Kepuasan 80.0 Aktivitas fisik Aspek psikososial, Aktivitas Fisik, konsumsi Makanan, Status Gizi dan Pengaruh Susu Plus Probiotik Enterococcus faecium IS-27526 (MEDP) Terhadap Respons Imun IgA Lansia

113

b. Kepuasan

Kepuasan merupakan kondisi mental yang seringkali berbeda pada setiap orang. Biasanya semakin tua seseorang maka akan kecenderungan semakin mencari bentuk-bentuk isolasi sosial tertentu, dan karena isolasi itulah lansia menjadi bahagia dan puas Monks, Knoer dan Hadianto dalam Latifah 2000. Kepuasan lansia berdasarkan tempat tinggal panti dan masyarakat adalah sebagai berikut: Lansia yang memiliki kepuasan hidup tinggi merasa puas di panti sebesar 80 persen dan di masyarakat sebesar 60,9 persen. Sebaran contoh menurut tingkat kepuasan berdasarkan tempat tinggal panti dan masyarakat dapat dilihat pada Gambar 11. 20 39 80 61 10 20 30 40 50 60 70 80 persentase Tidak puas Puas Panti Masyarakat Gambar11. Diagram batang sebaran tingkat kepuasan lansia berdasarkan tempat tinggal panti dan masyarakat Berdasarkan hasil uji beda dengan menggunakan Chi-Square ternyata tidak terdapat perbedaan nyata pada tingkat kepuasan antara lansia yang berada di panti dan 114 di masyarakat p=0.148 p0.05. Hal itu disebabkan oleh terpenuhinya seluruh kebutuhan hidup baik pada lansia yang berada di panti maupun masyarakat. Analisis tingkat kepuasan lansia berdasarkan tempat tinggal dan posisi dalam keluarga adalah sebagai berikut: Lansia yang memiliki memiliki kepuasan yang tinggi merasa puas adalah sebagai berikut : yang tinggal di panti werdha sebesar 80 persen, yang tinggal dalam rumah tangga lansia sebesar 69.1 persen dan yang tinggal pada rumah tangga muda sebesar 62.1 persen lihat Gambar 12.

