Latar Belakang Masalah Layout

commit to user 1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kebutuhan tuna daksa akan fasilitas umum yang aksesibel ternyata belum memadai. Fasilitas umum berupa tempat pendidikan, tempat kesehatan atau terapi, ataupun tempat-tempat umum lainnya belum dapat dimanfaatkan secara optimal, karena terbatasnya aksesibilitas yang disediakan. Sehingga perlu adanya tempat umum yang memiliki aksesibilitas yang tinggi untuk membantu tuna daksa dalam beraktivitas secara mandiri. Tuna daksa menurut Sutjihati Soemantri diartikan sebagai ”suatu keadaan rusak atau terganggu sebagai akibat gangguan bentuk atau hambatan pada tulang, otot, atau sendi dalam fungsinya yang normal. Kondisi ini dapat disebabkan oleh penyakit atau kecelakaan, atau dapat juga disebabkan oleh pembawaan lahir.” T. Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa, 2005 : 121. Dalam Resolusi PBB Tahun 1993 tentang Peraturan dan Standar Persamaan Kesempatan Bagi Penyandang Cacat, Pemerintah Indonesia bertujuan untuk menghilangkan rintangan bagi penyandang cacat di dalam lingkungan fisik dengan mengembangkan standar dan pedoman serta memberlakukan undang-undang. Hal ini untuk menjamin aksesibilitas pada fasilitas publik sebagai pelayanan masyarakat.. Salah satu butir resolusi dari UNESCAP, 1998 adalah pentingnya merumuskan implementasi pedoman teknis dan peraturan perundang-undangan guna meningkatkan akses bagi commit to user penyandang cacat dalam fasilitas publik. Dikuatkan dengan adanya Biwako Millenium 2003-2012, 10 tahun kedua setelah Dasawarsa 1992-2002 di Asia Pasifik, Indonesia telah menandatangani kesepakatan untuk memfasilitasi penyandang cacat di berbagai sektor. Adapun PBB membuat pedoman penerapan dalam desain atau rancangan yang aksesibel terdiri atas: 1. Bangunan itu memungkinkan untuk dicapai. 2. Bangunan itu memungkinkan untuk dimasuki. 3. Bangunan itu memungkinkan untuk digunakan semua fasilitasnya. 4. Bangunan itu memungkinkan untuk dicapai, dimasuki dan digunakan semua fasilitasnya secara mandiri, tanpa ada perasaan bahwa seseorang akan menjadi objek belas kasihan dari orang lain. Dalam workshop Kesempatan Kerja Bagi Penyandang Cacat, Asosiasi Pengusaha Indonesia berpendapat bahwa para tuna daksa masih mempunyai kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan asalkan tetap memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan oleh perusahaan dan tidak dalam kategori cacat yang berat sehingga tidak mengganggu produktivitas perusahaan dan mampu bersaing. Pernyataan tersebut memberikan peluang bagi para tuna daksa untuk berlomba-lomba meningkatkan kualitas pendidikan dan ketrampilan sehingga dapat bersaing di dunia kerja. Sejak berdirinya Rehabilitasi Centrum pada tahun 1950 kota Surakarta dikenal sebagai ”Kota Rehabilitasi” karena merupakan kota perintis upaya rehabilitasi penyandang cacat. Sehingga banyak lembaga yang terkait dengan rehabilitasi penyandang cacat, seperti Yayasan Pembinaan Anak Cacat, commit to user Rumah Sakit Orthopedi, tempat pelatihan, hingga Badan Pembinaan Olahraga Cacat, Yayasan Paraplegia dan Lembaga Pendamping Diffabel serta lembaga yang terkait dengan diffabel. Selain itu di kota Surakarta juga terdapat politeknik kesehatan khusus fisioterapi, okupasi terapi dan orthotik prostetik. Berdasarkan beberapa uraian diatas maka Pusat Pendidikan dan Pelatihan bagi Tuna Daksa ini perlu direalisasikan karena tempat ini sangat membantu para tuna daksa dalam menjalani hidup layaknya orang normal yang mendapat perlakuan dan perhatian yang sama. Pusat Pendidikan dan Pelatihan bagi Tuna Daksa ini memberikan fasilitas berupa pendidikan, fasilitas ketrampilan serta terapi bagi kesehatan tuna daksa.

B. Batasan Masalah