Sumber Data Metodologi Penelitian
Beruntung Anto duduk sebangku denganku dan jadi teman akrab Riantiarno, 2004: 66.
Dia tertawa dan coba membantu mengelap keringat dengan saputangannya. Aku jadi risih. Segera kurebut saputangannya. Aku
tak ingin teman-teman melihat adegan ini. Anto senang. Tertawa. Tangan kanan menutupi mulut. Betul-betul seperti gadis perawan
Riantiarno, 2004: 69.
“Getaran aneh berhasil membukakan katup gairah kejantanan. Seharusnya aku malu. Tapi memang kemaluanku
berdiri. Harus kuakui. Wajarkah ini? Lalu bagimana?Kuterima cintanya? Kemudian kami berpelukan. Disusul sebuah ciuman?
Apa wajar? Anto bukan seorang gadis” Riantiarno, 2004: 94.
Arsena berbeda dengan tokoh-tokoh yang lain. Ia tumbuh dengan perasaan yang dari awal sudah berbeda sehingga ia tumbuh dengan beban
psikologi yang berbeda. Hal itu sejak ia bertemu dan berteman dengan Anto sehingga Arsena mengalami hubungan yang tak wajar.
Namun, di luar itu Arsena juga digambarkan sebagai seorang anak yang dalam perkembangan pribadinya mengalami banyak masalah seperti
peristiwa kematian sang kakak yang dalam perkembangannya sebagai orientasi dirinya, anto yang meninggal akibat kecelakaan dan tragedi
ayahnya yang diculik karena di anggap terlibat G30SPKI. Ini terlihat dalam kutipan berikut.
Aku ikut mengantarkan jenazah Anto yang dikebumikan bersama jenazah ibunya di halaman rumahnya yang luas di lereng
Gunung Crm. Ketika peti jenazah turun dari rumah, aku
berjalan di samping lelaki tua berstelan jas hitam yang wajahnya murung. Ayah Anto Riantiarno, 2004: 137.
Dari Anto dua buku puisi, dari Herman dua peti buku. Dan nanti, seluruh isi peti wasiat jadi punyamu juga. Harus kausimpan
baik-baik. Anggap saja keramat. Sungguh mati, aku tidak peka malam itu. Aku cuman menganggap gurauan kakak agak keterlaluan.
Padahal jelas-jelas semua itu semacam isyarat perpisahan Riantiarno, 2004: 138.
Hilman pindah ke Jakarta sebelum Kakak mati di puncak Crm Riantiarno, 2004: 148.
“Pada suatu malam berhujan, sebuah pikap Gaz dan dua truk tentara menggerebek rumah kami. Dengan keramahan yang
menakutkan, mereka membawa ayah ” Riantiarno, 2004: 9.
Sama sekali tak disangka, malam itu jadi saat-saat terakhir kali aku melihat Ayah Riantiarno, 2004: 12.
Para tetangga menyebar bisik-bisik, Ayah komunis. Ayah pimpinan teras partai yang resmi sudah dilarang. Dan karena Ayah
dianggap komunis, mereka mulai menjauh Riantiarno, 2004: 14.
Dampak dari peristiwa ayahnya membuat keluarganya dalam kesulitan dalam mencari pekerjaan karena Arsena tidak memiliki surat
bebas G30SPKI. Ini terlihat dalam kutipan berikut. Kesulitan hidup semakin berat menekan. Segalanya
mendadak jadi sulit atau dipersulit. Orang-orang memasang jarak. Malah
ada yang
terang-terangan memusuhi.
Kami bisa
merasakannya “ Riantiarno, 2004: 26.
Tapi ternyata sulit memperoleh pekerjaan. Pintu-pintu kantor tertutup rapat dan rasanya mereka tahu riwayat hidupku.
Ketika melamar atau masuk tes masuk, aku merasa mereka menatap tajam-tajam Riantiarno, 2004: 29.