PERANCANGAN INTERIOR PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BAGI TUNA DAKSA DI SURAKARTA (Dengan Pendekatan Psikologi)

(1)

commit to user

PERANCANGAN INTERIOR PUSAT PENDIDIKAN DAN

PELATIHAN BAGI TUNA DAKSA DI SURAKARTA

(Dengan Pendekatan Psikologi)

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Kelulusan Mata Kuliah Tugas Akhir dan Syarat Untuk

Mencapai Gelar Kesarjanaan

Disusun oleh :

Hesti Keristiani C0806014

JURUSAN DESAIN INTERIOR

FAKULUTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA


(2)

commit to user

ii

PERSETUJUAN

PERANCANGAN INTERIOR PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BAGI TUNA DAKSA DI SURAKARTA (Dengan Pendekatan Psikologi)

Oleh : Hesti Keristiani C0806014

Telah disetujui pada Mata Kuliah Kolokium dan Tugas Akhir Jurusan Desain Interior Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret Surakarta

2010

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Rahmanu Widayat, M.Sn NIP. 19621221 199201 1 001

Lu’lu Purwaningrum, S. Sn, MT NIP. 19770612 20012 2 003

Mengetahui

Ketua Jurusan Desain Interior

Drs. Rahmanu Widayat, M.Sn NIP. 19621221 199201 1 001


(3)

commit to user

iii

PENGESAHAN

PERANCANGAN INTERIOR PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BAGI TUNA DAKSA DI SURAKARTA (Dengan Pendekatan Psikologi)

Oleh : Hesti Keristiani C0806014

Telah disahkan dan dipertanggungjawabkan pada sidang Tugas Akhir Jurusan Desain Interior Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret Surakarta

2010

Pada Hari Rabu, 27 Juli 2010

Tim Penguji :

1. Ketua Sidang : Drs. Ken Sunarko, M. Si 1. ( )

NIP. 19511128 198303 1 001

2. Sekretaris Sidang : Drs. IF. Bambang Sulistyono, S.sk., MTarch 2. ( ) NIP. 19621125 199303 1 001

3. Penguji I : Drs. Rahmanu Widayat, M.Sn 3. ( ) NIP. 19621221 199201 1 001

4. Penguji II : Lu’lu Purwaningrum, S. Sn, MT 4. ( ) NIP. 19770612 20012 2 003

Mengetahui

Ketua Jurusan Desain Interior Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Drs. Rahmanu Widayat, M.Sn NIP. 19621221 199201 1 001

Drs. Sudarno, MA NIP. 19530314 198506 1 001


(4)

commit to user

iv

PERNYATAAN

Mengatakan dengan sesungguhnya bahwa Laporan Tugas Akhir berjudul “PERANCANGAN INTERIOR PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BAGI TUNA DAKSA DI SURAKARTA (Dengan Pendekatan Psikologi)” adalah benar-benar karya sendiri, bukan plagiat dan tidak dibuatkan orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya dalam Tugas Akhir ini diberi citasi (kutipan) dan ditunjukan dalam Daftar Pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar Sarjana.

Surakarta, Agustus 2010 Yang membuat pernyataan

Hesti Keristiani C0806014


(5)

commit to user

v

MOTTO

Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu,

dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu. (1 Timotius 4 : 12)

Hidup yang berarti adalah hidup yang mempunyai visi yang jelas, dan melangkah ke arah tujuan yang pasti. (Visi Victory)

Kemenangan bukan tujuan hidup namun layak diperjuangkan karena di dalamnya ada kepuasan, gairah dan banyak hal positif lainnya. (Visi Victory)

Salah satu kunci sukses yang umum adalah membiasakan diri melakukan hal-hal yang tidak disukai para pecundang. (Visi Victory)

Yang perlu dilakukan ketika mengalami kegagalan adalah bangkit dan maju lagi.


(6)

commit to user

vi

PERSEMBAHAN

Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan pimpinan Bapak dan Ibu di Surga Kedua kakakku di Wonogiri dan Jakarta Kak Titus yang selalu memberi semangat


(7)

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas pimpinan yang diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “PERANCANGAN INTERIOR PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BAGI TUNA DAKSA DI SURAKARTA DENGAN PENDEKATAN PSIKOLOGI”. Laporan Tugas Akhir ini disusun untuk memenuhi persyaratan kurikulum guna menempuh ujian dalam rangka mencapai gelar kesarjanaan.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna, berhubungan dengan keterbatasan yang penulis miliki. Walaupun demikian penulis telah berusaha semaksimal mungkin agar esensi dari perancangan tersebut tercakup dalam Laporan Tugas Akhir ini dan dapat bermanfaat bagi pembaca.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis baik secara langsung maupun tidak langsung dalam rangka penyelesaian penyusunan Laporan Tugas Akhir ini, terutama kepada :

1. Drs. Sudarno, MA selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Drs. Rahmanu Widayat, M. Sn, selaku Ketua Jurusan Desain Interior, Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Sekaligus sebagai Pembimbing I yang selalu memberikan pengarahan, bimbingan dan petunjuk kepada penulis.


(8)

commit to user

viii

3. Lu’lu’ Purwaningrum, S. Sn, MT selaku Pembimbing II yang telah

memberikan bimbingan kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir. 4. iik Endang Siti W, S. Sn, M. Ds, selaku Koordinator Tugas Akhir yang

telah dengan sabar memberikan pengarahan dan semangat kepada kami semua.

5. Civitas akademik dan semua pihak yang menjadi bagian dalam Universitas yang telah membantu baik secara langsung dan tidak langsung.

6. Bapak dan Ibu di Surga yang telah membesarkan dan mendidik penulis hingga dapat mencapai level seperti sekaranng.

7. Kedua kakakku di Wonogiri dan Jakarta yang telah memberikan dukungan moril dan materiil dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir.

8. Kak Titus terkasih yang selalu memberikan semangat dan selalu

mendampingi penulis dalam menyusun Tugas Akhir.

9. Ketua Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) di Jakarta yang telah memberikan informasi kepada penulis.

10.Ketua Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) di Surakarta Bp. Drs. Mardianto dan seluruh staf pengajar yang telah memberikan informasi yang berguna untuk Tugas Akhir ini.

11.Para staf karyawan Prof. Dr. Soeharso di Surakarta yang telah mengijinkan penulis melakukan survey dan wawancara untuk mengumpulkan informasi yang dibutuhkan dalam penyusunan Tugas Akhir ini.

12.Teman-teman seperjuangan Tugas Akhir yang saling memberikan


(9)

commit to user

ix

13.Sahabat-sahabatku Mila, Nino, Awang dan Uma yang selalu ada dalam suka dan duka.

Akhirnya penulis berharap semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Surakarta, Agustus 2010


(10)

commit to user

x

ABSTRAK

Hesti Keristiani. C0806014. 2010. Perancangan Interior Pusat Pendidikan Dan

Pelatihan Bagi Tuna Daksa Di Surakarta. Pengantar Tugas Akhir: Jurusan Desain

Interior Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Perancangan Interior Pusat Pendidikan Dan Pelatihan Bagi Tuna Daksa

Di Surakarta merupakan judul dari proyek interior ini. Dengan latar belakang

kurangnya fasilitas pendidikan dan kesehatan yang aksesibel dan ergonomis bagi tuna daksa yang membuat tuna daksa tidak dapat beraktivitas dengan mandiri.

Perancangan Interior Pusat Pendidikan Dan Pelatihan Bagi Tuna Daksa

Di Surakarta dibatasi dengan perancangan fasilitas pendidikan dan kesehatan

yang aksesibel dan ergonomis bagi tuna daksa.

Tujuan perancangan Pusat Pendidikan Dan Pelatihan Bagi Tuna Daksa ini adalah untuk meningkatkan taraf kehidupan para tuna daksa dari berbagai aspek, yaitu aspek pendidikan, kesehatan dan kesempatan kerja.

Penelitian ini dilaksanakan pada sebuah yayasan yang menyediakan fasilitas pendidikan dan ketrampilan khusus untuk anak cacat, yaitu Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) di Jakarta dan YPAC di Surakarta serta BBRSBD Prof. Dr. Soeharso di Surakarta.

Pusat Pendidikan Dan Pelatihan Bagi Tuna Daksa di Surakarta dengan pendekatan psikologi adalah tempat yang memberikan fasilitas rehabilitasi yang dapat membantu para tuna daksa untuk hidup layaknya manusia normal, tanpa adanya perbedaan perlakuan dari orang-orang di sekitarnya serta membantu permasalahan psikis yang dihadapi dengan terapi yang dituangkan ke dalam interior yang secara tidak langsung dapat membantu mengatasi masalah kepribadian yang dialami oleh penyandang cacat. Bentuk rehabilitasi yang diberikan berupa rehabilitasi pendidikan, rehabilitasi karya dan rehabilitasi medis dan psikologis.

Fasilitas yang dirancang dalam Pusat Pendidikan Dan Pelatihan Bagi Tuna Daksa antara lain fasilitas pendidikan, ketrampilan dan terapi.

Tema perancangan Pusat Pendidikan Dan Pelatihan Bagi Tuna Daksa Di Surakarta adalah Form follow functions atau bentuk mengikuti fungsi yang ingin diciptakan. Bentuk-bentuk sederhana yang mudah dioperasikan oleh setiap tuna daksa dan disesuaikan dengan kondisi fisik yang sekaliguus berfungsi untuk terapi dan melatih kemandirian.


(11)

commit to user

xi

DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ……….. iv

HALAMAN MOTTO ……….. v

HALAMAN PERSEMBAHAN ………... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAKSI ………. x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ………. xv

DAFTAR DIAGRAM ………... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan Masalah ... 3

C. Rumusan Masalah ... 5

D. Tujuan Perancangan ... 6

E. Manfaat Perancangan ... 6

F. Metode Desain ... 7

G. Skema Langkah Desain ... 9

H. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II KAJIAN TEORI ... 13

ASPEK RUANG , DIMENSI, MANUSIA

……….. 13

Tinjauan Umum Pusat Pendidikan dan Pelatihan Bagi Tuna Daksa di Surakarta a. Pengertian Judul ... 15

Tinjauan Umum Tuna Daksa a. Pengertian Tuna Daksa ... 16

b. Faktor Penyebab Tuna Daksa... 18


(12)

commit to user

xii

d. Karakteristik Tuna Daksa ... 23

e. Masalah Tuna Daksa ... 24

f. Kebutuhan Kehidupan Tuna Daksa ... 25

Tinjauan Alat Bantu Gerak a. Prosthetis & Orthotis ... 26

b. Alat bantu untuk tuna daksa ... 27

Tinjauan Aksesibilitas a. Prinsip Aksesibilitas ... 31

b. Asas Aksesibilitas ... 31

c. Faktor yang Mempengaruhi Aksesibilitas ... 33

d. Pengaruh Setting Ruang Terhadap Aksesibilitas ... 34

Tinjauan Umum Psikologi a. Pengertian Umum Psikologi ... 37

b. Ruang Lingkup Psikologi ... 42

c. Sejarah Psikologi ... 42

d. Psikologi Perkembangan ... 43

6. Tinjauan Umum Modern a. Pengertian Modern ... 52

b. Sejarah Singkat Arsitektur Modern ... 52

c. Ciri-ciri Modern ... 52

B. TINJUAN RUANG a. Kantor/Sekretariat ... 53

b. Ruang Rehabilitasi Medis ... 54

c. Ruang Rehabilitasi Pendidikan ... 55

d. Ruang Rehabilitasi Karya/Ketrampilan ... 58

e. Bengkel Prothetis & Orthotis ... 59

f. Pintu ... 60

g. Ramp ... 63

h. Toilet ... 65

i. Perlengkapan dan Peralatan Kontrol ... 69

C. Tinjauan Sistem Sirkulasi a. Pengertian Sirkulasi ... 71


(13)

commit to user

xiii

b. Unsur-unsur Sirkulasi ... 71

c. Sirkulasi Internal Bangunan ... 74

D. Tinjauan Organisasi Ruang a. Pengertian Sirkulasi ... 80

E. Komponen Pembentuk Ruang a. Lantai ... 84

b. Dinding ... 86

c. Ceiling ... 88

F. Interior Sistem 1. Pencahayaan ... 91

2. Penghawaan ... 94

3. Akustik ... 94

4. Sound System ... 96

5. Sistem Keamanan ... 96

G. Furniture a. Furniture ... 98

H. Pertimbangan Desain 1. Bentuk……….. 100

2. Warna ……….. 102

3. Elemen Estetis……….. ………104

4. Tema………. 104

BAB III STUDI LAPANGAN ……… 105

1.