20.0 30.9

37.9 80.0

69.1 62.1

0.0 10.0

20.0 30.0

40.0 50.0

60.0 70.0

80.0 persentase Tidak puas Puas Panti RTL RTM Gambar12. Diagram batang sebaran tingkat kepuasan berdasarkan tempat tinggal dan posisi lansia dalam keluarga Menurut penelitian yang dilakukan Jauhari 2003 disebutkan bahwa hal yang membuat sebagian besar lansia bahagia adalah terjaminnya kebutuhan hidup. Berdasarkan hasil penelitian dilakukan uji beda dengan Chi-Square menurut sebaran 115 tingkat kepuasan lansia pada ke tiga kelompok menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata p=0.127 p0.05. Ketiga kelompok lansia memiliki kepuasan yang sama dengan adanya dukungan sosial yang mereka miliki baik dari keluarga, masyarakat dan pemerintah. Tingkat kepuasan lansia yang berada di masyarakat berdasarkan umur 75 tahun dan 75 tahun dapat dilihat pada tabel 24. Tabel 24. Tingkat kepuasan lansia di masyarakat berdasarkan umur. Umur Puas Tidak puas 75 tahun 75 tahun 69.0 47.6 31.0 52.4 Pada umur 75 tahun lans ia yang merasa puas sebesar 69.3 persen, untuk lansia berumur 75 tahun yang merasa puas sebesar 47.63 persen. Bila dilihat besarnya persentase, tampak bahwa semakin tinggi tingkat usia semakin merasa tidak puas dengan kehidupannya. Penelitian yang dilakukan Widaranita 2004 menunjukkan bahwa semakin tinggi aktivitas fisik yang dapat dilakukan lansia maka lansia merasa semakin puas terhadap dirinya, semakin lanjut usia, tidak adanya pasangan dan dukungan menyebabkan lansia tidak puas terhadap kehidupannya. Namun setelah dilakukan pengujian faktor-faktor yang kemungkinan dapat mempengaruhi kepuasan lansia seperti aktivitas fisik, peer group, dan spiritual awareness maka didapatkan hasil sebagai berikut: 116 Aktivitas fisik tidak memberikan pengaruh terhadap tingkat kepuasan p=0.909 p0.05, peer group tidak memberikan pengaruh signifikan p=0.05 p0.05, yang berpengaruh secara signifikan adalah spiritual awareness, dalam hal ini dilihat dari aktivitasnya dalam beribadah p=0.007 p0.05. 122 ABSTRACT RUSILANTI . Physical Activity, Food Consumption and Nutritional Status of the Elderly in Nursing Home and the Community. Supervized by CLARA M KUSHARTO, ALI KHOMSAN, EKAWATI S WAHYUNI, and INGRID S SURONO. Elderly represents an ever- increasing population in Indonesia . The projected percentage people aged 65 years or more will increase into 17 in 2050 from 5 in 2000. The issue of efficient health-care for the elderly is therefore growing a more urgent issue even in Indonesia. To achieve appropriate policies to detect the ecologycal-risk factors for frailty in the elderly and to prevent the disabilities of the elderly population, need to further investigate physical aspect of the elderly. The aims of this research is to analyze physical activity, food consumption and nutritional status of the elderly in nursing home and community. The locatio ns are purposively selected at three “kelurahan” : Budi agung, Baranangsiang, and Situ Gede and two nursing home : Panti Sukma Raharja and Panti Kasih Mulia Sejahtera in Bogor City. Total sample 237 elderly, 40 elderly in nursing home and 197 in community age range 60 – 85 y; mean; 68 y. The study showed that no significant difference in physical activity and nutritional status of the elderly live in nursing home and the community p0.05. In terms of sufficiency level, significant difference exist for vitamin C p0.05. 123 ABSTRAK RUSILANTI. Aktifitas Fisik, Konsumsi Makanan, dan Status Gizi Lansia di Panti dan di Masyarakat. Dibawah bimbingan CLARA M KUSHARTO, ALI KHOMSAN, EKAWATI S WAHYUNI, dan INGRID S SURONO. Peningkatan usia harapan hidup di Indonesia dan di dunia pada umumnya mengalami peningkatan yang cukup besar. Proyeksi persentase penduduk dunia berusia di atas 65 tahun 17 persen ditahun 2050 dari 5 persen di tahun 2000. Isu pemeliharaan kesehatan yang efisien bagi lansia berkembang menjadi sesuatu yang penting termasuk di Indonesia. Untuk memperoleh kebijakan yang tepat dalam mendeteksi faktor resiko kelemahan lansia dan untuk pencegahan ketidakmampuan penduduk lansia memerlukan kajian tentang aspek fisik lansia. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis aktifitas fisik, konsumsi makanan dan status gizi lansia yang berada di panti dan di masyarakat. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposiv yaitu di tiga kelurahan : Kelurahan Budi agung, Kelurahan Barana ngsiang dan Kelurahan Situ Gede, serta dua panti werdha : Panti Werdha Sukma Raharja dan Panti Werdha Kasih Mulia Sejahtera di Kota Bogor. Total sampel 237 lansia, 40 lansia di panti dan 197 di masyarakat rentangan usia 60 – 85 tahun; rata-rata 68 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan pada aktifitas fisik dan status gizi antara lansia di panti dan di masyarakat. Perbedaan signifikan terdapat pada persentase kecukupan vitamin C. 124 Pendahuluan Peningkatan jumlah lansia memberikan pengaruh terhadap permasalahan baru yang perlu mendapatkan perhatian serius, terutama masalah kesehatan. Penyakit pada lansia duapertiga macamnya berhubungan dengan gizi, para ahli beranggapan 30-50 faktor gizi berperan penting dalam mencapai dan mempertahankan keadaan sehat yang optimal pada lansia. Beberapa jenis latihan fisik yang baik dilakukan oleh lansia antara lain pekerjaan rumah dan berkebun. Aktivitas ini baik dilakukan karena merupakan suatu latihan untuk menjaga kesegaran daya tahan tubuh. Hasil penelitian Darmojo 2000 menunjukkan bahwa sebagian besar lansia wanita di Indonesia masih melakukan pekerjaan rumah tangga seperti : memasak, membersihkan rumah, mencuci piring, mencuci pakaian, menjahit, membantu di kebun dan memomong cucu. Hal ini menunjukkan bahwa meski sudah berusia lanjut, mereka masih berkeinginan untuk bekerja dan tetap aktif di rumah. Aktivitas fisik yang tinggi dapat meningkatkan kebutuhan terhadap energi tubuh. Konsumsi pangan yang mencukupi sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk dapat mencukupi dalam melakukan kegiatan baik internal maupun eksternal. Hasil penelitian Ernawati 2001 menunjukkan asupan energi lansia laki- laki di kota Bogor hanya 70 persen dari angka kecukupan gizi AKG dan 30 persen mempunyai indeks masa tubuh IMT 18,5. Berdasarkan ambang batas yang ditetapkan Ditjen Gizi Masyarakat Depkes, 2000 prevalensi gizi kurang = 20 persen merupakan kriteria masalah gizi yang serius termasuk kategori masalah gizi berat. 125 Kondisi demikian menimbulkan keingintahuan lebih lanjut untuk melakukan suatu kajian mengenai aktivitas fisik, konsumsi dan status gizi lansia ya ng berada di Bogor sebagai bahan masukan dalam penyusunan kebijakan untuk kesejahteraan lansia bagi instansi terkait. 126 Metode Penelitian Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei penduduk usia lanjut dan rumah tangga muda yang merawat lansia untuk mengetahui kondisi aktual dari lansia dengan menggunakan desain cross-sectional. Dalam hal ini peneliti melakukan observasi terhadap lansia tanpa melakukan intervensi. Penelit ian survei dilakukan pada satu saat point time approach. Unit analisis dari penelitian ini adalah lansia secara individu, dan hanya diamati sekali saja kecuali untuk data konsumsi, perilaku kesehatan, dan status gizi, sementara untuk data aktivitas fisik unit analisis yaitu lansia dala m rumah tangga muda dan lansia dalam rumah tangga lansia Singarimbun Efendi, 1995. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang sesuai dengan keperluan penelitian. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kotamadya Bogor karena memiliki usia harapan hidup UHH yang cukup tinggi yaitu 67,7 tahun pada tahun 1999 serta memiliki jumlah lansia yang cukup banyak yaitu 45.417 orang. Penelitian survei terhadap lansia yang berada di masyarakat dilakukan di 3 wilayah puskesmas yang memiliki posbindu yang aktif berdasarkan informasi dari Dinas Kesehatan Kotamadya Bogor berdasarkan kriteria keaktifan posbindu. Dari ketiga lokasi posbindu memiliki karakteristik latar belakang ekonomi yang berbeda. Budi Agung mewakili daerah dengan latar belakang ekonomi menengah ke atas, Baranangsiang mewakili latar belakang ekonomi yang menengah dan sebagian termasuk rendah, sedangkan Situ 127 Gede mewakili daerah desa dengan kondisi sosial ekonomi rendah. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2004 – Juli 2006. Prosedur Pemilihan Contoh Pemilihan Posbindu dan panti werdha dilakukan berdasarkan informasi yang diberikan pihak Dinas Kesehatan yaitu posbindu yang aktif dalam melaksanakan kegiatan. Pemilihan posbindu yang digunakan dilakukan secara purposiv yaitu yang mewakili daerah dengan tingkat sosial ekonomi tinggi, menengah dan kurang. Pemilihan sampel di posbindu dilakukan berdasarkan random sederhana simple random sampling berdasarkan kriteria pemilihan sampel yaitu: tidak pikun, tidak bermasalah dengan pendengaran, dan bersedia diwawancara. Di samping lansia, responden juga diambil dari keluarga yang mengurus lansia yang berada satu rumah dengan lansia serta keluarga yang turut merawat namun tidak serumah dengan lansia. Izin penelitian diperoleh dari dinas kesehatan Kota Bogor Lampiran 2 Pendekatan awal dalam pemilihan contoh dilakukan pertama kepada pihak dinas kesehatan, kemudian kepada Dokter Puskesmas dan terakhir dengan pengurus kader posbindu juga pengurus RW setempat untuk mendapatkan informasi dari lansia yang berada di masyarakat. Pertemuan pertama dengan contoh dilakukan di posbindu kemudian dilanjutkan dengan wawancara dari rumah ke rumah untuk mendapatkan informasi dari rumah tangga lansia dan rumah tangga muda yang mengurus lansia, serta rumah tangga muda yang turut merawat namun tidak serumah dengan lansia. Untuk lansia yang berada di panti, pendekatan awal dilakukan kepada 128 Pimpinan panti, lalu dokter puskesmas atau dokter pribadi rekanan panti untuk mendapatkan contoh yang sesuai dengan kriteria Kerangka Pemilihan Contoh: Kota Bogor Panti Werdha Masyarakat Lansia yang berada di panti werdha berasal dari panti werdha Sukma Raharja dan panti werdha Kasih Mulia Sejahtera, dan lansia yang berada di masyarakat diambil dari kelurahan Budi Agung, kelurahan Baranangsiang dan kelurahan Situ Gede. Rumus Penarikan sampel untuk penelitian survey: n = Z a 2 . p 1-p e 2 = 1,96 2 .30.70 0.0036 = 224 orang lansia Keterangan: n = Jumlah sampel Za = Kesalahan tipe 1 p = Proporsi amatan lansia kurang gizi di Bogor Ernawati, 2001 e = Nilai harapan Untuk menghindari adanya kuesioner yang tidak lengkap maka ditambah 5,5 dari 224 orang sehingga total sampel sebanyak 237 orang. 129 Total sampel lansia yang berada di masyarakat sebanyak 197 orang dengan rincian sebagai berikut: Budi Agung sebanyak 40 orang, Baranangsiang sebanyak 80 orang, dan Situ Gede sebanyak 74 orang Kondisi lansia di daerah Budi Agung memiliki latar belakang ekonomi menengah ke atas, mereka umumnya pensiunan dan berpendidikan tinggi. Hal ini menyebabkan sulitnya mendapatkan kesediaan mereka untuk mengikuti penelitian meskipun hanya wawancara tanpa adanya intervensi. Kehadiran peneliti tidak sepenuhnya diterima baik oleh mereka, kecuali oleh lansia yang memahami pentingnya pendidikan dan pengembangan ilmu. Lansia yang berada di Baranangsiang lebih beragam, ada yang memiliki latar belakang ekonomi menengah maupun bawah. Hal itu dapat dilihat dari kondisi perumahan mereka. Lansia di daerah ini lebih dapat menerima kehadiran peneliti dan bersedia diwawancara. Di daerah Situ Gede sebagian besar lansia dari latar belakang ekonomi rendah, kondisi daerah tersebut masih dapat dikatakan pedesaan. Keadaan perumahan lansia sangat sederhana bahkan cenderung buruk, baik dari kualitas bangunan maupun higiene sanitasi lingkungannya. Mereka sangat menerima baik kehadiran peneliti dan terbuka untuk diwawancara. Jenis dan Cara Pengumpula n Data Data yang diperoleh terdiri dari data primer dan sekunder. Data sekunder meliputi: data lokasi, jumlah lansia, program pemerintah yang menyangkut lansia, 130 jumlah panti werdha . Data primer meliputi konsumsi makanan, aktifitas fisik, dan perilaku hidup sehat diperoleh melalui wawancara dengan lansia serta petugas panti yang merawat lansia. Data status gizi diperoleh dengan pengukuran antropometri yang meliputi berat badan, tinggi badan yang dilakukan dengan mengukur tinggi badan sesungguhnya dan dengan pendekatan panjang tungkai. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner yang berisi tentang aktifitas fisik, perilaku kesehatan, konsumsi makanan. Instrumen bersifat tertutup, pilihan jawaban sudah disediakan. Pengisian instrumen dilakukan dengan cara wawancara. Kuesioner digunakan untuk memperoleh data obyektif dari lansia guna mendapatkan informasi mengenai kondisi lansia yang sesungguhnya. Tabel 25. Kisi-kisi kuesioner aktivitas fisik Variabel Penelitian Indikator No item Jumlah Aktifitas Fisik 1. Berjalan 2. Naik tangga 3. Makan 4. Buang air besar dan kecil 5. Mandi 6. Berpakaian 7. Keramas dan menyisir rambut 8. Melihat dengan baik 9. Mendengar dengan baik 10. Bicara dengan orang 11. Mengingat kejadian yang terjadi pada hari ini 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Jumlah 11 Sumber: Laporan hasil penelitian Kesejahteraan Lansia Kerjasama IPB dengan Kyoto University 131 Tabel 26. Kisi-kisi kuesioner perilaku kesehatan Variabel Penelitian Indikator No item Jumlah Perilaku kesehatan Konsumsi minuman beralkohol Konsumsi rokok Olah Raga Menggosok gigi Mencuci tangan Konsumsi suplemen Mencuci kaki Mandi Melakukan aktivitas Beribadah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Jumlah 10 Sumber: Laporan hasil penelitian Kesejahteraan Lansia Kerjasama IPB dengan Kyoto University 1. Validitas instrumen Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya Azwar, 1997. Untuk mengetahui validitas instrumen dilakukan uji content validity validitas isi dengan cara mengkonsultasikan instrumen kepada ahli dibidangnya juga dengan melihat korelasi antara setiap skor pertanyaan yang bersangkutan dengan skor total skala atau dengan perkataan lain mencari korelasi antar tiap nilai butir dengan nilai total masing- masing skor dengan memakai rumus korelasi product moment dari Pearson. Setelah itu ditetapkan butir-butir yang valid jika memiliki korelasi yang tinggi dengan skor total masing- masing faktor. Batas nilai koefisien korelasi untuk df=N-2 n=30 pada level of significance 0.05 adalah 0.329 sedang untuk n=40 adalah 0.275 . 132 2. Reliabilitas Instrumen Istilah reliabilitas sering disamakan dengan konsistensi, stabiliti dependability yang pada prinsipnya menunjukkan sejauh mana alat ukur tersebut dapat memberikan hasil yang relatif tidak berbeda bila dilakukan pengukuran kembali terhadap subyek yang sama Kerlinger, 1986. Pengujian reliabilitas bertujuan untuk mengukur derajat keajegan alat ukur instrumen yang digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Pada penelitian ini uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan rumus alpha cronbach. Data aktifitas fisik dihitung dengan menjumlahkan skor total. Skor total yang semakin tinggi pada aktifitas fisik menunjukkan aktifitas fisik yang baik. Skor yang rendah menunjukkan aktifitas fisik yang buruk . Skor total yang didapat kemudian dikategori menjadi dua kategori sebagai berikut: Baik jika : x x Buruk jika : x x Data perilaku kesehatan dihitung dengan menjumlahkan skor total. Skor total yang semakin tinggi pada perilaku kesehatan menunjukkan perilaku kesehatan yang baik. Skor yang rendah menunjukkan perilaku kesehatan yang buruk. Skor total yang didapat kemudian dikategori menjadi dua kategori sebagai berikut: Baik jika : x x Buruk jika : x x 133 Data konsumsi menggunakan Paket Program Boga dan Gizi PPBG, status gizi lansia ditentukan berdasarkan indeks massa tubuh IMT. Perbedaan status gizi, aktivitas fisik dan perilaku hidup sehat antar lansia di panti dan di masyarakat , menggunakan uji Chi-Square dan one way ANOVA untuk uji beda konsumsi makana n. Definisi Operasional: • Status gizi lansia ialah keadaan gizi lansia yang diukur berdasarkan tinggi badan dan berat badan lansia IMT dan konsumsi makanan. • Penampilan fisik ialah kemampuan lansia dalam melakukan aktifitas hidup sehari-hari yang diukur dengan Activity Daily Living ADL dan perilaku kesehatan lansia sehari- hari. • Perilaku kesehatan ialah aktivitaskebiasaan hidup sehat sehari-hari dari lansia dalam menjaga kesehatan. • Status gizi adalah keadaan gizi lansia yang diukur secara langsung dengan antropometri dengan menggunakan indeks IMT dan konsumsi makanan • Konsumsi makanan adalah banyaknya jumlah makanan yang dimakan sehari- hari, diukur dengan menggunakan metode food recall 24 hour. 148 ABSTRACT RUSILANTI. Effect of Milk Enriched by “Dadih” Probiotic Enterococcus faecium IS-27526 MEDP on the Immune Response of IgA of the Elderly Supervized by CLARA M KUSHARTO, ALI KHOMSAN, EKAWATI S WAHYUNI, and INGRID S SURONO. Elderly represents an ever-increasing population in Indonesia. Many of health issues face by the elderly as a consequence of declining physiologic function along with ageing, which leads to predisposition of infectious and non- infectious diseases,increase morbidity and convalescence. The aims of this research is to enhance the immune response of elderly by dietary intervention probiotic isolate “dadih” Enterococcus faecium IS-27526 MEDP. The locations are purposively selected at two nursing home : Panti Sukma Raharja and Panti Kasih Mulia Sejahtera in Kota Bogor. The study design is a clinical trial study : thirty six healthy elderly volunteers in two nursing home age range: 60 – 80 y; median : 68 y participate in 2-stages dietary intervention trial lasting 6 wk. During sta ge 1 run in, subject consumed low- fat milk 125 ml ones daily for 3 wk. During stage-two intervention, they consumed MEDP 125 ml ones daily for 3 wk. The overall research reveals a significant increase of total IgA serum at 95 confident level p0.05 by supplementing probiotic milk. Tuckey analysis showed that IgA total difference was significant after probiotic milk treatment but not during milk treatment. This implies that supplementation with MEDP may increase the immune respons of IgA of the elderly. 149 ABSTRAK RUSILANTI. Pengaruh Susu Plus Probiotik Asal Dadih Enterococcus faecium IS- 27526 MEDP Terhadap Respons Imun IgA Lansia. Dibawah bimbingan CLARA M KUSHARTO, ALI KHOMSAN, EKAWATI S WAHYUNI, dan INGRID S SURONO. Peningkatan penduduk usia lanjut terjadi di berbagai negara termasuk Indonesia. Seiring dengan meningkatnya usia maka muncul permasalahan baru seperti masalah kesehatan baik fisik maupun mental akibat penurunan fungsi fisiologis dan mental selama proses penuaan. Hal tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan berbagai penyakit, baik infeksi maupun non infeksi. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh intervensi gizi dengan susu probiotik asal “dadih” Enterococcus faecium IS-27526 terhadap respon imun lansia. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposif di panti werdha yang berada di Kota Bogor dan mau bekerjasama, yaitu panti werdha Sukma Raharja dan panti werdha Kasih Mulia Sejahtera. Desain penelitian menggunakan clinical trial. Subyek sebanyak 36 orang usia antara 60-80 tahun; median 68 tahun mengikuti dua tahap penelitian. Tahap pertama lansia mengonsumsi susu rendah lemak sebanyak 125 ml setiap hari selama tiga minggu, dan tahap kedua mengonsumsi MEDP selama 3 minggu. Hasil penelitian me nunjukkan adanya peningkatan secara signifikan pada konsentrasi IgA serum total pada taraf kepercayaan 95 p0.05. Kenaikan IgA total terjadi setelah mendapat perlakuan konsumsi susu probiotik, ketika hanya mengonsumsi susu saja tidak terdapat perbedaan nyata. Dapat disimpulkan bahwa suplementasi MEDP dapat meningkatkan respons imun IgA pada lansia. 150 Pendahuluan Kemampuan respon imun pada saat orang berusia lanjut akan mengalami penurunan. Proses penuaan menimbulkan abnormalitas sistem imun yang memberi kontribusi pada sebagian besar penyakit akut dan kronik pada usia lanjut. Banyak faktor eksternal yang mempengaruhi hal ini, seperti nutrisi, populasi, bahan kimia, sinar ultraviolet, genetik, riwayat penyakit , pengaruh neuendokrin dan endokrin serta variasi anatomi, semua ini akan mengganggu fungsi sistem imun Subowo, 1993; Alder dkk, 1990. Meningkatnya usia mengakibatkan sekresi mukus lambat, angka klirens dan jumlah mukus total di paru berkurang, sekresi kelenjar keringat berkurang, kulit cenderung kering, pH cairan lambung meningkat. Semua hal tersebut di atas dapat menimbulkan peningkatan kolonisasi bakteri yang disebabkan karena tubuh tidak efisien menghilangkan bakteri dan virus Alder, 1990; Yoshikawa, 1990; Soeharyo, 1994. Kondisi demikian menimbulkan pemikiran untuk melakukan suatu upaya membantu lansia dalam meningkatkan kesehatannya melalui peningkatan respon imun. Berbagai upaya yang dapat dilakukan diantaranya melalui intervensi gizi dengan menggunakan pangan fungsional yang dapat meningkatkan respon imun pada lansia. 151 Salah satu pangan fungsional yang belakangan ini banyak dikembangkan para ahli melalui berbagai penelitian ialah aplikasi berbagai strain bakteri asam laktat BAL dalam berbagai jenis makanan. Bakteri asam laktat merupakan kelompok bakteri baik yang menguntungkan yang dapat memfermentasi gula sebagai sumber energi untuk memproduksi asam laktat dalam jumlah besar dan tidak membentuk senyawa putrefektif apabila memecah protein. Menurut Salminen, kondisi mikroflora usus manusia berbeda-beda di tiap lokasi tergantung lingkungan hidupnya, oleh karenanya bila ingin melakukan intervensi sebaiknya menggunakan mikroflora yang berasal dari lingkungannyanegaranya agar sesuai dengan kondisi mikroflora usus penduduknya. Berbagai hasil penelitian menunjukkan salah satu jenis bakteri asam laktat yang berasal dari dadih bersifat probiotik . Dadih telah diproduksi ratusan tahun di Indonesia, khususnya di Sumatra Barat yang dibuat dari susu kerbau dengan cara yang sederhana yaitu susu kerbau yang baru diperah tanpa masak, dimasukkan ke dalam tabung bambu kira-kira sebanyak 150 ml. Kemudian tabung bambu tersebut ditutup dengan daun pisang atau plastik dan didiamkan semalam hingga dua malam pada suhu ruang sampai menjadi kental menyerupai yoghurt. Produk akhir dadih didominasi oleh bakteri asam laktat. Diakhir fermentasi jumlah bakteri asam laktat hidup mencapai 10 8 kolonigram. Spesies bakteri yang mendominasi fermentasi dadih diantaranya adalah Lactobasillus casei subsp.casei, Leuconostoc paramesenteroides, Leuconostoc 152 mesenteroides, Lactobacillus brevis dan Lactoccocus lactis subsp. Lactis biovar diacetylactis Surono, 2004. Bakteri asam laktat dapat diisolasi dari produk susu fermentasi. Penelitian yang dilakukan Surono 2003 telah dapat mengisolasi dan mengidentifikasi Bakteri asam laktat dari dadih yang secara in vitro bersifat tahan asam, garam, dan lysozime. Bakteri asam laktat asal dadih khususnya Leuconostoc mesenteroides dan Lactobacillus brevis telah teruji pada hewan percobaan bersifat probiotik, yaitu bisa bertahan hidup pada kondisi yang menyerupai saluran pencernaan, khususnya di lambung yang keasamannya sangat tinggi yaitu di bawah pH 2,0. Penelitian yang dilakukan Surono 2003 menunjukkan bahwa bakteri asam laktat dadih IS-27526 Leuconostoc mesenteroides terbukti secara in vitro memiliki kemampuan adhesi dan membentuk koloni pada epihel saluran pencernaan. Pemberian diet bakteri asam laktat dadih IS -27526 pada balita dapat meningkatkan sekresi antibodi IgA Surono dkk., 2004, Riewpassa, 2005. 