pasang, banjir, intrusi air laut, abrasi, akresi, erosi, dan gerakan tanah yaitu longsorankeruntuhan tanah land slide dan amblesanperosokan settlement
land subsidence. Namun berdasarkan hasil diskursus dengan para pakar diketahui bahwa secara spesifik jenis bencana yang berpotensi terjadi di pesisir
Indramayu adalah angin kencangputing beliung, gelombang badai pasang, banjir, intrusi air laut, abrasi, akresi, erosi dan gerakan tanah jenis
amblesanperosokan settlementland subsidence. Di Pesisir Ciamis adalah angin kencangputing beliung, gelombang laut, banjir, erosi, gerakan tanah jenis
longsorkeruntuhan land slide, Gempa bumi, tsunami, abrasi, akresi, dan intrusi air laut.
7.3.1. Kabupaten Indramayu 7.3.1.1. Angin KencangPuting Beliung
Iklim di Pantura Jawa Barat tidak lepas dari iklim Indonesia yang dipengaruhi oleh angin muson yang mengakibatkan dua musim yaitu musim
barat dan timur Puradimaja, 2007. Pada saat musim angin barat, angin kencang menyebabkan gelombang tinggi dari wilayah barat ke timur. Namun
pada musim angin timur, angin kencang menyebabkan gelombang tinggi dari wilayah timur ke arah barat. Fenomena ini berdampak pada perilaku gelombang
yang mengkikis lereng pemisah darat dan laut sehingga mengakibatkan abrasi Puradimaja, 2007. Selain angin kencang tersebut, masyarakat pantura juga
mengenal angin puting beliung seperti yang baru terjadi pada awal tahun 2008 dan telah merusak 90 rumah di dua desa Pesisir Indramayu Nugroho, 2008.
Angin puting beliung dikenal dengan beberapa istilah lokal misalnya di Cirebon dikenal dengan angin kumbang, sedangkan di Kabupaten Bandung dikenal
dengan angin puyuh atau sirit batara Zakir et al., 2006.
7.3.1.2. Gelombang Badai Pasang
Kajian yang dilakukan terhadap wilayah Indramayu dengan metode SMB sverdrup munk bretch neider menunjukkan bahwa pada umumnya gelombang
sesuai dengan arah angin yaitu dari arah barat laut, utara dan timur laut masing- masing sebesar 22,25 , 10,88 dan 20,10 Puradimaja, 2007. Secara
keseluruhan yaitu sebesar 28,40 tinggi gelombang mencapai antara 0,5-0,8 meter, sedang gelombang teduh dengan ketinggian 0,3 m sebesar 28,40 .
Selain itu pesisir Indramayu juga dilanda fenomena gelombang badai pasang yang terjadi sewaktu-waktu pada lokasi-lokasi tertentu menyusul terjadinya badai
atau tiupan angin yang sangat kencang di lautan fenomena metereologi. Tinggi gelombangnya dapat mencapai beberapa meter di daerah dekat sumber angin,
dan gelombang terus berlangsung selama angin bertiup dan reda bersama dengan redanya tiupan angin Setyawan, 2007.
7.3.1.3. Abrasi
Prasetya 2006 menyebutkan bahwa abrasi di wilayah pantura sudah terjadi sejak tahun 1970, sejak terkonsentrasinya kegiatan ekonomi di pesisir
pulau Jawa dan puncaknya pada tahun 1995. Penyebabnya belum diketahui secara jelas apakah merupakan proses alam sebagai akibat pertumbuhan anak
Delta Cimanuk atau pengaruh langsung dari penambangan pasir laut. Tetapi jika melihat dinamika gerak arus laut yang didasarkan pada teori, kemungkinan besar
pertumbuhan anak Delta Cimanuk sebagai penyokong terjadinya abrasi di gisik ini, kemudian dipacu penambangan pasir laut. Di Gisik Tirtamaya dan Gisik
Krangkeng-Juntinyuat, abrasi telah merusak areal Taman Wisata dengan penyebab yang tidak berbeda. Abrasi ini telah merusak lahan pertanian dan
tambak udang seperti terlihat pada Gambar 38. Kemunduran garis pantai shoreline di Pesisir Indramayu mengakibatkan terjadinya pengurangan sebesar
1-5 m per tahun Puradimaja, 2007. Indramayu termasuk kedalam jenis klasifikasi pantai mundur retrogation coast Valentin dalam Bapeda Provinsi
Jawa Barat, 2007. Nampaknya ada dua proses yang bertanggung jawab atas mundurnya garis pantai, yaitu abrasi laut dan stagnasi suplai endapan aluvium.