Yayasan Pembinaan Anak Cacat Jakarta

……….. 105

a. Diskripsi YPAC Jakarta 1. Latar Belakang………. 105

2. Struktur Organisasi………. 106

3. Fasilitas Pendidikan dan Ketrampilan……….. 106

4. Pelayanan Medis………. 110

5. Pelayanan Sosial………. 110


(14)

commit to user

xiv

b. Tinjauan Sirkulasi

1. Operasional……….. 111

2. Aktivitas ... 111

c. Zoning dan Grouping ... 114

d. Elemen Pembentuk Ruang. 1. Lantai ... 114

2. Dinding ... 114

3. Ceilling ... 114

e. Interior Sistem 1. Pencahayaan ... 115

2. Penghawaan ... 115

3. Akustik ... 115

4. Sistem Keamanan ... 115

f. Furniture ... 115

g. Pertimbangan Desain 1. Bentuk ... 116

2. Warna ... 116

3. Elemen Estetis ... 116

4. Tema ... 116

2.

BBRSBD Prof. Dr. Soeharso Surakarta

... 106

a. Diskripsi Museum BBRSBD Prof. Dr. Soeharso 1. Latar Belakang ... 117

2. Struktur Organisasi ... 118

3. Tahap Pelayanan Rehabilitasi ... 120

4. Tahap Penyaluran dan Bimbingan Lanjut ... 127

5. Aksesibilitas ... 128

b. Tinjauan Sirkulasi 1. Operasional ... 129

2. Aktivitas ... 129

c. Zoning dan Grouping ... 131

d. Elemen Pembentuk Ruang a. Lantai ... 132


(15)

commit to user

xv

b. Dinding ... 132

c. Ceilling ... 132

e. Sistem Interior a. Pencahayaan ... 132

b. Penghawaan ... 132

c. Akustik ... 132

d. Sistem Keamanan ... 123

f. Furniture ... 133

g. Pertimbangan Desain a. Bentuk ... 133

b. Warna ... 133

c. Elemen Estetis ... 133

d. Tema ... 133

3.

Yayasan Pembinaan Anak Cacat Surakarta

... 134

a. Diskripsi Museum YPAC Surakarta 1. Latar Belakang ... 134

2. Pelayanan Pendidikan ... 134

3. Pelayanan Pendidikan/Pravokasional ... 137

4. Pelayanan Medis ... 137

5. Pelayanan Rehabilitasi Sosial ... 141

6. Pelayanan Psikologi ... 141

7. Aksesibilitas ... 141

b. Tinjauan Sirkulasi 1. Operasional ... 143

2. Aktivitas ... 143

c. Zoning dan Grouping ... 146

d. Elemen Pembentuk Ruang a. Lantai ... 146

b. Dinding ... 146

c. Ceilling ... 147

e. Sistem Interior a. Pencahayaan ... 147


(16)

commit to user

xvi

b. Penghawaan ... 147

c. Akustik ... 147

d. Sistem Keamanan ... 147

f. Furniture ... 147

g. Pertimbangan Desain a. Bentuk ... 148

b. Warna ... 148

c. Elemen Estetis ... 148

d. Tema ... 148

BAB IV DESAIN INTERIOR PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BAGI TUNA DAKSA DI SURAKARTA ... 149

A. Analisis Eksisting 1. Asumsi Lokasi ... 149

2. Potensi Lingkungan ... 150

3. Denah Eksisting ... 152

B.

Programing

 

1. Status Kelembagaan ... 152

2. Struktur Organisasi ... 153

3. Sistem Opersional ... 153

4. Program Kegiatan a. Program Kegiatan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Bagi Tuna Daksa di Surakarta ... 154

b. Pola Kegiatan Manusia ... 155

5. Koleksi/Benda Inventaris ... 158

6. Fasilitas Ruang ... 159

7. Besaran Ruang ... 160

a. Kegiatan Pengelolaan ... 160

b. Kegiatan Rehabilitasi Pendidikan ... 161

c. Kegiatan Rehabilitasi Medis & Psikis ... 163

d. Kegiatan Service ... 164 8. Sistem Organisasi Ruang


(17)

commit to user

xvii

a. Analisa Alternatif Organisasi Ruang ... 167

b. Program Ruang ... 169

9. Sistem Sirkulasi a. Analisa Sirkulasi Secara Umum ... 170

b. Analisa Penerapan Pola Sirkulasi ... 170

10.Hubungan Antar Ruang a. Hubungan Ruang Secara Makro ... 171

b. Hubungan Ruang Secara Mikro ... 171

11.Zoning dan Grouping ... 171

C.

Konsep Perancangan

... 174

1. Ide Dasar ... 174

2. Tema ... 175

3. Aspek Suasana dan Karakter Ruang a. Karakter ... 176

b. Suasana ... 176

4. Aspek Penataan Ruang/ Layout a. Pertimbangan ... 177

5. Aspek Pembentuk Ruang a. Lantai ... 177

b. Dinding ... 181

c. Ceiling ... 183

6. Interior Sistem ... 186

7. Desain Furniture a. Analisa ... 192

b. Dimensi ... 193

8. Elemen Estetis ... 195

9. Skema Bentuk, Bahan dan Warna a. Bentuk ... 195

b. Bahan ... 196

c. Warna ... 197

10.Sistem Keamanan ... 197


(18)

commit to user

xviii

BAB V PENUTUP

1. Kesimpulan ... 199 2. Saran ... 210

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

1. Denah Asli 2. Denah Perubahan 3. Denah Eksisting 4. Layout

5. Floor Plan 6. Ceiling Plan 7. Tampak/Potongan 8. Aksonometri 9. Detail Konstruksi 10.Gambar Furniture 11.Sketsa Furniture 12.Sketsa Perspektif


(19)

commit to user

xix

DAFTAR GAMBAR

Gbr II.1 : Karakteristik penyandang cacat berdasarkan kebutuhan gerak ... 20

Gbr II.2 :Karakteristik penyandang cacat berdasarkan kondisi tubuh ... 21

Gbr II.3 : Ruang bebas pada pintu untuk runag gerak ... 62

Gbr II.4 : Pintu dengan plat tendang dan pegangan pintu ... 62

Gbr II.5 : Pegangan pintu otomatis ... 62

Gbr II.6 : Tipikal ramp ... 64

Gbr II.7 : Kemiringan ramp ... 64

Gbr II.8 : Kemiringan ramp dan pintu di ujung ramp ... 65

Gbr II.9 : Letak ramp untuk trotoar ... 65

Gbr II.10 : Analisa ruang gerak toilet dengan pendekatan diagonal dan pendekatan samping ... 67

Gbr II.11 : Sirkulasi masuk dan tinggi perletakan kloset ... 67

Gbr II.12 : Ruang gerak dalam toilet dan perletakan urinoir ... 68

Gbr II.13 : Kran wudhu dan potongan bilik pancuran ... 68

Gbr II.14 : Tipikal pemasangan dan ketinggian washtafel ... 68

Gbr II.15 : Tipe washtafel dengan penutup bawah dan perletakan kran ... 69

Gbr II.16 : Ruang bebas area washtafel ... 69

Gbr II.17 : Perletakan peralatan ... 71

Gbr II.18 : Hubungan jalur-ruang melalui ruang-ruang ... 77

Gbr II.19 : Hubungan jalur-ruang menembus ruang-ruang ... 77

Gbr II.20 : Hubungan jalur-ruang berakhir pada ruang-ruang ... 78

Gbr III.1 : SLB “D-D1 Tunadaksa” YPAC Jakarta ... 105

Gbr III.2 : Ruang kelas TK ... 108

Gbr III.3 : Furniture untuk kelas TK ... 108 Gbr III.4 : Ruang kelas bahasa (kanan) dan


(20)

commit to user

xx

menggambar (kiri) untuk SMP... 108

Gbr III.5 : Ruang menenun (kanan) dan kelas ketrampilan ... 109

Gbr III.6 : Pembekalan ketrampilan oleh guru dari Jepang ... 109

Gbr III.7 : Ruang pembuatan sepatu khusus penyandang cacat (brace) ... 109

Gbr III.8 : Tangga darurat dan ramp ... 111

Gbr III.9 : Furniture pada R. Kelas dan R. Ketrampilan YPAC Jakarta ... 115

Gbr III.10 : BBRSBD “Prof. Dr. Soeharso” Surakarta ... 118

Gbr III.11 : Kelas menjahit untuk putra ... 122

Gbr III.12 : Kelas menjahit untuk putri ... 123

Gbr III.13 : Kelas fotografi dan kamar gelap untuk mencetak foto ... 123

Gbr III.14 : Kelas reparasi sepeda motor ... 124

Gbr III.15 : Kelas salon kecantikan... 124

Gbr III.16 : Ruang ketrampilan dan display untuk hasil kerajinan ... 124

Gbr III.17 : Bengkel las dan bubut ... 125

Gbr III.18 : Kelas pertukangan... 125

Gbr III.19 : Ruang komputer ... 126

Gbr III.20 : Bengkel pembuatan tangan &kaki tiruan (kanan) dan display Prothese & Orthese (kiri) ... 126

Gbr III.21 : Ramp yang terletak di luar bangunan serta railing pegangan untuk tangan ... 128

Gbr III.22 : Ramp memakai bahan keramik yang licin dan tidak aman untuk digunakan ... 129

Gbr III.23 : Ruang kelas untuk SD-D ... 135

Gbr III.24 : Ruang kelas SDLB-D1 ... 135

Gbr III.25 : Ruang kelas SMPLB-D ... 135

Gbr III.26 : Ruang kelas SMALB-D1 yang berkapasitas 8 anak ... 136

Gbr III.27 : Ruang perpustakaan YPAC Surakarta ... 136 Gbr III.28 : Ruang kelas untuk ketrampilan yang biasa


(21)

commit to user

xxi

digunakan oleh siswa didik YPAC Surakarta ... 137

Gbr III.29 : Standing frame dan parallel bar ... 138

Gbr III.30 : Tripot, tempat duduk dan wall bar ... 138

Gbr III.31 : Kolam untuk hydroterapi ... 139

Gbr III.32 : Ruang untuk terapi bicara ... 139

Gbr III.33 : Ruang okupasi dilengkapi dengan matras sebagai alat bantu untuk terapi ... 140

