Lokasi dan Waktu Penelitian Demografi Objek Penelitian

kisi penelitian yang berisikan variabel, sub variabel, dan indikatornya dalam pembentukan kuesioner penelitian Tabel 6. Tabel 6. Instrumen Penelitian

3.4.1 Uji Validitas Instrumen

Uji validitas bertujuan untuk menguji ketepatan isi guna mengoptimalkan kuesioner dari segi isi content, kriteria yang berhubungan criterition related, dan konstruk construct. Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 18 petani. Uji validitas menggunakan rumus korelasi product moment, sebagai berikut : ……………………………………………..2 Kelayakan item validitas corrected item total correlation menggunakan ukuran : jika X 0,30 dianggap tidak valid, dan jika X 0,30 dianggap valid Azwar, 1999. Hasil uji validitas untuk bidang manajemen gapoktan, menunjukkan bahwa semua item pertanyaan valid, tidak ada angka yang dibawah 0,30. Nilai terendah adalah 0,330 dan tertinggi adalah 0,737. Hasil uji validitas untuk bidang teknis petani, menunjukkan bahwa semua item pertanyaan valid, tidak ada angka yang dibawah 0,30. Nilai terendah adalah 0,373 dan tertinggi adalah 0,884.

3.4.2 Uji Reliabilitas Instrumen

Hasil dari validitas akan di uji realibilitasnya konsistensinya dengan menggunakan rumus Spearman Brown ………………………………………………………… 3 Keterangan : R 11 : Nilai reliabilitas R b : Nilai koefisien korelasi Kelayakan item reliabilitas menggunakan ukuran : jika X ≥ 0,70 dianggap reliabel Nunnaly, 1978. Tabel 7. Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian No. Reliability Statistics Cronbach’s Alpha N of Items 1. Bidang Manajemen Gapoktan ,919 22 2. Bidang Teknis Petani ,918 14 Merujuk pada Tabel 7 Cronbach’s Alpha item bidang manajemen gapoktan dan teknis petani mempunyai nilai di atas 0,80 yang berarti memenuhi nilai baik untuk uji reliabilitasnya. 3.5 Analisis Data 3.5.1 Metode Training Needs Assessment Tool Metode TNA-T digunakan untuk menganalisis gap KKJ dengan KKP. Langkah-langkah dalam menggunakan Metode TNA-T adalah sebagai berikut : 1. Menentukan lingkup kerja analisa kebutuhan pelatihan Bahan yang dikumpulkan adalah data penilaian dari atasan terhadap bawahan dengan membandingkan KKP dengan KKJ sesuai standar kerja organisasi. 2. Menyusun uraian tugas Menetapkan variabel analisis lalu membuat uraian tugas setiap karyawan berdasarkan kebutuhan organisasi sesuai dengan peraturan yang berlaku dalam organisasi. 3. Menyusun instrumen untuk mengukur kemampuan kerja Instrumen yang digunakan untuk menilai KKJ dan KKP adalah kuesioner yang berisikan penilaian variabel analisis Tabel 6. 4. Melaksanakan pengukuran peringkat kerja Tabel 8 menggambarkan mengenai pengukuran kinerja dilakukan dengan membuat peringkat KKJ dan KKP, menggunakan skala kisaran nilai dari 1-9 yang dibagi menjadi tiga peringkat. Tabel 8. Skala Likert Kemampuan Kerja Jabatan dan Kemampuan Kerja Pribadi No. Skala Peringkat 1. 1 – 3 Kurang 2. 4 – 6 Cukup 3. 7 – 9 Baik Sumber: Mc.Cann dan Tashima, 1990. 5. Mengolah dan manafsirkan data hasil pengukuran Mengolah dan menafsirkan data pengukuran gap KKP dengan KKJ karyawan yang disusun ke dalam diagram kebutuhan pelatihan, yaitu gambar titik potong antara garis KKJ berada pada garis datar sumbu x sedangkan KKP berada pada garis tegak sumbu Y. Langkah-langkah dalam mengolah dan menafsirkan pengukuran adalah sebagai berikut : a. Menghitung KKJ KKJ = ∑ in i ………………………………………………………………………………………. 4 N dimana : i = Nilai skala n i = Jumlah petani yang menilai skala i N = Jumlah petani seluruhnya b. Menghitung KKP KKP = ∑ in i ………………………………………………………………………………………… 5 N dimana : i = Nilai skala n i = Jumlah petani yang menilai skala i N = Jumlah petani seluruhnya c. Menentukan kebutuhan pelatihan Penentuan kebutuhan pelatihan ditentukan dengan menghitung selisih antara KKJ dan KKP, jika : KKJ – KKP 1 maka diperlukan pelatihan. d. Menetapkan peringkat kebutuhan pelatihan Penetapan kebutuhan pelatihan menggunakan Diagram Peringkat Kebutuhan Pelatihan yang ditentukan berdasarkan lokasi titik potong antara nilai KKJ dengan nilai KKP. No. Lokasi Kondisi Usulan Pelatihan 1. Daerah A KKJ jauh dibawah KKP Sangat mendesak 2. Daerah B KKJ dan KKP tidak jauh berbeda Mendesak 3. Daerah C KKJ dan KKP seimbang Tidak mendesak 4. Daerah D KKP menyamai atau melebihi KKJ Pengembangan Gambar 8. Diagram Peringkat Kebutuhan Pelatihan Untuk memahami kondisi kompetensi dalam diagram peringkat kebutuhan, dibuat suatu matrik interpretasi yang dimaksudkan untuk memudahkan dalam pemahamannya, seperti yang tersaji pada Tabel 9. Tabel 9. Matrik Interpretasi Diagram Peringkat Kebutuhan Pelatihan

