2. Makna Kaul Kemiskinan
Kesaksian  yang  paling  tampak  bagi  seorang  religius  dalam  merealisasi  kaul kemiskinan adalah penghayatan akan semangat kemiskinan. Semangat kemiskinan itu
tentu  saja  berakar  dari  hidup  Kristus  sendiri.  Kristus  mengajak  para  murid-Nya  dan juga  para  kaum  religius  untuk  meninggal  segala  sesuatu,  memikul  salib  dan
mengikuti  Dia  pada  jalan-Nya  kepada  Bapa  bdk.  Luk.  9:23  dan  18:22.  Suparno 2016:99 mengatakan:
Inti kaul kemiskinan adalah bahwa Kristus menjadi satu-satunya yang bernilai bagi  hidup  orang,  dan  yang  lainnya  adalah  sarana  untuk  berjumpa  dan
mengabdi  Kristus.  Maka,  sikap  yang  orang  kembangkan  adalah  lepas  bebas dari segala barang, hal, bahkan manusia.
Dengan  kaul  kemiskinan  seseorang  religius  diharapkan  turut  ambil  bagian dalam memperkembangkan hidup manusia supaya menjadi semakin manusiawi, demi
memajukan  taraf  hidup  mereka  masyarakat  marginal.  Jadi  masalah  utama  dalam kemiskinan bukan bagaimana orang hidup dalam kekurangan, meski ini ada gunanya
pula  kalau  orang  mengalaminya,  tetapi  bagaimana  orang  dapat  menggunakan  milik dan  kekayaannya  dalam  keterlibatan  mereka  dengan  masyarakat  miskin  dan
terabaikan. Hendaknya kaul kemiskinan yang diikrarkan oleh kaum religius, nampak dalam  sikap,  pola  hidup  dan  tindak-tanduk  seorang  religius  tersebut,  sehingga
masyarakat  juga  dapat  menangkap  dan  mengerti  apakah  nilai  kaul  kemiskinan  itu. Sinaga 1996:141
mengatakan bahwa “Santo Fransiskus Assisi menasihatkan: “Para hamba  Tuhan,  dengan  semangat  kemiskinan  dan  kerendahan  hati,  meninggalkan
jaminan hidup dengan pasrah dan tanpa bersungut-sungut, sebab Kristus telah miskin bagi setiap orang
di dunia ini”.
Dalam  keperluan  pribadi  hendaklah  kita  waspada  agar  jangan  memupuk kebutuhan  akan  harta  material  yang  tidak  terpuaskan,  mengumpulkan  uang
dan  berdagang,  mengembangkan  cadangan  atau  dengan  berbagai  cara memperoleh  harta  yang  tidak  sesuai  dengan  usaha  kita  untuk  menghayati
kemiskinan Konstitusi Bruder MTB 1999: Art 67. Opsi  Injili  itu  bentuk  konkret  partisipasi  dalam  kemiskinan  dan  cintakasih
terhadap kaum hina dina, yang mengajak para religius mengenakan corak hidup yang sederhana,  dan  mendekati  rakyat  pinggiran,  meningkatkan  komitmen  terhadap
keadilan  dan  pembangunan  yang  sejati.  Dengan  demikian  merupakan  unsur  pokok aspek  kenabian  spiritualitas  hidup  bakti  yang  peduli  terhadap  penderitaan  rakyat
miskin.  Kemiskinan  Injili  berarti  mengembalikan  segala  materi  kapada  kebaikan tertinggi  Allah  dan  kerajaan-Nya.  Terutama  dalam  masyarakat  konsumeristis
sekarang  ini  perlu  disadarkan  kembali  bahwa  hanya  seseorang  yang  merenungkan dan  menyakini  misteri  Allah  sebagai  satu-satunya  kebaikan  tertinggi  sebagai
khazanah definitif sejati, akan sanggup mengerti dan mengamalkan hidup sederhana. Sinaga  1996:277
mengatakan bahwa “Kemiskinan sejati  bukanlah penolakan atau penghinaan  barang-barang  melainkan  sebagai  cara  mencintai  dan  penggunaan
