orang  lain  atau  harta  itu  milik  mereka,  saudara-saudari  mampu  memberi  dan  dalam kemiskinan  mereka  membuat  orang-orang  yang  dijumpai  dalam  perjalanan  hidup
mereka  menjadi  kaya”.  “Dan  ajarlah  mereka  melakukan  segala  sesuatu  yang  telah Kuperintahkan  kepadamu.  Dan  ketahuilah,  Aku  menyertai  kamu  senantiasa  sampai
kepada  akhir  zaman”  Mat  28:20.  “Tetapi  siapa  yang  mengikatkan  dirinya  pada Tuhan, menjadi satu roh dengan Dia” 1 Kor 6:17.
3. Miskin secara radikal
Ya Tuhan, punya-Mulah kebesaran dan kejayaan, kehormatan, kemasyhuran dan keagungan,  ya,  segala-galanya  yang  ada  di  langit  dan  di  bumi  Ya  Tuhan,  punya-
Mulah  kerajaan  dan  Engkau  yang  tertinggi  itu  melebihi  segala-galanya  sebagai kepala.  Sebab  kekayaan  dan  kemuliaan  berasal  dari  pada-Mu  dan  Engkaulah  yang
berkuasa  atas  segala-galanya;  dalam  tangan-Mulah  kekuatan  dan  kejayaan;  dalam tangan-Mulah  kuasa  membesarkan  dan  mengokohkan  segala-galanya  1Taw.  29:11-
12.  Ridick  1987:50  mengatakan  bahwa  “Apabila  orang  memusatkan  diri  pada Tuhan,  maka  nama  kedudukan,  gengsi  serta  kuasa  menjadi  tidak  begitu  penting.
Orang tidak harus mempertahankan diri untuk disanjung, dihormati, dan mempunyai kekuasaan besar. Kristus sendiri menunjukan jalan ini dalam hidup-
Nya: “Aku tidak memerlukan hormat dari manusia” Yoh 5:41.
Kita berani melepaskan segalanya itu karena berpengharapan akan Allah. Dari Kitab Suci kita mengenali bahwa Tuhan Allah adalah asal dan sumber hidup
kita, serta penyelenggaraan dan tujuan akhir hidup kita. Dengan pengakuan itu kita  menempatkan  diri  dalam  ketergantungan  pada-Nya.  Maka  hendaknya
kita: selalu membangun hubungan  yang erat dengan Dia; menyerap kekuatan hidup  dari  Dia;  mengandalkan  kuasa  kasih-Nya  yang  tak  terbatas,  seraya
mengembangkan  kemampuan  manusiawi  kita,  dalam  hal  manejemen, kepemimpinan,  keuangan,  relasi  sehat  dan  kreativitas;  belajar  dari  Dia  sikap
kerendahan hati-Nya dan ketaatan kepada kehendak Bapa-Nya Statuta Bruder MTB, 2014: Art. 2.
Para  Bruder  Maria  Tak  Bernoda  MTB  diajak  untuk  bersikap  lepas  bebas terhadap  hal-hal  yang  menghalangi  mereka  untuk  dekat  dengan  Tuhan  seperti:
bersikap  mementingkan  diri  sendiri,  kesibukan  untuk  mencari  uang,  untung  sendiri, dan  mencari  kenikmatan  sendiri.  Mencari  nama  baik  agar  dipuji  dan  dipuja  banyak
orang,  mencari  kuasa,  kedudukan,  gengsi  dan  lain  sebaginya.  Para  Bruder  MTB, seharusnya  hanya  mengutamakan  kepentingan  Tuhan  dan  sesama  bukan  sebaliknya,
mencari kepuasan dan harga diri. Kemiskinan secara radikal sebagai sikap batin yang radikal ingin mengikuti Yesus Kristus bukan yang lain. Maka dari itu sebagai Bruder
MTB  mereka  harus  siap  meninggalkan  hasrat  untuk  memperoleh  atau  tetap memegang  kedudukan  yang  baik  dan  pengharagaan  sosial  lainnya,  yang  membuat
mereka  melupakan  Tuhan  dan  sesama.  Dalam  Konstitusi  Bruder  MTB  1999:  Art. 218 dikatakan bahwa:
Oleh  sebab  itu  kita  tidak  berhasrat  memperoleh  atau  tetap  memegang kedudukan  yang  baik,  tempat-tempat  penuh  kehormatan,  gengsi,  kekuasaan
dan keuntungan. Janganlah kita berkerja demi pilihan atau kegemaran pribadi atau untuk mendapat pernyataan terima kasih. “Sebab bukan diri kami  yang
kami  wartakan  tetapi  Yesus  Kristus  dan  dari  kami  sebagai  hambamu  karena kehendak Yesus” 2 Kor.4:5.
