membuatnya melukai hati Nancy. Ini terlihat dalam kutipan berikut. “Aku tahu Nancy mulai mencium suasana aneh. Tapi dia
diam. Lagi pula dia belum bisa membuktikan keanehan itu akan m
erugikan percintaan kami” Riantiarno, 2004: 281. Edu duduk di pinggir tempat tidur. Mengusap-usap
rambutku. Lagi-lagi, tak kuasa mencegah. Dia barut-barut punggung dan leherku, mencoba menghangatkan tubuhku dan mengembalikan
kesadaran. Tapi aku tetap tak berdaya. Dan, Aku mengenal Edu yang sebenarnya hari itu. Hilman betul. Edu selalu siap memanfaatkan
setiap peluang. Dia tahu bagaimana cara memanfaatkannya. Tapi apa yang bisa kulakukan? Aku lemah, tak berdaya Riantiarno, 2004:
275.
Kami berada dalam kamar empat dinding. Tak ada orang lain. Aku tidak berteriak lagi. Arus syahwat menyeret rasa. Aku
melayang-layang. Setan Dan aku ingat Nancy. Ya, Nancy “
Riantiarno, 2004: 277.
Setelah tinggal di Jakarta, kehidupan Arsena semakin membaik karena ia bekerja bersama Hilman dalam bidang perancang seni serta
kedekatannya dengan Edu membuatnya menjadi orang berkecukupan. Sebelum pergi ke Jakarta Arsena hanyalah anak yang berasal dari
keluarga sederhana, ibunya bekerja sebagai penjual bunga dan ayahnya keberja di PT. Kereta api. Ini terlihat dalam kutipan berikut.
“Kami bukan orang kaya. Dibanding para pejabat kota yang hi
dup mewah, kami bisa dibilang miskin” Riantiarno, 2004: 24. “Kami bukan keluarga kaya, tapi bahagia. Sampai tiba hari
naas itu. Sengaja tidak kucatat hari, tanggal, dan bulan, meski tahunnya, mau tidak mau, aku tetap ingat, 1966” Riantiarno,
2004:9. “Ayahku pegawai DKA, Djawatan Kereta Api. Bukan
pegawai tinggi, tapi kedudukannya cukup penting. Dia pengatur utama lalu lintas kereta api” Riantiarno, 2004: 8.
“Ibuku suka bunga. Dia membuka toko bunga di beranda depan rumah. Toko kecil dengan modal kec
il” Riantiarno, 2004: 9.
Walaupun mengalami berbagai masalah Arsena menjadi orang yang cukup kuat dalam menghadapi setiap masalah dalam kehidupannya.
Peristiwa ayahnya tidak menjadikan ia lemah dan putus asa, justru ia semakin bersemangat untuk melanjutkan hidupnya di Jakarta walaupun
harus meninggalkan ibunya. Arsena juga harus terjebak dalam lingkaran setan karena berhubungan dengan Edu. Namun Arsena tetap berjuang
untuk kehidupannya yang normal dengan mempertahankan Nancy sebagai kekasihnya walaupun pada akhirnya pesona Edu tidak bisa lepas dari
hidupnya.
2.1.2 Tokoh Tambahan
Dalam novel ini ada tiga tokoh yang ditetapkan sebagai tokoh tambahan. Ketiga tokoh ini dianalisis tokoh dan pernokohannya karena
hadir dan erat kaitannya dengan kehidupan kepribadian tokoh utama Arsena. tokoh ini adalah Edu, Hilman, dan Nancy.
2.1.2.1 Edu
Dalam novel ini, Edu digambarkan sebagai salah satu tokoh tambahan. Edu adalah seorang gay. Dia memiliki fisik yang
sempurna, walaupun seorang laki-laki namun ia seperti wanita. Edu sangat memperhatikan penampilannya. Ia selalu terlihat mewah
dalam berpakaian. Ini terlihat dalam kutipan berikut. “Mukanya manis dan bersih. Pasti dia merawatnya dengan
telaten setiap hari. Apa dia Gay? Transvestite?” Riantiarno, 2004: 245.
“Cara dia berpakaian dan warna pilihannya sangat menjelaskan siapa dirinya. Kemejanya silk halus berkembang-
kembang warna cokelat menyala campur hitam dan merah. Calananya dari wool mahal, cokelat tua strip-strip tipis.
Caranya memadukan, apik. Tanda selera warnanya bagus. Sepatunya coklat tua juga. Lehernya diikat syal segitiga dari
bahan sutra Thailand yang bunyinya gemerisik. Agak berkilat kena cahaya lampu minyak. Syal itu panjang menguntai
sampai pinggang
” Riantiarno, 2004: 245.
Edu memiliki kehidupan yang mewah, dia berasal dari keluarga yang kaya, teman baik Hilman dan pemodal utama produksi film
yang disutradarai Hilman. Edu juga seorang arsitek hebat, lulusan Prancis. Ini terlihat dalam kutipan berikut.
Edu sedang di Paris, menghadiri sebuah seminar tentang heritage. Dia mewakili Indonesia Riantiarno, 2004: 315.
