Karateristik Petani Yang Membutuhkan Pelatihan dan Faktor Penyebab Gap Kompetensi

Gambar 15. Jumlah Kegiatan Kunjungan periode Juni 2009 sd Juni 2012 Kemudian jika ditelaah lebih lanjut mengenai mengenai jenis aktivitasnya, nampak bahwa kegiatan yang dihadapi oleh petani gapoktan tidak semuanya “tupoksi” pekerjaan mereka. Hal ini menjadi catatan tersendiri bagaimana peran stakeholder dapat membantu gapoktan yang seolah menjadi “objek” penelitian oleh banyak pihak, tentunya kegiatan tersebut agar tidak memberikan dampak yang buruk bagi petani dikarenakan beban yang harus mereka tanggung semisal : waktu mencari nafkah, tuntutan kemampuan komunikasi berbagai level.Hal yang menarik adalah hasil analisis kebutuhan pelatihan menyimpulkan bahwa semua bidang kompetensi menunjukkan adanya gap 1, yang artinya diperlukan pelatihan. Mencermati informasi yang tersaji pada Gambar 16 tentang jenis kegiatan kunjungan periode Juni 2009 sd Juni 2012, diketahui kegiatan yang bersifat peningkatan keterampilan terdiri dari: kegiatan pembinaan sebanyak 21 kegiatan dari 171 kegiatan atau sebesar 12,28, kegiatan sosialisasi program sebanyak 4 kegiatan atau sebesar 2,33, kegiatan pelayanan kesehatan hewan sebanyak 5 kegiatan atau sebesar 2,92, dan pelatihan tentang ternak domba sebanyak 1 kegiatan atau sebesar 0,5. Komposisi kegiatan ini mencerminkan bahwa dari 171 kegiatan selama periode Juni 2009 sd Juni 2012, diduga hanya kisaran 18,03 yang bersifat peningkatan keterampilan. Sedangkan sisanya adalah kegiatan yang bisa dikatakan tidak ada hubungan langsung dengan tupoksi mereka. Kondisi ini tentu saja membuat kurang menguntungkan bagi petani gapoktan. Aktivitas yang dihadapi tidak hanya domain pekerjaan petani tetapi lebih luas lagi. Untuk kondisi dewasa ini, kekurangan tersebut dapat diseimbangkan dengan keterpaduan lintas institusi dan lintas elemen Pokja yang memberikan peran dalam program KDT. Gambar 16. Jenis Kegiatan Kunjungan periode Juni 2009 sd Juni 2012