3.5.2 Analisis Deskriptif

Analisis yang dilakukan menggunakan Crosstab Analysis yang menampilkan tabulasi silang atau tabel kontingensi untuk mengidentifikasi dan mengetahui apakah ada korelasi atau hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain dengan menggunakan beberapa metode uji chi-squre test untuk mengetahui hubungan antara baris dan kolom. Analisis ini dilakukan dengan bantuan program SPSS versi 20. Kemudian dilakukan analisis regresi berganda yang berfungsi untuk meramalkan nilai pengaruh dua variabel bebas atau lebih terikat untuk membuktikan ada atau tidaknya hubungan fungsi atau hubungan kausal antara dua variabel bebas atau lebih dengan satu variabel terikat. Rumus regresi berganda adalah : Ŷ = a + b 1 X 1 + b 2 X 2 ….bnXn …………………………………………….6 a = konstanta b1, b2, bn = koefisien tiap-tiap variabel Hubungan korelasinya disimpulkan dengan kondisi : Nyata : r s h ≤ r s t pada α = 0,05 Sangat nyata : r s h ≤ r s t pada α = 0,01 Tidak nyata : r s h r s t pada α = 0,05 Sedangkan tingkat signifikansi menggunakan nilai α = 0,05.

4. GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

4.1 Demografi Objek Penelitian

Lokasi KDT Cinyurup berada di lereng gunung karang dengan kemiringan minimum 30 . Luas wilayah Kelurahan Juhut 402,86 ha dan terbagi dalam 6 RW28 RT dan 1.383 KK dengan jumlah penduduk 6.191 jiwa laki-laki 3.721 orang dan perempuan 2.470 orang. Pemanfaatan wilayah terdiri dari lahan sawah 60 ha, ladangkebun campuran 264,4 ha, pemukiman dan pekarangan 75 ha dan lainnya 3,46 ha. Daerah ini memiiki evalasi 200-700 m dpl, curah hujan 2.000 mmtahun, suhu udara 25-35 o C dan bertopografi miringberlereng Kardiyanto et al., 2011. Kampung Cinyurup memiliki vegetasi rumput, tanaman palawija, sayuran, semak, tanaman tahunan, dan hijauan pakan ternak yang melimpah serta mampu menampung + 4.000 domba dewasa. Komoditas pertanian andalannya adalah tanaman perkebunan cengkeh, kopi, melinjo, alpukat, kelapa dan usahatani sayuran wortel, bawang daun, leunca, labu siam, tomat, cabe rawit, sawicaisin, buncis, kangkung, bayam. Di lokasi ini juga tumbuh tanaman liar, penduduk setempat menyebutnya dengan nama Talas Beneng besar dan koneng yang beratnya bisa mencapai 30 kgpohon dan telah dimanfaatkan sebagai bahan olahan makanan. Hasil penelitian menyebutkan bahwa setidaknya 80 plasma nutfah tanaman terong-terongan di Indonesia berada di lokasi ini.

