8 perubahan struktur kandang ayam agar dapat menampung lebih banyak ayam ras
petelur dan dapat mengefisienkan lahan yang digunakan.
1.2 Perumusan Masalah
Perkembangan usaha peternakan saat ini di Indonesia khususnya perunggasan semakin meningkat. Hal ini ditandai dengan berdirinya perusahaan peternakan bagian
perungasan ayam, itik dan burung. Perusahaan perunggasan merupakan salah satu subbidang di peternakan yang menghasilkan telur dan daging yang cukup besar untuk
kebutuhan konsumsi sehari-hari yang mudah didapat dan harganya lebih terjangkau. Kegiatan agroindustri ayam petelur skala besar semakin menjurus pada
kegiatan hilir yaitu impor dan perdagangan, dengan perputaran modal yang sangat cepat dan resiko yang lebih kecil. Aktivitas agroindustri ayam petelur saat ini belum
terintegrasi dan bersinergi dengan kegiatan di sektor hulu. Sementara itu kegiatan di hulu yang merupakan usaha pembibitan dan budidaya ayam petelur, sebagian besar
dilakukan oleh peternak dengan skala terbatas dan dengan margin yang kecil. Mereka harus menghadapi persaingan yang kurang seimbang, termasuk serbuan daging
murah yang sebagian tidak berkualitas atau tidak terjamin. Indonesia pada saat ini masih mengalami kekurangan ayam petelur karena
pertambahan populasi ayam petelur tidak seimbang dengan kebutuhan konsumsi nasional. Dilain pihak kebutuhan masyarakat terhadap telur cenderung semakin
meningkat. Salah satu upaya peningkatan produksi ayam petelur dalam negeri yaitu dengan upaya pengembangan usaha. Dengan usaha ini diharapkan menghasilkan
pertambahan produksi telur yang tinggi dan efisien sehingga dapat diperoleh telur dengan kualitas yang lebih baik.
Salah satu perusahaan lokal yang melakukan usaha peternakan ayam ras petelur adalah Dian Layer Farm DLF. Unit bisnis utama dari perusahaan DLF yaitu
budidaya ayam ras petelur untuk dijual telurnya. Unit bisnis lainnya yaitu menjual ayam afkir dan kotoran ayam. Saat ini DLF masih menjual telurnya ke pasar
Darmaga dan pedagang-pedagang telur disekitar wilayah Bogor dan belum memasarkan telur keluar wilayah Bogor. Meskipun baru didirikan pada bulan Juni
9 2008 namun DLF mampu menghasilkan telur ayam ras layak jual sebanyak kurang
lebih 11.700 butir telur per hari dari 13.000 ekor ayam secara keseluruhan. Berdasarkan jumlah ayam petelur yang diternakan maka DLF dapat dikategorikan ke
dalam usaha besar karena jumlah ayam petelur yang dipelihara lebih dari 8.000 ekor Listyowati dan Roospitasari, 2005.
Banyakanya jumlah telur yang dihasilkan oleh DLF perhari ternyata belum memenuhi semua permintaan pasar. Berdasarkan wawancara dengan pengelola DLF
permintaan dari seluruh para pelanggan DLF terhadap telur ayam ras sebanyak 15.000 butir perhari, namun pemenuhan permintaan hanya mampu memenuhi sekitar
78 persen dari permintaan yaitu sekitar 11.700 butir per hari. Oleh karena itu DLF masih punya peluang untuk menambah produksi sekitar 3.300 butir telur ayam ras per
hari agar dapat memenuhi pasar dan memperoleh keuntungan yang lebih besar. Pencapaian target produksi telur ayam ras DLF dapat tercapai apabila disertai
dengan perluasan kandang dan penambahan populasi ayam petelur. Selain itu manajemen yang dilakukan oleh DLF juga masih sederhana sehingga harus
diperhatikan. Pengelola DLF masih bergantung pada pemilik. Keputusan masih bergantung sepenuhnya pada pemilik. Pembukuan keuangan yang dilakukan pada
perusahaan masih sederhana dan sampai saat ini belum pernah dilakukan analisis kelayakan, baik secara finansial maupun non finansial.
Berdasarkan uraian diatas , maka perlu dilakukan analisis kelayakan pada usaha telur ayam ras di DLF baik usaha yang sedang dijalani sekarang maupun rencana
usaha yang akan dikembangkan. Analisis usaha ini dilakukan untuk mengetahui apakah usaha telur ayam ras tersebut layak jika dilihat dari aspek non finansial terdiri
dari aspek pasar, teknis, manajemen, hukum, sosial dan lingkungan. Sedangkan aspek finansial dibagi menjadi dua skenario dimana skenario satu menjelaskan
tentang keadaan finansial DLF kondisi awal dan skenario dua menjelaskan keadaan finansial DLF kondisi awal dan pengembangan.
Ayam ras petelur termasuk salah satu unggas yang peka terhadap penyakit. Selain menimbulkan kematian, penyakit yang menyerang unggas ini dapat
meningkatkan morbidibitas tingkat kesulitan hidup pada individu atau kelompok
10 ternak. Penyakit ayam sangat banyak jumlahnya. Masing-masing jenis penyakit
memiliki sifat dan keganasan yang berbeda. Ayam petelur yang terserang penyakit , produktivitasnya akan menurun sehingga telur yang dihasilkan akan berkurang.
Jumlah telur yang menurun akan menurunkan penerimaan perusahaan dan akan mengurangi laba. Hal lain yang harus diperhatikan yaitu kenaikan harga pakan dan
DOC ayam anakan . Kenaikan pakan disebabkan harga jagung yang berfluktuasi akibat mahalnya harga pupuk serta mahalnya bahan komponen lain seperti konsentrat
pakan. Apabila harga pakan naik maka biaya yang ditanggung oleh perusahaan akan semakin besar. Masalah ini akan turut berpengaruh pada laba yang akan diperoleh
oleh perusahaan. Sedangkan harga telur ayam ras cenderung berfluktuatif. Untuk itu maka diperlukan analisis sensitivitas terhadap penurunan produksi telur akibat
serangan penyakit dan peningkatan harga pakan. DLF juga berencana akan melakukan perluasan usaha dimana biaya yang akan dikeluarkan DLF terhadap usaha
tersebutakan lebih besar dari sebelumnya sehingga perlu dilakukan analisis sensitivitas untuk rencana perluasan DLF terhadap kemungkinan kenaikan biaya total
usaha baru DLF. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dirumuskan beberapa masalah yaitu:
1. Bagaimana kelayakan usaha ayam ras petelur pada Dian Layer Farm bila dikaji
dari aspek non finansial meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan aspek sosial lingkungan baik pada kondisi awal maupun setelah melakukan
pengembangan? 2.
Bagaimana kelayakan usaha ayam ras petelur pada Dian Layer Farm bila dikaji dari aspek finansial baik pada kondisi awal maupun setelah melakukan
pengembangan? 3.
Bagaimana sensitivitas kelayakan usaha ayam ras petelur pada Dian Layer Farm jika terjadi penurunan produksi dan peningkatan biaya variabel baik pada kondisi
awal maupun setelah melakukan pengembangan?
11
1.3 Tujuan