153 Bahan dan Metode Penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Contoh lansia dalam penelitian ini adalah lansia yang berada di Panti Werdha dan bersedia menandatangani fomulir persetujuan untuk ethic informed consent. Seleksi responden diambil dari lansia penghuni panti yang memenuhi kriteria penelitian. Pemeriksaan responden dilakukan bertingkat dimulai dari observasi kondisi fisik seperti pengukuran berat badan dan tinggi badan serta pemeriksaan klinik oleh dokter. Jika lansia bersedia menandatangani informed consent maka responden resmi menjadi subyek penelitian. Perhitungan jumlah sampel untuk penelitian eksperimen: Jumlah sampel dihitung berdasarkan parameter jumlah Natural Killer Cell dari penelitian Gill HS. et al. tahun 2001 Am J Clin Nutr 2001; 74:833-839 dengan menggunakan a=95 dan power of study= 80 n = [ka + k ß SD] 2 d 2 = [1.96 + 0.841.4] 2 0.7 2 = [2.8.1.4] 2 0.49 = 31.36 Perkiraan jumlah drop out =10 n = 1 X n 1-F = 1 X 31.36 ~ 34.84 responden 1-0.1 Total jumlah sampel yang diperlukan= 34.84 ~36 orang 154 Keterangan: n = Jumlah Responden ka = Kesalahan tipe 1 k ß = Kesalahan tipe 2 SD = Standar Deviasi setelah pemberian susu tanpa probiotik Gill H.S, et al, 2001 d = Perbedaan rata-rata antara nilai setelah pemberian susu tanpa probiotik dengan setelah pemberian susu dengan probiotik medium treatment effect = 0,5 x SD = 0,5x1,4=0,7. F = Perkiraan jumlah drop out 10 Cara memilih sukarelawan sehat : Pemilihan subyek akan dilakukan dengan bekerjasama dengan dua Panti Werdha di Bogor, dengan kriteria inklusi : • Lansia berumur 60 -80 tahun yang tinggal di Panti Werda • Sehat secara umum • Bersedia mengikuti aturan dalam penelitian seperti tidak mengkonsumsi produk probiotik dan antibiotik setidaknya 1 bulan sebelum studi dimulai Kriteria eksklusi: • Tidak mengidap penyakit akut atau kronis dan tidak memiliki masalah makan seperti lactosa intolerance. 155 Studi outline N = 36 End line Prosedur Penelitian: Subyek merupakan satu grup, dengan pengambilan dan analisa darah serta saliva dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu tahap awal sebelum dilakukan intervensi, tahap ke dua setelah intervensi 3 minggu pemberian 125 ml susu UHT rendah lemak tanpa probiotik setiap hari run in period, dan tahap ketiga atau terakhir setelah intervensi 3 minggu pemberian susu UHT rendah lemak dengan probiotik setiap hari. Susu diantarkan ke Panti tempat kediaman subyek. Pengukuran yang dilakukan meliputi: § Wawancara dan pemeriksaan fisik pada awal § Pengukuran antropometri meliputi berat dan tinggi badan Pengambilan dan analisa darah dan saliva1 Pengambilan dan analisa darah dan saliva 2 3 minggu pemberian susu dengan probiot ik r un i n per i od N=36 Base line N=36 Mid line 3 minggu pemberian susu t anpa probiot ik set iap hari run in period Pengambilan dan analisa darah dan saliva3 156 § Pengukuran asupan makanan melalui wawancara dengan metode 24h-recall § Pengambilan darah dan saliva untuk pengukuran status imun dengan indikator IgA serum dan sIgA sebelum dan di tiap tahap intervensi. Parameter yang digunakan pada penelitian ini adalah IgA, hal ini dilakukan berdasarkan hasil penelitian Surono, dkk dalam penelitian Riset Unggulan Terpadu 2004 yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada IgA anak balita yang diberikan susu probiotik BAL dadih Leuconostoc mesenteroides IS 27526 dan tidak signifikan pada IgG. Salah satu respon imun yang banyak terjadi pada mukosa adalah respon imun humoral dan produksi sIgA IgA sekretori Isolauri, 2001; Brassart dan Schiffrin, 2000 dalam Surono, 2004. sIgA ideal untuk menjaga permukaan mukosa dari antigen dengan cara mencegah pelekatan antigen pada sel epitel. sIgA paling banyak diproduksi oleh MALT dan sangat baik untuk merefleksikan respon saluran pencernaan secara spesifik. Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan pada penelitian tahap satu yang menggunakan metoda surve i ialah alat untuk mengukur status gizi lansia secara antropometri yaitu berupa timbangan dan alat ukuran tinggi badan. Bahan yang akan digunakan dalam penelitian tahap eksperimen adalah bubuk probiotik yang berasal dari pembiakan bakteri asam laktat strain IS-27526 asal susu fermentasi tradisional dadih. Identifikasi mikroskopik uji biokimia menunjukkan bahwa IS -27526 adalah Leuconostoc mesenteroides, selanjutnya dengan uji 157 identifikasi molekuler dengan PCR nucleotid sequence menunjukkan strain IS- 27526 adalah Enterococcus faecium Dharmawan, dkk, 2006. Dengan demikian pada penelitian ini disebut sebagai spesies bakteri Enterococcus faecium IS-27526. Susu yang digunakan adalah susu UHT rendah lemak dari PT Ultra, mengingat konsumsi lemak pada lansia harus dibatasi. Lansia cenderung lebih mudah gemuk dibandingkan kelompok dewasa muda karena untuk berat badan yang sama komposisi lemak dalam tubuh lansia lebih banyak sehingga bila dalam dietnya lansia banyak mengonsumsi lemak sedangkan aktivitas berkurang, akan meningkatkan kasus obesitas yang akan memicu kehadiran penyakit degeneratif. Bahan-bahan untuk analisis IgA dengan Metode sandwich ELISA: monoclonal anti human IgA, anti- human IgA, PBS Phosphat Buffer Saline 0,01 M, larutan substrat TMB Tetramethyl Benzine, larutan blocking casein 0,5, Tween 20, larutan H 2 SO 4 1,25. Susu yang digunakan adalah susu UHT rendah lemak dari PT Ultra sebanyak 125 ml, mengingat konsumsi lemak pada lansia harus dibatasi. Alat yang digunakan adalah alat pengujian serum darah dan saliva untuk melihat kuantitatif Imunoglobulin A seperti: disposal syringe wide needle, tabung sentrifuse, sentrifuse, vial, rak vial, ependorf, micropipet single channel 10 – 100 µl, micropipet multi channel 50 – 200 µl, tip pipet 200 µl, 96 maxisorp immunoplate, ELISA reader, serta kuesioner untuk melihat kondisi lansia yang mendapatkan susu probiotik. 158 Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data IgA berasal dari serum dan saliva diambil pada awal penelitian, setelah 3 minggu minum susu tanpa probiotik dan setelah tiga minggu mengonsumsi susu dengan probiotik. Metode Analisis Antibodi IgA Metode yang digunakan untuk menganalisis jumlah total sekresi antibodi IgA pada serum darah dan saliva adalah Sandwich ELISA Enzym-Linked Immunoabsorbent Assay modifikasi dari metode Becton Dickinson. Pertama-tama dilakukan optimasi range kurva standar IgA manusia yang linier dan analisis pengenceran serum dan saliva yang optimum dari beberapa tingkat pengenceran serum: 5x; 10x; 20x; dan 50x; sedangkan saliva: 15x, dan 30x. Adapun langkah- langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. Dilakukan coating pada mikroplat maxisorp 96 sumur 96-well microtiter plate yaitu dengan penambahan 100µlwell mouse monoclonal anti human IgA 1:1000 yang diencerkan dengan buffer karbonat, diinkubasi semalam 10-12 jam pada suhu ruang,lalu dicuci dengan larutan pencuci 0.05 tween 20-PBS sebanyak tiga kali dengan metode botol pencuci. b. Ditambahkan larutan blocking kasein 5 sebanyak 100 µlwell, diinkubasi selama 2 jam 15 menit pada suhu ruang 29-31 C, lalu dicuci dengan larutan pencuci PBS+0.05 tween 20. c. Ditambahkan 100 µlwell serum sampel standar IgA sampel yang telah diencerkan pada sumur yang berbeda, diinkubasi selama 2 jam pada suhu ruang, 159 lalu dicuci tiga kali dengan larutan pencuci PBS+0.05 tween 20. Pengenceran serum yang optimum adalah 10 kali dan saliva 15 kali dengan PBS. Serum dan dan standar human IgA untuk analisis serum yang ditambahkan pada plat sebanyak 100 µl, sedangkan saliva hanya 50 µl. Setiap sampel sebanyak 3 kali triplo. Kisaran konsentrasi standar IgA manusia yang linier adalah 1 – 1000 µlml. d. Setelah dicuci tiga kali, ditambahkan 100 µlwell antibodi sekunder yaitu goat anti- human IgA a-chain specific Peroxidase conjugate 1 :20.000 yang diencerkan dengan PBS diinkubasi selama 2 jam pada suhu kamar. f. Setelah dicuci dengan larutan pencuci PBS+0.05 tween 20, ditambahkan 100 µlwell larutan substrat TMB Tetramethylbenzidine, diamkan selama 30 menit sehingga terbentuk warna biru. Reaksi ini dihentikan dengan menambahkan 100 µlwell larutan H 2 SO 4 1.25 M sebagai stopping solution sehingga terbentuk warna kuning. g. Dibaca Optical Density OD dari tiap well pada Microtiter plate pada dua panjang gelombang 450 nm dan 650 nm dengan menggunakan ELISA reader multiskan. h. Kurva standar IgA dibuat dari nilai rata-rata OD standar IgA pada setiap konsentrasi. Rata-rata OD yang diperoleh dari setiap sampel diplot terhadap kurva standar sehingga didapat nilai konsentrasi IgA sampel µgml, kemudian dikonversi dengan faktor pengenceran dan diubah satuannya ke dalam mgml. 160 Pengolahan dan Analisis Data Data konsumsi menggunakan Paket Program Boga dan Gizi PPBG, status gizi lansia ditentukan berdasarkan indeks massa tubuh IMT. Perbedaan tingkat depresi , one way ANOVA untuk uji beda konsumsi pangan. Hasil uji coba dianalisis dengan menggunakan one-way ANOVA yang dilanjutkan dengan uji perbandingan berganda Tukey,s untuk melihat perbedaan total konsentrasi IgA serum dan saliva sebelum dan sesudah intervensi. Untuk menghilangkan pengaruh susu, maka dilakukan uji- t antara selisih rata-rata antara kenaikan konsentrasi total sebelum pemberian susu dan sesudah pemberian susu dengan selisih rata-rata sesudah diberikan susu dengan susu probiotik. Definisi Operasional: • Respons imun konsentrasi total IgA serum dan saliva untuk indikator keberhasilan intervensi dengan susu probiotik. • Probiotik adalah kultur tunggal atau campuran dari mikroorganisme hidup yang bila diaplikasikan atau dikonsumsi oleh hewan atau manusia memberikan dampak positif terhadap kesehatan dengan memperbaiki keseimbangan mikroflora usus. Dalam penelitian ini digunakan bakteri probiotik yang berasal dari dadih Enterococcus faecium IS-27526, dibiakkan dalam susu skim lalu dikeringkan beku freeze dried. • Susu rendah lemak ialah susu UHT rendah lemak yang diproduksi oleh PT Ultra. Susu ini baik untuk diberikan pada lansia karena konsumsi lemak pada lansia harus dibatasi. Jumlah yang diberikan 125 mlhari. 161 • IgA ialah antibodi Imunoglobulin A yang terdapat pada serum darah dan sIgA yang berasal dari saliva. Hasil dan Pembahasan Penelitian in i merupakan studi eksperimental. Dalam penelitian ini subyek dijadikan satu kelompok dengan mendapatkan perlakuan yang sama, maksudnya adalah agar mendapatkan keseragaman kondisi fisiologis antara sebelum mendapatkan perlakuan dengan sesudah mendapatkan perlakuan. Kultur probiotik yang ditambahkan berada dalam bentuk bubuk kering beku dengan total bakteri hidup 2,31 x 10 11 cfug Surono, 2003. Jumlah sel mikroba hidup yang harus terdapat pada produk probiotik masih menjadi perdebatan namun umumnya adalah sebesar 10 6 - 10 8 cfuml Tanock, 1999, sehingga dosis yang ditambahkan untuk mendapatkan sel-sel sebesar 0.4329 mg Dengan mempertimbangkan kemungkinan probiotik yang tercecer dan menempel pada pengemas, maka probiotik kering beku yang ditimbang ke dalam kemasan adalah sebesar 1 mg. Probiotik dikemas dalam aluminium foil 2x7 cm 2 yang telah disterilisasi dengan sinar UV di dalam ruang laminar flow, sehingga siap dicampurkan ke dalam susu UHT untuk dikonsumsi oleh contoh. Proses penuaan memiliki pengaruh yang besar tehadap sel B dan perubahan tidak pasti pada sel T. Mucosal-associated lymphoid tissue Malt merupakan sepertiga bagian dari semua jaringan limfoid tampak berubah dengan proses penuaan. 162 Komposisinya 75 terdiri dari sel T dan di kelenjar limfe menunjukkan turunnya kemampuan berproliferasi terhadap respon mitogen phytohemagglutinin dan oncanavalin A dengan adanya proses penuaan. Respon antibodi spesifik terhadap antigen secara bermakna menurun di kelenjar limfe dan dijumpai pula penurunan jumlah antibodi. Perubahan humoral yang ditemukan di jaringan tersebut seringkali akibat perubahan dari sel T yang diperlukan untuk memacu respon antibodi Sigal dkk., 1994. Oleh karenanya hal ini menjadi alasan dipilihnya lansia menjadi contoh. Konsumsi probiotik pada lansia diharapkan dapat menstimulir respon imun sehingga dapat meningkatkan ketahanan tubuh. Konsentrasi Total IgA Serum Analisis sekresi antibody IgA dilakukan dengan menggunakan metode Enzym-Linked Immunosorbent Assay ELISA. Pada penelitian ini teknik ELISA yang digunakan adalah sandwich ELISA yang menggunakan dua jenis antibodi. Untuk analisis kadar IgA manusia dengan metode ELISA, maka IgA berperan atau diperlakukan sebagai antigen target, dimana serum darah direaksikan dengan antibodi IgA manusia sehingga terbentuk kompleks imun antigen antibodi di dalam microtiter plates yang memiliki permukaan padat yang dapat mengadsorp protein antibodi. Untuk mengetahui apakah sudah terbentuk kompleks, maka ditambahkan antibodi anti IgA manusia yang telah berkonjugasi dengan enzim horse radish peroxidase atau alkalin fosfatase , antibodi kedua ini disebut antibodiconjugated co: horse radish conjugated antibodi. Tahap selanjutnya adalah penambahan substrat yang kompatibel dengan enzim yang terkonjugasi pada antibodiconjugated, sehingga 163 terjadi reaksi antara enzim dengan substrat yang menimbulkan perubahan warna. Perubahan warna ini di cek dengan alat ELISA reader sehingga diperoleh data berupa Optical Density OD. Intensitas perubahan warna bersifat proporsional berbanding lurus terhadap jumlah enzyme conjugated antibody anti IgA manusia yang berikatan dengan IgA yang pada akhirnya berbanding lurus pula dengan jumlah IgA yang terdapat pada sampel yang diujikan Tizard, 1988. Hasil analisis total serum IgA lansia sebelum perlakuan, sesudah diberi susu selama tiga minggu dan sesudah diberi susu probiotik selama tiga minggu dapat dilihat pada Gambar 16. Gambar 16. Diagram batang konsentrasi IgA serum total sebelum dan sesudah perlakuan Data tersebut menunjukkan adanya peningkatan IgA serum, dimana sebelum diberikan perlakuan base line sebesar 0,226 mgml, sesudah diberikan susu mid Konsentrasi IgA serum 0.226 0.245 0.496 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 tanpa susu susu susu+probiotik Perlakuan IgA serum mgml 164 line menjadi 0,245 mgml, dan sesudah diberikan MEDP end line mengalami kenaikan yang lebih besar yaitu 0,496 mgml. Uji statistik Hasil pengujian analisis dengan menggunakan one-way ANOVA menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara ketiga perlakuan p= 0.001 pada taraf kepercayaan 95 . Kemudian dilanjutkan dengan uji Tukey de ngan hasil sebagai berikut: Tabel 30. Hasil selang kepercayaan Tukey 95 rata-rata selisih konsentrasi IgA serum total Perlakuan Batas atas Batas bawah Sig. Tanpa susu- susu Tanpa susu- susu probiotik Susu-susu probiotik -0.1993 -0.4504 -0.4320 0.1624 -0.0886 -0.0702 Keterangan: signifikan pada p0.05 Uji Tukey menunjukkan: Tanpa susu base line dengan susu mid line | - 0.1993, 0.1624 | tidak signifikan. Tanpa susu base line dengan MEDP end line | - 0.4504, -0.0086 | signifikan, susu mid line dengan MEDP end line | -0.4320, - 0.0702 | signifikan. Kenaikan konsentrasi total IgA serum yang signifikan terdapat pada mid line dan end line serta base line dan end line. Hal itu sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Riewpassa 2005 dengan pemberian suplementasi biskuit konsentrat ikan dengan cream probiotik IS-27526 pada tikus dan balita yang menunjukkan adanya peningkatan IgA serum yang signifikan serta hasil penelitian 165 yang dilakukan Koestomo 2004 yang menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan pada sIgA balita yang diberikan susu probiotik IS-27526. Untuk menghindari adanya pengaruh susu, maka dilakukan uji beda selisih antara kenaikan konsentrasi total sebelum perlakuan dan sesudah diberikan susu dengan sesudah diberikan susu dan MEDP dengan menggunakan uji-t , didapat hasil p=0.0024 p0.01. Terbukti adanya perbedaan yang signifikan antara konsentrasi total serum lansia antara sebelum dan sesudah mendapatkan perlakuan dengan MEDP . Konsentrasi total IgA serum pada kelompok yang telah diberi MEDP menunjukkan bahwa penambahan BAL dadih Enterococcus faecium IS-27526 dapat meningkatkan konsentrasi total IgA serum pada lansia. Kenaikan yang terjadi antara sebelum diberi susu dan sesudah diberi susu tanpa probiotik terjadi karena kandungan protein susu yang dapat meningkatkan sintesa antibod i sebagai produk dari metabolisme protein. Hasil penelitian Gabriel et al 1975 menyatakan bahwa pengurangan asam-asam amino esensial pada tikus secara moderat menurunkan kekebalan humoral, sementara kekebalan seluler tetap tidak berubah. Bila pengurangan asam-asam amino diet ditingkatkan, maka terlihat penurunan drastis baik pada kekebalan humoral maupun seluler. Hal ini dapat menjelaskan bahwa kadar total serum IgA pada saat hanya diberikan susu tanpa probiotikpun dapat terjadi peningkatan meski tidak signifikan. Kenaikan konsentrasi total serum IgA dijadikan indikator ketahanan tubuh karena IgA melindungi tubuh oleh karena dapat bereaksi dengan molekul adhesi dari 166 pathogen potensial dan me ncegah adherens dan kolonisasinya dalam sel pejamu. IgA juga dapat bekerja sebagai opsonin, oleh karena neutrofil, monosit dan makrofag memiliki reseptor untuk Fca Fca-R sehingga dapat meningkatkan efek bakteriolitik komplemen dan menetralisasi toksin. IgA dapat menetralisasi toksin atau virus dan mencegah terjadinya kontak antara toksin atau virus dengan sel alat sasaran. IgA dalam serum dapat mengaglutinasikan kuman, mengganggu motilitasnya sehingga memudahkan fagositosis opsonisasi oleh sel polimorfonuklier. Selain itu IgA dapat mengaktifkan komplemen melalui jalur alternative, tidak seperti halnya dengan IgG dan IgM, yang dapat mengaktifkan komplemen melalui jalur klasik Baratawidjaya, 2002. Untuk melihat ada tidaknya pengaruh depresi pada kenaikan konsentrasi total IgA serum lansia, dilakukan uji one-way ANOVA dengan hasil sebagai berikut p=0.481 yang menunjukkan tidak adanya pengaruh kondisi mental dalam hal ini depresi terhadap kenaikan konsentrasi total IgA serum lansia yang diintervensi dengan MEDP. Pengujian sIgA yang berasal dari saliva tidak dapat dilakukan karena jumlah sampel yang tersedia sangat sedikit sehingga sulit untuk dianalisis. Hal ini disebabkan karena menurunnya sekresi saliva pada lansia Webb, GP and J.Copeman, 1996. 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk lanjut usia lansia merupakan salah satu tantangan pada abad 21 di seluruh dunia. Populasi penduduk dunia yang berusia di atas 65 tahun meningkat lebih dari dua kali lipat dari total populasi penduduk dunia selama periode tahun 1996 – 2020. Laju peningkatan tertinggi di Afrika Utara dan China serta beberapa negara Asia dan terendah di Sub-Saharan Afrika. Total populasi penduduk berusia diatas 65 tahun pada tahun 2025 diperkirakan lebih dari 800 juta. Diperkirakan penduduk lanjut usia meningkat sebesar 1,2 milyar. Duapertiganya berada di negara yang sedang berkembang dan sebagian besar dari mereka adalah perempuan United Nations , 2000 Indonesia merupakan negara berkembang jumlah penduduk mencapai 235 juta jiwa dengan jumlah penduduk lanjut usia sebesar 4.703.694 jiwa BPS 2000. Berdasarkan laporan World Health Organization WHO pada tahun 1998 life in the century, A vision for All dalam Wirakusuma 2000, angka usia harapan hidup UHH orang Indonesia diharapkan mengalami peningkatan dari 65 tahun pada tahun 1997 menjadi 75 tahun pada tahun 2025. Hal ini dapat terjadi dengan semakin meningkatnya pelayanan keseha tan, peningkatan taraf hidup, serta berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Meningkatnya populasi lansia seringkali dianggap menjadi beban keluarga. Ini terjadi karena lansia sangat rentan terhadap berbagai serangan penyakit sehingga membutuhkan bia ya perawatan yang tinggi. Di sisi lain lansia juga dianggap sebagai 2 sumber kearifan orang yang patut dihormati, tokoh yang merestui, melindungi, dan menjadi panutan bagi keluarga yang lebih muda Wirakusuma, 2000. Kesehatan dan status fungsional seorang lansia ditentukan oleh resultante dari faktor- faktor fisik, psikologik, dan sosioekonomik orang tersebut. Faktor-faktor tersebut tidak selalu sama besar peranannya sehingga selalu harus diperbaiki bersama secara total patient care. Di negara- negara yang sedang berkembang faktor sosioekonomik finansial hampir selalu menjadi kendala yang penting. Oleh karenanya pelayanan yang baik untuk golongan lansia tidaklah hanya merupakan tindakan perikemanusiaan dan balas budi saja tetapi juga penghematan sosioekonomikfinansial bila kehidupan, kesehatan, dan kebahagiaan lansia dipertahankan dan ditingkatkan Darmojo, 2000. Isu strategis bidang kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 adalah kerjasama lintas sektor ; peningkatan perilaku, pemberdayaan masyarakat dan kemitraan swasta; peningkatan upaya kesehatan, dan peningkatan sumberdaya kesehatan. Visi pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010 adalah masyarakat, bangsa, dan negara yang ditandai dengan penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku hid up sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi- tingginya di seluruh Indonesia. Sementara itu, salah satu misi pembangunan kesehatan adalah mendorong kemandirian masyarakat hidup sehat Depkes, 1999. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa gizi yang baik dan olah raga secara berkesinambungan dapat memperlambat proses penuaan fisik. Oleh karena itu 3 perlu dilakukan suatu upaya untuk meningkatkan kesehatan lansia melalui program intervensi gizi dan kesehatan kepada lansia sesuai dengan kondisi fisiologis. Pada lanjut usia terjadi peningkatan populasi Clostridium perferingens, yaitu bakteri pembusuk, diikuti penurunan Bifidobacteria Surono, 2004. Penelitian yang dilakukan Gill 2001 menunjukkan bahwa pemberian susu rendah lemak dengan probiotik Bifidobacterium lactis HNO19 1-3 terbukti dapat meningkatkan imunitas seluler pada lansia, mengingat pada proses penuaan terjadi penurunan imunitas. Dalam hal ini perlu kiranya dilakukan kajian tentang pemberian susu probiotik dengan bakteri asam laktat BAL asal dadih yang merupakan makanan tradisional dari Sumatra Barat dalam upaya meningkatkan imunitas lansia. Tujuan Umum Penelitian Menganalisis aspek psikososial, aktifitas fisik, konsumsi makanan, status gizi dan pengaruh susu plus probiotik asal dadih Enterococcus faecium IS- 27526 terhadap respon imun lansia. Tujuan Khusus Penelitian Penelitian ini diuraikan menjadi tiga subpenelitian dengan tujuan khusus sebagai berikut : 1. Menganalisis aspek psikososial kepuasan hidup dan depresi lansia di panti dan di masyarakat. 4 2. Menganalisis aktifitas fisik, konsumsi makanan, dan status gizi lansia di panti dan di masyarakat. 3. Menganalisis pengaruh susu plus dengan probiotik asal dadih Enteroccocus faecium IS-27526 MEDP terhadap respon imun IgA lansia. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang kondisi lansia yang berada di panti dan di masyarakat dari beberapa wilayah di Kota Bogor. Selanjutnya me ndapatkan model intervensi gizi yang sesuai dengan kondisi lansia agar dapat meningkatkan kesehatan lansia sebagai bahan pertimbangan bagi instansi terkait dalam upaya meningkatkan kesejahteraan lansia. 5

