Pembahasan Umum Aspek psikososial, Aktivitas Fisik, konsumsi Makanan, Status Gizi dan Pengaruh Susu Plus Probiotik Enterococcus faecium IS-27526 (MEDP) Terhadap Respons Imun IgA Lansia
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kebijakan pengembangan wilayah pesisir di Jawa Barat khususnya Kabupaten Indramayu
dan Kabupaten Ciamis, masih perlu diarahkan menuju pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu integrated coastal zone management dan
menerapkan pembangunan berkelanjutan sustainable development.
Berdasarkan hasil analisis ASWOT lihat Bab VI dapat diketahui beberapa hal sebagai berikut:
• Hasil analisis SWOT di Kabupaten Indramayu :
S : Dekat dengan tempat pemasaran domestik dan ekspor 0,077 W : Kondisi alam dengan gelombang pasang 0,074
O : Belum optimalnya pemanfaatan potensi wilayah pesisir 0,091 T : Berubahnya orientasi pekerjaan 0,087
• Hasil analisis SWOT di Kabupaten Ciamis :
S : Potensi sumberdaya ikan di wilayah ZEEI 0,064 W : Lemahnya kualitas SDM 0,065
O : Belum optimalnya pemanfaatan potensi wilayah pesisir 0,098 T : Bertambah banyaknya negara yang menerapkan persyaratan kualitas
produk 0,072 •
Hasil analisis ASWOT di Kabupaten Indramayu : Sektor minyak dan gas bumi dengan skor sebesar 0,246 24,6 dan sektor
perikanan dengan nilai skor 0,244 24,4 •
Hasil analisis ASWOT di Kabupaten Ciamis : Sektor pariwisata dengan skor 0,251 25,1 dan sektor perikanan dengan
skor 0,248 24,8. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kebijakan
pemanfaatan sumberdaya alam migas sebagai national competence, dapat meningkatkan kegiatan perikanan yang secara tradisional leading sector sebagai
local competence dengan mengarahkan nelayan kepada akses pasar dan permodalan. Kegiatan pariwisata dapat meningkatkan permintaan terhadap hasil
perikanan derive demand, jadi saling melengkapi complementary bukan kompetitor.
Berdasarkan hasil analisis ISM lihat Bab VII dapat diketahui beberapa hal sebagai berikut :
• Di Kabupaten Indramayu :
Bencana alam gelombang badai pasang menempati peringkat tertinggi
sebagai elemen kunci pada level 5. Selanjutnya dikuti oleh abrasi dan banjir pada level 4, kemudian intrusi air laut, gerakan tanah jenis amblesan, dan
puting beliung pada level 3. Erosi dan akresi berada pada level 2, dan terakhir yaitu gempabumi dan tsunami pada level 1.
• Di Kabupaten Ciamis :
Bencana alam gempabumi dan tsunami menempati peringkat tertinggi dan menjadi elemen kunci, yang kemudian diikuti oleh abrasi dan bencana alam
gelombang badai pasang pada level 3. Kemudian angin kencangputing beliung, dan gerakan tanah jenis longsorankeruntuhan menempati level 2,
serta banjir, erosi, intrusi air laut, dan akresi pada level 1. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kebijakan
pengembangan yang akan diterapkan untuk kedua wilayah pesisir tersebut, harus mempertimbangkan laju kemerosotan kualitas lingkungan yang telah
terjadi sejak tahun 1970 an di pantai utara Jawa. Dengan demikian kebijakan pengembangan tidak lagi hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, tetapi
juga aspek ekologi dan sosial sehingga kebijakan pengembangan menjadi berkelanjutan dan berperspektif mitigasi bencana.
Berdasarkan hasil analisis ISM untuk mengetahui bentuk mitigasi dan MPE untuk mengetahui efektivitas mtigasi lihat Bab VIII dapat diketahui
beberapa hal sebagai berikut : •
Hasil analisis ISM di Kabupaten Indramayu menetapkan 2 elemen kunci : gabungan pemecah ombak, peredam abrasi, penahan sedimentasi sejajar
gisik dan gabungan remangrovesasi, artificial reef, beach nourishment •
Hasil analisis ISM di Kabupaten Ciamis menetapkan dua elemen kunci yaitu sistem peringatan dini dan gabungan pemecah ombak peredam abrasi,
penahan sedimentasi. •
Hasil analisis MPE di Kabupaten Indramayu menetapkan gabungan pemecah ombak, peredam abrasi dan penahan sedimentasi sejajar gisik sebagai
mitigasi yang paling efektif. •
Hasil analisis MPE di Kabupaten Ciamis menetapkan sistem peringatan dini sebagai mitigasi yang paling efektif.
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kebijakan pengembangan wilayah pesisir sudah harus memperhitungkan anggaran yang
proporsional untuk mewujudkan pembangunan sistem perlindungan pesisir terpadu. Upaya yang dilakukan harus lebih bersifat pro aktif, yang menekankan
kepada upaya pencegahan dan kesiapsiagaan. Hal ini sesuai kesepakatan global untuk secepatnya merubah paradigma lama yang responsif, reaktif, dan
kedaruratan. Berdasarkan hasil analisis AHP lihat Bab IX dapat diketahui beberapa
hal sebagai berikut : •
Di Kabupaten Indramayu : Pengembangan prasarana dan sarana wilayah pesisir berperspektif mitigasi
bencana dengan tujuan untuk mengoptimasi produktifitas wilayah pesisir. •
Di Kabupaten Ciamis: Peningkatan peran stakeholder dalam pengelolaan wilayah pesisir dengan
tujuan untuk optimasi sistem penyangga kehidupan. Berdasarkan urauan diatas dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai
tujuan tersebut, dibutuhkan sinergi antarunsur masyarakat pengguna dan pemerintah Co-management yang bertujuan menghindari peran dominan yang
berlebihan dari satu pihak dalam pengelolaan sumberdaya pesisir sehingga pembiasan aspirasi pada satu pihak dapat dieliminasi. Alternatif kebijakan untuk
diterapkan di Kabupaten Indramayu: mengembangkan prasarana dan sarana wilayah pesisir berperspektif mitigasi bencana. Alternatif kebijakan untuk
diterapkan di Kabupaten Ciamis: meningkatkan partisipasi stakeholder untuk menghindari peran dominan yang berlebihan dari satu pihak dalam pengelolaan
sumberdaya pesisir dan laut sehingga pembiasan aspirasi pada satu pihak dapat dieliminasi dalam upaya mencapai Co-management.