Gambar 38. Abrasi di Pantai Kabupaten Indramayu
Sumber : Bapeda Provinsi Jawa Barat 2007
Di Pantai Limbangan, abrasi diduga ada kaitan dengan kegiatan pengerukan di Pelabuhan Khusus Pelsus Jeti. Untuk memperdalam alur agar
kapal-kapal besar pembawa liquid petroleum gas LPG bisa berlabuh, pasir dikeruk dan dibuang ke tengah laut Puradimaja, 2007.
7.3.1.4. Erosi
Sebagaimana telah dijelaskan terdahulu, erosi sama dengan abrasi yaitu proses penggerusan daratan oleh arus air. Perbedaannya abrasi merupakan
penggerusan oleh arus air laut, sedangkan erosi merupakan penggerusan oleh air sungai. Abrasi yang banyak terjadi di wilayah pesisir Jawa Barat termasuk
Indramayu berupa runtuhan. Erosi umumnya terjadi pada alur sungai yang membelok sedangkan yang terjadi pada tebing gusur luar tingkungan, selalu
dihantam oleh kekuatan arus air sungai. Pada daerah dataran lanjutan proses erosi ini membentuk meander Puradimaja, 2007.
Selain erosi tebing sungai yang dapat terjadi secara alami, perilaku manusia dapat pula mempercepat proses erosi seperti di sekitar lokasi terjadi
penambangan batukali. Pengambilan bongkahan batukali dapat mempercepat arus air sungai, sehingga kekuatan arus menghantam tebing lebih kuat dan
terjadi lekukan pada kaki tebing sungai. Karena sudah tidak ada penahan maka tebing sungai bagian atas runtuh membahayakan permukiman.
7.3.1.5. Gerakan Tanah
Gerakan tanah dapat terjadi apabila di bawah lapisan yang keras dijumpai adanya lapisan kompresibilitasnya tinggi, sehingga apabila beban yang ada di
atas lapisan keras tersebut melebihi daya dukung yang diijinkan maka kemungkinan besar akan terjadi longsorkeruntuhan land slide atau
amblesanperosokan settlementland subsidence. Dari hasil pengamatan lapangan, analisis sifat fisik tanah pelapukan dan kemiringan lereng, dapat
terlihat bahwa daerah penelitian merupakan daerah yang mempunyai kerentanan gerakan tanah sangat rendah. Artinya di Indramayu pada zona ini, jarang terjadi
gerakan tanah jenis longsorkeruntuhan Puradimaja, 2007. Di daerah yang berpotensi terjadi gerakan tanah yaitu daerah pematang
pemisah daratan dan lautan di mana lapisan keras berada pada kedalaman 5-10 meter dan dibawahnya didapatkan lapisan lempunglanau lunak. Demikian pula
dibeberapa tempat di daerah dataran rawa setempat bagian atas sudah padat akan tetapi bagian bawah masih merupakan lapisan lempunglanau lunak
sehingga bila ada beban yang cukup berat juga akan mengakibatkan terjadinya amblesan perosokan land subsidencesettlement Puradimaja, 2007.
7.3.1.6. Gempa bumi
Wilayah kepulauan Indonesia sangat rawan gempa bumi karena
lokasinya ada di zona batas Lempeng-Lempeng Eurasia, Hindia-Australia, dan Pasifik yang bergerak relatif terhadap satu-sama lainnya sekitar 6-12 cmtahun.
Dikaitkan dengan wilayah pesisir, Indramayu terletak agak jauh dari pertemuan lempeng tersebut. Sumber gempa bumi yang dominan potensi merusaknya
adalah yang di bawah laut pada zona subduksi di bagian atasdangkal, yaitu dari sepanjang palung laut dalam yang merupakan pertemuan lempengnya sampai
kedalaman 60 km, misalnya di sepanjang pesisir barat Sumatra dan selatan Jawa Hilman, 2008. Gempa bumi di Indramayu pada tanggal 9 Agustus 2007
terjadi karena tumbukan lempeng di kedalaman 286 km, sehingga walaupun kekuatannya 7,3 SR karena tidak masuk kedalam kriteria bencana maka tidak
menimbulkan dampak kerusakan Suhardjono, 2007. Fenomena geologi meyakini bahwa gempa bumi dangkal tidak akan pernah terjadi di Indramayu,
dengan demikian gempa bumi dan dampak kolateralnya tsunami dapat diabaikan Hilman, 2008.