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Lanjut Usia

Pada akhir-akhir ini penelitian tentang lansia sudah mulai memasuki tahap yang menggembirakan. Para ahli melihat bahwa stereotip yang sering menyertai lansia selama ini mulai mengalami perubahan. Tanpa mengenyampingkan adanya keterbatasan fisik, para ahli menyatakan bahwa masa lanjut usia merupakan pengalaman baru, berbeda dengan yang dibayangkan Baswedan, 2003. Tidak akan ada yang dapat memahami secara tepat masa ini sampai orang tersebut berada di periode tersebut.

A. 1. Batasan Lanjut Usia

Ada berbagai macam batasan kapan seseorang dikatakan sebagai lanjut usia. Di Indonesia, lanjut usia dimulai sejak usia 60 tahun sesuai dengan yang tertera pada Undang-Undang no: 131998 tentang Kesejahteraan Lansia. Di Amerika, usia 65 tahun digunakan sebagai benchmarck dalam mengelompokkan penduduk berusia lanjut. World Health Organization WHO membagi umur tua sebagai berikut: - usia 60 – 74 tahun disebut umur lanjut elderly - usia 75 – 90 tahun disebut umur tua old - usia di atas 90 tahun disebut umur sangat tua very-old Secara umum kita terbiasa dalam pola pikir tentang batasan lanjut usia dalam konotasi jumlah tahun usia kronologis karena memang ini merupakan ukuran yang paling praktis dan banyak digunakan. Ada patokan usia yang lebih spesifik, yaitu usia 6 biologis, usia psikologis dan usia sosial. Usia biologis adalah posisi seseorang dibandingkan dengan angka harapan hidup yang ada. Yang terbaik adalah mereka yang sistem organ utamanya berada di atas kondisi rata-rata. Usia sosial ditentukan dengan menilai posisi seseorang dalam kehidupan dibandingkan dengan berbagai posisi rata-rata yang dapat dicapai seseorang, posisi ini ditentukan oleh norma budaya. Dalam memberi penilaian dapat dari cara berpakaian, pola bicara, dan yang lebih menonjol biasanya dalam peran kepemimpinan. Usia psikologis menunjukkan bagaimana seseorang berfungs i dalam merespon kebutuhantuntutan lingkungan Baswedan, 2003 Secara medis usia lanjut tidak dapat ditetapkan dengan pasti, karena bagi masing- masing individu saat mulai timbulnya gejala-gejala akibat proses menua adalah berbeda. Proses menjadi tua sebenarnya sudah mulai dari konsepsi, meskipun proses anabolisme dan hiperplasia merupakan karakteristik dominan setiap organisme. Proses tersebut berlangsung hingga mati, namun gejala- gejala klinik baru timbul setelah proses tersebut berlangsung bertahun-tahun dalam jangka waktu yang berbeda pada setiap orang A.2. Proses Menua Aging Menua menjadi tuaaging adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki dirimengganti diri dan mempertahankan struk tur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap lesionluka termasuk infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita Constantinides dalam Darmojo dan Martono, 2000. Hal itu mengakibatkan secara 7 progresif akan menyebabkan kehilangan daya tahan terhadap infeksi dan makin banyaknya penumpukan distorsi metabolik dan struktural yang disebut sebagai penyakit degeneratif. Handler 1960 dalam Schanie Willis 1986 menyatakan bahwa aging adalah akibat kemunduran yang terjadi pada organisme dewasa sebagai akibat adanya perjalanan waktu. Pada dasarnya kemunduran tersebut tak terhindarkan dan terjadi pada semua mahkluk hidup dan membuat mereka semakin sulit mengatasi tekanan lingkungan sehingga probabilitas terjadinya kematian meningkat. Dengan adanya perubahan-perubahan yang terjadi pada orang yang telah lanjut usia lansia menyebabkan terjadinya kerentanan terhadap penyakit. Hal itu tentunya harus mendapatkan perhatian khusus baik dari keluarga, masyarakat dan pemerintah kepada kelompok tersebut, mengingat kondisi yang terjadi pada saat ini ialah terjadinya peningkatan jumlah lansia yang sangat besar. Proses menua dipengaruhi oleh faktor: genetik; terkait dengan batasan umur dan jenis kelamin, lingkungan; terkait dengan waktu dan laju proses aging. Menurut Nugroho 1997 proses penuaan aging merupakan proses menua atau proses yang terus berlanjut, secara alamiah proses ini dimulai sejak lahir dan umumnya dialami oleh semua makhluk hidup. Proses ini berbeda-beda pada setiap orang. Birren dan Schaie 1990 menyatakan bahwa tidak ada penyebab tunggal proses ketuaan, karena banyak hal yang dialami organisme sepanjang kehidupannya dan proses ketuaan tersebut lebih banyak merupakan rentetan kejadian dan kekacauan yang berlangsung secara kebetulan. Dalam pandangan ini, proses penuaan 8 merupakan proses perubahan pada organisme yang terjadi secara acak, yang pada mulanya mengikuti pola tetapi kemudian menjadi korban proses degradasi secara acak yang diakibatkan oleh perubahan arah pertumbuhan. Menurut pandangan ini perubahan yang terjadi dalam struktur maupun fungsi organisme dipengaruhi oleh kekuatan atau faktor-faktor di luar seleksi alamiah. Individu berevolusi dari suatu pola pertumbuhan yang teratur kepada suatu keadaan yang kacau dimasa tua, disertai penurunan daya tahan untuk hidup. A.3. Perubahan-perubahan yang Terjadi Pada Proses Penuaan: Pada lansia akan terjadi perubahan pada fisik maupun psikisnya. Adapun perubahan fisiologi yang berhubungan dengan aspek gizi pada lansia menurut Krause dan Kathleen 1984 adalah sebagai berikut: 1. Semakin berkurangnya indera penciuman dan perasa sehingga umumnya lansia kurang dapat menikmati makanan dengan baik. Hal itu sering menyebabkan kurangnya asupan pada lansia atau penggunaan bumbu, seperti kecap atau garam yang berlebihan yang tentunya dapat berdampak kurang baik bagi kesehatan lansia. 2. Perubahan yang banyak terjadi pada fisiologi gastrointestinal yang mempengaruhi bioavailabilitas adalah atrophy gastritis. Rasinski et al 1986 melaporkan bahwa perkiraan prevalensi atrophik gastritis pada lansia di Boston sebesar 24 pada lansia berusia 60 -69 tahun, 32 pada lansia berusia 70 -79 tahun, dan 40 pada lansia berusia di atas 80 tahun. 9 3. Berkurangnya sekresi saliva yang dapat menimbulkan kesulitan dalam menelan dan dapat mempercepat terjadinya proses kerusakan pada gigi Webb Copeman, 1996 4. Kehilangan gigi. Separuh lansia telah banyak kehilangan gigi, hal ini mengakibatkan terganggunya kemampuan dalam mengonsumsi makanan dengan tekstur keras, sedangkan makanan yang memiliki tekstur lunak biasanya kurang mengandung vitamin A, vitamin C, dan serat sehingga menyebabkan mudah mengalami konstipasi. 6. Menurunnya sekresi HCl HCl merupakan faktor ekstrinsik yang membantu penyerapan vitamin B12 dan kalsium, serta utilisasi protein. Kekurangan HCl dapat menyebabkan lansia mudah terkena osteoporosis. Selain itu menurunnya HC l dapat mengakibatkan terjadinya defisiensi zat besi yang menyebabkan ane mia, sehingga oksigen tidak dapat diangkut dengan baik. 7. Menurunnya sekresi pepsin dan enzim proteolitik yang mengakibatkan pencernaan protein tidak efisien. 8. Menurunnya sekresi garam empedu, sehingga mengganggu proses penyerapan lemak dan vitamin A, D, E, K. 9. Terjadinya penurunan motilitas usus, sehingga memperpanjang “transit time” dalam saluran gastrointestinal yang mengakibatkan pembesaran perut dan konstipasi 10 Selain itu menurut Astawan dan Wahyuni 1988 perubahan-perubahan pada lansia meliputi: a. Berkurangnya cairan di dalam jaringan b. Meningkatnya kadar lemak di dalam tubuh, c. Meningkatnya kadar zat kapur dalam jaringan otak dan pembuluh darah tetapi mengalami penurunan dalam tulang d. Terjadinya perubahan pada jaringan ikat e. Menurunnya laju metabolisme basal per satuan berat badan f. Menurunnya aktivitas hormon g. Terbentuknya pigmen ketuaan pada otot jantung, sel-sel saraf, kulit, dan sebagainya h. Berkurangnya frekuensi denyut jantung sehingga mengakibatkan berkurangnya peredaran darah dan peredaran zat gizi. Perubahan-perubahan lain yang terjadi pada lansia menurut Kartari 1990 adalah: a. Kulit berubah menjadi tipis, kering, keriput dan tidak elastis lagi. Dengan demikian fungsi kulit sebagai penyekat suhu lingkungan dan perisai terhadap masuknya kuman terganggu. b. Rambut rontok, warna menjadi putih, kering dan tidak mengkilat. Hal ini berkaitan dengan perubahan degeneratif kulit. c. Berkurangnya jumlah sel otot, ukurannya atrofi, volume otot secara keseluruhan menyusut, fungsinya menurun dan kekuatannya berkurang. 11 d. Tulang menjadi keropos akibat penurunan kadar kalsium sehingga mudah patah. e. Menurunnya produksi hormon seks pada pria dan wanita A.4. Teori-teori tentang aging : Teori Sistim Organ Dasar Organ System Based. Teori ini berdasarkan atas dugaan bahwa adanya hambatan dari organ tertentu dalam tubuh menyebabkan terjadinya proses penuaan. Organ tersebut adalah system endokrin dan system imun. Pada proses penuaan kelenjar timus mengecil, hal itu menyebabkan menurunnya fungsi imun. Penurunan system imun mengakibatkan meningkatnya insiden penyakit infeksi pada lansia. Dapat dikatakan bahwa adanya peningkatan usia berhubungan dengan peningkatan insiden penyakit. Teori kekebalan tubuh yang juga termasuk dalam breakdown theories, memandang proses penuaan terjadi akibat adanya penurunan sistem kekebalan secara bertahap. Sehingga tubuh tidak dapat lagi mempertahankan diri terhadap luka, penyakit, cel mutant, ataupun sel asing. Hal ini terjadi karena hormon-hormon yang dikeluarkan kelenjar timus, yang mengontrol sistem kekebalan tubuh, menghilang dengan bertambahnya usia. Teori kekebalan autoimmunity, menekankan bahwa tubuh lansia yang mengalami penuaan sudah tidak dapat lagi membedakan antara sel normal dan tidak normal, dan muncul antibodi ya ng menyerang keduanya yang pada akhirnya menyerang jaringan itu sendiri Aiken, 1989. Mutasi yang berulang atau perubahan protein pascatranslasi, dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem imun 12 tubuh mengenali dirinya sendiri self recognition. Jika mutasi somatik menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel, maka hal ini dapat menyebabkan sistem imun tubuh menganggap sel yang mengalami perubahan tersebut sebagai sel asing dan menghancurkannya. Perubahan inilah yang menjadi dasar terjadinya peristiwa autoimun Goldstein, 1989. Salah satu bukti yang ditemukan ialah bertambahnya prevalensi outo antibodi bermacam- macam pada orang lanjut usia Brocklehurst, dalam Darmojo, 2000 Teori Radikal bebas. Teori ini paling banyak dianut serta lebih populer. Radikal bebas merupakan penyebab yang penting dari kesalahan dalam fungsi seluler. Macam- macam radikal bebas termasuk superoxide, hydroxyl, lipid peroxy, purine dan pyrimidine radicals, dihasilkan selama proses metabolisme normal. Radikal bebas oksigen dan hydrogen peroksida dalam tubuh sebagai perantara untuk menghasilkan ATP dan energi di mitokondria. Tanpa adanya perantara maka respirasi pada mitokondria akan terhenti. Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, dan di dalam tubuh jika fagosit pecah, dan sebagai produk sampingan di dalam rantai pernafasan dalam mitokondria. Walaupun telah ada sistem penangkal, namun sebagian radikal bebas tetap lolos, bahkan semakin lanjut usia makin banyak radikal bebas terbentuk sehingga proses pengrusakan terus terjadi, kerusakan organel sel makin lama makin banyak akhirnya sel mati Oen, 1993. 13 Meski dibutuhkan, namun kehadiran radikal bebas dalam konsentrasi tinggi pada tempat dan waktu yang tidak tepat akan berbahaya karena mempunyai elektron yang tidak berpasangan sehingga sangat reaktif terhadap senyawa kimia lainnya dalam upaya mendapatkan elektron. Jika radikal bebas berada dalam inti sel, maka akan dapat merusak DNA dan menyebabkan mutasi yang mengarah pada kematian sel. Selain itu radikal bebas juga merusak membran sel, hal ini terjadi pada saat konsentrasi darah putih yang tinggi akan membebaskan radikal bebas yang akan merusak dinding pembuluh darah. Oleh karena itu tingginya jumlah sel darah putih berkaitan dengan peningkatan resiko penyakit jantung dan arthritis. Terjadinya radikal bebas dalam tubuh menyebabkan molekul- molekul menjadi reaktif. Beberapa makromolekul dan protein akan bereaksi dan menghasilkan suatu ikatan silang crosslinking, sehingga makro molekul dan protein tidak berfungsi. Hubungan ini tidak dapat diperbaiki dan akan bertumpuk seiring waktu sehingga mengarah pada malfungsi molekul, yang merupakan karakterisasi penuaan organisme. Teori Fisiologik, contohnya teori Adaptasi Stres Stress Adaptation Theory menjelaskan proses menua sebagai akibat adaptasi terhadap stres. Stres dapat berasal dari dalam maupun dari luar, juga dapat bersifat fisik, psikologik maupun sosial. Teori Psikologik. Teori Kognitif menerangkan proses menua dalam aspek kognitif. Teori Kontinuitas berdasarkan pada asumsi bahwa identitas merupakan fungsi dari pada hubungan serta interaksi dengan orang lain. Seseorang yang sukses sebelumnya, pada usia lanjut akan tetap berinteraksi dengan lingkungannya serta 14 tetap memelihara identitas dan kekuatan egonya. Teori tahap-tahap perkembangan manusia dari Erickson menerangkan bahwa pada tahap terakhir manusia harus memilih antara sense of integrity atau sense of despair, sedangkan Peck menambahkan bahwa pada usia lanjut seseorang harus memilih antara ego differentiation melawan work role preoccupation pensiun. Juga harus memilih antara memulihkan hubungan yang baik dengan orang lain dan tetap aktif kreatif, atau terikat pada pikiran yang terpusat pada kemunduran fisiknya. Teori Sosiologik. Teori Perubahan Sosial yang menerangkan menurunnya sumberdaya dan meningkatnya ketergantungan mengakibatkan keadaan sosial tidak merata dan menurunnya sistem penunjang sosial. Teori Penglepasan Ikatan Disengagement theory menjelaskan bahwa pada usia lanjut terjadi penurunan partisipasi ke dalam masyarakat karena terjadi proses penglepasan ikatanpenarikan diri secara pelan-pelan. Pensiun merupakan contoh ilustrasi proses penglepasan ikatan, memungkinkan seseorang untuk bebas dari tanggungjawab dari pekerjaan dan tidak perlu mengejar peran lain untuk mendapatkan tambahan penghasilan Powell, 2001. Teori ini banyak mendapatkan kritikan dari berbagai ilmuwan sosial. Teori aktivitas memberikan tambahan penjelasan bahwa kehilangan peran, aktivitas, atau hubungan dapat digantikan dengan peran baru atau aktivitas baru yang dapat memberikan kebahagiaan, nilai konsensus, dan kesejahteraan. Dalam teori ini menganggap bahwa penglepasan ikatan bukan merupakan proses alamiah seperti pendapat Cumming dan Hendry. Dalam pandangan teori aktivitas, teori penglepasan adalah melekatnya sifatpembawaan lansia dan tidak mengembangkan ke arah masa 15 tua yang positif Powell, 2001. Pada teori ini jika seseorang sebelumnya sangat aktif pada usia lanjut akan tetap memelihara keaktivannya seperti peran dalam keluarga, peran dalam masyarakat dalam berbagai kegiatan sosial dan keagamaan.