Gbr III.34 : Asrama putri yang juga digunakan untuk terapi ... 141

Gbr III.35 : Ramp yang menghubungkan level lantai yang rendah dan tinggi ... 142

Gbr III.36 : Ramp untuk menuju kelas di lantai 2 ... 142

Gbr III.37 : Tangga darurat menuju lantai 2 ... 142

Gbr III.38 : Gedung serbaguna / gedung pertemuan ... 143

Gbr IV.1 : Denah asumsi lokasi ... 150


(22)

commit to user

xxii

DAFTAR TABEL

Tabel II.1 : Ciri-ciri arsitektur modern ... 52 Tabel II.2 : Tipe Pencapaian Sirkulasi ... 73 Tabel II.3 : Tipe Pintu Masuk ... 74 Tabel II.4 : Pemanfaatan natural light dan artificial light ... 94 Tabel II.5 : Karakter bentuk ... 101 Tabel III.1a : Aktivitas pengunjung YPAC Jakarta ... 112 Tabel III.1b : Aktivitas pengelolaYPAC Jakarta ... 112 Tabel III.1c : Aktivitas tenaga medis YPAC Jakarta ... 113 Tabel III.2a : Aktivitas pengunjung BBRSBD Surakarta ... 129 Tabel III.2b : Aktivitas pengelola BBRSBD Surakarta ... 130 Tabel III.2c : Aktivitas tenaga medis BBRSBD Surakarta ... 130 Tabel III.3a : Aktivitas pengunjung YPAC Surakarta ... 144 Tabel III.3b : Aktivitas pengelolaYPAC Surakarta ... 144 Tabel III.3c : Aktivitas tenaga medis YPAC Surakarta ... 145 Tabel IV.1 : Daftar Furniture Pusat Pendidikan dan Pelatihan

bagi Tuna Daksa di Surakarta ... 158 Tabel IV.2 : Besaran ruang Pusat Pendidikan dan Pelatihan

bagi Tuna Daksa di Surakarta ... 159 Tabel IV.3a : Besaran ruang Pusat Pendidikan dan Pelatihan

bagi Tuna Daksa di Surakarta ... 160 Tabel IV.3b : Besaran ruang Pusat Pendidikan dan Pelatihan

bagi Tuna Daksa di Surakarta ... 162 Tabel IV.3c : Besaran ruang Pusat Pendidikan dan Pelatihan

bagi Tuna Daksa di Surakarta ... 163 Tabel IV.3d : Besaran ruang Pusat Pendidikan dan Pelatihan

bagi Tuna Daksa di Surakarta ... 163 Tabel IV.3e : Besaran ruang Pusat Pendidikan dan Pelatihan

bagi Tuna Daksa di Surakarta ... 163 Tabel IV.4 : Alternatif organisasi ruangPusat Pendidikan dan


(23)

commit to user

xxiii

Pelatihan bagi Tuna Daksa di Surakarta ... 168 Tabel IV.5 : Hasil Analisa Bentuk Organisasi Ruang... 168 Tabel IV.6 : Hasil Analisa Organisasi Ruang ... 169 Tabel IV.7 : Analisa tipe sirkulasi pengunjung

berdasar studi lapangan ... 170 Tabel IV.8a : Hubungan ruang secara makro... 170 Tabel IV.8b : Hubungan ruang secara mikro ... 171 Tabel IV.9 : Analisa zoning grouping ... 174 Tabel IV.10a : Analisa pemilihan bahan untuk lantai ... 181 Tabel IV.10b : Analisa pemilihan bahan untuk dinding ... 183 Tabel IV.10c : Analisa pemilihan bahan untuk ceiling ... 186 Tabel IV.11 : Interior sistem ... 192 Tabel IV.12a : Kelompok kegiatan dan dimensi furniture ... 193 Tabel IV.12b : Kelompok kegiatan dan dimensi furniture ... 193 Tabel IV.12c : Kelompok kegiatan dan dimensi furniture ... 194 Tabel IV.13a : Analisa karakter bentuk ... 195 Tabel IV.13b : Analisa karakter bahan ... 195 Tabel IV.13c : Analisa karakter warna ... 196 Tabel IV.14a : Sistem keamanan terhadap kejahatan manusia ... 198 Tabel IV.14b : Sistem keamanan terhadap bahya kebakaran ... 198 Tabel V.1 : Program ruang Pusat Pendidikan dan Pelatihan

Bagi Tuna Daksa di Surakarta ... 201 Tabel V.2 : Organisasi ruang Pusat Pendidikan dan Pelatihan

Bagi Tuna Daksa di Surakarta ... 202 Tabel V.3 : Sistem sirkulasi Pusat Pendidikan dan Pelatihan

Bagi Tuna Daksa di Surakarta ... 202 Tabel V.4a : Unsur pembentuk ruang (lantai) ... 203 Tabel V.4b : Unsur pembentuk ruang (dinding) ... 203 Tabel V.4c : Unsur pembentuk ruang (ceiling) ... 203 Tabel V.5 : Interior Sistem ... 205 Tabel V.6 : Sistem keamanan... 209


(24)

commit to user

xxiv

DAFTAR DIAGRAM

Diagram I.1 : Skema Langkah Desain ... 11 Diagram III.1 : Struktur organisasi SLB “D-D1

Tunadaksa” YPAC Jakarta ... 106 Diagram III.2 : Struktur organisasi

BBRSBD “Prof. Dr. Soeharso” Surakarta ... 120 Diagram IV.1 : Struktur organisasi ... 152 Diagram IV.2 : Program kegiatan Kepala Yayasan ... 155 Diagram IV.3 : Program kegiatan Bidang Tata Usaha ... 155 Diagram IV.4 : Program kegiatan Bidang Program & Advokasi Sosial ... 155 Diagram IV.5 : Program kegiatan Bidang Rehabilitasi Sosial ... 156 Diagram IV.6 : Program kegiatan Bidang Penyaluran

& Bimbingan Lanjut ... 156 Diagram IV.7 : Program kegiatan tenaga pendidik / guru ... 156 Diagram IV.8 : Program kegiatan siswa didik ... 157 Diagram IV.9 : Program kegiatan penyandang cacat umum ... 157 Diagram IV.10 : Program kegiatan orang tua ... 157 Diagram IV.11 : Program kegiatan ahli fisioterapi ... 157 Diagram IV.12 : Program kegiatan ahli hydroterapi ... 158 Diagram IV.13 : Program kegiatan ahli terapi okupasi... 153 Diagram IV.14 : Program kegiatan psikolog ... 153 Diagram IV.15 : Program kegiatan pasien penyandang cacat ... 153 Diagram IV.16 : Program kegiatan pembuatan alat bantu gerak ... 154


(25)

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kebutuhan tuna daksa akan fasilitas umum yang aksesibel ternyata belum memadai. Fasilitas umum berupa tempat pendidikan, tempat kesehatan atau terapi, ataupun tempat-tempat umum lainnya belum dapat dimanfaatkan secara optimal, karena terbatasnya aksesibilitas yang disediakan. Sehingga perlu adanya tempat umum yang memiliki aksesibilitas yang tinggi untuk membantu tuna daksa dalam beraktivitas secara mandiri.

Tuna daksa menurut Sutjihati Soemantri diartikan sebagai ”suatu keadaan rusak atau terganggu sebagai akibat gangguan bentuk atau hambatan pada tulang, otot, atau sendi dalam fungsinya yang normal. Kondisi ini dapat disebabkan oleh penyakit atau kecelakaan, atau dapat juga disebabkan oleh pembawaan lahir.” (T. Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa, 2005 :

121).

Dalam Resolusi PBB Tahun 1993 tentang Peraturan dan Standar

Persamaan Kesempatan Bagi Penyandang Cacat, Pemerintah Indonesia bertujuan untuk menghilangkan rintangan bagi penyandang cacat di dalam lingkungan fisik dengan mengembangkan standar dan pedoman serta memberlakukan undang-undang. Hal ini untuk menjamin aksesibilitas pada fasilitas publik sebagai pelayanan masyarakat.. Salah satu butir resolusi dari UNESCAP, 1998 adalah pentingnya merumuskan implementasi pedoman teknis dan peraturan perundang-undangan guna meningkatkan akses bagi


(26)

penyandang cacat dalam fasilitas publik. Dikuatkan dengan adanya Biwako Millenium (2003-2012), 10 tahun kedua setelah Dasawarsa 1992-2002 di Asia Pasifik, Indonesia telah menandatangani kesepakatan untuk memfasilitasi penyandang cacat di berbagai sektor. Adapun PBB membuat pedoman penerapan dalam desain atau rancangan yang aksesibel terdiri atas:

1. Bangunan itu memungkinkan untuk dicapai.

2. Bangunan itu memungkinkan untuk dimasuki.

3. Bangunan itu memungkinkan untuk digunakan semua fasilitasnya.

4. Bangunan itu memungkinkan untuk dicapai, dimasuki dan digunakan

semua fasilitasnya secara mandiri, tanpa ada perasaan bahwa seseorang akan menjadi objek belas kasihan dari orang lain.

Dalam workshop Kesempatan Kerja Bagi Penyandang Cacat, Asosiasi Pengusaha Indonesia berpendapat bahwa para tuna daksa masih mempunyai kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan asalkan tetap memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan oleh perusahaan dan tidak dalam kategori cacat yang berat sehingga tidak mengganggu produktivitas perusahaan dan mampu bersaing. Pernyataan tersebut memberikan peluang bagi para tuna daksa untuk berlomba-lomba meningkatkan kualitas pendidikan dan ketrampilan sehingga dapat bersaing di dunia kerja.

Sejak berdirinya Rehabilitasi Centrum pada tahun 1950 kota Surakarta dikenal sebagai ”Kota Rehabilitasi” karena merupakan kota perintis upaya rehabilitasi penyandang cacat. Sehingga banyak lembaga yang terkait dengan rehabilitasi penyandang cacat, seperti Yayasan Pembinaan Anak Cacat,


(27)

commit to user

3

Rumah Sakit Orthopedi, tempat pelatihan, hingga Badan Pembinaan Olahraga Cacat, Yayasan Paraplegia dan Lembaga Pendamping Diffabel serta lembaga yang terkait dengan diffabel. Selain itu di kota Surakarta juga terdapat politeknik kesehatan khusus fisioterapi, okupasi terapi dan orthotik prostetik.

Berdasarkan beberapa uraian diatas maka Pusat Pendidikan dan Pelatihan bagi Tuna Daksa ini perlu direalisasikan karena tempat ini sangat membantu para tuna daksa dalam menjalani hidup layaknya orang normal yang mendapat perlakuan dan perhatian yang sama. Pusat Pendidikan dan Pelatihan bagi Tuna Daksa ini memberikan fasilitas berupa pendidikan, fasilitas ketrampilan serta terapi bagi kesehatan tuna daksa.

B. Batasan Masalah

Ditinjau dari aspek kondisi dan potensi dalam perancangan pusat pendidikan dan pelatihan ini, masalah terkait yang dihadapi antara lain : 1. Aspek aksesbilitas : penyediaan aksesbilitas yang memenuhi standar

ergonomi sehingga dapat membantu para penyandang cacat untuk bermobilisasi dengan aman dan nyaman.

2. Aspek pengelolaan : dalam memenuhi kebutuhan operasional fasilitas dalam obyek tersebut harus berjalan dengan baik.

3. Aspek masyarakat : membantu masyarakat (penyandang cacat) untuk

mendapatkan pendidikan dan pelatihan yang berguna untuk masa depan, serta membantu penyandang cacat untuk meningkatkan rasa percaya diri dan mampu berinteraksi dengan masyarakat luas.


(28)

Batasan masalah yang diambil dalam Desain Interior Pusat Pendidikan dan Pelatihan bagi Tuna Daksa ini antara lain :

a. Batasan ruang

1) Bagian Pelayanan Administrasi Pusat

a) Ruang Kepala Sekolah & Wakil Kepala Sekolah b) Ruang Kantor Guru

2) Bagian Pelayanan Rehabilitasi a) Seksi Medis / Terapi b) Psikolog

3) Bagian Pendidikan & Ketrampilan a) Seksi Pendidikan

b) Seksi Ketrampilan

4) R. Pengukuran Prothetis dan Orthotis

b. Sasaran

1) Sasaran pengunjung (segmentasi) a) Para penyandang cacat b) Masyarakat umum

c) Peneliti, pengajar, maupun pelajar dan mahasiswa yang ingin melakukan penelitian

2) Sasaran perancangan bangunan

Sasaran Desain Interior Pusat Pendidikan dan Pelatihan bagi Tuna Daksa yang ditujukan untuk memberikan suatu alternatif rancangan interior dengan pendekatan psikologi dan mengutamakan aksesbilitas yang ergonomis.