7.3.1.7. Tsunami
Berdasarkan penjelasan sebelumnya mengenai gempa bumi, menurut para pakar gempa bumi dan kelautan, tsunami diyakini tidak akan
pernah terjadi di pesisir Indramayu Hilman, 2008.
7.3.1.8. Banjir
Wilayah pesisir utara Jawa Barat yang merupakan dataran rendah dan tempat bermuaranya beberapa sungai termasuk DAS Cisanggarung, Cimanuk
dan Citarum memiliki potensi terjadinya banjir di setiap musim penghujan Puradimaja, 2007. Berdasarkan peta rawan banjir Provinsi Jawa Barat LREP,
1999, hampir seluruh kabupaten dan kota di wilayah pesisir utara Jawa Barat memiliki kategori rawan banjir. Berdasarkan peta digital lahan sawah rawan
banjir yang dikeluarkan oleh Departemen Pertanian, mulai dari Kabupaten Karawang, Subang, Indramayu dan Cirebon, maka sebagian besar sawah
diwilayah kabupaten tersebut memiliki potensi rawan banjir. Demikian juga meluapnya Sungai Cimanuk menyebabkan banjir di Kecamatan Indramayu.
Peta kawasan rawan banjir pantura Jawa Barat dapat dilihat pada Gambar 39.
7.3.1.9. Akresi
Akresi adalah proses penumpukan pasir di daerah gisik akibat dari gerakan dan gelombang yang membawa pasir ke daerah tersebut Puradimaja,
2007. Di pesisir Indramayu, penumpukan terjadi pada muara Sungai Cimanuk,
dengan besar pertambahan penumpukan pasir dari 0 hingga 7 km ke arah laut, seluas kurang lebih 45 km
2
. Akresi atau pertambahan gisik akibat penumpukan pasir tersebut telah membentuk Delta Cimanuk yang dari tahun ketahun semakin
meluas, yang mulanya ke arah barat dan kemudian menyebar ke arah timur. Pembuatan Kanal Cimanuk ke arah timur laut ditakini telah menyebabkan
terbentuknya anak Delta Cimanuk. Munculnya anak Delta Cimanuk ini telah menguntungkan karena bertambahnya lahan pantai, namun di sisi lain dapat
mengakibatkan pendangkalan di muara-muara sungai, dan dermagapelabuhan tempat pendaratan kapal nelayan atau kapal ikan lainnya.
Gambar 39. Peta kawasan rawan banjir pesisir pantai utara Jawa Barat
Sumber : Bapeda Provinsi Jawa Barat
7.3.1.10. Intrusi Air Laut
Meluasnya intrusi air laut selain diakibatkan oleh terjadinya kenaikan muka air laut juga dipicu oleh terjadinya land subsidence akibat penghisapan air
tanah secara berlebihan untuk berbagai keperluan, seperti air untuk kebutuhan pemukiman dan industri. Pengambilan air tanah yang tidak seimbang dengan
pemasukan air dari permukaan mengakibatkan air laut yang lebih berat masa jenisnya langsung masuk ke akuifer tempat penampungan air di dalam tanah
hingga mengendap. Di wilayah Indramayu, khususnya di Kandanghaur air payau sudah merembes hingga 8 km dan air asin 6 km. Diperkirakan pada periode
antara 2050 hingga 2070, intrusi air laut akan mencakup 50 luas wilayah gisik atau pantai utara pantura Jawa Barat BPLHD Jawa Barat, 2007.
