di wilayah Lautan Hindia, yang meliputi Indonesia, Filipina dan Taiwan tercatat 282 kejadian
tsunami dari tahun 1600 – 2005, dan sebagian besar berada pada zona subduksi kepulauan Indonesia – Filipina ITDBWRL, 2005 dalam Latief dan Hadi, 2006.
8. Banjir
Kondisi yang terjadi adalah debit air sungai melebihi volume maksimum kapasitas alur sungai. Biasanya banjir yang terjadi tidak berlangsung lama
karena air cepat mengalir ke daerah yang lebih rendah dan ke laut. Hal yang harus diwaspadai adalah banjir bandang akibat perubahan lahan di daerah hulu
Puradimaja, 2007a.
9. Akresi
Akresi muncul akibat adanya pendangkalan di muara sungai yang disebabkan oleh tingginya kandungan material tersedimentasi yang berasal dari
hasil erosi akibat aktivitas`manusia di bagian hulu. Oleh karena itu, kecepatan timbulnya akresi dapat diperlambat dengan aktivitas penghijauan di areal
tangkapan air dan sekitar bendungan.
10. Intrusi Air Laut
Meluasnya intrusi air laut selain diakibatkan oleh terjadinya kenaikan muka air laut juga dipicu oleh terjadinya land subsidence akibat penghisapan air
tanah secara berlebihan untuk berbagai keperluan pemukiman dan industri. Pengambilan air tanah yang tidak seimbang dengan pemasukan air dari
permukaan mengakibatkan air laut yang lebih berat masa jenisnya langsung masuk ke akuifer tempat penampungan air di dalam tanah hingga mengendap.
2.4. Konsep Pembangunan Berkelanjutan