Model Studi Potensi Pengembangan Wilayah Pesisir

program pembangunannya. Pada saat melihat fakta kondisi yang ada, maka kepentingan tiap program dapat bersifat 1 harus segera dilaksanakan segera, 2 dapat dilakukan di saat yang lain, dan 3 dapat dilakukan pada tahap selanjutnya. Sementara bila dilihat dari karakteristiknya, program satu dengan program lainnya dapat bersifat 1 komplementer, output yang ada menjadi input bagi yang lain atau 2 tidak terkait langsung satu sama lain. Atas dasar kondisi tersebut, maka daftar program yang tersusun perlu disusun urutan prioritasnya, yang berarti mengenali lebih dalam urgensi dan karakteristik tiap program yang ada dikaitkan dengan keberadaan program yang lain. Keperluan untuk menentukan prioritas program dalam perencanaan pembangunan daerah semakin terasa penting jika dikaitkan dengan pelaksanaan otonomi daerah saat ini. Salah satu ciri utama otonomi daerah, sebagaimana yang tersirat dalam UU No. 25 Tahun 1999, adalah daerah otonom memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelola dan menggunakannya sendiri untuk pembiayaan pembangunan daerah. Permasalahan banyak muncul ketika pemerintah daerah otonom mulai merencanakan anggaran pembangunan sektoral. Disini sering kali terlihat penempatan anggaran pembangunan sering tidak sesuai dengan potensi wilayah yang ada. Sektor yang sebenarnya menjadi tulang punggung perekonomian daerah malah diinjeksi dana pembangunan lebih sedikit dibandingkan sektor yang kurang berperan terhadap perekonomian setempat. Terkait dengan kondisi semacam ini maka penting sekali untuk dilakukan suatu studi penyusunan program pembangunan sektoral yang lebih efektif untuk dijadikan sebagai prioritas pembangunan daerah di Jawa Barat, khususnya yang berada di wilayah pesisir yakni Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Ciamis.