7.3.2. Aplikasi Metode ISM dalam Studi Potensi Bencana Alam Wilayah Pesisir Indramayu
Hasil diskursus dengan para pakar menetapkan bahwa bencana alam yang berpotensi terjadi di Kabupaten Indramayu terdiri dari sepuluh sub elemen
yaitu Gempa bumi, tsunami, abrasi, gelombang badai pasang, angin kencangputing beliung, gerakan tanah jenis longsorkeruntuhan land slide,
banjir, erosi, intrusi air laut, dan akresi. Walaupun dari sudut pandang geologi, pesisir Indramayu diyakini tidak akan mengalami Gempa bumi dangkal yang
akan mengakibatkan dampak kolateral tsunami, studi potensi bencana alam dalam penelitian ini tetap akan memasukan Gempa bumi dan tsunami sebagai
sub elemen potensi bencana alam. Analisis ISM dalam aplikasi MKP2B2MB dimulai dengan input hubungan antarelemen seperti yang dapat dilihat pada
Gambar 40.
Gambar 40. Contoh input hubungan antarelemen metode ISM dalam program MKP2B2MB untuk Kabupaten Indramayu
Tingkat level sub elemen potensi bencana alam di Kabupaten Indramayu dapat di lihat pada Gambar 41. Gelombang badai pasang menempati posisi
pada sektor IV dan level 5, yang menunjukan mempunyai potensi yang sangat besar terjadi di Kabupaten Indramayu dengan tingkat ketergantungan terhadap
potensi lainnya sangat rendah. Semakin kecil level sub elemen bencana, akan semakin kecil dampak risiko bencananya. Adapun matriks driver power-
dependence untuk elemen potensi bencana alam di Kabupaten Indramayu dapat dilihat pada Gambar
42. Kondisi tersebut disebabkan kejadian gelombang
badai pasang tidak terlalu dipengaruhi oleh sub elemen lainnya, melainkan karena posisi pantai di Kabupaten Indramayu sangat landai sehingga sangat
rentan terhadap bahaya gelombang badai pasang. Selain itu gelombang badai pasang dipengaruhi oleh adanya pergantian musim sehingga cukup memberikan
pengaruh terhadap pergerakan massa air seperti arus.
Gambar 41. Tingkat level sub elemen potensi bencana alam di Kabupaten Indramayu
Gambar 42. Matriks Driver power – dependence untuk elemen potensi bencana alam di Kabupaten Indramayu
Pada musim barat pergerakan arus umumnya menuju ke arah timur atau arus timur dengan kecepatan berkisar antara 3 -14 mil per hari. Musim timur arus
bergerak sebaliknya yaitu menuju arah barat dengan kecepatan berkisar antara 1 - 13 mil per hari. Musim peralihan I bulan Maret sampai bulan Mei dan
peralihan II bulan September sampai bulan November kecepatan arus laut masing-masing adalah 1 mil per jam dan 6 mil per jam Latief, 2008.
Berdasarkan analisis ISM yang telah dilakukan, akhirnya dapat ditentukan bahwa dari sepuluh jenis bencana yang mungkin terjadi di wilayah pesisir
Kabupaten Indramayu, yang berpotensi paling merusak adalah gelombang badai pasang sebagai elemen kunci. Selanjutnya diikuti oleh banjir dan abrasi, serta
jenis bencana lainnya sebagaimana dapat dilihat dalam Gambar 43.
Gambar 43. Struktur hirarkhi sub elemen potensi bencana alam di Kabupaten. Indramayu
7.3.3. Kabupaten Ciamis 7.3.3.1. Angin KencangPuting Beliung
Puradimadja 2007 menyebutkan bahwa musim Timur yang berlangsung pada periode Juni sampai September sangat berpotensi membangkitkan angin
kencangputing beliung dengan kecepatan maksimum yang merusak. Sebagaimana yang terjadi pada musim timur pada hari Rabu 28 September 2007
pukul 16.30 telah menerjang Ciamis yang mengakibatkan puluhan rumah rusak Level 1
Level 5 Level 4
GELOMBANG BADAI PASANG BANJIR
PUTING BELIUNG
ABRASI INTRUSI
AIR LAUT GERAKAN TANAH
JENIS AMBLESAN EROSI
AKRESI
Level 2
Level 3
Elemen Kunci
GEMPABUMI TSUNAMI
dan puluhan pohon besar tumbang. Angin tersebut terus menuju Tasikmalaya dan merusak puluhan rumah lainnya Ridha, 2007.
