banyak pengawasan dan diskusi mengenai seks kepada anak perempuan dibandingkan anak laki-laki.
e. Stimuli
Orang tua memandang penting adanya stimuli, atau pemicu untuk memulai diskusi mengenai seks Trinh et al., 2009; Walker, 2004. Stimuli
atau pemicu ini bisa berupa kasus tetangga yang meninggal karena HIVAIDS, adanya gadis desa yang hamil, acara TV atau radio, atau anak
pulang membawa selebaran dari sekolah Trinh et al., 2005; Wamoyi, 2010.
5. Hambatan Memberikan Pendidikan Seks
Ada berbagai hal yang menghalangi dan menghambat orang tua dalam memberikan pendidikan seks kepada anak-anaknya. Jerman dan Constantine
2010, menemukan ada 9 kesulitan yang dihadapi orang tua untuk melakukan komunikasi seksual.
a. Rasa malu dan tidak nyaman
Walker 2001 menemukan bahwa orang tua merasa malu dan tidak nyaman membicarakan seks sehingga dengan sengaja dan sadar, mereka
membuat dirinya tidak terjangkau dan menghindari interaksi. Rasa malu untuk membicarakan seks tidak hanya dialami oleh orang tua tetapi juga
oleh anak Trinh et al., 2009. Ha dan Fisher 2009, mengindikasikan bahwa di Vietnam, percakapan mengenai seks dianggap tidak sopan
sehingga menimbulkan ketidaknyamanan. Di Tanzania, Wamoyi et al.
2010 menemukan adanya perasaan tidak nyaman saat menggunakan termonologi seksual. Dalam menghadapi rasa malu terkait memberi
pendidikan seks, ada beberapa strategi yang dapat diambil orang tua dan guru, yaitu a menerima bahwa mau tidak mau berbicara dengan anak soal
seksualitas memang menimbulkan rasa malu, b menyadari bahwa kenyataannya tidak akan sememalukan yang dibayangkan, dan c
melakukan kegiatan lain saat memberi pendidikan seksualitas Walker Milton, 2006.
b. Pengetahuan dan efikasi diri
Orang tua merasa bahwa mereka tidak memiliki pengetahuan yang memadai soal seks Ha Fisher, 2011; Trinh et al., 2009; Walker, 2004;
Walker Milton, 2006. Kurangnya pengetahuan ini menyebabkan orang tua merasa tidak mumpuni dalam mengajar mengenai seks dan memiliki
efikasi diri yang rendah Bastien et al., 2011; Walker, 2004. Sebagaimana diungkapkan oleh Walker dan Milton, orang tua mengalami kesulitan dan
kebingungan terkait materi yang harus diajarkan, cara mengatakan, dan cara memulainya. Walker 2001 melihat pentingnya aksesibilitas bahan
pendidikan seks bagi orang tua agar orang tua dapat memiliki pengetahuan yang memadai.
c. Pengaruh kultur dan sosial
Bastien et al. 2011 menemukan bahwa di beberapa bagian Afrika, kekristenan Eropa menghasilkan pembatasan dalam membicarakan
seksualitas. Sementara ketidaknyamanan menggunakan terminologi seksual
di Tanzania disebabkan norma seksual masyarakat menekan keterbukaan tentang seks lintas gender dan generasi Wamoyi et al., 2010. Sementara di
Vietnam, percakapan mengenai seks dianggap tidak sopan oleh moralitas budaya Ha Fisher, 2009.
d. Pengaruh dan isu keluarga dan antar generasi
Orang tua yang tidak mendapat pendidikan seks dari orang tuanya cenderung bingung dalam membicarakan seks dengan anaknya Jerman
Constantine, 2010. Menurut Walker 2001, pendidikan seks yang diberikan orang tua sedikit banyak dipengaruhi oleh pendidikan seksyang
diterima orang tua dari orang tua kakek – nenek.
e. Masalah komunikasi secara umum
Ha dan Fisher 2011 menemukan bahwa orang tua di pedesaan Vietnam mengalami kesulitan memulai percakapan mengenai seks karena
mereka sibuk bekerja sehingga tidak punya waktu bercakap-cakap dengan anaknya. Walker 2004 juga menemukan bahwa kemampuan komunikasi
yang rendah menyebabkan pendidikan seks lebih sulit. Gaya komunikasi orang tua juga berpengaruh terhadap kelancaran pendidikan seks. Gaya
komunikasi yang searah, berbentuk instruksi, alur dikendalikan oleh orang tua, dan penuh peringatan dan ancaman menjadi penghalang terjadinya
komunikasi yang baik Bastien et al., 2011; Pluhar Kuriloff, 2004. f.
Pengaruh dan kontrol orang tua Trinh et al. 2009 menemukan bahwa orang tua merasa
membicarakan seks dengan anak akan mendorong anak melakukan seks
sebelum mereka siap. Orang tua juga merasa mendiskusikan seks dapat merusak anak muda. Anak menangkap gelagat ini sehingga mereka enggan
mendiskusikan seks dengan orang tua karena takut dianggap ingin atau sudah aktif secara seksual Bastien et al., 2011; Walker, 2004. Sementara
Wamoyi et al. 2010 menemukan adanya orang tua yang merasa tidak dekat dengan anak sehingga merasa akan sia-sia membicarakan seks dengan
anaknya karena tidak akan didengarkan. Menurut Trinh et al. dalam keluarga yang tidak memiliki relasi erat, anak cenderung enggan
membicarakan seks dengan orang tuanya. g.
Penerimaan orang tua atas seksualitas remaja Trinh et al. 2009 menemukan bahwa orang tua merasa anak-anak
mereka belum cukup dewasa untuk belajar isu seksual, atau terlalu muda untuk terlibat aktivitas seksual. Orang tua juga memiliki persepsi bahwa
anaknya tidak aktif secara seksual Trinh et al., 2009; Wamoyi et al., 2010 sehingga tidak perlu mendiskusikan seks.
h. Usia dan perkembangan anak
Orang tua dapat mengalami kesulitan dalam menentukan informasi yang tepat terkait usia anak. Menurut Kirkman et al. 2005, jika informasi
diberikan saat anak terlalu muda, maka mereka mungkin tidak akan paham atau ingat. Jika orang tua merasa anak terlalu muda untuk belajar suatu hal
maka orang tua tidak akan menjawab pertanyaan anaknya dengan penuh dan jelas Walker, 2001.
i. Kesulitan orang tua dalam membicarakan topik-topik spesifik
Orang tua dapat mengalami dilema membicarakan topik tertentu saat mereka memiliki nilai yang bertentangan. Misalnya membicarakan
penggunaan kondom saat berhubungan seks padahal mereka ingin anaknya berpantang. Jerman Constantine, 2010.
Selain itu hal lain yang berpotensi menghambat terjadinya pendidikan seks adalah merasa bahwa anak sudah memiliki sumber pengetahuan yang
memadai dan pendidikan seks merupakan tanggung jawab pihak lain, seperti pasangan atau sekolah Ha Fisher, 2011; Walker, 2001, 2004.
6. Konteks Pendidikan Seks