6.2. Model Studi Potensi Pengembangan Wilayah Pesisir

Data potensi pengembangan wilayah merupakan basis data yang dirancang untuk melayani kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan pemilihan potensi pengembangan wilayah pesisir. Basis data potensi pengembangan wilayah memberikan data kepada sub model selanjutnya tetap dikatakan model potensi pengembangan wilayah dan Model Kebijakan Pengembangan Wilayah Pesisir yang Berkelanjutan dan Berperspektif Mitigasi Bencana selanjutnya disebut MKP2B2MB untuk menentukan potensi wilayah unggulan yang dikembangkan dalam rekayasa model ini. Masukan pada basis data potensi pengembangan wilayah pesisir terdiri dari data potensi pengembangan wilayah pesisir serta faktor ekternal dan internal yang berpengaruh terhadap potensi wilayah tersebut. Data potensi pengembangan wilayah pesisir dianalisis dengan metode ASWOT yang merupakan gabungan dari AHP dan SWOT. SWOT adalah suatu metode analisis yang didasarkan pada logika dapat memaksimalkan kekuatan strengths dan peluang oppotunities, namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan weakness dan ancaman threats Rangkuti dalam Marimin, 2005. AHP adalah suatu metode pengambilan keputusan yang dapat menyederhanakan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategik, dan dinamik menjadi bagian-bagian kecil yang tertata dalam suatu hierarki sehingga dapat ditangani dengan lebih mudah Marimin, 2005. Dengan demikian penggabungan kedua metode ini akan lebih memudahkan lagi, karena komponen SWOT secara grafis tertata secara berjenjang Gambar 25. Gambar 25. Garis besar alat analisis ASWOT Selanjutnya pembahasan akan diawali dengan penyelesaian SWOT untuk mengetahui faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi wilayah pesisir. Secara konseptual analisis faktor-faktor eksternal dan internal mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut Humprey, 1960 : Analisis SWOT Komponen SWOT sebagai faktor dalam struktur AHP Analisis AHP Struktur ASWOT Penilaian ASWOT - Pairwise comparison - Integrasi Multi Pakar - Consistency Ratio 0,1 Hasil ASWOT Alternatif potensi pengembangan yang memiliki bobot tertinggi 1 Mengidentifikasikan faktor-faktor eksternal yang secara strategis merupakan peluang dan ancaman terhadap pelaksanaan pembangunan wilayah pesisir 2 Mengidentifikasikan faktor-faktor kunci internal yang merupakan kekuatan dan kelemahan yang dihadapi dalam pembangunan wilayah pesisir. 3 Mengumpulkan data dan informasi mengenai faktor-faktor tersebut. 4 Apabila dianggap perlu, membuat proyeksi mengenai perkembangan faktor- faktor tersebut selama periode perencanaan. Data faktor ekstenal dan internal yang diperoleh dari hasil analisis SWOT tersebut, selanjutnya diolah dengan AHP untuk menentukan potensi pengembangan wilayah pesisir dan wilayah studi. Sesuai dengan bahan referensi yang dipublikasikan oleh berbagai institusi terkait, maka faktor eksternal dan internal yang berpengaruh sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 20. Penggunaan kedua metode tersebut SWOT dan AHP yang selanjutnya disebut ASWOT, dimaksudkan untuk penelusuran permasalahan secara bertahap dan membantu pengambilan keputusan dalam memilih strategi terbaik dengan cara: 1 Membandingkan secara kuantitatif dari segi biayaekonomis, manfaat dan risiko dari setiap alternatif. 2 Mengamati secara sistematis dan meneliti ulang tujuan dan alternatif strategi atau cara bertindak untuk mencapai tujuan, dalam hal ini kebijakan yang baik; 3 Memilih alternatif terbaik untuk diimplementasikan. 4 Membuat strategi pemanfaatan ruang secara optimal, dengan cara memilihmenentukan prioritas kegiatan. Dalam ASWOT, penelitian prioritas kebijakan dilakukan dengan menangkap secara rasional persepsi stakeholder, kemudian mengkonversi faktor-faktor yang tidak terukur intangible menjadi faktor-faktor yang terukur tangible, sehingga dapat dibandingkan. Secara umum struktur ASWOT untuk masing-masing wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 26. Tabel 20. Faktor-faktor internal dan eksternal pengembangan wilayah di Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Indramayu Faktor Kunci Kabupaten Indramayu Kabupaten Ciamis Internal a. Kekuatan strengths 1. Memiliki potensi sumberdaya perikanan pantai dan tambak dengan panjang pantai 114 km dan luas tambak 11.939 ha 0,017 2. Memiliki pangkalan pendaratan ikan PPI sebanyak 14 buah dan jumlah nelayan yaitu 1.563.390 jiwa 34,5 0,033 3. Dukungan prasarana dan sarana perikanan yang memadai 242 buah kapal motor dan 3.782 buah perahu motor 0,029 4. Memiliki 1 tempat pariwisata dalam keadaan rusak parah pantai Tirtamaya dan 1 tempat belum dikembangkan P. Biawak 0,047 5. Dekat dengan 2 tempat pemasaran produk perikanan domestik dan ekspor Jakarta dan Bandung 0,077 6. Memiliki potensi sumberdaya migas minyak mentah 3.396.210 per tahun dan gas alam 28,767 MMSCF per tahun serta 2 kilang minyak Balongan dan Mundu 0,048 1. Memiliki potensi sumberdaya ikan di wilayah ZEEI, dengan panjang pantai 91 km dan luas tambak 2.782,42 ha 0,064 2. Memiliki pangkalan pendaratan ikan PPI sebanyak 10 tempat pelelangan ikan TPI dan 6 kolam dinas dan jumlah nelayan yaitu 97.822 jiwa 0,057 3. Memiliki prasarana dan sarana transportasi darat kereta api, mobil, laut 4 buah kapal motor dan 2,071 buah perahu motor dan udara bandara Nusa Wiru 0,032 4. Memiliki 2 tempat wisata andalan yang terawat baik Pangandaran dan Batu Karas 0,021 5. Dekat dengan 1 tempat pemasaran produk perikanan Bandung 0,039 6. Memiliki potensi sumberdaya pertambangangalian 0,037 b. Kelemahan Weakness 1. Kurang baiknya teknologi handling produksi pasca panen sehingga mengurangi tingkat mutu produksi perikanan yang akan dipasarkan 0,035 2. Belum memadainya prasarana dan sarana PPI seperti pemecah ombak, peredam abrasi, air bersih, tempat pengolahan hasil perikanan, waserda, bengkel, dan lain-lain 0,023 3. Kondisi alam dengan gelombang pasang 0,074 4. Tingginya laju abrasi dan pendangkalan sungai 0,025 5. Masih terjadi konflik antar nelayan, khususnya pengguna jaring arad pukat dengan jenis alat tangkap lainnya 0,030 6. Kelembagaan penanggulangan bencana di daerah masih lemah 0,034 7. Belum memadainya peran CSR baru dimulai tahun 2007 0,029 1. SDA ikan tidak dimanfaatkan optimal akibat rendahnya daya jangkau dan teknologi nelayan ke daerah penangkapan ikan 0,031 2. Kurang memiliki prasarana dan sarana perikanan yang memadai 0,025 3. Kondisi alam dengan tsunami 0,051 4. Degradasi ekosistem akibat kegiatan pemanfaatan yang salah bom, potas 0,016 5. Konflik antar kepentingan, yaitu pariwisata dan perikanan penggunaan pantai untuk kegiatan yang berbeda yang menyebabkan rendahnya kerjasama stakeholder dan pencemaran akibat kegiatan pariwisata sampah yang berserakan di pantai 0,055 6. Kelembagaan penanggulangan bencana di daerah masih lemah 0.008