7.3.3.2. Gelombang Badai Pasang
Gelombang merupakan faktor fisik dominan di perairan Pantai Selatan pansela Jawa Barat, karena sebagian besar perairan ini mempunyai tinggi
gelombang cukup besar di perairan lepas pantai yaitu antara 2-5 m, sehingga menghambat budidaya perikanan dan berpotensi menimbulkan bahaya bagi
wisata pesisir. Berdasarkan sumbernya, gelombang di pantai selatan dapat dibedakan dari jenis gelombang swell gelombang rambat, wind waves
gelombang angin dan gelombang tinggi yang terjadi akibat super posisi swell dan wind wave Latief, 2008.
Selain akibat superposisi tersebut, fenomena gelombang badai pasang dapat terjadi sewaktu-waktu pada lokasi tertentu
karena badai atau tiupan angin yang sangat kencang pada saat pasang di lautan fenomena meteorologi sering terjadi melanda pansela Ciamis Hadi, 2008.
7.3.3.3. Abrasi
Panjang garis pantai shoreline pesisir selatan provinsi Jawa Barat membentang dari kabupaten Ciamis sampai dengan kabupaten Sukabumi
dengan panjang pantai sekitar 355 km. Pengikisan gisik atau abrasi yang telah berlangsung selama 15 tahun terakhir telah meningkat antara kurun waktu 2001
sekitar 30,05 hatahun dan pada tahun 2003 meningkat menjadi 35,35 hatahun Pengikisan pantai ini dijumpai di bagian Barat Pangandaran sepanjang 1 km
Puradimadja, 2007.
7.3.3.4. Erosi
Erosi yang dijumpai di lokasi penelitian adalah erosi permukaan yang terjadi akibat adanya aliran air permukaan yang mengerosi material hasil
pelapukan. Jenis erosi lainnya adalah erosi sungai umumnya terjadi pada sungai- sungai besar yang mengalir di daerah timur Pesisir Selatan Jawa Barat. Erosi ini
umumnya secara alami terjadi pada sungai dengan morfologi tua dan salah satu cirinya adalah erosi mendatar melebar serta terjadi proses pendangkalan. Erosi
yang terjadi mengancam tebing sungai dan tanggul-tanggul yang dibuat, terutama pada alur sungai yang membelok kelokan sungai. Selain secara
alami, aktivitas manusia dapat pula mempercepat proses erosi tersebut. Aktivitas yang dapat mempercepat proses ini adalah pertambanganpenggalian bahan
bangunan pasir, kerikil, batukali. Aktivitas ini mempercepat arus sungai dan proses sedimentasi dengan cepat sehingga menambah laju erosi. Dalam
beberapa kasus aktivitas ini membahayakan keberadaan infrastruktur yang berada di sungai seperti jembatan dan tanggul-tanggul
.
7.3.3.5. Gerakan Tanah
Salah satu jenis gerakan tanah yaitu longsorkeruntuhan tanah land slide kerap terjadi di Ciamis yang merupakan daerah dengan pegunungan
terjal. Keruntuhan tanah ini sering terjadi akibat faktor alam seperti curah hujan yang tinggi dan kegiatan manusia yang bersifat destruktif. Ada beberapa faktor
penyebab tingginya potensi keruntuhan tanah di Jawa Barat Puradimaja, 2007: •
Banyaknya batuan dari endapan gunung api seperti lava dengan tanah penutup yang tebal dan subur dimana air sering menumpang di atasnya,
tanah jenis ini terdapat di Ciamis Selatan. •
Antara September-MaretApril ditandai oleh curah hujan yang relatif tinggi yakni rata-rata 220-650 mmbulan dan hujan harian pernah mencapai 92
mmhari. Kejadian tanah runtuh umumnya berlangsung pada musim hujan dan puncaknya pada Oktober-Januari yang dimulai dengan hujan lebih dari
dua hari berturut-turut dengan curah hujan harian berkisar antara 46-76 mm; •
Tata lahan di lereng atas, banyak ditanami jenis tanaman berakar kurang kuat seperti lahan basah sawah dan perladangan. Hal ini menyebabkan
tanah menjadi jenuh air sehingga sangat potensial terjadinya keruntuhan.