(29)

commit to user

5

Sasaran Desain yang ingin dicapai secara keseluruhan membuat bagian-bagian unsur perancangan interior ke dalam perencanaan Desain Interior Pusat Pendidikan dan Pelatihan bagi Tuna Daksa dengan memperhatikan faktor-faktor kenyamanan dan keamanan bagi penggunanya dengan berpijak pada norma dan ketentuan desain yang ada.

C. Rumusan Masalah

Memfokuskan pada kebutuhan akan kenyamanan beraktivitas dalam kegiatan belajar mengajar sekaligus perannya dalam meningkatkan kondisi kejiwaan pengguna dengan bimbingan konseling yang diberikan, Desain Interior Pusat Pendidikan dan Pelatihan bagi Tuna Daksa ditekankan pada: 1. Bagaimana merencanakan dan merancang interior Pusat Pendidikan dan

Pelatihan bagi Tuna Daksa sebagai tempat pendidikan dan pelatihan formal dengan fasilitas yang aksesibel serta ergonomis untuk para tuna daksa?

2. Bagaimana merancang sistem pelayanan Pusat Pendidikan dan Pelatihan bagi Tuna Daksa sehingga dapat menciptakan suasana interior sebagai pusat pendidikan formal yang nyaman sehingga berpengaruh pada keadaan psikologis pengguna baik itu pengajar maupun kelayan yang akan belajar di dalamnya?

3. Bagaimana memasukkan tema interior Pusat Pendidikan dan Pelatihan bagi Tuna Daksa yang dapat meningkatkan semangat belajar mengajar sehingga tidak menimbulkan kebosanan baik bagi pengajar maupun kelayan?


(30)

D. Tujuan Perancangan

1. Mewujudkan perancangan interior pusat pendidikan dan pelatihan untuk penyandang cacat tubuh dengan mengutamakan aksesbilitas bagi para penyandang cacat tubuh sehingga dapat bermobilisasi dengan aman dan nyaman.

2. Mewujudkan perancangan furniture yang disesuaikan dengan kondisi pengguna dan mengutamakan kenyamanannya sehingga tercipta suasana yang kondusif dan membantu kegiatan belajar mengajar yang merupakan kegiatan utama dalam perancangan Pusat Pendidikan dan Pelatihan bagi Tuna Daksa ini.

E. Manfaat Perancangan

Manfaat yang diperoleh dari perancangan ini adalah: 1. Manfaat Praktis

Data yang diperoleh akan menambah referensi bagi fakultas dan jurusan. 2. Manfaat Teoritis

Untuk pengembangan ilmu pengetahuan. 3. Fungsi Keluar

a. Tersedianya fasilitas bagi para penyandang cacat tubuh untuk memperoleh pendidikan dan pelatihan yang mampu menjadi bekal untuk masa depan.

b. Timbulnya rasa kesetaraan hak antara masyarakat umum dan para penyandang cacat tubuh dalam memperoleh pendidikan dan kesempatan kerja, masyarakat diharapkan mampu memberikan


(31)

commit to user

7

dorongan semangat sehingga para penyandang cacat tubuh tidak merasa dikucilkan atau dikurangi haknya.

Ditinjau dari fungsi dan tujuannya, perencanaan Pusat Pendidikan dan Pelatihan bagi Tuna Daksa ini secara umum meliputi penyediaan aksesbilitas yang membantu penyandang cacat tubuh untuk bergerak dengan leluasa dan aman serta adanya pendidikan dan pelatihan yang berguna bagi penyandang cacat tubuh untuk terjun langsung ke dunia kerja sesuai dengan bidang yang telah ditekuni. Suasana ruang yang diolah dengan warna yang berpengaruh pada kejiwaan juga membantu meningkatkan tingkat percaya diri pada penyandang cacat tubuh untuk mampu menyerap ilmu serta dapat berkreasi untuk menemukan sesuatu yang baru.

F. Metode Desain

1. Permasalahan

Kurangnya fasilitas pendidikan dan kesehatan yang aksesibel bagi tuna daksa menuntut adanya sebuah perancangan yang dapat menyediakan fasilitas tersebut secara aksesibel dan ergonomis untuk tuna daksa. Fasilitas tersebut diharapkan dapat membantu para tuna daksa untuk mendapat pendidikan dan pelayan kesehatan dengan baik.

Untuk dapat merancang fasilitas yang aksesibel dan ergonomis bagi tuna daksa perlu adanya studi pembanding baik dari studi literatur maupun studi lapangan yang berkaitan dengan proyek yang dirancang. Berdasarkan studi literatur dapat disimpulkan bahwa desain untuk tuna daksa difokuskan pada kemudahan dalam pengoperasian berbagai


(32)

fasilitas seperti furniture dan peralatan yang lain. Serta pemilihan warna yang memiliki intensitas sedang sehingga tidak mengganggu penglihatan. Sedangkan dari studi lapangan yang dilakukan diperoleh data dalam PP 72 Tahun 1995 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sekolah Luar Biasa, jumlah maksimum anak yang dapat dididik adalah 8 anak.

2. Bentuk Perancangan

Berdasarkan studi literatur dan studi lapangan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan aspek-aspek yang dapat membantu dalam perancangan ini. Pendekatan yang dipakai adalah pendekatan psikologi yang menekankan pada keadaan lingkungan yang dapat membantu tuna daksa dalam beraktivitas secara mandiri.

Dari hasil analisa diatas maka dapat disimpulkan bahwa sistem sirkulasi yang dipakai adalah sistem sirkulasi langsung yang memudahkan tuna daksa untuk mengakses ruang yang ingin dituju. Sedangkan sistem organisasi ruang yang diterapkan adalah sistem cluster

yang menempatkan ruang berdasarkan fungsi ruang itu sendiri.

Ide dasar desain interior Pusat Pendidikan dan Pelatihan bagi Tuna Daksa di Surakarta di Surakarta berawal dari semboyan Ki Hajar Dewantara yaitu ing ngarso sung tulodho, ing madya mangun karso dan

tut muri handayani. Sedangkan tema yang dipakai adalah Form Follow

Functions yang membantu tuna daksa untuk beraktivitas secara mandiri.

Karakter modern dipilih dengan pertimbangan tidak rumit dan bersifat terang dan terbuka sehingga tercipta suasana tenang, aman dan nyaman.


(33)

commit to user

9

Bentuk yang digunakan adalah bentuk bulat yang aman, serta bangun matematika yang digunakan sebagai ikon untuk mendesain furniture. Warna yang dipakai adalah warna krem, kuning dan hijau dengan intensitas warna sedang. Penggunaan ramp, railing, dan pintu dengan plat tendang yang aksesibel membantu tuna daksa dalam bermobilisasi.

3. Sumber Data

Sumber data yang digunakan pada penelitian ini, antara lain :

a. Informan

Informasi yang diperoleh berasal dari pengajar maupun staf karyawan yang bekerja di bidang pendidikan dan pelatihan serta tempat rehabilitasi penyandang cacat sebagai subyek yang dianggap mengerti tentang informasi yang dibutuhkan dalam perancangan ini.

b.Arsip dan Dokumen Visual

Arsip dan dokumen yang dijadikan literatur adalah buku-buku yang memuat tentang klasifikasi penyandang cacat tubuh dan buku-buku lain yang menunjang pengetahuan peneliti tentang cacat tubuh. Buku yang dipakai antara lain Pengantar Pendidikan Anak Tuna Daksa, Handbook Prof. Dr. Soeharso Surakarta, Panduan Penyediaan Aksesbilitas pada Bangunan dan Lingkungan, dll.

4. Teknik Pengumpulan Data

a. Observasi

Dalam hal ini peneliti melakukan observasi lokasi yang bisa dijadikan referensi dan materi pembanding tentang hal-hal yang


(34)

berkaitan dengan proyek Desain Interior ini, terutama dalam bidang interior, misalnya tentang desain furniture, aksesbilitas, ergonomi, dsb. Observasi dilakukan dengan mempergunakan alat bantu berupa kamera digital, alat tulis, dsb.

b.Wawancara Mendalam ( In Dept Interviewing )

Wawancara dalam pengumpulan data ini bersifat open–ended

dan mendalam dilakukan secara tidak formal. Wawancara ini dilakukan pada waktu dan konteks yang dianggap tepat guna mendapatkan data yang rinci dan mendalam.

c. Content Analisis

Teknik ini dilakukan untuk mengumpulkan data yang bersumber dari arsip dan dokumen yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti.


(35)

commit to user

11

G. Skema Langkah Desain

H. Sistematika Penulisan

1. BAB I PENDAHULUAN

Pendahuluan mencakup Latar Belakang Masalah yang meliputi penyebab terjadinya kecacatan serta berbagai permasalahan yang dialami oleh para penyandang cacat, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan sasaran, serta Metodologi yang meliputi metode sistematika pembahasan.

2. BAB II KAJIAN PUSTAKA

Mengemukakan Kajian Teoritis tentang Proyek Desain Interior Pusat Pendidikan dan Pelatihan bagi Tuna Daksa di Surakarta, yang meliputi pembahasan teori tentang ruang dan manusia, yang di

Diagram I. 1 Skema Langkah Desain Latar Belakang Tujuan Penentuan Tema Faktor Perancangan Sasaran Desain Kebutuhan Ruang Batasan Perancangan Pemecahan Masalah Unsur Desain

Interior Sistem & SistemKeamanan Desain Interior Pusat Pendidikan

dan Pelatihan di Surakarta Ide

Gagasan

Data Lapangan Rumusan Literatur Data

Analisa Analisa

Aspek Pelaku Aspek Objek

Kajian Materi Pusat Rehabilitasi Pengelola & Pengunjung Sirkulasi Zoning & Grouping

Fungsi, karakter, suasana dan dimensi ruang

Norma Desain (bahan, efisiensi, teknik,estetis) Aktivitas


(36)

dalamnya mencakup tentang pengertian, fungsi, klasifikasi, sirkulasi, komponen pembentuk ruang, hubungan antar ruang, sistem interior, sistem keamanan, sistem aksesbilititas yang berguna untuk para penyandang cacat dalam bermobilisasi.

3. BAB III KAJIAN LAPANGAN

Merupakan hasil studi observasi di lapangan, baik sebagai dasar acuan atas pemilihan lokasi perencanaan, maupun sebagai bahan pembanding dan bahan pengayaan bagi proses analisa dari konsep Desain Interior Pusat Pendidikan dan Pelatihan bagi Tuna Daksa di Surakarta.

4. BAB IV DESAIN INTERIOR PUSAT PENDIDIKAN DAN

PELATIHAN BAGI TUNA DAKSA

a. Analisis Eksisting

1) Analisa lingkungan (keluar) termasuk di dalamnya view, akses, arah cahaya, dll.

2) Analisa Interior termasuk di dalamnya akses, sirkulasi dan human dimension.

b. Programing

1) Status Kelembagaan Proyek 2) Struktur Organisasi

3) Sistem Operasional

4) Program Kegiatan (kegiatan obyek TA dan kegiatan manusia) 5) Fasilitas Pengisi Ruang


(37)

commit to user

13

7) Besaran Ruang (studi ruang dan anthropometri) 8) Sistem Sirkulasi

9) Hubungan Antar Ruang 10)Zoning dan Grouping c. Konsep Desain

1) Ide Dasar Desain

a) Paradigma, slogan, dll b) Bentuk

c) Suasana 2) Tema

a) Sebagai pemecahan masalah b) Sebagai dekorasi

3) Aspek Suasana dan Karakter Ruang 4) Aspek penataan ruang/lay out

a) Sistem sirkulasi dan organisai ruang 5) Aspek Pembentuk Ruang

6) Aspek Bentuk, Bahan dan Warna

7) Interior Sistem (pencahayaan, penghawaan, akustik) 8) Desain Furniture

9) Desain Elemen Estetis

10)Sistem Keamanan (kebakaran dan keamanan) 11)Aksesbilitas (fasilitas)

5. BAB V KEPUTUSAN DESAIN


(38)

Merupakan kesimpulan dari proses analisis yang sekaligus merupakan konsep Desain Interior Pusat Pendidikan dan Pelatihan bagi Tuna Daksa di Surakarta.

b. Daftar pustaka c. Lampiran


(39)

commit to user

15

BAB II

KAJIAN TEORI

A. ASPEK RUANG DAN DIMENSI

1. Tinjauan Umum Pusat Pendidikan dan Pelatihan bagi Tuna

Daksa di Surakarta dengan Pendekatan Psikologi a. Pengertian Judul

1) Pusat : Pokok atau inti dari sesuatu.

