7. Pihak Pemberi Pendidikan Seks
Tabel 12 Kategori dalam Pihak Pemberi Pendidikan Seks
Orang tua Pihak Alternatif
Internal Eksternal
Diberikan oleh orang tua berjenis kelamin sama
Anak lebih memilih ibu sebagai pendidik seks
Kakak Paman atau bibi
Teman Gereja
Profesional di
bidang seks Sekolah atau guru
Pendidikan seks yang diberikan oleh orang tua diberikan oleh orang tua yang memiliki jenis kelamin sama dengan anak. Hal ini karena orang tua yang
memiliki  jenis kelamin  sama  mengalami  hal  yang dialami oleh anak sehingga bisa terhubung dengan anak. Selain itu anak mungkin malu membicarakan seks
dengan lawan jenis, sekalipun itu orang tuanya.
“Anak saya laki-laki sama laki-laki. Yang perempuan sama ibunya biasanya, crita sama ibunya” Ayah, FG1, 214-215
“Terus papanya yang terus terang saya beri  jatah untuk anak cowok, karena saya  merasa,  yang  dua  cewek  ini  lebih  dekat  ke  saya,  karena  kalau  mereka
cerita papanya, ada rasa malu.” Ibu, FG3, 670-673
Meskipun begitu sebagian orang tua merasa bahwa anak lebih nyaman mendiskusikan  seks  dengan  ibu,  termasuk  juga  anak  laki-laki.  Bahkan  ayah
pun  menganggap  ibu  sebagai  pihak  yang  umumnya  memberikan  pendidikan seks.
“Emm, anak saya kebetulan Tuhan beri laki semua ya itu, tapi kalau soal seks eee  mereka  lebih  cenderung  ke  saya  daripada  ke  papanya,”  Ibu,  FG3,  368-
370
“…  hanya  mungkin  yang  sempat  lebih  banyak  [memberi  pendidikan seksualitas]  mungkin  istri,  karena  kelihatannya  sih  anak  saya  lebih  nyaman
bicara itu dengan ibunya …” Ayah, FG4, 111-113
Ketidaknyaman  yang dirasakan anak kemungkinan karena  ayah terlalu kaku  dan  berdasar  logika,  atau  memiliki  temperamen  yang  buruk.  Penyebab
lainnya adalah ibu dirasa lebih mampu menjelaskan seks secara panjang lebar dibanding ayah.
“Tapi herannya kalo ditanyain papanya kog gak mau ya? … Sifatnya [ayah] suram e. hahaha. marah kui, kalau marah ya sudah.
” Ibu, FG2, 195-204 “… karena papanya tipenya kalo kitanya satu kata, njawabnya satu kata gitu
lho, kan tipenya beda-beda, kalo saya satu kata bisa beribu-ribu  kata, ya ibu- ibu ya jadi lebih cerewet..” Ibu, FG3, 370-372
Disamping dirinya sendiri, orang tua juga menyadari bahwa ada pihak- pihak  lain  yang  dapat  memberikan  pendidikan  seks  bagi  anak-anaknya.
Pendidikan seks dari luar rumah ini dirasakan membantu tugas orang tua.
“….  jadi  pendidikan  seks  tu  sebenarnya  sudah  walaupun  kita  tidak memberitahu  tapi  pendidikan  seks  diluar  sudah  ada.…  Saya  kira  juga
membantu.” Ayah, FG1, 573-581
Pihak  pemberi  pendidikan  seks  alternatif  ini  dapat  dibagi  menjadi  dua kelompok yaitu internal dan eksternal. Internal adalah orang-orang yang masih
termasuk keluarga, seperti kakak atau paman dan bibi.  Kakak  menjadi pilihan yang  baik  karena  dapat  memberikan  pendidikan  seks  yang  lebih  informal
kepada adik-adiknya.
“….ilmu ini pertama diturunkan kepada kakaknya, karena kakaknya kan kita anggep  sebagai,  adik-adiknya  kan  ngikutin  apa  yang  diomongkan  kakaknya.
Jadi saya lebih enteng semua.” Ayah, FG4, 293-295
Selanjutnya  pihak  eksternal  adalah  pihak-pihak  yang  tidak  termasuk dalam  keluarga.  Pihak  ini  meliputi  teman  anak,  gereja,  profesional  di  bidang
seksualitas, dan guru atau sekolah.
