I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peningkatan populasi penduduk, perkembangan ekonomi, perbaikan tingkat pendidikan, peningkatan pendapatan, kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi,
arus globalisasi dan informasi perdagangan serta urbanisasi dan perubahan gaya hidup merupakan pemacu peningkatan terhadap produk peternakan termasuk telur
Ditjennak,2010. Hal ini tampak jelas dari pertumbuhan jumlah hasil produksi yang dihasilkan maupun pertumbuhan usaha dibidang ternak. Sementara pada sisi lain
pertumbuhan populasi ternak termasuk unggas secara nasional tidak mampu mengimbangi pertumbuhan jumlah permintaan akan produk peternakan yaitu daging,
susu, telur dan produk turunannya. Kondisis ini mengaakibatkan adanya kelebihan permintaan akan hasil peternakan di bandingkan penyediaan hasil ternak.
Perkembangan atau perubahan pertumbuhan populasi ternak nasional tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 yang dimulai dari tahun 2005 hingga 2009. Terlihat pada
tabel tersebut data adanya kenaikan dan penurunan populasi pada setiap jenis ternak yang dihasilkan secara nasional. Bahkan persentase rata-rata pertumbuhan ternak
mengalami penurunan yaitu pada komoditi kerbau sebesar dua persen dan ayam buras sebesar 2,39 persen. kondisi ini menunjukkan, dikarenakan kurangnya peternakan
yang mengembangkan dan membudidayakan ternak ini. Peternak yang menggembpangkan usaha ini kebanyakan adalah peternak kecil atau peternak rumah
tangga. Peternak rumah tangga biasanya memelihara ternak bukan untuk tujuan menjual hasil ternak secara keseluruhan, tetapi sebagian untuk konsumsi rumah
tangganya. Sedangkan pada komoditi lainnya populasi peternakan mengalami peningkatan. Peningkatan populasi ternak terbesar yaitu pada komoditi kelinci
sebesar 15,62 persen, merpati sebesar 32,36 persen dan puyuh sebesar 10,86 persen. Peningkatan ini dikarenakan peluang dan prospek yang cukup menggiurkan dalam
usaha ini sedangkan yang membudidayakannya masih jarang, kondisi ini mengakibatkan meningkatnya jumlah permintaan sehingga para peternak tertarik
untuk mengusahakan dan membudidayakan ternak ini.
2
Tabel 1. Populasi Ternak 000 ekor 2005-2009 Nasional
Ternak 2005
2006 2007
2008 2009
Rata-rata Pertumbuhan
Sapi Potong 10569
10875 11515
12257 12760
3.67 Sapi Perah
361 369
374 458
475 5.08
Kerbau 2128
2167 2086
1931 1933
-2 Kambing
13409 13790
14470 15147
15858 3.28
Domba 8327
8980 9514
9605 10199
3.93 Babi
6801 6218
6711 6838
6975 0.35
Kuda 387
398 401
393 399
0.59 Kelinci
708 748
3473 15.62
Ayam Buras 278954
291085 272251
243423 249963
-2.39 Ayam Petelur
84790 100202
111489 107955
111418 5.06
Ayam Pedaging 811189
797527 891659
902052 1026379
4.42 Itik
32405 32481
35867 39840
40680 4.34
Puyuh 6640
6683 14429
10.86 Merpati
163 1499
5149 32.36
Entok
Sumber : Ditjennak,2010 Dilihat dari Tabel 1 tampak populasi ternak setiap tahunnya cenderung
mengalami peningkatan hampir disemua jenis ternak. Kondisi ini membuktikan bahwa peluang dan potensi peternakan untuk dikembangkan masih sangat besar.
Populasi ternak unggas ayam petelur, ayam pedaging, itik, puyuh dan merpati hampir disemua komoditi mangalami kenaikan pertumbuhan populasi. Naiknnya
jumlah populasi unggas mempengaruhi pertumbuhan daging dan telur yang dihasilkan oleh ternak tersebut terutama telur, karena telur merupakan produk yang
paling banyak dinikmati. Telur merupakan sumber protein utama dan murah bagi masyarakat Indonesia.