2) Pendidikan : Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. (UU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003) 3) Tuna daksa : Suatu keadaan rusak atau terganggu sebagai

akibat gangguan bentuk atau hambatan pada tulang, otot, atau sendi dalam fungsinya yang normal. Kondisi ini dapat disebabkan oleh penyakit atau kecelakaan, atau dapat juga disebabkan oleh pembawaan lahir. Tuna daksa sering juga diartikan sebagai suatu kondisi yang menghambat kegiatan individu sebagai akibat kerusakan atau gangguan pada tulang atau otot, sehingga mengurangi kapasitas normal individu untuk mengikuti pendidikan dan untuk berdiri sendiri. (T. Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa, 2005 : 121)


(40)

commit to user

16 4) Psikologi : Ilmu yang menyelidiki dan membahas tentang

perbuatan dan tingkah laku manusia. (Zulkifli, L. Psikologi

Perkembangan, 1986 : 5)

5) Psikologi : Studi ilmiah tentang kegiatan-kegiatan individu hubungannya dengan lingkungan. (Woodworth & Marquis, 1961)

Desain Interior Pusat Pendidikan dan Pelatihan bagi Tuna Daksa dengan pendekatan psikologi adalah tempat yang memberikan fasilitas rehabilitasi yang dapat membantu orang-orang diffable untuk hidup layaknya manusia normal, tanpa adanya perbedaan perlakuan dari orang-orang di sekitarnya serta membantu permasalahan psikis yang dihadapi dengan terapi yang dituangkan ke dalam interior yang secara tidak langsung dapat membantu mengatasi masalah kepribadian yang dialami oleh penyandang cacat. Bentuk rehabilitasi yang diberikan berupa rehabilitasi pendidikan, rehabilitasi karya dan rehabilitasi medis dan psikologis.

2. Tinjauan Umum Tuna Daksa / Cacat Tubuh

a. Pengertian Tuna Daksa / Cacat Tubuh

Cacat adalah kekurangan yang menyebabkan nilai atau mutunya kurang baik atau kurang sempurna (yang terdapat pada badan, benda batin atau akhlak). (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989 : 143)

Tuna daksa adalah suatu keadaan rusak atau terganggu sebagai akibat gangguan bentuk atau hambatan pada tulang, otot,


(41)

commit to user

17 atau sendi dalam fungsinya yang normal. Kondisi ini dapat

disebabkan oleh penyakit atau kecelakaan, atau dapat juga disebabkan oleh pembawaan lahir. Tuna daksa sering juga diartikan sebagai suatu kondisi yang menghambat kegiatan individu sebagai akibat kerusakan atau gangguan pada tulang atau otot, sehingga mengurangi kapasitas normal individu untuk mengikuti pendidikan dan untuk berdiri sendiri. (T. Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa, 2005 : 121)

Tuna daksa adalah orang yang mengalami kelainan organ gerak tubuh, terutama gangguan gerak. (Ahmad Toha Muslim & M. Sugiarmin, Orthopedi Dalam Pendidikan Anak Tuna Daksa : 6)

Menurut The American Public Health Association seseorang dapat dianggap cacat (handicapped) bila ia dalam batas-batas tertentu tidak dapat bermain, belajar, bekerja atau melakukan hal-hal lain yang dapat dilakukan oleh orang-orang sebayanya (seumur); bila ia terhalang dalam mencapai kemampuan sepenuhnya, baik jasmani, mental maupun rohani. (dalam Erwin Andriyanto, 2002)

Penyandang cacat tubuh adalah seseorang yang mempunyai ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas pada tataran aktivitas manusia normal, sebagai akibat dari kerusakan pada sebagain atau semua anggota tubuh tertentu.


(42)

commit to user

18

b. Faktor Penyebab Tuna Daksa / Cacat Tubuh

Faktor-faktor penyebab terjadinya kecacatan pada tubuh dapat dijabarkan sebagai berikut, yaitu :

1) Berdasarkan Penyebab Kecacatan a) Bawaan Lahir

1. Karena faktor genetik (poliomilitis). 2. Karena konsumsi gizi yang kurang.

3. Karena kontaminasi bahan kimia / radiasi yang

menyebabkan kelainan bentuk atau tidak adanya anggota tubuh.

b) Penyakit 1. Virus polio.

2. Penyakit kelamin/gonorhoe yang menyebabkan cacat sendi atau tulang.

3. TBC pada balita.

4. Kurang darah pada otak sehingga otak kurang berfungsi untuk megkoordinasi organ tubuh.

5. Rusaknya susunan saraf pada tungkai yang mengakibatkan penderita layu pada kaki.

6. Diabetes.

c) Kecelakaan lalu lintas / kecelakaan kerja d) Akibat perang atau bencana alam


(43)

commit to user

19 2) Berdasarkan Tingkat Kecacatan / Derajat Kecacatan Tubuh

a) Ringan yaitu cacat yang tidak terlalu banyak memerlukan pertolongan karena dapat mengurus diri sendiri dalam kehidupan.

Tanda-tanda gangguan ini antara lain : 1. Mampu ambulasi jalan tanpa bantuan

2. Mampu melaksanakan kegiatan sehari-hari tanpa

bantuan

3. Mampu berkomunikasi baik dengan bahasa lisan

b) Sedang yaitu cacat yang memerlukan pertolongan khusus agar dapat hidup berdampingan dengan masyarakat.

Tanda-tanda gangguan ini antara lain :

1. Adanya hambatan dalam mobilisasi dan memelihara

diri sendiri sehingga perlu bantuan 2. Hambatan berkomunikasi mulai terlihat

c) Berat yaitu penyandang cacat yang tidak bisa hidup tanpa pertolongan orang lain dan tetap memerlukan perawatan khusus walaupun pertolongan sudah diberikan.

Tanda-tanda gangguan ini antara lain :

1. Hambatan mobilisasi sehingga penderita hanya tinggal di tempat tidur atau memakai kursi roda

2. Perlu bantuan penuh dalam melakuakan kegiatan

sehari-hari


(44)

commit to user

20 3) Berdasarkan Kebutuhan Alat Gerak

a) Non Ambulant Wheelchair yaitu penyandang cacat yang

tidak dapat berjalan dan membutuhkan bantuan kursi roda.

b) Semi Ambulant yaitu penyandang cacat yang dapat bergerak

dan membutuhkan bantuan alat gerak seperti krug, tongkat, brace dan frame walk.

c) Ambulant yaitu penyandang cacat yang dapat bergerak

tanpa menggunakan alat bantu. (dalam Samuel Abdul Anis, 2008)

4) Berdasarkan Kondisi yang Dialami

a) Paraplegia yaitu cidera tulang belakang sehingga

mengalami kelumpuhan sebagian.

b) Diplegia yaitu cidera pada keempat anggota gerak.

c) Tetraplegia / quadriplegia yaitu cidera tulang belakang

sehingga terjadi kelumpuhan total.

d) Ampute yaitu cidera serius pada bagian tubuh sehingga

harus menghilangkan anggota gerak / badan tersebut. (dalam Samuel Abdul Anis, 2008)

Gambar II.1 Karakteristik penyandang cacat berdasarkan kebutuhan alat gerak Sumber : Anis, Samuel Abdul, 2008


(45)

commit to user

21

c. Klasifikasi Tuna Daksa

Menurut Frances G. Koenig, tuna daksa dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1) Kerusakan yang dibawa sejak lahir / keturunan, meliputi :

a) Club-foot (kaki seperti tongkat)

b) Club-hand (tangan seperti tongkat)

c) Polydactylism (jari yang lebih dari 5 pada masing-masing

tangan atau kaki)

d) Syndactylism (jari-jari yang berselaput atau menempel satu

sama lain)

e) Torticollis (gangguan pada leher sehingga kepala terkulai

ke muka)

f) Spina-bifida (sebagian dari sumsum tulang belakang tidak

tertutup)

g) Cretinism (kerdil/katai)

h) Mycrocephalus (kepala yang kecil, tidak normal)

i) Hydrocephalus (kepala yang besar karena berisi cairan)

Gambar II.2 Karakteristik penyandang cacat berdasarkan kondisi tubuh Sumber : Anis, Samuel Abdul, 2008


(46)

commit to user

22

j) Clefpalats (langit-langit mulut berlubang)

k) Herelip (gangguan pada bibir dan mulut)

l) Congenital hip dislocation (kelumpuhan pada bagian paha)

m) Congenitalamputation (bayi yang dilahirkan tanpa anggota

tubuh tertentu)

n) Frederishataxia (kerusakan pada sumsum tulang belakang)

o) Coxavalga (gangguan pada sendi paha, terlalu besar)

p) Syphilis (kerusakan pada tulang dan sendi akibat penyakit

syphilis)

2) Kerusakan pada waktu kelahiran

a) Erb’s Palsy (kerusakan pada syaraf lengan akibat tertekan

atau tertarik waktu kelahiran)

b) FragilitasOsium (tulang yang rapuh dan mudah patah)

3) Infeksi

a) Tuberkolosis tulang (menyerang sendi paha sehingga

menjadi kaku)

b) Osteomyelitis (radang di dalam dan di sekeliling sumsum

tulang belakang karena bakteri)

c) Poliomyelitits (infeksi virus yang mungkin menyebabkan

kelumpuhan)

d) Pott’s disease (tuberkolosis sumsum tulang belakang)

e) Still’s disease (radang pada tulang yang menyebabkan

kerusakan pada tulang)


(47)

commit to user

23 4) Kondisi traumatik

a) Amputasi (anggota tubuh dibuang akibat kecelakaan) b) Kecelakaan akibat luka bakar

c) Patah tulang

5) Tumor

a) Oxostosis (tumor tulang)

b) Osteosis fibrosa cystica (kista atau kantung yang berisi cairan dalam tulang)

6) Kondisi-kondisi lain

a) Flatfeet (telapak kaki yang rata, tidak berteluk)

b) Kyphosis (bagian belakang sumsum tulang belakang yang

cekung)

c) Lordosis (bagian muka sumsum tulang belakang yang

cekung)

d) Perthes’ disease (sendi paha yang rusak atau mengalami

kelianan)

e) Rickets (tulang yang lunak karena nutrisi, menyebabkan

kerusakan tulang dan sendi)

f) Scilosis (tulang belakang yang berputar, bahu dan paha

yang miring)

d. Karakteristik Tuna Daksa

Karakteristik penyandang cacat dapat diuraikan sebagai berikut:


(48)

commit to user

24 a) Karakteristik Kisik

1. Kelumpuhan salah satu anggota gerak badan menyebabkan penderita harus menggunakan alat bantu.

2. Anggota badan dalam keadaan tidak utuh atau tidak

sempurna yang menyebabkan kesulitan dalam beraktivitas dan kurang percaya diri, sehingga memerlukan anggota badan tiruan.

3. Kesulitan berbicara dialami sebagian besar penyandang cacat tubuh yang disertai dengan gangguan otak.

4. Pendengaran kurang sehat

5. Penglihatan kurang peka (dalam Samuel Abdul Anis, 2008) b) Karakteristik Mental

Masalah kejiwaan sering menyertai penyandang cacat tubuh. Keadaan fisik yang terganggu tersebut dapat menyebabkan tekanan jiwa, yang selanjutnya dapat menghambat perkembangan hidup penyandang cacat tubuh. Masalah kejiwaan tersebut dapat berupa rasa rendah diri, putus asa, pemarah dan apatis. (dalam Samuel Abdul Anis, 2008)

e. Masalah Tuna Daksa

Masalah-masalah yang dihadapi oleh tuna daksa meliputi : 1) Masalah Fisik

Masalah fisik dapat berupa kelumpuhan anggota gerak atas, anggota gerak bawah atau pada otot-otot penegak


(49)

commit to user

25 punggung. Kelumpuhan ini dapat sebagian atau dapat

keseluruhan.