bertanggung jawab akan barang-barang sambil mampu menolaknya dalam kebebesan batin  yang  luhur,  artinya  mengaitkannya  dengan  Sang  Khalik  dan  rencana
penyelamatan.  Dari  itu,  kemiskinan  dan  hidup  sederhana  secara  tak  terpisahkan mengandung kesatuan hakiki dengan pelayanan
pastoral”. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Meski  pun  Tuhan  Yesus  tidak  mengikrarkan  kaul  kemiskinan,  tetapi  dalam kehidupan-Nya  dan  juga  dalam  Dia  melakukan  tugas  perutusan  Bapa-Nya,  sungguh
menunjukan semangat murah hati, sikap rendah hati dan kesederhanaan yang menjadi inti  dari  kaul  kemiskinan.  Maka  sangat  tepat  dan  baik  jika  dalam  menghayati  kaul
kemiskinan, para kaum religius meniru gaya dan cara hidup Tuhan, cara hidup yang sederhana. Suparno 2004:99 mengatakan bah
wa “Yesus mempunyai prioritas dalam pelayanan-Nya,  yaitu orang kecil, miskin,  sakit, tersingkir dan lain-lain.  Dia dengan
tegas  memperjuangkan  keadilan  bagi  orang-orang  ini  terhadap  lingkungan  dan masyarakat  waktu  itu.  Refleksi  bagi  setiap  orang  apakah  mereka  memprioritaskan
kaum  kecil  ini?  Apakah  orang  juga  berani  terlibat  dalam  perjuangan  keadilan  bagi orang-orang kecil? Bahkan malahan sebaliknya, mereka sendiri berbuat tidak adil dan
lebih menyen gsarakan kaum kecil”.
Dengan  kaul  kemiskinan,  orang  sungguh-sungguh  berkeinginan  untuk mengungkapkan  hadirat  Allah  dengan  mengambil  sikap  yang  wajar  kepada
barang-barang itu. Dengan demikian barang kita letakkan dalam tempatnya di dalam  kerangka  hidup  manusia,  yang  harus  bergaul  dengan  Allah.  Maka
orang  ingin  mengungkapkan  makna  dan  nilia  benda  itu  dalam  rangka keseluruhan  dan  dasar  hidup  manusia.  Dan  dengan  pengungkapan  itu  orang
nyatakan  dalam  suatu  kaul,  yang  disebut  kemiskinan,  yang  berarti  orang mencoba  melihat  barang  itu  dalam  arti  dan  nilai  yang  dalam,  sebagai  sarana
untuk bertemu dengan Allah Darminta, 1975:55.
Baiklah orang ingat bahwa tujuan dari suatu keutamaan adalah kebebasan untuk mengasihi  Allah.  Kitab  Suci  berkata  tentang
“kebebasan  anak-anak  Allah”  dan Kristus  berkata,  Kalau  engkau  sungguh  melaksanakan  sabda-Ku,  engkau  adalah
murid-murid-Ku. Kamu akan tahu kebenaran dan kebenaran itu akan membebaskan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kamu”  Yoh.  8:32.  Kebebasan  secara  negatif  berarti  tiadanya  perbudakan  dosa, kematian  dan  kejahatan.  Akan  tetapi  secara  positif  berarti  menempatkan  kebebasan
sebagai  kekuatan  untuk  menjadi  seperti  Allah  dalam  pilihan-pilihan  setiap  orang. Bahaya  untuk  umat  manusia  adalah  bahwa  kebebasan  terbelenggu  oleh  kebebasan
fisik  atau  badan  dan  kenikmatan  pribadi  akan  kesombongan  dan  cinta  diri. Kemiskinan dirancang untuk menjadikan orang bebas dari setiap bentuk perbudakan
harta dan kelekatan pada orang lain, tempat, lingkungan dan keinginan.
3. Kaul Kemiskinan sebagai Ungkapan Kenabian dalam Melayani