B. Psikososial

Definisi psikososial psikologi sosial menurut McDavid dan Harari ialah studi ilmiah tentang pengalaman dan perilaku individual dalam kaitan dengan individu lain, kelompok, dan kebudayaan. Pada definisi ini fokus bukan hanya pada perilaku individu, melainkan juga pada pengalamannya. Dengan demikian pengaruh masa lampau secara nyata ikut diperhitungkan. Sementara Baron dan Ryrne mendefinisikan psikologi sosial adalah bidang ilmiah yang mencari pengertian tentang hakikat dan sebab-sebab dari perilaku dan pikiran-pikiran individu dalam situasi sosial. Pada definisi ini tidak hanya mempelajari perilaku tetapi juga mencari pengertian dan sebab-sebab dari perilaku itu Sarwono, 1999. Perspektif psikososial pada proses penuaan adalah sebagai berikut : Proses penuaan didefinisikan sebagai transformasi dari manusia sesudah usia kematangan fisik yang memberikan peluang terjadinya penurunan daya tahan dan ini merupakan gabungan dari tansformasi reguler dalam penampilan, perilaku, pengalaman, dan peran sosial. Psikososial pada proses penuaan dapat dijelaskan sebagai hasil tidak dipakainya lagi kemampuan yang dimiliki, perubahan dalam kemampuan beradaptasi terhadap variabel lingkungan, dan kehilangan sumberdaya internal maupun eksternal, pengaruh keturunan pada usia harapan hidup. Para ilmuwan bersepakat bahwa 16 genetikketurunan mempengaruhi panjangnya usia, meski lingkungan juga memainkan peranan yang penting untuk memodifikasi meningkatkan usia harapan hidup. Dasar dari teori psikososial pada proses penuaan ialah : pada saat seseorang menjadi tua, mereka memiliki perubahan perilaku, perubahan interaksi sosial, dan perubahan aktifitas karena adanya penglepasan ikatan. Hasil penelitian Darmojo 1991 menunjukkan bahwa keadaan psikososial para lansia di Indonesia pada umumnya masih baik, rasa kesepian yang banyak dijumpai di negara-negara Barat tak dijumpai, juga perasaan depresi dan yang keadaan penuh tergantung pada orang lain hanya kurang dari lima persen. Yang masih ingin tetap bekerja dan masih tetap aktif di rumah berkisar antara enam puluh sampai tujuh puluh lima persen.

C. Depresi pada lansia

Secara umum lansia terpapar pada beberapa faktor resiko depresi. Bertambahnya penyakit-penyakit fisik, faktor- faktor psikososial dan proses penuaan otak, semuanya ikut berkontribus i terhadap tingginya prevalensi depresi pada lansia. Terjadinya depresi pada lansia merupakan interaksi faktor-faktor biologik-psikologik dan sosial. Faktor sosial adalah berkurangnya interaksi sosial, kesepian, berkabung, dan kemiskinan. Faktor psikologi dapat berupa: rasa rendah dirikurang percaya diri, kurang rasa keakraban dan menderita penyakit fisik, sedangkan faktor biologik yaitu hilangnya sejumlah neuron maupun neurotransmiter di otak, resiko genetik maupun adanya penyakit Nasrun, 1999 17 Penyesua ian kembali merupakan tantangan bagi sebagian besar lansia. Hal ini berkaitan dengan berkurangnya sumberdaya kepribadian, isolasi sosial dan berbagai macam “kehilangan”. Oleh karenanya golongan lansia lebih banyak mengalami gangguan kejiwaan dibandingkan golongan muda. Depresi pada lansia merupakan suatu gangguan psikiatrik yang banyak dijumpai di samping gangguan kognitif dan gangguan cemas. Sekitar 8 lansia di dalam masyarakat mempunyai gejala depresi yang serius dan hampir 19 mempunyai gejala depresi ringan. Sekitar 50 lansia di rumah sakit jiwa dirawat karena kondisi depresi dan dijumpai sekitar 30 lansia yang menderita gangguan medik akut dan kronik. Menurut Wattis dan Martin angka prevalensi untuk semua jenis depresi adalah 10 – 14 dan 2 – 4 untuk depresi berat Laksmana, 1996. Depresi pada lansia akan meningkatkan isolasi sosial, morbiditas medik, kekacauan keluarga dan penderitaan pribadi. Pada umumnya lansia jarang mengeluh perasaan depresi, namun lebih berfokus pada keluhan somatik. Menurut ICD-10 WHO, 1992PPDGJ-III, 1993, diagnosis Episode Depresi di dasarkan pada pedoman berikut: a. Selama paling sedikit 2 minggu dan hampir setiap hari mengalami: suasana perasaan mood yang depresif, kehilangan minat dan kegembiraan dan berkurangnya energi menuju keadaan mudah lelah dan berkurangnya aktivitas. b. Keadaan tersebut di atas selama paling sedikit 2 minggu dan hampir setiap hari dialami akan disertai gejala-gejala berikut: konsentrasi dan perhatian berkurang, harga diri dan kepercayaan diri berkurang, gagasan tentang perasaan bersalah dan 18 tidak berguna bahkan pada episode tipe ringan sekalipun, pandangan masa depan yang suram dan pesimistik, gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri, tidur terganggu dan napsu makan berkurang. Periode berlangsungnya gejala lebih pendek dari 2 minggu dapat dibenarkan jika gejala tersebut luar biasa beratnya dan berlangsung cepat. c. Gejala-gejala tersebut diatas menyebabkan hambatan fungsi psiko-sosial seperti cacat fungsi pekerjaan, hubungan sosial dan kegiatan sehari-hari. Ketidakmampuan, kesehatan fisik, dukungan sosial, faktor sosial ekonomi mempengaruhi tingkat depresi pada lansia Hariss,T. et al,. 2003. Depresi dapat diperberat oleh faktor- faktor berikut: adanya penyakit-penyakit fisik, 20-30 pasien lansia yang dirawat karena penyakit fisik menderita depresi, penyakit neurologik seperti demensia, parkinson, dan alzheimer; obat, seperti antihistamin, obat jantung, hipertensiantibiotik sedatif, anti parkinson dll; kehilangan seperti kehilangan pasangan hidup atau teman dekat, kehilangan rasa aman, jabatan serta kekuasaan, menurunnya kesehatan, dan lain lain; Isolasi sosial dan situasi lingkungan hidup yang buruk Laksmana, 1996.

D. Kepuasan

Kepuasan pada la nsia dapat tercapai bila memiliki status ekonomi yang baik, juga kesehatan fisik dan mental, kehidupan sosial yang baik seperti kepedulian kepada masyarakat, dan memiliki hubungan yang baik dengan anak, cucu dan antar saudara kandung. Lansia akan mendapatkan kepuasan hidup apabila dapat mencapai 19 succesfull aging yaitu kesuksesan yang diperoleh pada usia tua yang merupakan dambaan bagi setiap orang dalam konteks kultural. “Kesuksesan” merupakan evaluasi yang didefinisikan secara relatif pada konteks tertentu. Pada saat ini antara berbagai kultur ada kesepakatan bahwa kesehatan dan keamanan material merupakan hal yang didambakan lansia Keith, Fry dan Ikels, 1990. Menurut Bearon 1996 Succesfull aging dapat diukur melalui beberapa indikator dari kesejahteraan secara subyektif seperti: kepuasan hidup, kebahagiaan, moral, kesenangankesukaan, pandangan tentang kualitas hidup, atau ukuran yang berhubungan dengan hal yang nega tif seperti depresi, kecemasan, dan lain- lain. Aspek sosial seperti kemiskinan, kurang gizi, tempat tinggal di pedesaan, perumahan yang kurang memadai, terbatasnya kesempatan pendidikan, kehilangan akibat kekerasan atau bencana mengurangi peluang hidup dan keterbatasan akses untuk mencapai kehidupan masa tua yang baiksejahtera Austin, 1991. Perasaan bahagia yang dimiliki lansia dapat meningkatkan kepuasan diri pada lansia. Menurut penelitian yang dilakukan Jauhari, M 2003 disebutkan bahwa hal yang membuat sebagian besar lansia bahagia adalah terjaminnya kebutuhan hidup.

E. Dukungan Sosial

Dukungan sosial dapat berasal dari keluarga, masyarakat maupun pemerintah. Yang dimaksud dengan dukungan adalah persepsi individu akan kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau bantuan yang diberikan oleh orang lainkelompok lain. Interaksi sosial yang positif bagi lansia adalah adanya perhatian, penerimaan, dan 20 penghargaan agar lansia dapat beradaptasi terhadap kondisi diri pribadi maupun lingkungannya yang berkenaan dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada diri lansia tersebut. Menurut Gottlieb 1994 dalam Catharina 2002 dukungan keluarga dan masyarakat dapat diberikan dengan cara menjalin hubungan yang akrab antara individu atau sekelompok orang lain dalam suatu jaringan sosial yang dapat diandalkan. Dalam hubungan tersebut individu merasakan adanya sekelompok orang lain yang dapat memberikan bantuan, perhatian, dan kasih sayang, penilaian, dan nasihat yang positif bagi upaya penyembuhan penyakit. Hal ini penting, mengingat menurunnya kondisi fisik lansia yang mengakibatkan tingginya insiden penyakit baik penyakit kronik maupun akut. Beberapa contoh dukungan moril yang dapat diberikan keluarga dan masyarakat antara lain: mengatur pola makan lansia, menciptakan lingkungan hidup yang sehat dan tenteram, memberikan informasi tentang akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, memberikan bimbingan rohani sesuai dengan agamanya. Dukungan materil dari keluarga dan masyarakat berupa uang, makanan, obat-obatan termasuk vitamin, transportasi, keringanan biaya pengobatan, dan peluang untuk menambah penghasilan kepada lansia. Keputusan untuk memberikan dukungan kepada seseorang didasarkan pada kebutuhan individu tersebut. Dukungan dihasilkan dari adanya sikap atau kecenderungan untuk bertindak, berpikir, dan merasa menghadapi situasi atau nilai. Sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi bersifat menetap mengandung unsur evaluasi yang timbul dari pengalaman Djokomoeljanto, 2001. 21 Keluarga adalah unit masyarakat terkecil, di dalamnya terdapat ikatan darah atau perkawinan. Keluarga memiliki berbagai fungsi, di antaranya ialah fungsi keagamaan, fungsi perlindungan, fungsi cinta kasih, dan fungsi ekonomi. Dalam lingkungan keluarga harus tercipta rasa cinta kasih antara anggota keluarga. Menurut Haryono 1995 dengan cinta kasih itu harus dilihat segala sesuatunya dengan kacamata positif untuk makin menggalang persatuan dan kesatuan antar anggota dan antar keluarga dengan keluarga lain, dan antar keluarga dengan masyarakat pada umumnya. Fungsi sosial yang baik dapat diperoleh seseorang melalui pembentukan kepribadian dalam keluarga. Beberapa hal yang memungkinkan terbentuknya fungsi sosial adalah sebagai berikut: 1 kesehatan yang baik menyebabkan orang dapat berpartisipasi dalam kegiatan sosial yang diperoleh sebelumnya sehingga mempermudah masalah sosial; 2 membentuk motivasi yang dibutuhkan untuk ambil bagian dalam kegiatan sosial; 3 kemahiran dan keterampilan sosial yang diperoleh sebelumnya dapat membantu mengatasi masalah sosial yang timbul Djokomoeljanto , 2001. Dalam penelitian tentang pola pengaturan kehidupan dan dukungan keluarga di beberapa negara Asia seperti Philipina menunjukkan bahwa merupakan hal yang tabu bila memasukkan orang tua yang sudah jompo ke panti werdha, mereka lebih menyukai merawat orang tuanya dalam keluarga Abaya, 1991. Demikian juga dengan di negara Singapura, data yang berasal dari hasil Nasional Survey of Senior Citizens 1995 menunjukkan bahwa 85 lansia tinggal bersama anaknya, selebihnya tinggal sendiri, dan tinggal bersama pasangannya. Seperti halnya di Indonesia, 22 kecenderungan lansia tinggal bersama keluarga atau tinggal sendiri, dan merupakan hal yang tabu serta dianggap tidak sesuai dengan ajaran agama bila memasukkan lansia pada panti wredha, kecuali bagi la nsia yang tidak memiliki keluarga atau atas keinginan lansia sendiri. Hidup bertempat tinggal dengan keluarga merupakan kebiasaan umum bila seorang usia lanjut ditinggal suamiisterinya atau sebelum hal ini terjadi. Umumnya memang keluargalah yang merawat lansia di rumahnya juga di beberapa negara- negara di Asia yang lain, terutama anak perempuan. Prosentase keikutsertaan lansia naik dengan bertambahnya usia. Bantuan dari keluarga meliputi semua bidang, baik finansial, makanan, pakaian, maupun bantuan fisik juga moral Darmojo, 2004.

E. Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik dapat diukur dari aktivitas sehari-hari Activity Daily Living seperti berjalan, menaiki tangga, makan, buang air kecil dan besar, mandi, mengganti pakaian, dan sebagainya serta bagaimana perilaku lansia dalam menjaga kesehatannya. Pengukuran aktifitas fisik ini dapat menunjukkan kemandirian lansia dalam mengatasi kegiatannya sehari- hari. Hasil penelitian Matsubayashi dkk 2003 menunjukkan aktifitas fisik lansia di daerah Desa Karya Sari lebih tinggi dibandingkan dengan di Desa Sri Rahayu Jawa Barat. 23

F. Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang organisme terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan lingkungan Notoatmojo, 1997. Definisi lain menurut Becker 1979 perilaku kesehatan adalah hal- hal yang berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Termasuk juga tindakan untuk mencegah penyakit, kebersihan perorangan, memilih makanan, sanitasi, dan sebagainya. Kedua definisi tersebut memiliki banyak persamaan. Perilaku kesehatan individu cenderung dipengaruhi oleh kepercayaan orang yang bersangkutan terhadap kondisi kesehatan yang diing inkan, dan kurang berdasarkan pada pengetahuan biologi Kosa dan Robenson dalam Notoatmojo, 1997. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku ialah faktor intern pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi, motivasi, dan sebagainya dan faktor ekstern iklim, manusia, sosial ekonomi, kebudayaan, dan sebagainya.

G. Konsumsi Makanan

Penilaian konsumsi makanan adalah salah satu metode yang digunakan dalam penentuan status gizi perorangan atau kelompok. Konsumsi makanan yang salah akan menyebabkan ketidak seimbangan zat gizi mikro maupun makro yang akan memperburuk keadaan kondisi lansia yang kondisinya sudah menurun. Sebaliknya konsumsi pangan yang cukup dan seimbang, dapat membentuk dan memelihara kesehatan dan kebugaran tubuh Nasution dan Briawan, 1993. 24 Pengukuran yang dapat dilakukan ialah dengan menggunakan metoda kuantitatif yaitu untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi sehingga dapat dihitung konsumsi zat gizi dengan menggunakan daftar Komposisi Bahan Makanan DKBM, Daftar ukuran Ruma h tangga URT, Daftar Konversi Masak-Mentah DKMM atau dengan menggunakan program komputer. Metoda- metoda yang biasa digunakan ialah: recall 24 jam, perkiraan makanan estimated food record, penimbangan makanan food weighing, food account, inventaris inventory methode, dan pencatatan foods record. Supariasa, Bakri dan Fajar, 2000. Pedoman pola diet lansia ialah: a Penerapan pola makan beragam dan bergizi seimbang, b membatasi asupan energi dan lemak untuk mencegah penimbunan kalori dalam tubuh sehingga terhindar dari obesitas, c memperhatikan konsumsi komponen gizi yang penting untuk menunjang kebugaran di usia lanjut seperti: vitamin; ß-karoten, vitamin B6 Piridoksin, vitamin B12 sianokobalamin, asam folat, vitamin C, vitamin D, dan vitamin E a- tokoferol, Mineral; kalsium Ca, besi Fe, seng Zn, selenium Se, magnesium Mg, mangan Mn, kromium Cr, dan Kalium K, d membiasakan mengkonsumsi cukup serat dan cairan setiap hari. Wirakusuma, 2000 H. Kecukupan gizi pada lansia Dengan terjadinya perubahan-perubahan tersebut di atas, maka terjadi pula perubahan kecukupan gizi pada lansia. Orang berusia 50 – 60 tahun memiliki perbedaan kebutuhan bila dibandingkan dengan orang yang berusia 80 – 90 tahun. Kecukupan gizi lansia dapat dilihat dalam tabel 1. Tentu saja kecukupan gizi bagi 25 lansia lebih rendah dari dewasa. Adapun prosentase untuk zat gizi makro adalah sebagai berikut: 20 – 25 protein, 20 lemak, 55 – 60 karbohidrat. Asam lemak yang dikonsumsi sebaiknya yang memiliki kandungan asam lemak tak jenuh jamak poly unsaturated fatty acid yang tinggi, yaitu asam lemak omega 3 dan omega 9 seperti yang terdapat pada ikan yang hidup di laut dalam Krause, et al, 1984. Gangguan gizi pada lansia dapat berupa kekurangan atau kelebihan gizi. Keadaan ini dapat menyebabkan timbulnya berbagai penyakit atau merupakan akibat dari satu penyakit. Terjadinya kekurangan gizi pada lansia ada yang bersifat primer maupun sekunder. Yang bersifat primer antara lain ialah: ketidak tahuan, isolasi sosial, hidup seorang diri, gangguan indera, gangguan mental, kemiskinan, sedangkan yang bersifat sekunder antara lain ialah: gangguan napsu makanselera makan, gangguan mengunyah, malabsorbsi, obat-obatan, alkoholisme, dan lain lain. Kelompok lansia rawan terhadap keadaan kekurangan gizi. Faktor sosial- ekonomi seperti kemiskinan, ketidak berdayaan, dan terisolasi menyebabkan kebutuhan pangan dan gizi lansia tidak terpenuhi. Faktor fisik seperti penurunan kemampuan fisik dan gangguan kesehatan mulut juga berpengaruh terhadap terpenuhinya kecukupan gizi lansia. Hasil survei menunjukkan bahwa hampir 20 persen lansia mengonsumsi kurang dari 1.000 kalorihari. Kekurangan gizi pada lansia banyak terjadi pada lansia yang tidak dirawat di institusi, yaitu pada lansia yang tinggal di rumah-rumah miskin, terisolasi dan mempunyai ketergantungan terhadap orang lain dalam memenuhi kebutuhan pangan dan gizinya, sementara Kelebihan gizi biasanya akibat dari gaya hidup semasa muda Wirakusuma, 2000. 26 Tabel 1. Angka kecukupan gizi untuk lansia Zat Gizi Laki-laki BB=62 kg Perempuan BB=54 kg Energi Kkal Protein g Vitamin A RE Vitamin D ug Vitamin E mg Vitamin K mg Thiamin mg Riboflavin mg Niasin mg Vitamin B12 mg Asam Folat ug Piridoksin mg Vitamin C mg Kalsium mg Fosfor mg Besi mg Seng mg Iodium ug Selenium ug 2050 60 600 15 15 65 1.0 1.3 16 2.4 400 1.7 90 800 600 13 13.4 150 30 1600 45 500 15 15 55 0.8 1.1 14 2.4 400 1.5 75 800 600 12 9.8 150 30 Sumber: WNPG, 2004 Untuk mempermudah dalam penerapannya, kecukupan makanan satu hari untuk usia 60 tahun ke atas yang dijabarkan pada tabel 2. Tabel 2. Kecukupan makanan satu hari usia 60 tahun ke atas Jenis bahan makanan Laki-laki Perempuan 1. Nasi 3 x 200 gr 3 X 1,5 gls belimbing 2 X 200 gr 2 X 1,5 gls belimbing 2. Lauk dagingikan, tempe tahu 1,5 x 50 gr 5 x 25 gr 1 pt kecil 5 x 50 gr 2 x 50 gr 4 x 25 gr 1pt kecil 4 x 50 gr 3. Sayur 1,5 x 100 gr 1,5 x 1 gls penuh sayur 1,5 x 100 gr 4. Buah 2 x 100 gr 1 pt sedang 2 x 100 gr 1 pt sedang Sumber: Leaflet DepKes RI 27

I. Status Gizi

Status gizi seseorang dapat dinilai dengan dua cara yaitu secara langsung dan tak langsung. Penilaian status gizi secara langsung dapat dilakukan dengan pengukuran: antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Sedangkan secara tak langsung : survey konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi. Di Amerika Serikat survei konsumsi makanan digunakan sebagai salah satu cara dalam menentukan status gizi. Sebenarnya survei konsumsi tidak dapat menentukan status gizi seseorang atau masyarakat secara langsung. Hasil survei hanya dapat digunakan sebagai bukti awal akan kemungkinan terjadinya status gizi Supariasa, dkk 1987 Cara pengukuran yang paling banyak dilakukan ialah pengukuran antropometri. Arti dari antropometri ialah ukuran tubuh manusia yang bila ditinjau dari sudut pandang gizi pengukuran tersebut berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat gizi dan umur. Pengukuran secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Hal itu dapat terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Christijani, R 2003 ditemukan bahwa lansia yang berstatus gizi kurang sebanyak 31,0 , yang berstatus gizi normal sebanyak 67,1, dan yang berstatus gizi lebih 1,8.