2) Masalah Gangguan Fungsi

a) Gangguan fungsi mobilisasi, mulai dari gangguan

berguling, merangkak, duduk, berdiri dan berjalan yang merupakan gangguan fungsi utama kaki. Sedangkan gangguan fungsi tangan dapat berupa gangguan mobilisasi meraih, memegang atau menggenggam.

b) Gangguan fungsi mental yaitu menghadapi masalah

penyesuaian pendidikan maupun penyesuaian sosial. c) Gangguan kemampuan kegiatan fisik sehari-hari, dapat

berupa gangguan komunikasi, menolong diri sendiri maupun mengikuti kegiatan hidupnya sehari-hari. (dalam Samuel Abdul Anis, 2008)

f. Kebutuhan Kehidupan Tuna Daksa

Kebutuhan tuna daksa dapat berupa : a. Kebutuhan komunikasi

b. Kebutuhan mobilisasi

c. Kebutuhan memelihara diri sendiri (activities of daily

living/ADL)

d. Kebutuhan sosial e. Kebutuhan psikologis f. Kebutuhan pendidikan g. Kebutuhan kekaryaan


(50)

commit to user

26

3. Alat Bantu Gerak

Selain perlunya aksesibilitas tersebut diatas, tuna daksa juga memerlukan alat bantu gerak berupa :

a. Prosthetis

Prosthetis adalah alat Bantu yang menggantikan bagian tubuh

yang hilang. (Ahmad Toha Muslim & M. Sugirmin, Orthopedi

Dalam Pendidikan Anak Tuna Daksa, 1996: 168)

Fungsi prosthetis dari bagian tubuh yang hilang akan diupayakan mendekati fungsi tubuh tersebut pada sisi yang normal atau umumnya pada orang normal. Prosthetis terbuat dari bahan plastik resin, kayu, dan besi. Desain prosthetis antara lain :

1) Soket

2) Sendi prothesa 3) Alat terminal 4) Tali-tali b. Orthosis

Orthosis adalah alat yang melekat pada tubuh atau anggota

gerak tubuh. (Ahmad Toha Muslim & M. Sugirmin, Orthopedi

Dalam Pendidikan Anak Tuna Daksa, 1996 : 178)

Orthosis berfungsi untuk :

1) Menghilangkan rasa nyeri karena alat ini membatasi gerak dan mengurangi tekanan yang berasal dari berat badan.

2) Mengistirahatkan anggota tubuh yang lemah. 3) Mengurangi tekanan ke arah panjang tulang.


(51)

commit to user

27 4) Mencegah dan mengoreksi deformitas sendi.

5) Memperbaiki fungsi.

Bahan yang biasa digunakan adalah :

a) Logam untuk komponen bar atau lempengan logam sebagai batang untuk posisi tegak. Bahan yang paling sering dipakai adalah campuran besi dan alumunium (duralumunium). Bahan ini cukup kuat untuk menahan berat badan tetapi ringan. Bahan ini adalah bahan plastik yang kuat.

b) Bahan kulit untuk tali pengikat kuf pada paha (tighcuff) pengikat sendi kaki dari samping kiri atau akanan dan dari muka dan belakang (knee cuff), pengikat alat pada betis (calf cuff). Kulit digunakan untuk menahan stabilitas pergelangan kaki berupa tali khusus disebut T. strap karena berbentuk huruf T. tali pengikat pinggan berupa sabuk dan dihubungkan dengan pangkal brace

sehingga saat jalan brace menjadi stabil. (Ahmad Toha Muslim & M. Sugirmin, Orthopedi Dalam Pendidikan Anak Tuna Daksa, 1996 : 180)

Alat bantu untuk tuna daksa adalah : a) Alat bantu jalan (Gait Aid)

Alat bantu jalan adalah alat yang digunakan untuk menambah kelancaran jalan atau ambulasi tuna daksa. Fungsi utama alat bantu jalan adalah :


(52)

commit to user

28 2. Memberikan tambahan informasi sensoris dari bagian tubuh ke

otak

3. Mengurangi beban pada sistem muskuloskeletal yang kurang kuat menahan beban

4. Membantu kecepatan gerak selama ambulasi Jenis alat bantu jalan antara lain :

a. Tongkat (Cane) b. Kruk (Crutches)

c. Walker

b) Kursi roda (whellchair)

Kursi roda adalah alat alternatif untuk kegiatan mobilisasi apabila tubuh sudah kurang kemampuannya, baik akibat kondisi neuromuskuloskeletal atau fungsi jantung dan paru-paru yang menurun. (Ahmad Toha Muslim & M. Sugirmin, Orthopedi Dalam

Pendidikan Anak Tuna Daksa, 1996 : 195-200)

4. Aksesibilitas

Menurut buku Panduan Penyediaan Aksesibilitas pada Bangunan dan Lingkungan, penyandang cacat sama halnya penduduk Indonesia lainnya memiliki hak yang sama di seluruh bidang kehidupan. Hal ini memiliki arti tidak adanya segala bentuk perbedaan atau diskriminasi atas kecacatan yang dimilliki. Kurangnya fasilitas pelayanan yang mudah dijangkau (aksesibel) merupakan hambatan bagi penyandang cacat untuk melaksanakan fungsi sosialnya. Oleh sebab itu dalam mewujudkan kesamaan, kesetaraan, kedudukan dan hak kewajiban


(53)

commit to user

29 serta peran serta penyandang cacat diperlukan sarana dan upaya yang

memadai, terpadu dan berkesinambungan yang pada akhirnya dapat mencapai kemandirian dan kesejahteraan penyandang cacat. (Panduan Penyediaan Akesibilitas pada Bangunan dan Lingkungan, 2005 : 2-3)

Menurut UU no. 4/1997 tentang Penyandang Cacat menerangkan bahwa penyediaan aksesbilitas penyandang cacat diupayakan berdasarkan kebutuhan penyandang cacat sesuai dengan jenis dan derajad kecacatan serta sesuai dengan standart yang ditentukan. (Drs. Mardianto, Kepala YPAC Surakarta, 2010)

Penanganan dan pelayanan masalah sosial penyandang cacat di Indonesia dilaks

anakan melalui sistem panti dan rehabilitasi berbasis masyarakat (RBM). Lembaga pelayanan sosial bagi penyandang cacat pada hakekatnya melaksanakan program pelayanan sosial bagi penyandang cacat sesuai dengan fungsinya, yaitu :

a. Sebagai tempat pelayanan dan rehabilitasi sosial b. Sebagai tempat pendidikan dan penelitian

c. Sebagai tempat penelitian dan pengembangan (laboratorium untuk pengembangan metode intervensi)

d. Sebagai tempat informasi dan rujukan

Fungsi-fungsi yang dimiliki lembaga pelayanan sosial bagi penyandang cacat diharapkan mampu menumbuhkembangkan fungsi sosial penyandang cacat, rasa percaya diri dan memiliki ketrampilan vokasional yang dapat digunakan untuk melakukan suatu usaha /


(54)

commit to user

30 karya. Hal ini tentunya harus didukung dengan sarana dan fasilitas

lembaga bagi penyandang cacat yang memadai termasuk aksesbilitas yang tersedia.

Sampai saat ini akesibilitas bagi penyandang cacat khususnya pada lembaga pelayanan sosial yang memberikan pelayanan bagi penyandang cacat belum dapat dikatakan memadai. Hal ini disebabkan masih adanya pandangan bahwa penyediaan aksesibilitas merupakan sesuatu yang memerlukan biaya tinggi, akhirya penyediaan aksesbilitas menjadi kebutuhan lembaga yang tidak dijadikan prioritas sebagai bagian dari proses pelayanan bagi penyandang cacat.

Aksesibilitas penyandang cacat bersifat fisik dan non fisik. Kondisi tersebut menjadi pemikiran untuk berupaya menghilangkan perbedaan yang ada dengan diterbitkannya Rencana Aksi Nasional Penyandang Cacat Indonesia tahun 2004-2013. Dalam RAN tersebut diuraikan Program Penyediaan Aksesibilitas pada lingkungan dan transportasi umum sebagai wujud tanggung jawab bersama dalam rangka mensejahterakan penyandang cacat. (Panduan Penyediaan Akesibilitas pada Bangunan dan Lingkungan, 2005 : 5)

1) Prinsip-Prinsip Aksesibilitas

Menurut UNESCAP Publication “Promotion On The

Non-Handicapping Environment in Asia-Pacific Countries”

prinsip-prinsip aksesbilitas untuk penyandang cacat dapat dijelaskan sebagai berikut :


(55)

commit to user

31

a) Setiap orang harus dapat mencapai ke suatu bangunan /

lingkungan umum dengan mudah dan aman.

b) Setelah mencapai tempat / lingkungan tersebut selanjutnya harus dapat masuk ke bangunan / lingkungan tersebut.

c) Setelah masuk ke ruang / bangunan tersebut, penyandang cacat harus dapat memakai fasilitas yang tersedia.

d) Penyediaan aksesbilitas adalah suatu kewajiban. (Panduan Penyediaan Akesibilitas pada Bangunan dan Lingkungan, 2005 : 5)

2) Asas-Asas Aksesibilias

a) Kemudahan

Kemudahan adalah setiap orang dapat mencapai semua tempat atau bangunan yang bersifat umum dsalam suatu lingkungan.

Asas aksesibilitas dilihat dari kegunaan dapat dinilai dari kemudahan pencapaian ruang yang berhubungan dengan setting ruang pada site plan (organisasi ruang), sifat ruang, jalur dan sirkulasi. (Peraturan Perundang-Undangan Penyandang Cacat Nasional dan Internasional, 2001).

b) Kegunaan

Kegunaan yaitu setiap orang harus dapat mempergunakan semua tempat atau bangunan yang bersifat umum dalam suatu lingkungan.


(56)

commit to user

32 Asas aksesibilitas dilihat dari kegunaan dapat dinilai dari

penggunaan maksimal untuk aktivitas tertentu dan fasilitas yang ada di dalam ruangan seperti tombol dan stop kontak. Menurut standart dari Keputusan menteri Pekerjaan Umum RI No. 468/KPS/1998 tentang Persyaratan Teknis Aksesibilitas Bangunan Umum dan Lingkungan, tombol dan stop kontak dipasang pada tempat yang posisi dan tingginya sesuai dan mudah dijangkau oleh penyandang cacat. (Peraturan Perundang-Undangan Penyandang Cacat Nasional dan Internasional, 2001)

c) Keselamatan

Keselamatan yaitu setiap bangunan dalam suatu lingkungan terbangun harus memperhatikan keselamatan bagi semua orang.

Asas aksesibilitas dilihat dari keselamatan dalam memasuki ruang dan beraktivitas di dalam ruang dinilai dari kecuramanan ramp dan tekstur lantai. (Peraturan Perundang-Undangan Penyandang Cacat Nasional dan Internasional, 2001) d) Kemandirian

Kemandirian yaitu setiap orang harus bisa mencapai, masuk dan mempergunakan semua tempat dalam suatu lingkungan dengan tanpa membutuhkan bantuan orang lain. (Peraturan Perundang-Undangan Penyandang Cacat Nasional dan Internasional, 2001)


(57)

commit to user

33

3) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aksesibilitas

a) Sirkulasi

Jalur sirkulasi atau rute aksesibel adalah jalur lintasan yang aksesibel, menghubungkan suatu elemen atau ruang, dengan elemen atau ruang lainnya dari suatu bangunan. Rute aksesibel interior termasuk koridor, lantai, ramp, dan lift. Rute eksterior termasuk ruang akses parker, trotoar pada jalan kendaraan dan ramp.standart ukuran lebar minimal untuk rute aksesibel 1 jalur adalah 110 cm, sedanngkan yang 2 jalur adalah 160 cm. Permukaan rute aksesibel harus bertekstur sehingga tidak licin dan memerlukan pegangan rambat untuk menjamin pengguna terutama pada belokan yang berbahaya (Departemen Pekerjaan Umum, 1998).