5.6 Kelembagaan Kampung Domba Terpadu Cinyurup Banten

Implementasi sistem agribisnis yang dilakukan oleh pengurus dalam kegiatan gapoktan, adalah mereka berupaya memfasilitasi kebutuhan petani dengan berusaha memahami aspek sosial budaya. Kegiatan disesuaikan dengan kemampuan sumberdaya manusia dan aspek lingkungan. Gambaran mengenai kegiatan agribisnis gapoktan, tersaji pada Tabel 26. Salah satu pengaruh dari pendekatan tersebut berdampak positif terhadap anggota maupun masyarakat sekitar. Pengaruh positif dirasakan oleh masyarakat sekitar, antara lain : penambahan wawasan, penambahan penghasilan, dan dikenalnya Gapoktan Juhut Mandiri di tingkat nasional. Hal tersebut selain menjadi kebanggaan, juga dirasakan seolah mengangkat martabat masyarakat sekitar tentunya bagi pengurus seakan membuka jalan untuk mencapai kemandirian lokal. Tabel 26. Alternatif Kegiatan Agribisnis Gapoktan No. Sub Sistem Agribisnis Implementasi Kegiatan 1. Input a.Lahan Pembuatan sertifikat tanah atas nama gapoktan b.Modal Swadaya modal : iuran anggota Rp 1.000pertemuan, denda ketidak hadiran Rp 5.000orang, iuran dana sosial Rp 5.000minggu c.SDM Studi banding, magang, pelatihan internet 2. Produksi a.Skala Penanaman pohon pisang untuk membayar PBB b.Produk Pemanfaatan tepung beneng untuk kue basah, dekorasi penganten, pemanfaatan batok kelapa, penjualan pupuk kandang , ternak domba, agrowisata, talas beneng, c.Manajemen Sebagai narasumber, membangun kemitraan dengan Pokja, aktif di organisasi lain sebagi jaringan informasi, perekrutan kaderisasi dari kalangan internal gapoktan 3. Pascapanen a.Daging Penjualan bakalan b.Pupuk Pemenuhan permintan pupuk kandang 2 tonminggu c.Biogas Pembuatan instalasi untuk pemanfaatan biogas 4. Pemasaran Aktif dalam pameran, menjalin hubungan dengan pasar, upaya pemenuhan mutu tepung beneng, penyediaan kapasitas produksi tepung sesuai permintaan pasar Bidang usaha petani laki-laki bergerak di domba+sayuran, domba+padi, dan domba+durian. Bidang usaha petani wanita yang tergabung dalam Kelompok Tani Wanita KWT bergerak di bidang olahan talas beneng. Keterlibatan wanita bekerja pada sektor sektor off-farm di luar pertanian dalam rangka meningkatkan ekonomi keluarga, merupakan strategi pemecahan persoalan kehidupan sehari- hari. Hal ini mengindikasikan bahwa partisipasi perempuan dalam pemenuhan kebutuhan pangan keluarga mulai nampak. Sudah menjadi pendapat umum bahwa modal merupakan kunci dalam membangun pertanian di perdesaan. Ada satu mitos bahwa di desa kurang uang, dan ini menjadi penyebab sulitnya menjalankan program. Isu permodalan di gapoktan dipecahkan melalui solusi swadaya modal, yaitu melalui iuran anggota Rp 1.000pertemuan, denda ketidak hadiran Rp 5.000orang, iuran dana sosial Rp 5.000minggu. Iuran tersebut di kelola oleh pengurus kelompok tani dan dipergunakan untuk keperluan anggota semisal : pembelian bibit, modal usaha, kepentingan sosial bedah rumah, tunjangan kematian, keperluan pendidikan. Sehingga isu permodalan untuk saat ini, bukan menjadi suatu masalah bagi gapoktan karena mereka sudah dapat mengembangkan dana swadaya. Krisis kepercayaan terhadap aparatur pemerintah, harus ditebus dengan upaya “ektra” untuk mendapatkan kepercayaan dan meluruskan informasi agar upaya intervensi terhadap program KDT dapat terlaksana sesuai rencana. Berdasarkan hasil kajian dilapang dijumpai upaya menanamkan “investasi” kepercayaan aparatur pemerintah kepada gapoktan telah dirintisoleh Petugas Penyuluh Pertanian PPL Kabupaten Pandeglang semenjak berdirinya gapoktan. Pendekatan yang dilakukan antara lain melalui : 1 komitmen dilapangan dengan memberikan teladan, 2 konsistensi dengan perjanjian kesepakatan jadual pertemuan, 3 pemberian materi pembinaan menggunakan pola “irama gendang” yaitu membahas materi penyuluhan sesuai tematik, yaitu berkaitan dengan permasalahan aktual yang dihadapi dan disertai solusi yang realistis, semisal menanam pohon pisang yang hasilnya untuk membayar PBB , 4 memposisikan diri sebagai fasilitator dan tidak ikut bermain dalam usaha bisnis petani. Pemberlakuan aturan main lokalita baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang ditaati oleh semua anggota, semisal : 1 ketidakhadiran dalam kegiatan kelompok dikenakan denda Rp. 5.000orang yang dimasukan ke dalam kas kelompok, 2 anggota yang tidak mengembalikan ternak domba sesuai dengan kesepakatan, maka ternaknya akan diambil oleh pengurus kelompok. Salah satu dampak intervensi dalam pembangunan perdesaan pasar menuntut produk yang seragam, selalu ada setiap waktu, dan lain-lain. Padahal, produk pertanian tidak seperti itu, ada musim dan spesifikasi tempat tumbuh yang membuat hasil akhirnya tidak akan pernah sama dan terus menerus.Gapoktan relatif belum siap untuk mengisi ruang tersebut. peningkatan, dan batas waktu yang ditentukan untuk mencapai kemandirian lokal dalam tempo waktu 5 tahun, seakan menjadi beban tersendiri buat gapoktan. Berdasarkan hasil FGD, diketahui bahwa banyaknya organisasi petani di suatu lokasi dengan fungsi yang berbeda ataupun sama, menyebabkan petani kurang fokus dalam merespon pemanfaatannya, disamping itu mereka harus menanggapi tentang isu-isu yang membuat kebingungan dalam bersikap. Kepengurusan gapoktan sudah melakukan langkah yang tepat, mereka mampu mengatasi permasalahan tersebut dengan solusi yang tepat. Hal ini direfleksikan dalam bentuk keberhasilan implementasi strategi dari penyuluh dan pengurus dengan membangun jaringan informasi. Mereka menempatkan sebagian anggota pengurus untuk aktif pada organisasi lain, baik sebagai anggota maupun pengurus. Dampak yang dirasakan adalah penyuluh dan pengurus gapoktan dalam mengatasi permasalahan tumpang tindihnya fungsi organisasi di tingkat desa, mereka mengetahui dan memanfaatkan informasi tersebut bagi kepentingan aktivitas gapoktan. Seiring frekuensi kegiatan yang relatif tinggi, kesadaran pengurus untuk membagi tugasmenghindari rangkap jabatan menjadi skala prioritas dalam pembenahan gapoktan dewasa ini. Solusi yang dilakukan melalui kaderisasi dengan menjaring calon-calon pengurus baik dari anggota keluarga gapoktan maupun dari pihak luar sesuai dengan kompetensinya. Upaya pembinaan kaderisasi yang dilakukan antara lain melalui : 1 studi banding, 2 magang, 3 pelatihan akses informasi melalui internet, 4 pembinaan usaha mandiri pengolahan tepung, dekorisasi penganten, pemanfaatan batok kelapa, 5 partisipasi aktif dalam ikut pameran; yang seluruhnya dibiayai oleh kas gapoktan. Ide-ide strategis ini muncul dari beberapa tokoh dalam kelompok tani terbatas. Sumberdaya kaderisasi berpendidikan antara SMP-SMA atau sederajatnya dengan tingkat usia 30 tahun, sehingga akselerasi penyerapan informasi relatif lebih mudah dipahami.