J. Sistem Imun

Sistem kekebalan tubuh terdiri dari mekanisme pertahanan, homeostatis, dan pengawasan. Mekanisme pertahanan meliputi pemusnahan mikroorganisme yang 28 berhasil memasuki tubuh, sedangkan mekanisme homeostatis meliputi pemusnahan sel-sel yang aus. Mekanisme pengawasan berfungsi mendeteksi dan menghancurkan sel yang termutasi, atau menunjukkan tanda-tanda tidak normal karena terinfeksi oleh virus atau mikroorganisme lain Zakaria, 1996. Sistem pertahanan tubuh terdiri dari berbagai mekanisme yang secara garis besar dapat digolongkan menjadi dua kategori yaitu kekebalan adaptif dan non adaptif Harlow dan Lane, 1999. Kekebalan non adaptif diperantarai oleh sel yang merespon terhadap molekul asing secara tidak spesifik dan termasuk di dalamnya sistem fagositosis oleh makrofag, sekresi lisozime, dan sel lisis oleh natural killer NK. Kekebalan non spesifik tidak berkembang atau bertambah kuat dengan meningkatnya paparan terhadap molekul asing secara berulang kali. Sementara itu pada kekebalan spesfikadaptif ditujukan untuk melawan molekul asing yang spesifik dan akan bertambah kuat dengan terjadinya paparan yang berulang kali. Kekebalan spesifikadaptif diperantarai oleh sel-sel limfosit yang dapat mensintesis reseptor permukaan sel atau mensekresikan protein yang dapat berikatan secara spesifik dengan molekul asing. Protein yang disekresikan ini dikenal dengan nama antibodi. Molekul asing yang dapat berikatan dengan antibodi disebut antigen. Gambar berikut ini memberikan penjelasan secara skematik sistem imun non spesifik innate dan spesifik adaptifacquired 29 Gambar 1 . Skema sistem imun nonadaptif innate dan adaptif acquired Sumber: Roitt’s Essential Immunology 2001 Dalam sistem kekebalan spesifik, mempunyai kemampuan untuk mengenal benda yang dianggap asing bagi dirinya. Benda asing yang pertama kali muncul dalam badan segera dikenal oleh sistem imun spesifik sehingga terjadi sensitasi sel- sel sistem imun tersebut. Bila sel imun yang sudah tersensitasi tersebut terpajanterpapar kembali dengan benda asing yang sama, maka benda asing yang terakhir ini akan dikenal lebih cepat, kemudian dihancurkan olehnya. Sistem imun spesifik secara umum bekerjasama antara antibodi-komplemen-fagosit dan antara sel T- makrofag Baratawijaya, 2002. Pada sistem kekebalan spesifik terdapat dua populasi sel limfosit yang berperan yaitu Limfosit B yang menghasilkan kekebalan humoral dan sel limfosit T yang menghasilkan kekebalan seluler Roitt, 2001. Kedua populasi limfosit 30 merupakan anggota sel darah putih yang mulai berkembang dari sel awal pada kehidupan janin haematopoietik yang diproduksi di sum-sum tulang. Yang berperan dalam sistem imun spesifik humoral adalah limfosit B atau sel B. Humor berarti cairan tubuh. Sel B tersebut berasal dari sel asal multi poten. Bila sel B dirangsang oleh benda asing, sel akan berproliferasi dan berkembang menjadi sel plasma yang dapat membentuk antibodi. Antibodi yang dilepas dapat ditemukan di dalam serum. Fungsi utama antibodi ini adalah pertahanan terhadap infeksi ekstraseluler, virus dan bakteri serta menetralisir toksinnya Baratawidjaya, 2002 Sel limfosit B menjadi dewasa dalam sum-sum tulang dan dalam kelenjar- kelenjar limfa setelah bermigrasi dari sum-sum. Sel ini bertanggung jawab terhadap serangan sel dan senyawa asing dengan mensintesis antibodi dimulai dengan aktivitas seluler ketika sel B bertemu dengan antigen. Setelah pertemuan dengan antigen, sel B mengalami aktivitas seluler, berubah menjadi limfoblast lalu berproliferasi dan mensintesis antibodi antigen yang ditemuinya. Sel B dapat mensintesis lima jenis antibodi yaitu IgG, IgM, IgA, IgE, dan IgD dan melepasnya ke dalam darah untuk memusnahkan antigennya dengan membentuk kompleks antibodi Kresno, 1996 . Antibodi akan dilepas ke dalam darah untuk memusnahkan antigen dengan cara membentuk kompleks antibodi-antigen secara spesifik Roitt dan Delves, 2001. Antibodi termasuk dalam kelompok besar glikoprotein yang memiliki struktur kunci dan ciri-ciri fungsional. Secara fungsional, antibodi dapat dibedakan berdasarkan 31 kemampuannya untuk berikatan baik terhadap antigen maupun terhadap sel atau protein tertentu dalam sistem imun. Gambar 2. Distribusi Organ dan Jaringan limfosit di seluruh Tubuh Sumber: Roitt’s 2001 Secara struktur, antibodi terdiri dari satu atau lebih copy dari unit karakteristik yang dapat divisualisasikan memiliki be ntuk seperti huruf Y. Tiap-tiap Y mengandung 4 polipeptida, dua di antaranya dikenal sebagai heavy chain dan dua lainnya sebagai light chain. Setiap satu jenis sel limfosit B hanya memproduksi satu jenis antibodi anti terhadap antigen tertentu. Limfosit ya ng terpicu oleh adanya 32 antigen akan mengalami proliferasi membentuk klon sel plasma yang akan memproduksi antibodi antigen yang ditemuinya, system ini disebut seleksi klonal Roitt, 2001. Gambar 3. Seleksi klonal dalam pembentukan antibodi dan sel memori setelah kontak pertama dengan antigen Sumber: Roitt 2001 Setelah rangsangan antigen, Limfosit B akan mengalami proses perkembangan maturation melalui 2 jalur, yaitu: 1 berdiferensiasi menjadi sel plasma yang membentuk immunoglobulin antibody, dan membelah lalu kembali ke 33 dalam keadaan istirahat sebagai sel memori Kresno, 1996. Sel memori membutuhkan siklus lebih pendek sebelum berkembang menjadi sel efektor sel plasma, hal ini mempercepat reaksi tubuh bila terjadi pemaparan sekunder dari antigen yang sama Roitt, 2001. Kemampuan respon imun pada saat orang berusia lanjut akan mengalami penurunan. Proses penuaan menimbulkan abnormalitas sistem imun yang memberi kontribusi pada sebagian besar penyakit akut dan kronik pada usia lanjut. Banyak faktor eksternal yang mempengaruhi hal ini, seperti nutrisi, populasi, bahan kimia, sinar ultraviolet, genetik, riwayat penyakit , pengaruh neuendokrin dan endokrin serta variasi anatomi, semua ini akan mengganggu fungsi sistem imun Subowo, 1993; Alder dkk, 1990. Meningkatnya usia menyebabkan sekresi mukus lambat, angka klirens dan jumlah mukus total paru berkurang, sekresi kelenjar keringat berkurang, kulit cenderung kering, dan pH cairan lambung meningkat. Semua hal tersebut dapat menimbulkan kolonisasi bakteri yang meningkat oleh karena tubuh tidak efisien menghilangkan bakteri dan virus Alder dkk, Yoshikawa, 1990; Soeharyo dkk, 1994. Salah satu perubahan yang terjadi ialah pada kemampuan sistem imun humoral yang dapat dinilai dengan menghitung jumlah limfosit atau mengukur kadar imunoglobulin dalam serum. Usia yang bertambah akan diikuti dengan perubahan perbandingan populasi limfosit T. Hal ini ditunjukkan oleh perubahan kadar Immunoglobulin. Kenaikan kadar IgA dan IgG dalam serum diikuti kenaikan kadarnya dalam cairan otak. Sekresi Ig A sIgA merupakan bagian dari sistem imun 34 sekretori berfungsi sebagai aktivitas antiviral seperti pada infeksi akibat rhinovirus, adenovirus, cehovirus dan virus morbili. Aktivitas lainnya adalah sebagai anti toksin pada beberapa mirkoorganisme yang menghasilkan eksotoksin seperti V.cholerae dan anti mikroba pada Steptococcus mutan yang membentuk plak pada permukaan gigi sebagai awal dari karies gigi Sigal dkk, 1994; Subowo, 1993. Respon Imun Pada Permukaan Mukosa MALT Sistem imun pada permukaan mukosa disebut dengan MALT mucosa- associated lymphoid tissue, membran mukosa adalah merupakan pertahanan pertama inang dari lingkungan di luar tubuh. Permukaan mukosa terdapat di sepanjang rongga internal yang meliputi rongga hidung, rongga mulut, saluran pernafasan, saluran pencernaan gastrointestinal tract=GI tract, dan saluran genital Roitt dan Delves, 2001 ; Kiyono, 1997. Saluran cerna orang dewasa mempunyai luas permukaan sekitar 400m 2 . Permukaan yang luas tersebut selalu terpajan dengan berbagai mikroba dan makanan yang mungkin dapat menerangkan mengapa 23 seluruh sistem imun ada di saluran cerna. Peyer’s patch merupakan agregat folikel limfoid di mukosa gastrointestinal yang ditemukan di seluruh jejunum dan ileum terbanyak di ileum terminal. Peyer’s patch merupakan tempat precursor sel B yang dapat melakukan switching untuk memproduksi IgA Baratawidjaya, 2002. MALT membentuk satu sistem hubungan sekretori dimana sel lifosit yang teraktivasi oleh antigen, terutama yang memproduksi IgA dan IgE, akan bersirkulasi 35 pada seluruh permukaan mukosa membentuk sistem imun mukosal Roitt dan Delves, 2001. Mekanisme respon imun mukosal ini akan terjadi bila antigen masuk melalui jalur mulut. Respon imun yang paling umum terjadi adalah respon imun humoral yaitu peningkatan jumlah sel pensekresi IgA dan IgA sekretori meskipun sel pensekresi IgG, IgE, dan IgM juga ada dalam jumlah dan tingkat aktivitasnya jauh lebih rendah Perdigon, et al, 1995 dan Erickson dan Hubbard, 2000 Immunoglobulin A Antibodi IgA memiliki satu, dua atau tiga unit Y. Setiap unit Y memiliki tiga domain protein. Dua domain bersifat identik dan membentuk dua lengan dari unit Y. setiap lengan memiliki tempat untuk berikatan dengan antigen secara spesifik yang disebut dengan epitop. Domain ketiga membentuk bagian dasar unit yang penting untuk beberapa aktivitas respon imun seperti aktivasi makrofag dan komplemen Harlow dan Lane, 1999 Imunoglobulin A IgA ditemukan dalam dua bentuk yaitu serum dan dalam berbagai sekresi yang merupakan bagian terbanyak. Komponen sekretori melindungi IgA dari protease mamalia, sIgA melindungi tubuh oleh karena dapat bereaksi dengan molekul adhesi dari pathogen potensial dan mencegah adherens dan kolonisasinya dalam sel pejamu. IgA juga dapat bekerja sebagai opsonin, oleh karena neutrofil, monosit dan makrofag memiliki reseptor untuk Fca Fca-R sehingga dapat meningkatkan efek bakteriolitik komplemen dan menetralisasi toksin. 36 Di dalam serum, IgA ditemukan dengan jumlah sedikit, tetapi kadarnya dalam cairan sekresi saluran nafas, saluran cerna, saluran kemih, air mata, keringat, ludah, dan air susu ibu lebih tinggi dalam bentuk IgA sekretori sIgA. Baik IgA dalam serum maupun dalam sekresi dapat menetralisasi toksin atau virus dan mencegah terjadinya kontak antara toksin atau virus dengan sel alat sasaran. Baratawidjaya, 2002. Imunoglobulin A IgA dalam serum dapat mengaglutinasikan kuman, mengganggu motilitasnya sehingga memudahkan fagositosis opsonisasi oleh sel polimorfonuklier. IgA sendiri dapat mengaktifkan komplemen melalui jalur alternatif, tidak seperti halnya dengan IgG dan IgM, yang dapat mengaktifkan komplemen melalui jalur klasik Baratawidjaya, 2002. IgA sekretori sIgA dalam bentuk polimerik menjadi stabil oleh ikatan polipeptida rantai J sistein kaya polipeptida dengan berat molekul BM 15000 Roitt dan Delves, 2001 dan mengandung komponen sekretori. IgA sekretori ideal untuk menjaga permukaan mukosa dari antigen karena tahan terhadap proteolisis intraluminal dan tidak menimbulkan respon inflamasi Salminen, et al., 1998c. Imunoglobulin A adalah kelas imunoglobulin kedua terbanyak setelah IgG. IgA plasma pada umumnya dijumpai dalam bentuk monomerik dan merupakan 15 persen dari kadar imunoglobulin total. Paruh waktunya adalah 5 – 6 hari Kresno, 1996. Konsentrasi imunoglobulin A normal di darah adalah 1.4-4 mgml serum Roitt dan Delves, 2001. 37 Gambar 4. Transpor IgA melalui epitel Sumber: Baratawidjaya 2002 Defisiensi IgA sering disertai dengan dibentuknya antibodi terhadap antigen makanan dan inhalan pada alergi. Kadar IgA yang tinggi ditemukan pada infeksi kronik saluran nafas dan cerna, seperti tuberculosis, sirosis alkoholik, penyakit celiac, colitis, ulseratif dan penyakit crone. Fungsi IgA serum dalam bentuk monomerik belum banyak diketahui. Penurunan Imunitas pada lansia Kemampuan respon imun pada saat orang berusia lanjut akan mengalami penurunan. Proses penuaan menimbulkan abnormalitas sistem imun yang memberi kontribusi pada sebagian besar penyakit akut dan kronik pada usia lanjut. Banyak faktor eksternal yang mempengaruhi hal ini, seperti: nutrisi, populasi, bahan kimia, sinar ultraviolet, genetik, penyakit yang pernah diderita , pengaruh neuendokrin dan 38 endokrin serta variasi anatomi akan mengganggu fungsi sistem imun Subowo, 1993; Alder dkk, 1990 . Degenerasi terhadap thymus kelenjar kecil di bagian leher yang bertanggungjawab terhadap pemeliharaan T-lymphocytes untuk mengkoordinasi sistem kekebalan tubuh terjadi secara berangsur-angsur. B-lymphocytes, sel yang menghasilkan antibodi juga kehilangan fungsinya. Dengan kata lain, terjadinya penurunan sistem kekebalan karena kemampuan tubuh untuk merespon serangan mikroskopis dan kemampuan produksi antibodi berkurang akibat proses penuaan Wirakusuma, 2002. Meningkatnya usia menyebabkan sekresi mukus lambat, angka klirens dan jumlah mukus total paru berkurang, sekresi kelenjar keringat berkurang, kulit cenderung kering, pH cairan lambung meningkat. Semua hal tersebut dapat menimbulkan kolonisasi yang meningkat oleh karena tubuh tidak efisien menghilangkan bakteri dan virus Alder dkk, Yoshikawa, 1990; Soeharyo dkk, 1994. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa keadaan malnutrisi protein dan energi berpengaruh terhadap lemahnya kekebalan tubuh khususnya sel yang bertanggungjawab terhadap sistem kekebalan tubuh. Dengan demikian perbaikan asupan gizi pada lansia dapat memperbaiki sistem kekebalan tubuhnya. Penurunan sistem kekebalan menjadikan lansia rentan terhadap berbagai serangan penyakit infeksi. Menjelang usia lanjut frekuensi sakit pada orang tua menjadi lebih sering dibandingkan saat muda. Pola penyakit yang menyerang lansia erat hubungannya dengan penurunan fungsi kekebalan tubuh Wirakusuma, 2002. 39

K. Mikroflora Usus

Mikroflora usus sangat penting untuk kesehatan. Mikroflora usus diperoleh sejak lahir, yang terdiri dari bermacam-macam mikroba yang memiliki fungsi penting bagi inangnya dalam hal ini manusia. Selama dalam kandungan, janin hidup dan tumbuh dalam lingkungan yang steril. Akan tetapi, segera setelah dilahirkan janin terpajanterpapar oleh mikroba yang berasal dari saluran genital, feses, mikroflora kulit ibunya, serta dari lingkungan Brassart dan Schiffrin, 2000. Komposisi Mikroflora usus berubah seiring dengan meningkatnya umur seseorang. Pada orang dewasa yang sehat, mikroflora usus berada dalam keseimbangan walaupun terdapat perbedaan antar individu yang satu dengan individu yang lain Mizutani, 1992. Populasi bakteri dalam ekosistem saluran pencernaan orang sehat yang mengonsumsi diet berimbang umumnya stabil. Perubahan pola hidup, pola makan, dan kondisi sakit mengubah stabilitas ekosistem tersebut. Sehingga perlu diupayakan suatu cara untuk menjaga keseimbangan mikroflora usus dengan melakukan manajemen mikroflora usus yaitu meningkatkan proporsi bakteri “baik” dan menekan jumlah bakteri jahat ya itu dengan cara mengkonsumsi probiotik dan menyediakan nutrisi sesuai untuk bakteri probiotik agar dalam usus berkembang lebih pesat Surono, 2004. Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi mikroflora usus seperti yang terdapat pada gambar 5. 40 Gambar 5. Faktor- faktor yang mempengaruhi mikroflora usus Mitsuoka, 1989 Populasi bakteri dalam ekosistem saluran pencernaan orang sehat yang mengonsumsi diet berimbang umumnya stabil. Perubahan pola hidup, pola makan, dan kondisi sakit mengubah stabilitas ekosistem tersebut. Sehingga perlu diupayakan suatu cara untuk menjaga keseimbangan mikroflora usus dengan melakukan manajemen mikroflora usus yaitu meningkatkan proporsi bakteri “baik” dan menekan jumlah bakteri jahat yaitu dengan cara mengkonsumsi probiotik dan menyediakan nutrisi sesuai untuk bakteri probiotik agar dalam usus berkembang lebih pesat Surono, 2004. Pada saat menjelang usia dewasa populasi Bifidobacteria sedikit menurun. Pada usia lanjut, terjadi peningkatan populasi Clostridium perfringens, yaitu bakteri Obat-obatan Faktor genetik dan fisiologi inang Komposisi flora usus Metabolit-metabolit yang dihasilkan flora usus Iklim Kontaminasi bakteri Stres Makanan 41 pembusuk, diikuti dengan penurunan Bifidobacteria Surono, 2004 seperti yang terdapat pada gambar 6. Gambar 6. Pengaruh penuaan pada fekal flora Sumber: Mitsouka, 1989 dalam Surono, 2004 Populasi bakteri dalam ekosistem saluran pencernaan orang sehat yang mengonsumsi diet berimbang umumnya stabil. Perubahan pola hidup, pola makan, dan kondisi sakit mengubah stabilitas ekosistem tersebut. Sehingga perlu diupayakan suatu cara untuk menjaga keseimbangan mikroflora usus dengan melakukan manajemen mikroflora usus yaitu meningkatkan proporsi bakteri “baik” dan menekan jumlah bakteri jahat yaitu dengan cara mengkonsumsi probiotik dan menyediakan nutrisi sesuai untuk bakteri probiotik agar dalam usus berkembang lebih pesat Surono, 2004. 42