4.2 Penetapan Kampung Domba Terpadu

Penetapan komoditas domba diawali dengan bantuan ternak domba dari Satuan Kerja Perangkat Daerah dalam tulisan selanjutnya singkat SKPD, Provinsi dan Kabupaten Pandeglang di Kampung Cinyurup, Kelurahan Juhut. Sementara, BPTP Banten melalui kegiatan Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian PRIMATANI memindahkan sebagian ternak domba dari lokasi PRIMATANI ke kampung ini. Gayung bersambut, antusias masyarakat Juhut dan aparatur pemerintahan setempat begitu besar. Nampak dari kesepakatan dibentuknya Kelompok Kerja dalam tulisan selanjutnya disingkat Pokja, dengan struktur kepengurusan : Ketua Dinas Peternakan Kabupaten Pandeglang, Sekretaris Dinas Peternakan Kabupaten Pandeglang, Tim Ahli Balitnak Bogor; BPTP Banten, Pembina Dinas Peternakan Provinsi, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi, Anggota Perum Perhutani; Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten, Kepala DesaKelurahan, PPL, Ketua Kelompok Ternak. Sejak tahun 2009, SKPD PusatProvinsi dan Kabupaten memiliki perankontribusi dalam Program KDT, seperti tersaji pada Tabel 10. Tabel 10. PeranKontribusi Satuan Kerja Perangkat Daerah dalam Program Kampung Domba Terpadu No. OrganisasiKelembagaan Peran 1 Distanak Provinsi Banten Bantuan ternak 2 BP3KH Bantuan ternak 3 Disnak Kabupaten Pandeglang Bantuan ternak dan pendampingan teknis 4 Perhutani Lahan penanaman HMT 5 Distanbun Kabupaten Pandeglang Bantuan ternak dan penanaman HMT 6 Balitnak Tenaga ahli, teknologi peternakan dan Pelatihan 7 BPTP Banten Pengawalan dan pendampingan teknologi, pelatihan, pembinaan, demplot HMT 8 LSM Kopling Penguatan kelembagaan 9 Penyuluh Pendampingan teknis dan kelembagaan 10 Peternakan Menyediakan tenaga dan sebagian kebutuhan pembuatan kandang Sumber : Kardiyanto et al., 2011

4.3 Rancangan Usaha di Kampung Domba Terpadu

Kebiasaan masyarakat yang bercocok tanam di wilayah kehutanan dengan membuka lahan baru, memberikan kontribusi terhadap penggundulan hutan lindung. Model “KDT” dirancang dalam suatu kawasan desa dan dikembangkan melalui model usaha ternak domba dengan pola usaha agribisnis. Target usaha yang hendak dicapai meliputi aspek hulu sampai dengan hilir. Dalam jangka panjang sifat usahanya akan diarahkan sebagai “cabang usaha” bahkan dapat menjadi “usaha pokok” dengan target 50-70 persen total pendapatan petani di perdesaan berasal dari usaha ternak domba. Secara teknis KDT adalah pola usahaternak sayuran terintegrasi. Secara sosial KDT merupakan salah satu strategi terapan pemberdayaan masyarakat setempat. Dari aspek pengelolaan dan pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan, pengembangan dan posisi KDT dapat disejajarkan dengan konsep kawasan penyangga hutan dan lingkungan forest and environment bufferzone area. Keberadaan zona penyangga ini diharapkan menjadi benteng pencegah masyarakat untuk memasuki kawasan hutan lindung dan merusak hutan dengan menebang kayu dan mengambil hasil hutan lainnya tanpa terkontrol. Upaya pengalihan prioritas usaha petani dari menanam sayuran di kawasan hutan ke usahatani ternak terpadu sebagai upaya peningkatan pendapatan petani. Kampung Cinyurup memiliki dukungan sumberdaya alam yang sangat menunjang bagi pengembangan ternak domba terutama dalam penyediaan pakan ternak. Terdapat sedikitnya 30 jenis hijauan pakan ternak jenis rumput dan dedaunan dan hamparan padang hijauan yang luas di lahan kehutanan.

4.4 Upaya Menjadikan Sumber Pendapatan Bulanan Petani

Dasar perhitungan teknis untuk menentukan besaran ekonomi usahaternak domba adalah Laju Reproduksi Induk LRI. LRI adalah jumlah anak yang hidup sampai disapih per induk per tahun. LRI adalah gambaran kemampuan induk merawat anaknya sampai usia sapih. Semakin besar nilai LRI, semakin tinggi kinerja produksi usahaternak dan semakin besar tingkat keuntungannya. Berdasarkan hasil kajian di Desa Nagrak dan Cisaat Kabupaten Sukabumi Suradisastra et al., 2011, jumlah dan komposisi ternak yang dipelihara untuk memenuhi nilai LRI antara 2,33 ekor dan 2,63 ekor per petani kooperator. Dimana setiap petani kooperator memelihara 6 ekor induk domba dan 1 ekor pejantan. Pola pengembangan KDT Cinyurup adalah setiap petani kooperator yang menerima 1 ekor betina berkewajiban mengembalikan 2 ekor domba dewasa, jika menerima 1 ekor pejantan berkewajiban mengembalikan 1 ekor domba dewasa dalam kurun waktu 3 tahun dan setelah itu domba bantuan menjadi milik petani kooperator. Target skala usahanya adalah setiap petani kooperator memelihara 8 ekor induk betina dan 1 ekor jantan sebagai pemacek. Dengan pertimbangan, LRI jumlah anak yang dilahirkan per induk per tahun adalah 2 ekor, maka dengan 8 ekor induk per tahun dapat menghasilkan 16 ekor; apabila jarak beranak lambing interval dicapai 8 bulan 3 bulan masa kosong dan 5 bulan bunting, maka diperoleh anak sebanyak 16 ekor per tahun. Apabila target lambing interval meleset dari 8 bulan, maka target 12 ekor anak dapat tercapai, sehingga setiap