7.3.3.6. Gempa bumi
Perihal gempa bumi telah dijelaskan terdahulu merujuk kepada Hilman 2008. Indonesia dan sekitarnya merupakan daerah yang memiliki konvergensi
lempeng yang sangat rumit, dimana terdiri dari subduksi, collision, back-arc thrusting, back-arc and opening faults. Berdasarkan kondisi tersebut apabila
ditinjau dari sudut pandang geofisik, hal ini menempatkan Indonesia sebagai salah satu daerah yang paling aktif di dunia Latief, 2008, untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada Gambar 38. Tidak kurang dari 460 gempa bumi dengan magnitudo M 4.0
terjadi setiap tahunnya Hilman, 2008. Banyak diantara gempa bumi besar tersebut yang menimbulkan kerusakan serta jumlah korban sangat besar Latief,
2008. Banyak diantara gempa bumi dangkal yang besar yang terjadi di bawah laut membangkitkan tsunami berkekuatan besar. Dalam Gambar 44, tampak
bahwa Indonesia berada pada kawasan rawan gempa bumi, hal ini ditunjukkan dengan titik-titik merah sebagai catatan kejadian gempa bumi dengan
kedalaman yang relatif dangkal, selain itu juga kawasan Indonesia dipenuhi oleh titik hijau untuk gempa bumi kedalaman sedang serta titik biru untuk gempa
bumi dengan sumber gempa pada kedalaman yang relatif dalam.
Gambar 44. Tektonik lempeng Asia Tenggara termasuk Indonesia
Sumber : Hall,1997 dalam Bapeda Provinsi Jawa Barat, 2007.
Gambar 45 .
Plot Gempa bumi yang terjadi di Indonesia dari 1960-2000
Sumber : Triyoso dalam Bapeda Provinsi Jawa Barat, 2007
Dari sudut pandang geologi, Indonesia ditempatkan sebagai kawasan yang rawan bencana alam yang disebabkan oleh pergerakan dari lempeng-
lempeng bumi yang dikenal sebagai subduksi subduction. Pergerakan ini diantaranya ada yang menujam dan dapat membangkitkan aktivitas vulkanik
sehingga secara keseluruhan dapat menyebabkan rangkaian bencana alam gempa bumi, gunung merapi bahkan tsunami Puradimaja, 2007.
Gambar 46. Proses penunjaman lempeng subduction
Sumber : Bapeda Provinsi Jawa Barat, 2007
7.3.3.7. Tsunami
Tsunami adalah gelombang laut dengan periode panjang berupa gangguan impulsif yang terjadi pada medium laut. Gangguan impulsif itu bisa
berupa Gempa bumi tektonik, erupsi vulkanik, atau longsorkeruntuhan land slide di dasar laut. Bencana tsunami yang terjadi di Ciamis mengakibatkan
terjadinya kerusakan besar. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 26. Tabel 26. Jenis sarana dan tingkat kerusakan di Ciamis akibat tsunami
No. Jenis sarana
Tingkat kerusakan Keterangan
Ringan Berathancur
1. Rumah
703 703
2. Sekolah
1 2
3. Hotelpenginapan
- 346
4. Perahu
- 229 unit
5. Alat tangkap ikan
- 947
6. Jalan
8.500 m
2
11.700 m
2
7. Jembatan
1 unit 5 unit
8. Sarana ibadah
3 12
9. Puskemas
- 1
10. Kantor pemerintah
- 41
11. Sawah
- 110 ha
Hancur 12.
Kebun -
27 ha Hancur
13. Pantai wisata
Pangandaran -
Rusak berat Sumber : KLH-UNEP-ITB. ESRI South Asia dan Almega Geosystems, 2006
Gambar 47. Pembangkitan tsunami oleh Gempa bumi tektonik dasar laut
Sumber : Latief 2008 Pusat Kajian Tsunami ITB
Gambar 48. Zona pembangkitan tsunami berdasarkan aktivitas seismik
Sumber : Latief 2008 Pusat Kajian Tsunami ITB
7.3.3.8. Banjir
Di daerah barat pesisir Selatan Jawa Barat daerah banjir hanya dijumpai disekitar sungai-sungai utama dan terjadi pada saat musim hujan. Kondisi yang
terjadi adalah debit air sungai melebihi volume maksimum kapasitas alur sungai. Biasanya banjir yang terjadi tidak berlangsung lama karena air cepat mengalir ke
daerah yang lebih rendah dan laut. Hal yang harus diwaspadai adalah adanya banjir bandang akibat perubahan lahan di daerah hulu. berdasarkan peta
prakiraan daerah potensi rawan banjir November-Desember, untuk wilayah Provinsi Jawa Barat pada tahun 2007, yang terbilang tinggi tingkat potensi
banjirnya adalah daerah Bogor dan Ciamis. Memasuki Desember mendatang, daerah potensi rawan banjir yang termasuk tingkat potensi tinggi antara lain
Ciamis dan Indramayu. Besarnya sedimentasi pada aliran sungai utama mengakibatkan pendangkalan di daerah muara. Akibatnya semua aliran pada
anak sungai yang menginduk pada sungai utama tersebut ikut tertahan dan melimpah ke daerah sekitarnya Puradimaja, 2007.
