Frekuensi makan Analisa univariat

Berdasarkan hasil analisa mengenai hubungan frekuensi makan dengan gastritis pada santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam. Dapat disimpulkan sesuai dengan teori Hudha 2006, yang menyatakan bahwa responden yang memiliki frekuensi makan 2 kali sehari dapat menyebabkan terjadinya gastritis dibandingkan dengan responden yang memiliki frekuensi makan 2 kali sehari. Sedangkan frekuensi makan yang dimaksud adalah frekuensi makan utama atau frekuensi makan yang setiap harinya 3 kali makan utama, yaitu makan pagi, makan siang dan makan malam atau sore. Secara alamiah makanan diolah dalam tubuh melalui alat-alat pencernaan mulai dari mulut sampai usus halus Brunner dan Suddarth,2001. Lama makanan dalam lambung tergantung sifat dan jenis makanan. Jika rata-rata, umumnya lambung kosong antara 3-4 jam Urip, 2002. Frekuensi makan yang 2 kali sehari dapat menyebabkan gastritis, seseorang akan terserang gastritis apabila mereka terlambat makan. Hasil penelitian Nasution 2001 yang menyatakan tidak ada hubungan yang bermakna antara frekuensi makan dengan gastritis. Hasil dapat diartikan bahwa tidak ada perbedaan frekuensi makan antara 2 kali sehari dengan 2 kali sehari. Penelitian tersebut sejalan dengan penelitian ini, bahwa tidak ada hubungan antara frekuensi makan dengan gastritis. Sesuai dengan teori Bruner dan Suddarth 2001 secara alami lambung akan terus memproduksi asam lambung setiap waktu dalam jumlah yang kecil setelah 4-6 jam sesudah makan biasanya kadar glukosa dalam darah telah banyak terserap dan terpakai sehingga tubuh akan merasakan lapar dan pada saat itu jumlah asam lambung terstimulasi. bila seseorang telat makan 2 sampai 3 jam, maka asam lambung yang diproduksi semakin banyak dan berlebih. Akan tetapi walaupun frekuensi makan utama 2 kali sehari, apabila diselangi dengan mengkonsumsi makanan ringan cemilan asam lambung akan tetap terkontrol.

d. Hubungan Jenis Makan dengan Gastritis

Dari hasil analisis hubungan jenis atau ragam makanan dengan gastritis adalah 22 responden tidak menyukai jenis atau ragam makanan yang mengiritasi, 13 responden 59,1 tidak terjadi gastritis dan 9 responden 40,9 terjadi gastritis. Sedangkan 146 responden menyukai jenis atau ragam makanan yang mengiritasi, 24 responden 16,4 tidak terjadi gastritis dan 122 responden 83,6 terjadi gastritis. Hasil uji statistik didapatkan bahwa adanya hubungan yang bermakna antara jenis makan dengan gastritis. didapatkan P value = 0,023. Dari nilai odd ratio dapat disimpukan bahwa responden yang menyukai jenis makan mengiritasi berpeluang 7,343 kali terjadi gastritis dari pada responden yang menyukai jenis makanan tidak mengiritasi. Adapun jenis makanan yang yang mengiritasi seperti makanan pedas, zat-zat korosif cuka dan lada dapat menyebabkan kerusakan mukosa gaster dan menimbulkan edema serta pendarahan, tidak jarang kondisi seperti ini menimbukan luka pada dinding lambung Sediaotama, 2004. Hasil penelitian Nasution 2001 yang mengatakan terdapat hubungan antara jenis makanan dengan gastritis. Penelitian tersebut sejalan dengan hasil penelitian ini, yang mendapatkan bahwa terdapat hubungan jenis makanan dengan gastritis. Selain itu dapat diasumsikan bahwa mengkonsumsi makanan pedas atau asam akan merangsang sistem pencernaan, terutama lambung dan usus. Asumsi tersebut sesuai dengan teori Notoatmodjo 2007, bahwa mengkonsumsi makanan pedas dan asam secara berlebihan dapat mengakibatkan rasa panas dan nyeri di ulu hati yang disertai mual dan muntah. Gejala tersebut membuat penderita makin berkurang nafsu makannya. Bila kebiasaan mengkonsumsi makanan pedas dan asam ≥ 1 x dalam 1 minggu