Selain telur ayam, telur itik dan telur puyuh juga digemari masyarakat Indonesia. Namun, pasokan yang sedikit di pasaran membuat harga telur itik dan telur puyuh
lebih mahal dibandingkan harga telur ayam. Selain itu tingginya tingkat permintaan akan telur memberikan peluang yang sangat besar bagi para peternak untuk
3 mengembangkan usahanya. Pertumbuhan ekonomi di segala sektor telah memacu
pula meningkatan pendapatan masyarakat, baik di kota maupun di pedesaan yang pada gilirannya akan mempengaruhi kemampuan masyarakat untuk meningkatkan
gizinya, terutama yang bersumber dari protein hewani yang relatif murah dan mudah didapat sehingga yang berpendapatan menengah kebawah lebih banyak
mengkonsumsinya dibandingkan dengan daging sapi atau susu. Salah satu penghasil hewani adalah ternak. Secara nasional, perkembangan populasi berbagai jenis ternak
menunjukkan peningkatan yang besar, terutama untuk ternak unggas. Walaupun demikian, Indonesia dengan jumlah penduduk 221 juta orang masih tergolong
sebagai negara yang tingkat konsumsi daging ayam dan telur yang masih rendah dibanding dengan kebutuhan gizi maupun konsumsi negara lain. Atas dasar ini,
pengembangan usaha peternakan ayam ras petelur mendapat prioritas dalam pengembangan perekonomian khususnya usaha kecil peternakan ayam ras petelur.
Pertumbuhan produksi telur dapat dilihat pada Tabel 2 produksi beberapa ternak unggas yang menghasilkan telur secara nasional.
Tabel 2. Produksi Telur 000 Ton 2005-2009 Nasional
Telur 2005
2006 2007
2008 2009
Rata –Rata Pertumbuhan
Ayam Buras 175.4
194 230.5
166.6 160.9
-3.26 Ayam Petelur
681.1 816.8
944.1 956
909.5 5.24
Itik 195
193.6 207.5
201 236.4
3.54
Sumber : Ditjennak,2010 Tabel 2 memperlihatkan perkembangan atau perubahan pertumbuhan
produksi telur nasional mulai dari tahun 2005 hingga 2009. Pada komoditi ayam buras menunjukkan hasil produksi rata-rata mengalami penurunan sebesar 3.26
persen yang disebabkan oleh turunnya populasi ayam buras secara nasional sedangkan pada ayam petelur menunjukkan hasil produksi mengalami peningkatan
sebesar 5,24 persen dan itik sebesar 3,54 persen. Ayam petelur mengalami peningkatan tertinggi dibandingkan dua komoditi lainnya. Hal ini membuktikkan
4 bahwa komoditi telur ayam petelur lebih diminati dibandingkan dua komoditi lainya.
Selain lebih diminati harga telur ayam petelur lebih terjangkau dan barangnya lebih mudah didapatkan serta mudah diolah untuk campuran makanan lain.
Peningkatan produksi telur tidak dirasakan di semua daerah. Setiap daerah atau propinsi mengalami pertumbuhan produksi yang berbeda-beda. Ada yang
mengalami peningkatan produksi dan ada juga yang mengalami penurunan produksi. Tabel 3 memperlihatkan perkembangan atau perubahan pertumbuhan produksi telur
tiap propinsi di Indonesia mulai dari tahun 2005 hingga 2009. Untuk Propinsi DKI Jakarta tidak menghasilkan produksi telur karena tidak adanya peternakan telur di
propinsi tersebut. DKI Jakarta yang juga berstatus sebagai ibu kota negara terletak di daerah yang strategis karena berada disekitar daerah-daerah pertanian yang berfungsi
sebagai pemasok dan penyokong kebutuhan kehidupan propinsi ini seperti Bogor, Cianjur, Bandung, Tangerang, Banten dan Sukabumi. Sedangkan propinsi lainnya
ada yang mengalami penurunan dan peningkatan yang cukup signifikan. Penurunan paling drastis tampak pada propinsi Sulawesi Barat sebesar 187,53 persen. Dari 1.513
ton pada tahun 2006 mengalami penurunan produksi yang sangat drastis hingga tinggal 210 pada tahun 2007 dan hal ini berlanjut hingga tahun 2009. Penurunan telur
diikuti oleh propinsi Papua Barat, Papua, Kalimantan Tengah, Jambi, Bengkulu, Lampung, Jawa Timur dan Bali. Pada propinsi ini dapat disimpulkan bahwa telur
mengalami kelangkaan pasokan. Sedangkan peningkatan produksi telur tampak nyata pada propinsi Kepulauan Riau sebesar 23,21 persen. Mulai dari tahun 2005 hingga
2009 produksi telur terus mengalami peningkatan. Fakta ini menunjukkan bahwa permintaan telur di propinsi ini terus mengalami permintaan dan besarnya penyerapan
pasar akan komoditi telur. Peningkatan yang tampak nyata diikuti oleh propinsi Maluku, Maluku Utara, Banten, Aceh dan Kalimantan Selatan.