Pemakai kursi roda membutuhkan 110 cm dan pemakai ktuk membutuhkan 95 cm untuk bersirkulasi (Departemen Pekerjaan Umum, 1998).

b) Visual

Menurut Panero. J (1979 : 287), “the visual field” adalah bagian dari ruang yang terukur pada pandangan mata lurus pada saat kepala dalam keadaan diam. Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa visibilitas adalah jangkauan pandang mata saat kepala dalam keadaan diam. (dalam M. Sholahuddin, 2006)


(58)

commit to user

34 Penciptaan suatu tempat yang diperuntukkan bagi

penyandang cacat harus memeprhatikan jarak pandang mata dari pemakai kursi roda. Sebagai contoh adalah panel kaca pada pintu yang sejajar dengan mata pemakai kursi roda. Hal ini memudahkan pemakai kursi roda untuk dapat melihat ke dalam suatu ruang sebelum mereka memasukinya. Penempatan televisi, rak-rak penyimpanan serta alat-alat umum lainnya harus memperhatikan jarak pandang dari pemakai kursi roda. (dalam M. Sholahuddin, 2006)

4) Pengaruh Setting Ruang Terhadap Aksesibilitas

a) Ukuran dan Bentuk b) Perabot dan Penataannya

Perpustakaan 1. Rak baca

Menurut Persyaratan Teknis Aksesibilitas, batas jangkauan ke atas pemakai kursi roda adalah 140 cm. (dalam M. Sholahuddin, 2006)

2. Meja Petugas

Dr. Suma’mur menetapkan kriteria permukaan meja adalah setinggi siku (orang normal). Bagi pemakai kursi roda menurut Time Saver Standards, seorang pemakai kursi roda membutuhkan ruang untuk kakinya sebesar 66 cm. (dalam M. Sholahuddin, 2006)


(59)

commit to user

35 3. Kursi Petugas

Kursi yang ideal bagi penyandang cacat menurut Robert James Sorenson adalah yang mempunyai sandaran tangan yang berfungsi untuk membantu penyandang cacat (khususnya pemakai kursi roda dan pemakai kruk) untuk bangkit dari atau akan duduk di kursi dan stabil untuk dijadikan tumpuan berat badan saat bangkit atau akan duduk di kursi. (dalam M. Sholahuddin, 2006)

4. Rak Berkas

Menurut Persyaratan Teknis Aksesibilitas, batas jangkauan ke atas pemakai kursi roda adalah 140 cm. (dalam M. Sholahuddin, 2006)

c) Warna

Warna dapat digunakan dalam dekorasi sebuah ruang, yang disediakan sebagai pemndu bagi pengguna bangunan terutama sekali berguna bagi orang-orang yang memiliki cacat visual. “Brightness Differentials” menurut James Holmes-Siedle (1996) ditentukan oleh perbedaan refleksi warna-warna

yang muncul pada permukaan. Jumlah “high-contrast

maksimum dari kombinasi warna meliputi : 1. Putih dan hitam

2. Kuning dan hitam 3. Kuning dan biru 4. Putih dan biru


(60)

commit to user

36 5. Merah dan putih

6. Abu-abu dan putih

Menurut Satrsowinoto (1985), ditinjau dari sudut fisiologis ada beberapa warna yang mudah atau bisa diindera mata yaitu yang memiliki panjang gelombang antara 380-750 milimikron. Warna krem masuk dalam golongan warna kuning yang memiliki panjang gelombang kurang lebih 600 milimikron. Untuk meningkatkan fungsi fisiologi mata, penggunaan warna dengan panjang gelombang tinggi antara 500-700 (antara warna hijau, merah ataui oranye) perlu untuk beberapa ruang (misalnya toilet) serta beberapa elemen ruang-ruang (misalnya saklar lampu, stop kontak, pegangan pintu dan grendel).(dalam M. Sholahuddin, 2006)

d) Pencahayaan

Menurut Walter Kohler (1959), lubang cahaya optimal adalah 20% dari luas lantai. (dalam M. Sholahuddin, 2006)

e) Penghawaan

Suhu nyaman “thermal comfort” adalah 24-270C

(Wignjosoebroto, 2003), 26-270C (Sastrowinoto, 2003), dan 27,60C (Suma’mur, 1989).

f) Suara

Menurut Mangunwijaya (1997), tingkat kualitas suara ditentukan dari lamanya bunyi, intensitas dan frekuensi.


(61)

commit to user

37 Menurut Walter Kohler (1959), intensitas suara dihitung

dengan rumus :(dalam M. Sholahuddin, 2006)

---

5. Tinjauan Umum Psikologi

a. Pengertian Psikologi

Psikologi berasal dari kata psyche dan logos. Psyche berarti jiwa dan logos berarti ilmu, sehingga psikologi dapat diartikan sebagai ilmu yang menyelidiki dan membahas tentang perbuatan dan tingkah laku manusia. (Zulkifli, L. Psikologi Perkembangan, 1986 : 5)

Psikologi dapat diartikan juga sebagai ilmu yang mempelajari sifat-sifat kejiwaan manusia dengan cara mengkaji sisi perilaku dan kepribadiannya, dengan penadangan bahwa setiap perilaku manusia berkaitan dengan latar belakang kejiwaannya. (Mursidin,

Psikologi Umum, 2010 : 13)

Berikut adalah beberapa pengertian psikologi menurut Wisnubrata Hendrojuwono :

1) Psikologi adalah ilmu yang mempelajari adanya jiwa dan kehidupan jiwa (Bigot, Kohnstamm, dan Palland, 1954)

2) Psikologi adalah suatu studi sisitematik tentang tingkah laku (Garrett, 1961)

W I =


(62)

commit to user

38 3) Psikologi adalah studi ilmiah tentang kegiatan-kegiatan

individu hubungannya dengan lingkungan. (Woodworth & Marquis, 1961)

4) Psikologi adalah suatu ilmu tentang tingkah laku organisme. (Zimbardo, 1971)

5) Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku dan proses mental. (Hilgard, Atkinson, dan Atkinson, 1975)

6) Psikologi adalah ilmu tentang tingkah laku manusia yang meliputi penerapannya kepada manusia. (Morgan, King, dan Robinson, 1979)

7) Psikologi adalah ilmu yang mempelajari laku manusia.

(Singgih Dirgagunarsa)

8) Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang memepelajai tentang hakikat jiwa serta prosesnya sampai akhir. (Plato dan Aristoteles)

9) Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang memepelajari tingkah laku lahiriah dengan menggunakan metode observasi yang objektif terhadap rangsangan dan jawaban (respons). (John Broadus Watson)

10)Psikologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari pengalaman-pengalaman yang timbul dalam diri manusia, seperti perasaan panca indra, pikiran, merasa (feeling), dan kehendak. (Wilhelm Wundt)


(63)

commit to user

39 11)Psikologi ialah ilmu pengetahuan yang mempelajari aktivitas

individu sejak dalam kandungan sampai meninggal dunia dalam hubungannya dengan alam sekitar. (Woodworth dan Marquis)

12)Psikologi adalah ilmu yang mempelajari secara sistematis tentang pengalaman dan tingkah laku manusia dan hewan, normal dan abnormal, individu dan sosial. (Knight and Knight) 13)Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia

dan hewan. (Hilgerf dan Clifford T. Morgan)

14)Psikologi sebagai ilmu yang mempelajari tentang manusia, oleh karena itu berhubungan dengan ilmu-ilmu lainnya, sebagaimana berhubungan dengan sosiologi dan biologi. (Ruch)

15)Psikologi adalah ilmu yang mempelajari hakikat manusia. (Edwin G. Boring dan Herbert S. Langfeld)

16)Psikologi adalah ilmu yang mempelajari respons yang

diberikan oleh makhluk hidup terhadap lingkungannya. {(Garden Murphy) (Ahmad Fauzi, 1999:12)}

Dari definisi di atas dapat dikemukakan kategori-kategori penting dari psikologi, yaitu :

a) Psikologi sebagai ilmu, artinya dalam psikologi terdapat ciri-ciri penting salah satu bidang ilmu yang merupakan bagian dari disiplin ilmu-ilmu sosial. Psikologi merupakan akumulasi pengetahuan yang sistematis dan observatif.


(64)

commit to user

40 b) Manusia atau binatang, merupakan objek yang sama dalam

psikologi. Hanya saja, manuisa bergerak dengan perilaku yang dinamis dan berubah-ubah, sedangkan binatang bergerak mengikuti insting yang sifatnya kebiasaan yang mengikat kepada instingnya.

c) Psikologi mempelajari tingkah laku manusia sebagai gejala yang tampak dan dijadikan bahan kajian dalam melihat keadaan kejiwaan manusia atau hewan yang sesungguhnya.

d) Lingkungan sebagai daya tarik atau dorong munculnya

perilaku, yang kemudian menghubungkan psikologi dengan sosiologi. Pengaruh lingkungan terhadap terbentuknya perilaku manusia sangat kuat. Dalam perspektif psikologi, lingkungan menjadi latar belakang yang cukup menentukan terbentuknya perilaku dan sifat-sifat kejiwaan manusia.

e) Respons manusia terhadap lingkungan di sekitarnya berakibat pada pola kehidupan.

f) Aktivitas manusia secara psikis yang dapat bersifat

instrumental maupun yang radikal dari kesadaran maupun ketidaksadaran manusia.

g) Hakikat perilaku manusia, artinya bukan semata-mata realitas perilaku yang tampak mudah diketahui secara kasat mata, melainkan latar belakang dan substansi yang muncul dan terpolakannya perilaku, baik sebagai karakteristik kejiwaan


(65)

commit to user

41 manusia maupun sebagai refleksi dari bentuk-bentuk perilaku

temporal manusia. (Mursidin, Psikologi Umum, 2010 : 18) Ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku sebenarnya terdiri dari sejumlah ilmu pengetahuan yang tergabung dalam

psychological sciences. Sebagai kelompok science termuda,

pengetahuan psikologi berada di bawah pengaruh filsafat. Pengetahuan psikologi terdiri dari :

1. Psikologi Umum 2. Psikologi Pendidikan 3. Psikolgi Belajar 4. Psikologi Dalam 5. Kesehatan Mental

6. Psikologi Perkembangan (psikologi anak, psikologi remaja dan psikologi orang dewasa)

b. Ruang Lingkup Psikologi

Menurut Nigel C. Benson dan Simon Grove (2000 : 7), bagian-bagian yang dikaji oleh psikologi terdiri atas delapan bagian, yaitu:

1) Psikologi Perkembangan 2) Psikologi Sosial

3) Psikologi Perbandingan 4) Psikologi Individual 5) Psikologi Kognitif 6) Bio-Psikologi


(66)

commit to user

42 7) Psikologi Kesehatan

8) Psikologi Organisasi (Mursidin, Psikologi Umum, 2010 : 23)

c. Sejarah Psikologi

Perkembangan psikologi sebagai ilmu diawali oleh pandangan-pandangan para filsuf tentang jiwa. Pada tahun 1879, laboratorium psikologi pertama kali didirikan oleh Wilhelm Wundt (1832-1920) di kota Leipzig, Jerman. Dengan demikian, sebelum Wilhelm merintis psikologi sebagai ilmu, ada masa ketika jiwa dipelajari dan dikaji dengan pendekatan filosofis dan fisiologis. Para filsuf Yunani adalah perancang utama lahirnya psikologi, yaitu pemahaman dan kajian perilaku manusia dalam perspektif yang ilmiah yang didasarkan pada penelitian yang objektif dan eksperimentalistik.

