dikuasainya kawasan antara semenanjung cagar alam dengan daratan di belakangnya oleh swasta. Kawasan tersebut merupakan pertemuan antara
pantai barat dan pantai timur yang memiliki lansekap indah dan strategis dalam upaya penanggulangan bencana. Pada waktu tsunami melanda
pantai Pangandaran, kawasan ini tergenang oleh air ± 2 meter sehingga menyulitkan gerakan penyelamatan diri.
Oleh karena di Ciamis tidak ada perusahaan besar seperti Pertamina di pesisir Indramayu, maka upaya meningkatkan ketahanan ekonomi setiapsektor
hendaknya dilakukan dengan sharing kepentingan diantara stakeholder para pemangku kepentingan wilayah pesisir. Karena bagaimanapun juga, seluruh
manfaat pesisir memiliki keterkaitan ke dalam maupun ke luar antar sumberdaya alam yang terkandung di dalamnya sebagaimana konsep
bioregion yang bisa mencapai ribuan hingga ratus ribuan hektar, tetapi bisa juga tidak lebih dari luas daerah tangkapan air atau seluas satu provinsi Cicin-
Sain dan Knecht, 1998. 3. Pengembangan sektor pariwisata, perikanan, pertanian, perkebunan dan
pertambangan yang berperspektif mitigasi bencana dinilai ‘tinggi’. Hal ini dikarenakan kebijakan pemerintah melalui Perda No.1 tahun 2004
tentang Renstra Pemerintah Provinsi Jawa Barat, yang mengisyaratkan bahwa pengembangan dan pembangunan sektor pariwisata memegang peranan
penting dalam pengembangan wilayah. Perencanaan tata ruang telah menekankan kepada jalur selatan, dimana Ciamis sebagai primadona
Kawasan Wisata Unggulan KWU Provinsi. Secara internal pengembangan sektor kepariwisataan diharapkan dapat memberikan kesejahteraan bagi
masyarakat, dan secara eksternal diharapkan mampu menjadi sektor utama yang memberikan dampak menyebar pada wilayah sekitarnya demi
menciptakan pemerataan wilayah.
5.4. Kesimpulan Evaluasi Implementasi Kebijakan Pengembangan Wilayah Pesisir
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Dari berbagai peraturan perundangan yang terkait dengan pengembangan wilayah pesisir di Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Ciamis, hanya empat
peraturan perundangan yang terkait langsung dengan kebencanaan dan mitigasinya di wilayah pesisir yaitu UU No. 07 tahun 2004 tentang Sumber
Daya Air, UU No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan UU no. 27 tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. 2. Oleh karena berbagai UU tersebut ternyata masih memiliki berbagai hal yang
perlu diselaraskan terutama dalam hal terminologi dan substansi, maka upaya yang harus dilakukan oleh pemerintah bukan dengan melakukan
judicial review terhadap UU tersebut. Tetapi lebih baik jika pemerintah secepatnya menyusun serangkaian PP yang dapat menutupi berbagai
kekurangan yang terdapat dalam UU tersebut. 3. Analisis pendapat pakar dan praktisi dalam mengevaluasi implementasi
kebijakan pengembangan wilayah pesisir menunjukkan •
Kelompok pertama, yaitu parameter 1,2,3,dan 4 optimalisasi pelaksanaan tata ruang pesisir, ketersediaan sarana dan prasarana dan
pembangunan industri berbasis wilayah pesisir dan proporsi dana pembangunan wilayah pesisir dalam APBD untuk Kabupaten Indramayu
dinilai ‘sedang’ dan untuk Kabupaten Ciamis dinilai ‘sedang’; yang berarti akan menerapkan pendekatan pembangunan berkelanjutan.
• Kelompok kedua, yaitu parameter 5 dan 6 peran pemerintah yang
meliputi rejim penguasaan pemerintah untuk memproteksi kawasan pesisir marine protected area dan program pemberdayaan masyarakat
melalui CSR untuk Kabupaten Indramayu dinilai ‘sedang’ dan untuk Kabupaten Ciamis ‘sedang’; yang juga berarti akan menerapkan
pendekatan pembangunan berkelanjutan. •
Kelompok ketiga, yaitu parameter 7 pengembangan sektor pariwisata, perikanan, pertanian, perkebunan dan migas yang berperspektif mitigasi
bencana untuk Kabupaten Indramayu dinilai ‘rendah’ yang berarti belum menerapkan pendekatan pembangunan berkelanjutan dan untuk
Kabupaten Ciamis ‘tinggi’ yang berarti sudah menerapkan pendekatan pembangunan berkelanjutan.
4.
Kebijakan pengembangan wilayah pesisir di Jawa Barat khususnya Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Ciamis masih perlu diarahkan menuju
pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu integrated coastal zone management dan menerapkan pembangunan berkelanjutan sustainable
development.
VI. STUDI POTENSI PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR
ABSTRAK
Potensi sumberdaya alam Provinsi Jawa Barat yang cukup melimpah, baik di kawasan darat maupun laut. Potensi sumberdaya alam tersebut dapat dikelompokkan ke dalam potensi
sumberdaya alam yang dapat pulih, tidak dapat pulih, dan jasa lingkungan. Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi pengembangan wilayah pesisir di Kabupaten Indramayu dan
Kabupaten Ciamis. Untuk mencapai tujuan tersebut telah digunakan analisis ASWOT yang merupakan gabungan metode analisis AHP dengan SWOT. Melalui SWOT akan diperoleh faktor-
faktor eksternal dan internal yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam pembangunan wilayah pesisir dan laut di masa mendatang. Melalui AHP akan diperoleh
keputusan-keputusan mengenai prioritas pembangunan sektor ekonomi, serta faktor-faktor SWOT yang menjadi penunjang pembangunan sektor ekonomi yang diprioritaskan tersebut. Dari hasil
analisis ASWOT diperoleh keputusan bahwa pembangunan wilayah pesisir tidak tepat lagi dilakukan secara ego sektoral, oleh karena membawa dampak terhadap ketimpangan pendapatan
yang semakin lebar. Berdasarkan analisis pakar, prioritas utama pembangunan wilayah pesisir di Kabupaten Indramayu adalah sektor perikanan dan minyak dan gas bumi, sedangkan di Kabupaten
Ciamis adalah sektor perikanan dan pariwisata. Dari hasil analisis ini, secara eksplisit terlihat bahwa pembangunan sektor perikanan tetap menjadi salah satu leading sector untuk wilayah
pesisir. Dalam rangka mengembangkan sektor tersebut di Kabupaten Indramayu perlu diperhatikan faktor-faktor kekuatan dan peluang seperti potensi tempat pemasaran hasil-hasil perikanan
domestik dan ekspor, serta optimalisasi pemanfataan potensi sumber daya pesisir yang masih sangat besar. Sementara faktor kelemahan dan ancaman yang perlu diantisipasi adalah
pendangkalan muara sungai, dan berubahnya orientasi generasi muda yang lebih memilih pekerjaan lain daripada menjadi nelayan. Di Kabupaten Ciamis faktor kekuatan dan peluang yang
paling besar dalam pengembangan sektor perikanan adalah potensi sumberdaya ikan di wilayah ZEEI yang masih belum dimanfaatkan optimal. Namun demikian, beberapa kelemahan yang perlu
diperhatikan dan diantisipasi ancamannya adalah lemahnya kualitas SDM, tidak adanya prasarana dan sarana perikanan yang memadai, serta masih banyaknya pencurian ikan di wilayah ZEEI.
Kata Kunci : ASWOT, ego sektoral, ketimpangan, leading sector, ZEEI,
6.1. Pendahuluan