5
Tabel 3. Produksi Ayam Petelur 000 Ton 2005-2009 Menurut Propinsi
Provinsi 2005
2006 2007
2008 2009
Rata-rata Pertumbuhan
Aceh 729
1001 1311
886 1868
11.08 Sumatera Utara
55464 48820
73892 68979
69323 2.74
Sumatera Barat 40381
43241 49316
48938 55538
6.01 Riau
2867 2440
4089 4833
5049 8.45
Jambi 3964
2974 3299
3178 3393
-4.18 Sumatera Selatan
32749 37471
37656 42974
46683 6.68
Bengkulu 219
699 1189
609 435
-5.07 Lampung
19353 12808
25097 14427
34231 -3.64
DKI Jakarta Jawa Barat
93472 95143
105361 105046
95628 0.26
Jawa Tengah 92137
125221 129862
135057 169146
10.79 DI Yogyakarta
15649 19057
18304 23921
26250 9.22
Jawa Timur 200673
282478 324918
292786 204147
-2.47 Bali
31892 29272
26514 28694
28894 -2.21
NTB 606
717 652
679 648
0.94 NTT
575 573
521 691
607 0.86
Kalimantan Barat 16335
16335 21344
22092 15988
-2.26 Kalimantan Tengah
464 247
488 507
522 -6.36
Kalimantan Selatan 12033
9117 14630
15431 30645
12.11 Kalimantan Timur
5519 5658
5062 5264
8032 5.79
Sulawesi Utara 6065
5567 7907
7380 7219
2.25 Sulawesi Tengah
2911 4244
7991 4202
4897 0.46
Sulawesi Selatan 28362
28925 19092
36804 45148
3.41 Sulawesi Tenggara
616 693
537 664
1248 9.59
Maluku 53
64 69
213 267
22.45 Papua
730 948
630 683
676 -4.15
Bangka Belitung 466
2026 2054
1629 1463
8.1 Banten
12692 35683
52756 54866
43620 14.97
Gorontalo 896
864 932
1039 1039
2.77 Maluku Utara
41 53
86 90
134 19.65
Kepulauan Riau 1505
2682 3330
3729 6433
23.21 Papua Barat
286 299
346 640
305 -9.19
Sulawesi Barat 1440
1513 210
52 44
-187.53
Sumber : Ditjennak,2010
6 Untuk propinsi Jawa Barat peningkatan produksi telur tidak terlalu besar. Hal
ini dikarenkan penurunan pasokan telur dan meningkatnya jumlah penduduk. Jawa Barat merupakan salah satu daerah pertanian yang sangat mendukung untuk
pertumbuhan subsektor pertanian yaitu peternakan. Kondisi ini membuktikan bahwa masih adanya peluang dan potensi peternakan ayam petelur untuk dikembangkan
sangat besar. Selain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga daerahnya sendiri Jawa Barat juga memenuhi pasokan telur kebeberapa daerah yang ada disekitanya.
Prospek pengembangan agribisnis ayam ras petelur di masa yang akan datang dilihat dari sisi penawaran supply side dan sisi permintaan demand side telur di
Indonesia pangsa telur ayam ras mengalami peningkatan yang cukup berarti, dari 53,92 persen pada tahun 2005 menjadi 62,71 persen pada tahun 2008. Tidak hanya
konsumsi nasional yang meningkat. Meningkatnya konsumsi nasional berdampak pada meningkatnya produksi telur. Terutama produksi telur di daerah atau wilayah
yang jumlah penduduknya banyak dan padat. Salah satu daerah tersebut adalah Kabupaten Bogor.