Para  Bruder  MTB  hendaknya  menyerahkan  diri  secara  total  kepada penyelenggaraan ilahi juga mempunyai konsekuensi menyerahkan seluruh bakat dan
kemampuan yang ada pada mereka, demi pelayanan penuh cinta kepada Kristus dan sesama.  Kalau  orang  menyadari  bahwa  dia  dianugerahi  suatu  kepekaan  hati,  suatu
bakat  untuk  menyenangkan  dan  menghibur  sesama,  kesabaran  untuk  mendengarkan orang  lain,  kecerdasan  otak  untuk  mengerti,  menganalisis  atau  kemampuan  untuk
berorganisasi,  maka  orang  tersebut,  harus  mempersembahkan  semuanya  itu  dengan membaktikan dirinya kepada Kristus, demi kepentingan sesama. Pada waktu itu hal
Kerajaan  Surga  seumpama  sepuluh  gadis,  yang  mengambil  pelitanya  dan  pergi menyongsong  mempelai  laki-
laki.  Lima  di  antaranya  bodoh  dan  lima  bijaksana” Mat. 25:1-2. Kalau orang sungguh sadar akan kelemahan dan kemiskinan batinnya,
justru hal tersebut akan membimbing mereka kepada Kristus dan membantu mereka menghindari  sikap  mementingkan  diri  sendiri  dan  mencari  penghargaan  demi
kepuasan  diri  sendiri.  “Tetapi  apa  yang  dahulu  merupakan  keuntungan  bagiku, sekarang kuanggap ru
gi karena Kristus” Flp 3:7. Ridick  1987:50  mengatakan  bahwa  “Nama,  kedudukan,  gengsi  dan  kuasa
bukan  sesuatu  yang  abadi.  Hanya  orang  yang  tidak  mempunyai  kedalaman  iman dalam batin sajalah yang akan takut kehilangan semuanya itu dan merasa tidak aman
karenanya.  Mereka  ini  merasa  butuh  dan  terdorong  untuk  mencari  nama, memamerkan status dan kuasa mereka”. Dewasa ini sering kali orang melihat adanya
kecenderungan  dari  sementara  orang  yang  entah  secara  sadar  atau  tidak  sadar menghargai  manusia  secara  matematis  dan  membangun  hidup  atas  dasar  hasil  yang
dapat diukur dan oleh karenanya lebih menekankan kemampuan profesional dari pada kehidupan  rohani.  Namun  sebagai  rohaniwan-rohaniwati,  setiap  orang  tidak  hanya
dipanggil  untuk  melayani  kebutuhan-kebutuhan  fungsional  dari  masyarakat.  Banyak orang lain yang mampu melaksanakannya. Masih ada hal  yang lebih perlu dan yang
harus  mereka  utamakan,  yaitu  secara  radikal  menghayati  nilai-nilai  rohani  dan manusiawi sebab di dalamnya terletak kesejatian dan kekayaan nilai hidup.
Berbahagialah  hamba,  yang  tidak  menganggap  dirinya  lebih  baik  apabila  ia dipuji  dan  dihormati  orang,  daripada  apabila  ia  dipandang  hina,  bodoh  dan
nista. Sebab, seperti apa nilai seseorang dihadapan Allah, begitulah nilai orang itu  dan  tidak  lebih.  Celakalah  religius,  yang  diberi  kedudukan  tinggi  oleh
orang  lain,  dan  tidak  mau  turun  atas  kehendaknya  sendiri.  Tetapi berbahagialah hamba,  yang diberi kedudukan tinggi  bukan atas kehendaknya
sendiri,  dan  selalu  ingin  menjadi  tumpuan  kaki  orang  lainnya  Iriarte, 1995:114.
Sebagai  Bruder  MTB  sebaiknya  mereka  tidak  perlu  takut  kehilangan  dan  juga tidak perlu berusaha untuk mencari ketenaran, kedudukan, gengsi, prestasi, dan kuasa
sebab  hal  tersebut,  bukanlah  sesuatu  yang  kekal  abadi  dalam  hidup  sebagai  seorang religius.  Hanya  orang  yang  tidak  mempunyai  kedalaman  iman  dalam  batin  sajalah
yang  akan  takut  merasa  kehilangan  semuanya  itu  dan  dia  merasa  tidak  aman  dan nyaman  karenanya.  Biasanya  orang-orang  seperti  ini  merasa  butuh  dan  terdorong
untuk mencari nama, memamerkan ketenaraannya, statusnya dan kekuasaannya. Paus  Fransiskus  dalam  Seruan  Apostolik  tentang  Evangelii  Gaudium  atau
Sukacita  Injil  2013  EG. Art  2:7  mengatakan  bahwa  “Bahaya  besar  dalam  dunia
sekarang ini, yang diliputi oleh konsumerisme, adalah kesedihan dan kecemasan yang lahir  dari  hati  yang  puas  diri  namun  tamak,  pengejaran  akan  kesenangan  sembrono
dan  hati  nurani  yang  tumpul.  Ketika  kehidupan  batin  seseorang  hanya  terbelenggu dalam kepentingan dan kepeduliannya sendiri, tak ada lagi ruang bagi sesama, tak ada
tempat bagi si miskin papa. Suara Allah tak lagi didengar, sukacita kasih-Nya tak lagi dirasakan, dan keinginan untuk berbuat baik pun menghilang. Banyak orang menjadi
korban, dan berakhir dengan rasa benci, marah dan lesu. Itu bukan jalan hidup yang dipenuhi  martabat;  ini  bukanlah  kehendak  Allah  bagi  mereka,  juga  bukan  hidup
dalam Roh yang bersumber pada hati Kristus yang bangkit”.
4. Dalam persaudaraan