Para filsuf Yunani kuno yang merenungi secara komtemplatif tentang jiwa adalah Plato, Aristoteles, dan Socrates. Pemahaman filosofis tentang jiwa belum merupakan kajian psikologi, bahkan sampai abad petengahan, jiwa masih menjadi bagian pengkajian filsafat. Para tokoh falsafat adalah Rene Descartes dengan teori kesadaran, Wilhelm dengan teori kesejahteraan psikofisik atau

Psychophysical Paralellism, dan John Locke dengan teori Tabula

Rasa. (Rosleny Marliany, Psikologi Umum, 2010:53)

d. PsikologiPerkembangan

Psikologi perkembangan dapat disebut dengan Psikologi Anak atau Psikologi Genetik. Pokok bahasan dari psikologi


(67)

commit to user

43 perkembangan adalah perkembangan rohani manusia yang dialami

dari lahir sampai dewasa. Dalam proses perkembangan ini terjadi perubahan yang terus-menerus, tetapi perkembangan ini tetap merupakan suatu kesatuan. Masa perkembangan tersebut di antaranya masa bayi, masa kanak-kanak, masa anak sekolah, masa remaja (pubertas dan adolesen) serta masa dewasa. (Zulkifli, L.

Psikologi Perkembangan, 1986 : 5)

Selama hidup manusia tidak pernah statis, dari lahir sampai meninggal manusia selalu mengalami perubahan. Sehubungan dengan perubahan tersebut dikenal dua macam perubahan, yaitu : 1) Pertumbuhan yang diartikan sebagai perubahan yang bersifat

kuantitatif, yaitu bertambahnya ukuran dan struktur.

2) Perkembangan yang diartikan sebagai perubahan kualitatif, yaitu peubahan yang progresif, koheren, dan teratur.

Sensor motorik pada masa kanak-kanak belum sesempurna orang dewasa. Sensor motorik adalah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan gerakan-gerakan tubuh. Dalam perkembangan motoris, unsur-unsur yang menentukan ialah otot, saraf dan otak. Ketiga unsur itu melaksanakan masing-masing peranannya secara “interaksi positif”, artinya unsur-unsur yang satu saling berkaitan, saling menunjang, saling melengkapi dengan unsur yang lainnya untuk mencapai kondisi motoris yang lebih sempurna keadaannya. Selain mengandalkan kekuatan otot, ternyata kesempurnaan otak juga turut menentukan keadaan. Anak


(1)

commit to user

. P

sikolog

dan logam melalui ceiling dan floor. Sistem buatan :

ƒ Pencahayaan umum dicapai dengan penggunaan luminous ceiling, lampu tunggal, lampu flourecent

ƒ Lampu fluorescent jenis colour matching/nor light

ƒ Lampu pijar dalam armature dengan filter warna Sistem alami :

ƒ Dengan kisi-kisi di dinding yang apabila diperlukan dapat dibuka dan ditutup

Sistem buatan :

ƒ Dengan menggunakan AC jenis split untuk menetralisir panas

ƒ Diterapkan melalui pemakaian material komponen pembentuk ruang.

R. Kelas

Sistem alami :

ƒ Dengan sinar matahari yang direfleksikan melalui instansi kaca, logam, silau matahari diatasi dengan tirai, kerai atau pepohonan

Sistem buatan :

ƒ Sistem buatan dengan lampu downlight dengan arahan sinar kebawah atau dengan comiche

Sistem alami :

ƒ Dengan menggunakan kisi-kisi di dinding yang dibuka apabila AC mati di tutup bila tidak digunakan

Sistem buatan :

ƒ Dengan menggunakan AC

ƒ Bahan berpori penyerap bunyi : karpet, gypsumboard dan kayu

R.

Pendidi

k

an O

rang Tu

a

Sistem alami :

ƒ Dengan sinar matahari yang direfleksikan melalui instansi kaca, logam, silau matahari diatasi dengan tirai, kerai atau pepohonan

Sistem buatan :

ƒ Sistem buatan dengan lampu downlight dengan arahan sinar kebawah atau dengan corniche

Sistem alami :

ƒ Dengan menggunakan kisi-kisi di dinding yang dibuka apabila AC mati di tutup bila tidak digunakan

Sistem buatan :

ƒ Dengan menggunakan AC

ƒ Bahan berpori penyerap bunyi : karpet, gypsumboard dan kayu


(2)

commit to user

Perpu

stakaa

n

Sistem alami :

ƒ Dengan sinar matahari yang direfleksikan melalui instansi kaca, logam, silau matahari diatasi dengan tirai, kerai atau pepohonan

Sistem buatan :

ƒ Sistem buatan dengan lampu downlight dengan arahan sinar kebawah atau dengan corniche

Sistem alami :

ƒ Dengan menggunakan kisi-kisi di dinding yang dibuka apabila AC mati di tutup bila tidak digunakan

Sistem buatan :

ƒ Dengan menggunakan AC

ƒ Bahan berpori penyerap bunyi : karpet, gypsumboard dan kayu

R. Ketram

pi

lan

Sistem alami :

ƒ Dengan sinar matahari yang direfleksikan melalui instansi kaca, logam, silau matahari diatasi dengan tirai, kerai atau pepohonan

Sistem buatan :

ƒ Sistem buatan dengan lampu downlight dengan arahan sinar kebawah atau dengan corniche

Sistem alami :

ƒ Dengan menggunakan kisi-kisi di dinding yang dibuka apabila AC mati di tutup bila tidak digunakan

Sistem buatan :

ƒ Dengan menggunakan AC

ƒ Bahan berpori penyerap bunyi : karpet, gypsumboard dan kayu

Loket

R

. Tun

ggu

Sistem alami :

ƒ Dengan sinar matahari yang direfleksikan melalui instansi kaca, logam, silau matahari diatasi dengan tirai, kerai atau pepohonan

Sistem buatan :

ƒ Sistem buatan dengan lampu downlight dengan arahan sinar kebawah atau dengan corniche

Sistem alami :

ƒ Dengan menggunakan kisi-kisi di dinding yang dibuka apabila AC mati di tutup bila tidak digunakan

Sistem buatan :

ƒ Dengan menggunakan AC

ƒ Bahan berpori penyerap bunyi : karpet, gypsumboard dan kayu


(3)

commit to user

ƒ Sistem buatan dengan lampu downlight dengan arahan sinar kebawah atau dengan corniche

Sistem alami :

ƒ Dengan menggunakan kisi-kisi di dinding yang dibuka apabila AC mati di tutup bila tidak digunakan

Sistem buatan :

ƒ Dengan menggunakan AC

ƒ Bahan berpori penyerap bunyi : karpet, gypsumboard dan kayu

R. Te

rapi

Sistem alami :

ƒ Dengan sinar matahari yang direfleksikan melalui instansi kaca, logam, silau matahari diatasi dengan tirai, kerai atau pepohonan

Sistem buatan :

ƒ Sistem buatan dengan lampu downlight dengan arahan sinar kebawah atau dengan corniche

Sistem alami :

ƒ Dengan menggunakan kisi-kisi di dinding yang dibuka apabila AC mati di tutup bila tidak digunakan

Sistem buatan :

ƒ Dengan menggunakan AC

ƒ Bahan berpori penyerap bunyi : karpet, gypsumboard dan kayu

R. Pengukuran P

rothesis

& Orthosi

s Sistem alami :

ƒ Dengan sinar matahari yang direfleksikan melalui instansi kaca, logam, silau matahari diatasi dengan tirai, kerai atau pepohonan

Sistem buatan :

ƒ Sistem buatan dengan lampu downlight dengan arahan sinar kebawah atau dengan corniche

Sistem alami :

ƒ Dengan menggunakan kisi-kisi di dinding yang dibuka apabila AC mati ditutup bila tidak digunakan

Sistem buatan :

ƒ Dengan menggunakan AC

ƒ Bahan berpori penyerap bunyi : karpet, gypsumboard dan kayu


(4)

commit to user

R. Kepala Sekolah & Wakil

Sistem alami :

ƒ Dengan sinar matahari yang direfleksikan melalui instansi kaca, logam, silau matahari diataisi dengan tirai, kerai atau pepohonan

Sistem buatan :

ƒ Sistem buatan dengan lampu downlight dengan arahan sinar kebawah atau dengan comiche

Sistem alami :

ƒ Dengan menggunakan kisi-kisi di dinding yang dibuka apabila AC mati di tutup bila tidak digunakan

Sistem buatan :

ƒ Dengan menggunakan AC

ƒ Bahan berpori penyerap bunyi : karpet, gypsumboard dan kayu

R. Guru

Sistem alami :

ƒ Dengan sinar matahari yang direfleksikan melalui instansi kaca, logam, silau matahari diataisi dengan tirai, kerai atau pepohonan

Sistem buatan :

ƒ Sistem buatan dengan lampu downlight dengan arahan sinar kebawah atau dengan comiche

Sistem alami :

ƒ Dengan menggunakan kisi-kisi didinding yang dibuka apabila AC mati di tutup bila tidak digunakan

Sistem buatan :

ƒ Dengan menggunakan AC

ƒ Bahan berpori penyerap bunyi : karpet, gypsumboard dan kayu

Lavatory

Sistem alami :

ƒ Dengan sinar matahari yang masuk melalui ventilasi Sistem buatan :

ƒ Sistem buatan dengan lampu downlight dengan arahan sinar kebawah

Sistem alami :

ƒ Menggunakan lubang angin atau ventilasi di dinding Sistem buatan :

ƒ Dengan menggunakan exhaust fan

ƒ Bahan berpori penyerap bunyi : gypsumboard


(5)

commit to user

10.Furniture

Pertimbangan dalam pemilihan bentuk dan desain furniture di dalam Pusat Pendidikan dan Pelatihan Bagi Tuna Daksadi Surakarta secara umum adalah:

1) Furniture didesain dan disesuaikan dengan fungsi dan kubutuhan yang ada (form follow function)

2) Furniture didesain sesuai dengan ruang gerak dan dimensi manusia (ergonomic).

3) Furniture digunakan sebagai sarana pendukung kegiatan dan aktivitas di dalam (compatible).

4) Bentuk dan bahan furniture harus mampu mengurangi resiko dalam ruang dan memberikan kenyamanan bagi penggunannya (savety)

5) Bentuk dan bahan furniture harus memberikan kontribusi positif bagi dan memberikan efek psikologis bagi para penggunanya (positive effect) 6) Desain furniture harus bersifat fleksible dan dapat dipindah-pindahkan

sehingga mampu untuk disesuaikan dalam segala kondisi ruang terkait, pengguna dan bahan (portable)

11.Aksesiblitas

a. Akses masuk Pusat Pendidikan dan Pelatihan Bagi Tuna Daksa menggunakan tangga pada pintu masuk utama dan ramp untuk penyandang cacat.

b. Sirkulasi ruang menggunakan jalur sirkulasi normal (aisel) dan koridor. Seluruh

Ruang

vibrationsensor • CCTV (Close Circuit

Television)

Heavy duty door contact

(thermal detector) Sprinkle


(6)

commit to user

C. Saran

Sebagai usaha untuk memecahkan permasalahan yang ada di kalangan tuna daksa dengan melakukan pendekatan psikologis yang dituangkan ke dalam interior untuk memberikan taraf kehidupan yang lebih baik.

Unsur-unsur interior seperti furniture, sirkulasi, bentuk dan warna, dan elemen estetis hendaknya dianalisis sesuai dengan fungsinya agar berkaitan dengan tema yang diinginkan agar mendukung capaian perwujudan interior yang diharapkan. Selain itu tema yang dikupas menjadi dasar pertimbangan unsur-unsur interior sehingga mencapai hasil optimal dari ruang yang diinginkan