Tabel 4. Produksi Telur Butir 2006-2009 Pada Kabupaten Bogor
Telur 2006
2007 2008
2009 Rata-Rata
Pertumbuhan
Ayam Ruras 18,423,726
15,442,522 15.122.786
10.521.606 -13.03
Ayam Petelur 644,036,951
590,730,130 612.722.382
642.914.688 -0.14
Itik 24,271,977
15,187,501 12.895.182
13.983.216 -13.96
Sumber : Ditjennak,2010 Tabel 4 memperlihatkan pertumbuhan telur yang ada di Kabupaten Bogor.
Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah yang berpotensi untuk pengembangan sektor pertanian secara umum termasuk subsektor peternakan. Masih banyaknya
lahan kosong serta suhu yang tidak terlalu panas sangat mendukung pertumbuhan subsektor peternakan terutama unggas. Berdasarkan data dari Dinas Peternakan
Kabupaten Bogor Tahun 2007 diketahui bahwa jenis ternak ayam ras pedaging mempunyai proporsi terbesar dalam jumlah populasi dengan jumlah populasi
7 12.756.300 ekor disusul dengan ternak ayam ras petelur dengan jumlah populasi
3.791.836 ekor. Permintaan akan telur ayam ras cukup tinggi yaitu sekitar 16.000.000 butir perminggu sedangkan pasokan telur ayam ras hanya sekitar 12.346.437
sehingga pemenuhan akan telur ayam ras masih kurang sekitar 22,8 persen. Untuk memenuhi kebutuhan telur tersebut pedagang mencukupi dengan mengambil telur
yang berasal dari Sukabumi, Cianjur dan Jawa Tengah. Melihat kondisi permintaan serta penawaran yang ada di pasar tersebut, maka terdapat peluang pasar yang cukup
berprospek bagi pengusaha untuk mengembangkan peternakan ayam ras petelur di daerah Bogor.
Dari data tabel diatas tampak bahwa semua komoditi telur mengalami penurunan, penurunan tertinggi terdapat pada komoditi telur itik sebesar 13,96 persen
disusul komoditi telur ayam buras sebesar 13,03 persen kemudian telur ayam petelur sebesar 0,14 persen. Hal ini diakibatkan tingginya komsumsi Kabupaten Bogor
terhadap telur dan meningkatnya permintaan tiap tahun yang diakibatkan peningkatan pendapatan dan jumlah penduduk. Sementara perusahaan-perusahaan yang
menghasilkan telur masih sangat terbatas dan sedikit. Oleh karena itu peluang untuk mengembangkan dan meningkatkan komoditi telur masih sangant besar di daerah ini.
Kelangkaan telur juga dialami perusahaan-perusahaan yang menghasilkan telur karena permintaan melebihi produksi yang dihasilkan perusahaan tiap harinya.
Peluang tersebut dimanfaatkan oleh perusahaan untuk menambah produktivitasnya terhadap telur ayam ras karena permintaan akan telur lebih banyak pada komoditi ini
atau masih besarnya peluang pasar untuk mengembangkan usaha peternakan ayam ras petelur. Salah satu perusahaan lokal yang melakukan usaha peternakan ayam ras
petelur adalah Dian Layer Farm DLF. Dian Layer Farm merupakan peternakan ayam ras petelur yang terletak di Desa Sukadamai. Selain memiliki tempat yang
strategis, DLF juga mempunyai pasar yang cukup luas. Banyaknya jumlah permintaan telur setiap hari yang tidak dapat dipenuhi oleh DLF menjadi peluang
untuk perusahaan dalam mengembangkan usahanya serta melakukan analisis kelayakan usaha telur ayam ras ketika dilakukan penambahan jumlah produksi dalam
memenuhi permintaan konsumen. Untuk melakukan hal tersebut DLF melakukan
8 perubahan struktur kandang ayam agar dapat menampung lebih banyak ayam ras
petelur dan dapat mengefisienkan lahan yang digunakan.
1.2 Perumusan Masalah