7.3.3.9. Akresi
Perihal akresi telah dijelaskan terdahulu merujuk kepada Puradimaja 2007. Majunya garis pantai shoreline terjadi akibat pendangkalan di muara
sungai, misalnya yang terjadi di Segara Anakan dan Teluk Tangkisan, Ciamis. Pendangkalan ini disebabkan oleh tingginya kandungan material yang
tersedimentasi. Material ini terdiri dari endapan aluvial dan aluvial pasiran yang berasal dari hasil erosi di bagian hulu. Selain dari tingginya material sedimentasi,
rendahnya gradien sungai serta melemahnya arus sungai di daerah muara mengakibatkan terjadinya banjir sungai. Pendangkalan yang terjadi karena
adanya banjir rutin dengan frekuensi yang cukup tinggi menghasilkan endapan limpah banjir setiap tahunnya dan berkembangnya muara sungai yang cukup
jauh kearah laut.
7.3.3.10. Intrusi Air Laut
Daerah pesisir Selatan secara umum masih merupakan daerah dengan tingkat kependudukan dan industri yang rendah, kecuali pada beberapa lokasi
tertentu. Hal ini mengakibatkan pengambilan air tanah belum seintensif daerah pesisir pantai utara Jawa Barat, sehingga intrusi air laut secara umum relatif
belum terjadi. Kualitas air di muara yang bersifat payau merupakan kualitas alami air tanah daerah tersebut, mengingat daerah tersebut merupakan daerah pasang
surut dan ketersediaan air tanah sangat dipengaruhi oleh faktor iklim. Luasan pantai di sepanjang pesisir ini yang cenderung sempit, maka penggunaan air
tanah di sepanjang pesisir harus benar-benar diperhatikan untuk menghindari fenomena ini terjadi.
7.3.4. Aplikasi Metode ISM dalam Studi Potensi Bencana Alam Wilayah Pesisir Ciamis
Diskursus terdahulu dengan pakar menetapkan bahwa enam penyebab dan empat akibat bencana yang sebagian besar memiliki keterkaitan,
seluruhnya dinilai sebagai sepuluh elemen bencana alam yang berpeluang besar terjadi di Kabupaten Ciamis, yaitu gempa bumi, tsunami, abrasi, gelombang
badai pasang, angin kencangputing beliung, gerakan tanah jenis longsor keruntuhan land slide, banjir, erosi, intrusi air laut, dan akresi.
Analisis ISM untuk Kabupaten Ciamis dalam aplikasi MKP2B2MB dimulai dengan input hubungan antarelemen seperti yang dapat dilihat pada Gambar
49. Hasil penelitian mengenai tingkat level sub elemen potensi bencana alam di Kabupaten Ciamis dapat dilihat pada Gambar 50.
Gambar 49. Contoh input hubungan antarelemen metode ISM dalam program MKP2B2MB untuk Kabupaten Ciamis
Gambar 50. Tingkat level sub elemen potensi bencana di Kabupaten Ciamis
Hasil analisis ISM menentukan bahwa gempa bumi, tsunami dan gelombang badai pasang merupakan bencana alam yang berpotensi paling
besar terjadi di Kabupaten Ciamis. Sub elemen tsunami, gempa bumi dan gelombang badai pasang berada pada sektor IV level 4 lihat Gambar 50,
artinya bahwa elemen-elemen tersebut memiliki tingkat ketergantungan paling rendah terhadap kejadian bencana alam lainnya. Matriks driver power-
dependence elemen-elemen potensi bencana alam di Ciamis dapat dilihat pada Gambar 51.
