mengenai topik seksual apa yang dipelajari orang tua. Penelitian lebih lanjut mengenai sumber informasi pendidikan seks diperlukan untuk melihat jenis
informasi yang diserap orang tua dan sumber yang paling dipercaya dan diandalkan orang tua.
3. Hambatan dan Kemudahan dalam Memberikan Pendidikan Seks
Tabel 16 Perbandingan Hasil Penelitian pada Aspek Hambatan dan Kemudahan
dalam Memberikan Pendidikan Seks
Hasil penelitian sebelumnya Topik
Selaras Bertentangan
Hambatan internal
yang signifikan bagi orang tua adalah
perasaan tabu
atau tidak
nyaman dalam
memberikan pendidikan seks
Doskoch 2011 Jerman dan Constantine
2010 Trinh et al. 2009
Walker 2001 Walker dan Milton
2006
Hambatan eksternal yang
paling besar dialami orang tua adalah perbedaan jenis
kelamin
Kirkman et al. 2005
Relasi yang baik
antara orang tua dan anak memudahkan
pendidikan seks
Trinh et al. 2009 Wamoyi et al. 2010
Pluhar dan Kuriloff
2004
Catatan. Penelitan yang dicetak miring adalah penelitian di negara-negara berkembang.
Hasil penelitian ini menunjukkan persamaan dengan penelitian sebelumnya. Dalam penelitian ini hambatan orang tua paling besar adalah
terkait dengan kemampuan atau keterampilan orang tua skill. Orang tua merasa tidak mampu memberikan pendidikan seks karena tidak tahu cara
memulai atau memberikannya dan proses penyampaiannya buruk. Menurut
Walker dan Milton 2006, kesulitan orang tua terutama terkait tiga hal: materi yang harus perlu diajarkan, cara mengatakan, dan cara memulainya.
Kesulitan yang dialami orang tua ini bisa jadi karena dahulu orang tua tidak menerima pendidikan seks dari orang tua ataupun sekolah. Ketiadaan
contoh atau teladan ini membuat orang tua tidak dapat meniru atau belajar dari pengalamannya dan harus membentuk pola dan caranya sendiri.Hal inilah yang
tidak mudah untuk dilakukan. Ketidakmampuan orang tua ini pada akhirnya akan membuat orang tua
merasa tidak mampu dan tidak percaya diri dalam memberikan pendidikan seks Bastien et al., 2011, Walker, 2004. Akibatnya orang tua tidak memberikan
pendidikan seks kepada anak. Selanjutnya kesulitan orang tua terkait menilai kesiapan anak menerima
informasi seksual dapat membuat orang tua menunda-nunda memberikan pendidikan seks sampai merasa anak siap. Menurut Walker 2004 adalah lebih
baik untuk memulai pendidikan seks saat usia sekolah dasar. Karena orang tua akan lebih mudah saat membicarakan seks dan ini membangun fondasi yang
luas soal seksualitas. Meskipun begitu orang tua perlu mengetahui informasi yang cocok untuk diberikan pada usia tertentu. Sebab menurut Kirkman et al.
2005, jika informasi diberikan saat anak terlalu muda, maka mereka mungkin tidak akan paham atau ingat.
Hambatan internal lain yang cukup signifikan adalah perasaan tabu atau tidak nyaman dalam memberikan pendidikan seks kepada anak. Hal ini sesuai
dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya dari Doskoch, 2011, Jerman dan
Constantine 2010, Trinh et al., 2009, Walker 2001, dan Walker dan Milton 2006. Penyebab adanya perasaan tabu dan tidak nyaman saat
membicarakan seks adalah didikan orang tua atau budaya misalnya karena orang Jawa. Bastien et al 2011 menemukan bahwa budaya atau tradisi ini
membuat orang tua merasa tidak nyaman membicarakan seks bahkan menghindarinya.
Rasa tabu dan tidak nyaman ini perlu dikikis dari pola pikir orang tua agar orang tua dapat terbuka dan nyaman membicarakan pendidikan seks
dengan anak. Meskipun begitu Walker dan Milton 2006 berpendapat bahwa penerimaan sosial dan kultural terhadap pendidikan seks mempengaruhi tingkat
keterbukaan dan kenyamanan membicarakan seks. Oleh karena itu agar keterbukaan dan kenyamanan terjadi bukan hanya berfokus pada individu per
individu tetapi juga perlu membentuk pandangan masyarakat agar menerima pendidikan seks.
Selanjutnya hambatan eksternal yang paling besar dialami oleh orang tua adalah perbedaan jenis kelamin antara orang tua dan anak. Hambatan
serupa juga ditemukan pada penelitian Kirkman et al. 2005 dimana orang tua lebih memilih memberi pendidikan seks kepada anak berjenis kelamin sama.
Hal ini karena orang percaya akan adanya pengetahuan berbasis gender gender-linked knowledge. Dalam penelitian ini pun kesulitan terkait
perbedaan jenis kelamin adalah orang tua tidak mengalami apa yang dialami anak. Perbedaan jenis kelamin juga membuat orang tua enggan memberikan
pendidikan seks terlalu dalam. Hal ini dianggap sebagai hambatan namun ada
juga orang tua yang memandang ini sebagai kemudahan terkait memberikan pendidikan seks.
Kemudahan ini terutama dirasakan orang tua karena pembicaraan sebatas pengetahuan saja dan tidak menyangkut kehidupan seksual pribadi.
Akibatnya orang tua tidak merasa risih membicarakan seks dengan anak. Relasi yang baik antara orang tua dan anak memudahkan pendidikan
seks oleh orang tua. Hal senada juga diungkapkan oleh Trinh et al 2009 dan Wamoyi et al. 2010 bahwa relasi orang tua
– anak yang baik mendorong terbentuknya komunikasi yang baik. Apabila komunikasi baik maka
membicarakan seks pun lebih mudah. Hal ini didukung oleh pandangan dari Pluhar dan Kuriloff 2004 bahwa seberapa besar komunikasi orang tua itu
berpengaruh pada anak itu bergantung pada sifat relasi dimana pembicaraan itu terjadi. Apabila orang tua
– anak dekat maka komunikasi lebih berdampak, dan sebaliknya.
Bagi orang tua, kemudahan lain yang dirasakan adalah anak sudah mendapatkan pendidikan seks dari pihak lain. Sekolah dan internet menjadi
sumber informasi seksual bagi anak. Ini membuat anak sudah lebih paham mengenai seks. Selanjutnya hal ini memudahkan orang tua karena orang tua
tidak perlu menjelaskan seks dari hal-hal yang mendasar. Bahkan ada orang tua yang merasa anak sudah memiliki informasi yang memadai sehingga peran
orang tua hanya mengarahkan, mengawasi, dan memberikan rambu-rambu berperilaku saja. Pendidikan seks dari pihak lain dirasakan membantu atau
bahkan menggantikan peran orang tua memberi pengetahuan seks kepada anak.
4. Konteks Pemberian Pendidikan Seks