Aku baru pulang keliling Eropa bersama Edu. Empat bulan terakhir aku sering pergi bersama Edu, ke Toraja, Medan,
Singapura, Hong-Kong, Bangkok, dan beberapa negara di Eropa. Edu yang bekerja, aku hanya pengawal, chaperom
Riantiarno, 2004: 321.
Kehidupan yang mewah tersebutlah yang membuat dirinya mudah untuk mencari pria yang bisa didekatinya dan ketika
bertemu Arsena, Edu mulai menunjukkan kalau dia menyukai Arsena. ini terlihat dalam kutipan berikut.
Edu. Dia mengincarmu,akhirnya dia mengungkap dugaan. Aku sebetulnya juga sudah menduga. Edu sama seperti
Anto. Dan, aku punya pengalaman dengan Anto di kali Skl. Aku bisa merasakan Riantiarno, 2004: 251.
Hilman pernah cerita, Edu memang benci perempuan. Dia tidak pernah ingin intim dengan perempuan. Dia tidak
pernah punya pacar Riantiarno, 2004: 265.
Edu adalah seorang laki-laki yang sangat mencintai Arsena sejak pertama kali mereka bertemu di rumah Hilman. Kerja sama
mereka dalam pembuatan film dijadikan kesempatan Edu untuk mendekati Arsena, mencoba menjerat Arsena masuk dalam
komunitas gay nya. Ini terlihat dalam kutipan berikut. Baru saja Edu mengungkapkan rahasia hati. Dia
langsung jatuh cinta kepadaku ketika kami pertama kali berkenalan. Sepulang dari rumah Hilman dia tidak bisa tidur,
katanya, wajahku selalu terbayang-bayang. Lalu dengan segala cara dia coba mendekati aku. Dia tahu rintangannya
banyakm tapi yakin akan mendapatkan aku yang dia sebut sebagai, Cinta pertamaku Riantiarno, 2004: 306.
Dia punya komunitas, yang polanya ditiru dari komunitas gay di New York. Anggota kelompoknya orang-
orang aneh, meminjam istilah Hilman. Tapi kelak, Edu menyebutnya sebagai minoritas yang terpinggirkan”
Riantiarno, 2004: 265.
Berbagai cara Edu lakukan untuk menguasai Arsena agar benar-benar menjadi miliknya karena ketertarikannya terhadap
Arsena. Hal ini terbukti dari cara dia menjauhkan Arsena dari Nancy yang mengakibatkan Nancy aborsi dan meninggal. Ini
terlihat dalam kutipan berikut. Mengapa aku lalai? Kelalaian yang harus dibayar mahal.
Tapi mengapa pembantu rumah tidak pernah memberi tahu Nancy pernah datang? Apa dia sudah memberi tahu Edu dan
Edu tidak memberi tahu aku Riantiarno, 2004: 326.
Edu memang dari keluarga yang berada, sehingga apapun yang dia inginkan selalu bisa ia penuhi. Bahkan untuk menjerat Arsena
saja dia mampu. Apapun dia berikan kepada Arsena. Hal inilah yang membuat Arsena susah untuk melepaskan diri dari jeratan
sang gay Edu. Sehingga menjadi masalah dan konflik baru dalam diri Arsena. Bahkan karena Edu jugalah Arsena harus bertengkar
dengan Hilman orang yang selama ini membantunya bertahan di Jakarta. Ini terlihat dalam kutipan berikut.
Dia masih mencumbu dengan rakus. Sudah sejauh itukah? Seharusnya aku menampar mulutnya. Melemparkan dia
keluar kamar lalu mengunci pintu sehingga aku bisa bebas menagisi nasib sepuas hati. Tapi bukan itu yang kulakukan.
Aku ternyata masih menyayanginya” Riantiarno, 2004: 407. “Ars, aku tidak menuduh kau melakukan tindakan aneh.
Aku cuman kasih ingat, sebaiknya hati-hati. Jangan bergaul terlalu intim dengan dia,”kata Hilman” Riantiarno, 2004: 286.
“Kata-kata Hilman menusuk ulu hati. Dia masih marah karena keteledoranku membawa kunci rumah pada malam
pertama aku ti dur di rumah Edu” Riantiarno, 2004: 287.
“Tanpa sadar aku terlanjur mengatakan sesuatu yang sesungguhnya tidak ingin kukatakan, “Akang iri hati karena
aku dekat Edu” Riantiarno, 2004: 293.
Sejak pertengkaran itu, Arsena pergi meninggalkan rumah Edu, Edu semakin dapat menguasai Arsena. Edu memenuhi semua
kebutuhan yang dibutuhkan oleh Arsena, bahkan sering mengajaknya jalan-jalan hanya untuk kesenangan semata. Arsena
semakin terikat oleh Edu, ia semakin tidak bisa melepaskan diri dari kehidupan Edu yang sebenarnya membuat dia semakin dalam
masalah karena harus banyak kehilangan orang-orang yang dekat dengannya seperti Nancy dan Hilman dan jarang pulang ke Kota C
untuk menjenguk Ibu dan adiknya. Bahkan karena Edu juga,