“Guru,  sekolah,  kalo  KTB  ya  KTB,  kalo  ada  guru  sekolah.  |  Guru  sekolah minggu. | Gereja.” Ibu-Ibu, FG2, 956-958
“Selain  orang  tua  kalo  menurut  saya  ya  profesional,  dalam  arti  entah  itu misalnya dari PKBI …” Ayah, FG4, 1541-1542
Sekalipun orang tua memandang teman sebagai pendidik seks alternatif, orang tua juga merasa kurang nyaman apabila anak belajar seks dengan teman.
Ini  karena  orang  tua  merasa  informasi  seksual  dari  teman  hanya  membahas kesenangan dan mungkin memiliki informasi yang salah juga.
“A  pasti  pengalaman  ya,  temen-temen  pasti  membicarakan  soal  seks  pernah to? Nah itu belajar dari temen-temen. Cuma kalo belajar dari temen-temen itu
resikonya  ya  itu,  proteksi  menjaga  itu  kadang-kadang  gak  ada.  Cuma  yang wah wah gitu ya.
” Ayah, FG1, 252-254
Orang tua dan guru dipandang sebagai pihak yang utama atau memiliki peran paling besar dalam memberikan pendidikan seks kepada anak.
“Yang utama guru, orang tua ...” Ayah, FG4, 1539
Menurut orang tua pendidikan seks disekolah sudah dimulai dari kelas 5  SD.  Pendidikan  seks  diberikan  pada  saat  pelajaran  biologi.  Menurut  orang
tua  penyampaian  materi  disekolah  perlu  perencanaan  terlebih  dahulu. Informasi seksual yang diberikan sekolah sudah memadai, namun sekolah tidak
mengajarkan kepada anak norma berperilaku seksual yang baik.
“jadi  sebenarnya  dari  sekolah  gitu  sudah  memadai  soal  informasi  yang diberikan [kata-kata moderator]. |Yang kurang itu masalah etikanya saja, kalau
etika ditambahi kan lebih apik.  ...” Ayah, FG1, 1276-1279
Selanjutnya  ada  yang  berpendapat  bahwa  anak  lebih  malu  bertanya kepada  guru,  namun  ada  juga  yang  berpendapat  anak  lebih  berani  bertanya
kepada guru dibanding kepada orang tua.
“cuma  dia  mau  bertanya  dikelas  tuh  kadang-kadang  anak  tuh  malu.  Malu dengan teman-
temannya.” Ayah, FG1, 681-682 “  Kaloanak-anak  itu  biasanya  memang  terhadap  orang  tuanya  itu  memang
kadang-kadang  malu,  mau  bertanya  mau  apa, tetapi  dengan  gurunya  kadang- kadang itu bertanya …” Ibu, FG3, 725-728
Bagi orang tua, pendidikan seks dari sekolah menjadikan anak memiliki pengetahuan  seks  yang  memadai.  Ini  membantu  anak  dalam  memahami
pendidikan seks dari orang tua.
“Dia bisa paham itu [pendidikan seksualitas dari orangtu], tapi dia disekolah kan dah dapet....” Ayah, FG1, 679-680
Menurut  orang  tua,  guru  memiliki  tugas  untuk  membantu  anak mengenali  perubahan  didalam  dirinya.  Artinya  orang  tua  menyadari  peran
penting  guru  dalam  memberi  pendidikans  seks  kepada  anaknya.  Meskipun begitu ada orang tua yang merasa pendidikan seks dari sekolah terlalu vulgar.
“Dalam  pelajaran  biologi  itu  komplit.Bukunya  komplit.  Kegunaan  penis, kegunaan  payudara  ..komplit  ..bahkan  kadang-kadang  bahasanya  vulgar.
Vaginauntuk dimasukkan penis. Itu dipelajaran  ...” Ayah, FG1, 183-186
Melihat  banyaknya  hal  positif  dari  pendidikan  seks,  orang  tua  merasa perlu ada kerjasama antara orang tua-guru.
“Nah kan ada kaitannya dengan sekolah, tidak bisa lepas, kita sebagai  orang tua …  Makanya  kita  perlu  komunikasi  sama  guru,  wali  kelas,  ada  pendekatan
perkembangan anak kita.” Ibu, FG3, 1338-1349
8. Kebutuhan pemberdayaan orang tua