7. Lemahnya kualitas SDM 0,065

Eksternal a. Peluang Opport 1. Belum optimalnya pemanfaatan potensi wilayah pesisir 0,091 2. Kebutuhan dan permintaan pasar domestik dan luar negeri 0,056 3. Pengembangan hutan mangrove sebagai obyek wisata bahari tersebar disepanjang 161,72 km garis pantai 0,039 4. Dukungan regulasi UU No.22 tahun 1999 dan PP No.25 tahun 2000 0,063 1. Belum optimalnya pemanfaatan potensi wilayah pesisir 0,098 2. Kebutuhan dan permintaan pasar domestik dan luar negeri 0,073 3. Pengembangan paket wisata bahari marineculture 0,032 4. Dukungan regulasi UU No.22 tahun 1999 dan PP No.25 tahun 2000 0,047 b. Ancaman Threats 1. Bertambah banyaknya negara yang menerapkan persyaratan kualitas produk ISO 9000, ISO 14000, HACCP 0,036 2. Peningkatan persaingan pasar domestik dan dunia dengan kabupaten lain 0,038 3. Sedimentasi muara akibat penyodetan sungai Cimanuk 0,029 4. Kesadaran terhadap bencana kurang 0,028 5. Adanya embargo dunia terhadap hasil perikanan budidaya 0,031

6. Berubahnya orientasi pekerjaan 0,087

1. Bertambah banyaknya negara yang menerapkan persyaratan kualitas produk ISO 9000, ISO 14000, HACCP 0,072 2. Peningkatan persaingan pasar domestik dan dunia dengan kabupaten lain 0,035 3. Sedimentasi muara Sagara Anakan akibat penyodetan sungai di Cilacap 0,026 4. Kesadaran terhadap bencana kurang 0,016 5. Adanya embargo dunia terhadap hasil perikanan budidaya 0,067 6. Banyaknya pencurian ikan di ZEEI 0,036 Sumber : Renstra Pengembangan Bisnis Kelautan Provinsi Jawa Barat dimodifikasi melalui diskursus dengan pakar dan praktisi. 105 Gambar 26. Garis besar hirarki identifikasi potensi pengembangan wilayah pesisir berdasarkan metode ASWOT Keterangan : a, b, c, .....dan seterusnya = Faktor-faktor internal dan eksternal mengenai pengembangan wilayah pesisir hasil analisis SWOT IDENTIFIKASI POTENSI PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR STRENGHTS WEAKNESS OPPORTUNITIES THREATS g Perkebunan Pariwisata Level 1. Fokus Komponen SWOT Level 2. Faktor SWOT Level 3. Potensi Pengembangan Wilayah Pesisir h i j k l a Pertambangan Perikanan b c d e f Pertanian 105

6.3. Analisis Identifikasi Potensi Pengembangan Wilayah Pesisir

Wilayah pesisir Jawa Barat khususnya di Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Ciamis memiliki potensi sumberdaya yang cukup beragam baik potensi sumberdaya yang dapat diperbaharui maupun yang tidak dapat diperbaharui. Potensi sumberdaya pesisir tersebut meliputi pertambangan minyak dan gas bumi, perikanan mangrove, terumbu karang, rumput laut, padang lamun, budidaya tambak, budidaya laut, perikanan laut dan konservasi, pariwisata wisata bahari, pertanian dan perkebunan. Masing-masing potensi wilayah tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

6.3.1. Kabupaten Indramayu

Sebagai salah satu kabupaten pesisir di utara Jawa Barat, Indramayu memiliki potensi pesisir yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat daerah sebagaimana terlihat pada Gambar 27.

6.3.1.1. Minyak dan Gas bumi

Pada tahun 1977 telah diresmikan kilang LPG Mundu di Kecamatan Karangampel, Indramayu, kapasitas terpasang mengolah bahan baku natural gas sebesar 1.000.000 NM 3 hari 37 MMSCFD. Bahan baku adalah non assosiated gas sebesar 600.000 NM3hari dan associated gas sebesar 400.000 NH 3 hari. Dalam rangka tersedianya bahan bakar minyak BBM, Pertamina mengoperasikan beberapa kilang minyak di Indonesia, salah satunya yaitu di Kecamatan Balongan, Kabupaten Indramayu. Kilang UP VI Balongan dengan luas area kilang adalah sekitar 250 ha, dapat memenuhi kebutuhan BBM untuk DKI Jakarta 40 dan sebagian Jawa Barat Bapeda Jabar, 2007. Tabel 21. Potensi minyak dan gas bumi di Kabupaten Indramayu No. Produk minyak dan gas bumi Jumlah 1. LPG 100 tonhari 2. Minasol-M 56 klhari 3. Lean Gas 656.00 N3Mhari Sumber : Departemen ESDM dalam Puradimaja 2007 Gambar 27. Potensi pengembangan wilayah pesisir Kabuipaten Indramayu 107