5.7 Outcome Kegiatan Kampung Domba Terpadu

Program KDT adalah salah satu bentuk program problem solving yang berhasil dalam pelaksanaannya. Setidaknya tiga tujuan dari program ini telah tercapai. Pertama, sebagai upaya kawasan penyangga hutan dan lingkungan buffer zone dimana kawasan yang dahulunya gundul, sudah mulai menghijau kembali. Kedua, pengalihan aktivitas usahatani dari usahatani sayuran dan mencari kayu bakar menjadi usaha terintegrasi sayuran dan ternak domba, secara skala usaha ekonomi usaha ternak domba memberikan kontribusi terhadap peningkatan pendapatan petani. Ketiga, pemanfaatan sumberdaya alam sekitar yang bisa menghasilkan keuntungan ekonomi. Diantaranya pemanfaatan rumput yang melimpah sebagai pakan ternak domba, pemanfaatan tanaman liar talas beneng yang sudah menjadi bahan olahan rumah tangga yang memberikan kontribusi terhadap pendapatan. Beberapa indikator tentang keberhasilan program ini adalah : 1. Peningkatan jumlah anggota gapoktan dari 180 orang pada tahun 2011 menjadi 226 orang pada Juni 2012. 2. Peningkatan jumlah kelompok tani yang bergabung dari 9 kelompok tani pada tahun 2011 menjadi 11 kelompok tani pada Juni 2012. 3. Peningkatan pengelolaan domba dari 768 ekor dengan pinjaman bergulir 493 ekor pada tahun 2009 menjadi 2.044 ekor pada Juni 2012. 4. Peningkatan jumlah petani koperator yang terlibat dalam usaha ternak domba gapoktan dari 76 kepala keluarga pada tahun 2009 menjadi 186 kepala keluarga pada Juni 2012. 5. Peningkatan skala usaha ternak domba dari rata-rata 1-4 ekor per kepala keluarga pada tahun 2009 menjadi 4-7 ekor per kepala keluarga pada Juni 2012. Hal ini mencerminkan dalam kurun 5 tahun terakhir di KDT Cinyurup Banten telah terjadi perubahan baik di dalam perilaku petani di dalam hubungan satu sama lainnya, atau dengan lingkungan sekitar kawasan hutan lindung baik secara sosial, ekonomi maupun biofisik.