Gambar 51. Matriks Driver power – dependence untuk elemen potensi bencana alam di Kabupaten Ciamis
Tsunami merupakan dampak turunan dari gempa bumi. Potensi tsunami di wilayah pesisir Kabupaten Ciamis disebabkan oleh kondisi
geotektonik dan topografi. Kondisi tektonik daerah ini mempunyai tingkat seismisitas yang relatif tinggi dibandingkan dengan kawasan utara sehingga di
beberapa daerah di kawasan selatan sering terjadi gempa bumi dan tsunami, yang dapat berkembang menjadi bencana alam. Di samping itu kondisi
oseanografi sebagai daerah open sea terhadap Samudera Hindia relatif rawan terhadap proses abrasi, keruntuhan dan gerakan tanah.
Driver Power
Dependence
Gambar 52. Struktur hirarkhi sub elemen potensi bencana alam di Kabupaten
Ciamis Berdasarkan analisis ISM yang telah dilakukan, maka dapat ditentukan
bahwa dari sepuluh jenis bencana yang mungkin terjadi di wilayah pesisir Kabupaten Ciamis, yang berpotensi paling merusak adalah gempa bumi, tsunami
dan gelombang badai pasang sebagai elemen kunci. Selanjutnya diikuti oleh abrasi dan gerakan tanah jenis longsoran , serta jenis bencana lainnya dapat
dilihat dalam Gambar 52.
7.4. Kesimpulan Studi Potensi Bencana Alam di Wilayah Pesisir Jawa Barat
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa data sumber potensi bencana merupakan basis data yang dirancang berkaitan dengan
penentuan driver power dari penyebab potensi bencana yang diolah pada model sumber potensi bencana. Data sumber potensi bencana terdiri dari data pakar,
sumber potensi bencana, dan pendapat pakar mengenai hubungan kontekstual antar sumber potensi bencana sesuai dengan teknik yang digunakan pada model
ini yaitu IS M interpretive structural modelling.
INSTRUSI AIR LAUT
GERAKAN TANAH JENIS
LONGSORANKERUNTUHAN
TSUNAMI ABRASI
Elemen Kunci
EROSI AKRESI
ANGIN KENCANG PUTING BELIUNG
GEMPA BUMI GELOMBANG
BADAI PASANG
Level 1
Level 2
Level 3
Level 4
INSTRUSI AIR LAUT
Analisis data dan pendapat pakar menghasilkan temuan sebagai berikut, di Kabupaten Indramayu bencana alam gelombang badai pasang menempati
peringkat tertinggi pada level 5 sebagai elemen kunci. Selanjutnya dikuti oleh abrasi dan banjir pada level 4, kemudian intrusi air laut, gerakan tanah jenis
amblesan, dan puting beliung pada level 3. Erosi dan akresi berada pada level 2, dan terakhir yaitu Gempa bumi dan tsunami pada level 1. Fenomena geologi
menyatakan bahwa gempa bumi dapat terjadi di Indramayu, tetapi diluar kedalaman lebih dari 60 km, dengan demikian dampak kolateralnya yaitu tsunami
tidak akan terjadi. Selanjutnya di Kabupaten Ciamis bencana alam gempa bumi, tsunami
dan gelombang badai pasang menempati peringkat tertinggi level 4 dan menjadi elemen kunci, yang kemudian diikuti oleh abrasi pada level 3. Kemudian angin
kencangputing beliung, dan gerakan tanah jenis longsorankeruntuhan menempati level 2, serta banjir, erosi, intrusi air laut, dan akresi pada level 1.
Dengan telah diketahuinya potensi bencana yang mengancam wilayah pesisir Indramayu dan pesisir Ciamis, maka kebijakan pengembangan yang akan
diterapkan untuk kedua wilayah pesisir tersebut sudah harus mempertimbangkan laju kemerosotan kualitas lingkungan yang telah terjadi sejak tahun 1970an di
pantai utara pantura Jawa. Dengan demikian kebijakan pengembangan tidak lagi hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga aspek ekologi
dan sosial sehingga kebijakan pengembangan menjadi berkelanjutan dan berperspektif mitigasi bencana.