L. Probiotik

Konsep probiotik sudah dikenal sejak 2000 tahun yang lalu, namun baru abad ke-19 dibuktikan secara ilmiah oleh Ilya Metchnikoff, seorang ilmuan Rusia yang bekerja di Institut Pasteur, Paris. Metchnikoff mendapatkan, bangsa Bulgaria yang mempunyai kebiasaan mengonsumsi yogurt susu fermentasi tetap sehat dalam usia lanjut. Susu fermentasi diketahui mengandung bakteri asam laktat yang mampu meningkatkan kerja enzim galaktosidase yang memudahkan pencernaan laktosa dalam usus, meningkatkan kualitas nutrisi proses fermentasi pada produk susu, pikel buah dan sayuran, mengakibatkan terjadinya peningkatan ketersediaan biologis mineral dengan cara meningkatkan pemanfaatan kalsium, fosfor, dan besi oleh tubuh. Dengan demikian lebih baik bila dibandingkan dengan mineral yang berasal dari susu yang tidak difermentasi. Disamping itu kandungan vitamin B 1 dan B 2 lebih tinggi pada susu fermentasi. Proses fermentasi pada susu probiotik menurunkan kadar kolesterol darah, mencegah kanker, dan mengatasi diare. Selain itu probiotik juga dipercaya dapat meningkatkan metabolisme mineral terutama kalsium, mengurangi bakteri Helicobacter pylori yang menyebabkan infeksi lambung yang berkepanjangan Surono, 2002. Probiotik termasuk dalam kelompok bakteri baik, misalnya: Bifidobacterium, Eubacterium dan Lactobacillus. Sedangkan yang dikategorikan sebagai bakteri jahat adalah Clostridium, Shigella, dan Veillonella. Bakteri-bakteri ini hidup di dalam usus dalam keadaan seimbang, bila keseimbangan bakteri ini terganggu misalnya terjadi peningkatan bakteri jahat patogen maka akan mengganggu kesehatan orang yang 43 bersangkutan. Bakteri jahat mengeluarkan racun yang dapat menyebabkan diare serta mengeluarkan enzim yang mendorong terbentuknya senyawa karsinogenik dalam saluran pencernaan. Sebaliknya bakteri yang baik akan menghasilkan antibiotika alami yang membantu keutuhan mukosa usus, proses metabolisme, serta meningkatkan kekebalan tubuh Surono, 2002. Ada berbagai definisi probiotik, diantaranya yang dikemukakan oleh Fuller 1991 yaitu bakteri hidup yang diberikan sebagai suplemen makanan yang mempunyai pengaruh menguntungkan pada kesehatan baik pada manusia dan binatang, dengan memperbaiki keseimbangan mikroflora intestinal. Probiotik asal dadih IS-27526 telah terbukti dapat meningkatkan jumlah coliform pada faeces dan bakteri asam laktat serta menurunkan jumlah total mikroba aerob dan anaerob pada lansia Pato, dkk. , 2004. Demikian juga pada anak balita, terbukti secara signifikan meningkatkan total serum IgA serta total saliva IgA Surono, dkk., 2004; Reuwepassa, 2005. Ada beberapa kriteria atau persyaratan agar suatu mikroorganisme dapat dikatakan probiotik yang efektif dan menguntungkan terhadap kesehatan. Persyaratan dan kriteria tersebut adalah sebagai berikut: berasal dari manusia human origin, stabil terhadap asam maupun cairan empedu, dapat menempel adhesi pada usus manusia, dapat membentuk koloni pada usus manusia, bersifat antagonis terhadap bakteri pathogen, memproduksi senyawa antimikroba, bersifat meningkatkan sistem imun, secara klinis terbukti efeknya terhadap kesehatan, dan aman untuk dikons umsi Bassart dan Schiffrin, 2000. 44 Jenis bakteri asam laktat yang telah banyak digunakan sebagai kultur probiotik adalah Lactobacillus dan Bifidobacteria. Kedua jenis tersebut dikonsumsi dalam produk makanan fermentasi. Lactobacillus dan Bifidobacteria adalah flora normal dari usus manusia. Jumlah sel mikroba hidup yang harus terdapat pada produk probiotik masih menjadi perdebatan, akan tetapi umumnya adalah sebesar 10 6 – 10 8 cfuml Tannock, 1999. Dimana jumlah viabilitas mikroorganisme setelah melalui saluran pencernaan adalah sekitar 10 6 – 10 7 cfug mukosa Rouhnik, 1993 di dalam Charteris et al., 1998 dapat memberikan manfaat dalam meningkatkan imunitas. Probiotik memiliki beberapa manfaat untuk kesehatan diantaranya ia lah: sintesis vitamin, aktifitas Beta-Galactosidase, dekonjugasi garam empedu, menghasilkan hydrogen peroksida, memproduksi D dan L asam laktat, mampu menghambat bakteri pathogen, beradhesi melekat dan kolonisasi pada permukaan usus, mampu berkompetisi pelekatan pada permukaan us us, dan menstimulir sistem imun. Surono, 2004. Gambar 7 memperlihatkan manfaat probiotik bagi kesehatan manusia , terutama bagi saluran pencernaan, juga mencegah kanker usus, penurunan kadar kolesterol, pencegahan bakteri pathogen, menstimulir respon imun, mengurangi sembelit, pencegah diabetes, meningkatkan daya cerna laktosa pada penderita intoleransi laktosa dan menangani alergi terhadap makanan. 45 C P Gambar 7. Manfaat positif bakteri probiotik bagi kesehatan manusia Sumber: Salminen dkk, 1996; Kaur dkk., 2002; Saarela dkk., 2002; Ouwenhand dkk., 2002 dalam Surono, 2004 Alieviate food allergy symtoms in infants Strengthened innate immunity Ballanced immune response Colonisatio n resistance Normalised intestinal microbiota composition Immunimodulation Suppression of exogenous pathogens.eg. travellers diarrhoea Probiotics Lower serum cholesterol Metabolic effect Supply in risk factors for colon cancer Bile salt deconjugation and secretion Lactose hydrolysis Level of toxigenicmutagenic reaction in the gut Reduction in risk for colon cancer Improved lactose tolerance Suppression of endogenous pathogens.eg.antibiotic -associated diarrhoea Control of irritable Bowel Syndrome Control of inflamatory Bowel Disease 46 Ringkasan manfaat kesehatan susu fermentasi probiotik pada saluran pencernaan , mikrobiota usus, diare, dan lainnya dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 3. Ringkasan manfaat kesehatan susu probiotik Aktivitasefek Manfaat kesehatan Saluran pencernaan Mikrobiota usus Diare Efek lainnya Aktif terhadap infeksi H.pylori Memperbaik i pencernaan laktosa Menstimulir imunitas saluran usus Menstimulir gerak peristaltik usus Keseimbangan populasi mikrobiota Mengurangi aktivitas fekal enzim Kolonisasi pada saluran usus Mengurangi kesempatan infeksi Salmonella spp Pencegahanpenanganan diare akut dan rotavirus Mencegah diare akibat antibiotik Penanganan diare akibat Clostridium difficile Memperbaiki kekebalan terhadap penyakit Menekan terjadinya kanker Menurunkan serum kolesterol Menurunkan tekanan darah tinggi Sumber: Tammime dan Robinson 1999 dalam Surono 2004 Untuk meningkatkan aktivitas probiotik dalam usus besar sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih baik, maka diperlukan juga adanya prebiotik. Istilah prebiotik diperkenalkan oleh Gibson dan Roberfroid 1995, dan didefinisikan sebagai suatu bahan makanan yang tidak dapat dicerna yang memberikan manfaat 47 bagi tubuh karena secara selektif menstimulir pertumbuhan dan aktivitas bakteri baik dalam usus besar. Di dalam usus besar, bahan prebiotik akan difermentasi oleh bakteri probiotik terutama Bifidobacteria dan Lactobaccilus dan menghasilkan asam lemak rantai pendek dalam bentuk asam asetat, propionat, butirat, L-laktat, juga karbondioksida dan hydrogen yang dapat dipakai sebagai sumber energi oleh tubuh. Sumber prebiotik adalah berasal dari sayuran dan buah seperti onion, asparagus, pisang, kedelai dan artichoke Surono, 2004.

M. Interaksi Probiotik dengan Sistem Imun

Mekanisme bakteri probiotik dalam memperbaiki dan menstimulir system imun adalah dengan meningkatkan kandungan antibodi Bloksma dkk, 1979 dan meningkatkan aktifitas makrofag, memfasilitasi transport antigen Kaur, dkk, 2002. Kemampuan sistem imun mukosal dalam menjaga tubuh terhadap infeksi dan peradangan saluran usus serta menstimulir sel T menjadi toleran terhadap antigen yang masuk bersama makanan, mengantar studi bagaimana mekanisme bakteri asam laktat menstimulir sistem imun mukosal tanpa efek samping. Sistem imun mukosal bertanggung jawab terhadap 60 produksi imunoglobulin setiap hari Mestecky dan Mc Ghee, 1987 dalam Surono, 2004. Probiotik mampu menstimulir sistem imun akibat adanya senyawa peptidoglikan dan lipopolisakarida dalam dinding selnya, melalui komponen dinding sel peptidoglikan yang menginduksi pada permukaan mukosa. Glukan pada dinding sel bakteri merangsang makrofag memproduksi interlekuin, meningkatkan aktivitas proliferasi sel limfosit. Sel limfosit membelah menjadi limfosit T dan limfosit B. 48 Limfosit melepaskan interferon, kembali mengaktifkan makrofag dan limfosit B memproduksi antibodi yang merupakan respon mekanisme humoral dalam mekanisme kekebalan spesifik Ouwehand, dkk, 1999 dan Anderson, 1992. Interaksi antara bakteri asam laktat probiotik dengan sel M hanya menstimulir respons imun spesifik, sedangkan interaksi antara bakteri asam laktat probiotik dengan sel folikel epitelium menstimulir respon imun non–spesifik atau peradangan, meskipun juga dapat meningkatkan respon imun spesifik. Interaksinya dengan sel epithelial dapat mengarah ke peningkatan lokal imunitas atau non-respons dengan bebas antigen Surono, 2004. Jaringan limfoid saluran pencernaan, atau dikenal sebagai GALT gut associated lymphoid tissue adalah yang pertama kontak dengan komponen makanan, berbagai antigen dari makanan, bakteri “baik” dan “jahat”, dan komponen lainnya dari luar tubuh. GALT terdiri dari limfosit intraepitelial usus dan limfosit lamina propria mukosa, komponen agregat imun yang mencakup Peyer’s patches yang mengandung limfosit B dan T Surono, 2004. Peyer’s patches banyak terdapat pada lamina propria usus dan lapisan epitel. Peyer’s patches berfungsi memfasilitasi transport antigen sehingga meningkatkan respon imun. Limfosit pada lamina propria sebagian besar adalah limfosit B, yang beberapa diantaranya sudah matang sebagai sel penghasil antibodi Burkitt dkk., 1995 dalam Surono, 2004. Interaksi antara bakteri asam laktat probiotik dengan sel M hanya menstimulir respons imun spesifik, sedangkan interaksi antara bakteri asam laktat probiotik dengan sel folikel epitelium me nstimulir respon imun non–spesifik atau peradangan, 49 meskipun juga dapat meningkatkan respon imun spesifik. Interaksinya dengan sel epithelial dapat mengarah ke peningkatan lokal imunitas atau non-respons dengan bebas antigen Surono, 2004. Untuk dapat memastikan bakteri asam laktat yang dikonsumsi melakukan kontak dengan sistem kekebalan dalam usus, maka bakteri asam laktat harus memiliki sifat-sifat penting seperti tahan terhadap asam dan garam empedu, viabilitas dalam saluran pencernaan, bertahan terhadap hambatan seperti mukus, epitelium, mikroflora kompleks, dan pelekatan bakteri asam laktat pada mukosa. Dengan demikian, kriteria bakteri probiotik yang ideal yaitu dapat memberikan efek positif bagi kesehatan, tidak pathogen, dan tidak menghasilkan toksin, dikonsumsi dalam keadaan hidup dalam jumlah besar, mampu bertahan pada saluran pencernaan, misalnya tahan terhadap keasaman tinggi, serta stabil dan tetap hidup Surono, 2004. Kerangka Pemikiran Berdasarkan hasil sensus pendud uk yang dilakukan BPS tahun 2000, jumlah lansia di propinsi Jawa Barat sudah mencapai 3,4 juta lansia, sekitar setengah jumlah balita. Nantinya pada tahun 2010 lansia dan balita akan tetap bertambah namun dalam jumlah yang seimbang. Pada tahun 2020 lansia 11,4 akan lebih banyak dibanding balita 6,9, dan jumlah nominalnya juga semakin tinggi. Selama ini perhatian pemerintah kepada lansia masih belum memadai, permasalahan lansia yang harus diperhatikan bukan saja masalah kesehatan, namun aspek lain dalam kehidupan lansia perlu mendapat perhatian lebih serius, baik dari keluarga maupun masyarakat termasuk pemerintah. 50 Adanya perubahan dalam lingkaran hidup keluarga dimana anak-anak yang semula berkumpul dengan orang tua ternyata harus meninggalkan orang tua dengan berbagai alasan seperti: menikah, bekerja, sekolah, dan sebagainya. Dengan terjadinya perubahan-perubahan tersebut tentu akan menimbulkan berbagai permasalahan pada lansia, misalnya berkurangnya tenagakeluarga yang merawat lansia sementara dengan kondisi fisik lansia yang semakin menurun menyebabkan pentingnya kehadiran seseorang untuk membantu merawat lansia. Dalam pandangan masyarakat Indonesia dan beberapa negara di Asia pada umumnya mengirim orang tua yang sudah berusia lanjut ke panti werdha merupakan suatu hal yang tabu dan menunjukkan rendahnya penghormatan kepada orang tua. Hal itu menyebabkan hingga saat ini keluarga merupakan sistem pendukung utama bagi lansia dan jumlah anak yang masih hidup merupakan hal yang penting sebagai sumber dari family support system Wahyuni, 2003. Meskipun demikian dengan semakin banyaknya perempuan yang memasuki sektor publik menyebabkan berkurangnya curahan waktu yang dapat digunakan untuk merawat lansia, juga keadaan ekonomi yang semakin sulit membuat keluarga yang tidak mampu cenderung mengirim lansia ke panti werdha, sehingga pada kenyataannya peran panti wredha menjadi penting dalam memberikan dukungan sosial terhadap lansia. Bertambahnya usia mengakibatkan terjadinya beberapa perubahan seperti perubahan perilaku, perubahan interaksi sosial, dan perubahan aktivitas, selain itu proses penuaan juga mempengaruhi penurunan fungsi organ dan fungsi imun pada 51 lansia, berdasarkan kondisi tersebut maka diperlukan adanya suatu upaya yang dapat meningkatkan kesehatan dengan melakukan upaya perbaikan melalui intervensi gizi. Diduga pemberian intervensi susu plus probiotik akan meningkatkan respons imun dari lansia dengan meningkatkan antibodi IgA sehingga diharapkan dapat meningkatkan daya tahan tubuh. Hal ini terjadi mengingat probiotik dapat membantu keseimbangan mikroflora usus dengan cara meningkatkan jumlah bakteri baik dan menurunkan jumlah bakteri jahat. Bakteri jahat mengeluarkan racun yang dapat menyebabkan diare serta mengeluarkan enzim yang mendorong terbentuknya senyawa karsinogenik dalam saluran pencernaan. Sebaliknya bakteri yang baik akan membantu keutuhan mukosa usus, proses metabolisme, serta meningkatkan kekebalan tubuh Surono, 2002. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, antibodi IgA baik pada serum maupun IgA sekretori merupakan salah satu parameter sistem imun yang baik untuk pengujian manfaat probiotik terhadap sistem imun. Pada penelitian ini dilakukan uji klinis untuk mengetahui efek dari isolat bakteri asam laktat BAL dadih Enterococcus faecium IS-27526 terhadap sistem imun lansia, karena respon imun di permukaan mukosal didominasi oleh respon imun spesifik yaitu peningkatan jumlah sel pensekresi IgA dan IgA sekretori Perdignon, et al., 1995. Terjadinya “secondary aging” yaitu ketidakmampuan yang disebabkan oleh trauma atau penyakit kronis. Kehadiran kondisi kronis sangat mengganggu lansia dalam menjalankan aktivitas sosialnya seperti melaksanakan tugas merawat diri self- care, menikmati kehidupan sosial, dan melaksanakan aktivitas produktif Eisdofer 52 Wilkie, 1997. Dengan mengupayakan lansia selama mungkin tetap dalam keadaan sehat baik fisik, mental, dan sosial untuk mencapai keadaan successful aging merupakan wujud kepedulian agar para lansia tidak menjadi beban bagi masyarakat. Secara skematik, kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 8 . Skema kerangka pemikiran pengaruh aspek psikososial dan fisik terhadap status gizi dan pengaruh intervensi susu probiotik terhadap respon imun lansia Latar belakang : - Jenis kelamin - Usia - Tempat tinggal- - Status perkawinan Dukungan sosial: - Keluarga - Masyarakat - Pe merintah Psikososial: - Kepuasan - Depresi Fisik: - Aktifitas fisik - Perilaku kesehatan Status gizi: - IMT - Konsumsi makanan - Intervensi dengan susu probiotik Respon Imun 53 Hipotesis : Dari kerangka pemikiran yang terdapat pada gambar 8, dikemukakan hipotesis penelitian sebagai berikut: 1. Terdapat perbedaan aspek psikososial antara lansia yang berada di panti dan di masyarakat. 2. Terdapat perbedaan aktivitas fisik, konsumsi makanan, dan status gizi antara lansia yang berada di panti dan di masyarakat. 3. Terdapat pengaruh intervensi susu plus probiotik asal dadih Enterococcus faecium IS-27526 terhadap respons imun IgA lansia. 134 Hasil dan Pembahasan

a. Aktivitas fisik

Seseorang yang telah memasuki usia lanjut pada umumnya mulai menghadapi kondisi fisik yang sifatnya patologis berganda multiple pathology, misalnya tenaga berkurang gigi tanggal, tulang makin rapuh, dll. Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik maupun sosial yang selanjutnya akan menyebabkan ketergantungan pada orang lain. Aktivitas fisik buruk yang dimiliki oleh lansia sebesar 17.5 persen dari lansia yang tinggal di panti, lansia yang berada di masyarakat 25.9 persen. Aktivitas fisik baik yang dimiliki lansia yang berada di panti werdha sebesar 82.5 persen, yang