Rancangan Penelitian Organizing system of forest and land fire control organization in Indonesia

60 antar organisasi kemudian dilihat dengan membuat adjacent matrix A G = a G[ij] , dengan a G[ij] = 1 jika g [ij] + g [ji] 2,50, yang menyatakan bahwa dua organisasi saling membantu dalam mencapai tujuan, dan jika sebaliknya maka a G[ij] Perencanaan . Bolland dan Wilson 1994 melihat bahwa hubungan antar organisasi dalam hal perencanaan atau agenda setting dapat dicermikan oleh adanya pertukaran gagasan dan informasi antar dua individu. Namun perhatian terhadap organisasi merupakan determinan penting dari agenda bersama, oleh karenanya diasumsikan bahwa level hubungan antar individu mencerminkan hubungan level organisasi. Nama orang-orang yang disebutkan oleh responden saling dicocokkan antar organisasi-organisasi tersebut untuk melihat ada tidaknya di antara mereka yang saling mengenal. = 0, yang artinya kedua organisasi tidak saling membantu dalam mencapai tujuan. Untuk itu, analisis ini melihat afiliasi dari orang-orang tersebut, kemudian ditetapkan kaitan antara dua organisasi i dan j dengan cara jika sedikitnya satu orang yang berafiliasi dengan organisasi i memiliki hubungan agenda setting dengan sedikitnya satu orang dari organisasi j, maka dikatakan bahwa terdapat hubungan planning antara organisasi i dengan organisasi j. Dari langkah pengumpulan data primer nomor 3 tersebut dibuat adjacent matrix 39x39 A A = a A[ij] , di mana a A[ij] = 1 jika ada hubungan, dan jika sebaliknya maka a A[ij] Analisis untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan pemahaman responden terhadap hubungan organisasinya dengan organisasi lain dilakukan dengan metode analisis deskriptif. Data yang terkumpul diedit dan dikodifikasi untuk melihat kelengkapan dan konsistensinya. Data ditabulasi dengan bantuan program komputer SPSS dan diinterpretasi untuk mengetahui hal-hal sebagai berikut: = 0. 1 Persentasi banyaknya organisasi yang telah memiliki mekanisme hubungan kerja yang terstruktur yang meliputi: a hubungan antar organisasi internal; b hubungan antar organisasi pada tingkatan organisasi yang bersangkutan; c hubungan dengan organisasi-organisasi pada tingkatan-tingkatan lain; 2 Persentasi banyaknya pejabat atau pemimpin yang telah mengetahui dan memahami mekanisme hubungan kerja yang meliputi butir-butir a sampai dengan c tersebut pada nomor 1 di atas. 61 3 Hubungan antara pengetahuan dan pemahaman pejabat atau pemimpin organisasi tersebut dengan keberadaan mekanisme hubungan yang terstruktur. 3.6.4. Analisis Efektivitas Organisasi Analisis efektivitas organisasi dimaksudkan untuk dua hal yaitu: 1 mengetahui tingkat efektivitas dari organisasi-organisasi pengendalian kebakaran hutanlahan, dan 2 mengetahui faktor-faktor yang paling berperan bagi efektivitas organisasi pengendalian kebakaran hutanlahan. Metode Pengumpulan Data 1. Visi dan misi: . Data untuk analisis efektivitas organisasi diperoleh dari pengisian angket penelitian pada Lampiran 5. Angket diisi oleh responden yang dipilih melalui proses pengambilan sampel seperti dijelaskan pada sub bab 3.5 di atas. Angket penelitian berisi unsur-unsur dari lima komponen efektivitas organisasi seperti tersebut di bawah ini. a. Pernyataan visi dan misi organisasi. b. Keterkaitan visi dan misi organisasi dengan pengendalian kebakaran hutanlahan. c. Tingkat pemahaman terhadap visi dan misi organisasi. d. Rencana strategis dan rencana kerja. e. Tingkat pemahaman terhadap keterkaitan antara rencana kerja jangka pendek dengan rencana strategis. 2. Struktur organisasi: a. Departementasi yang menggambarkan fungsi-fungsi pengendalian kebakaran hutanlahan. b. Standar kompetensi orang-orang pejabat yang menduduki posisi- posisi dalam struktur organisasi. c. Uraian tugas posisi-posisi dalam struktur organisasi. d. Tingkat pemahaman terhadap uraian tugas posisi-posisi dalam struktur organisasi secara menyeluruh. 62 e. Kesetaraan wewenang dan tanggung jawab equal authority and responsibility untuk tiap-tiap posisi dalam struktur organisasi. f. Ketepatan rentang pengelolaan span of management. g. Ketepatan kesatuan komando unity of command 3. Sumber daya manusia SDM: a. Staffing - rasio jumlah anggota organisasi yang pernah mengikuti pelatihan dalkarhutla dari jumlah keseluruhan anggota. b. Human Resource Development HRD - tingkat kepuasan anggota organisasi terhadap sistem pengembangan SDM c. Compensation - tingkat kepuasan anggota organisasi terhadap sistem penghargaan dan hukuman d. Health and safety – tingkat kepuasan anggota organisasi terhadap layanan kesehatan dan keselamatan kerja e. Tingkat kepuasan terhadap hubungan atasan dan bawahan 4. Sarana dan prasarana: a. Ketersediaan sarana dan prasarana untuk menjalankan organisasi b. Kemampuan organisasi dalam sistem pengembangan sarana dan prasarana organisasi. 5. Mekanisme kerja: a. Kelengkapan prosedur kerja b. Pemahaman terhadap prosedur kerja c. Tingkat kelancaran pelaksanaan prosedur kerja d. Tingkat ketepatan tindakan yang diambil dalam pengendalian kebakaran hutanlahan e. Tingkat keterlibatan dengan organisasi-organisasi lain f. Tingkat kelancaran dalam keterlibatan dengan organisasi-organisasi lain. Kelima komponen atau kriteria efektivitas organisasi tersebut tentunya memiliki tingkat kepentingan atau pengaruh yang berbeda-beda terhadap efektivitas. Urutan tingkat kepentingan kriteria-kriteria tersebut ditentukan berdasarkan pendapat para responden pakar dengan AHP melalui angket penelitian pada Lampiran 6. 63 Tingkat kepentingan tersebut kemudian digunakan dalam penghitungan skor kriteria efektivitas organisasi seperti diuraikan dalam prosedur penghitungan pada Lampiran 7. 3.6.5. Analisis Titik Panas Hotspot Analisis titik panas dimaksudkan untuk mengetahui kecenderungan perkembangan jumlah akumulasi titik panas pada periode tertentu, dalam hal ini 10 tahun terakhir yakni dari tahun 2000 sampai dengan 2009 dan hubungan antara jumlah akumulasi titik panas dengan kondisi faktor-faktor yang mempengaruhinya, terutama kondisi cuaca, serta prediksi perkembangan jumlah titik panas ke depan. Perkembangan jumlah titik panas tersebut dikaitkan dengan kinerja organisasi dalam pengendalian kebakaran hutanlahan. Metode Pengumpulan Data. Data yang dikumpulkan adalah data sekunder berupa data selama 10 tahun terakhir yang terdiri atas rekapitulasi jumlah titik panas tahunan, jumlah titik panas bulanan, kondisi curah hujan dan kelembaban udara bulanan dan tahunan dari seluruh provinsi di Indonesia, terutama dari Provinsi Riau dan Provinsi Kalimantan Barat serta empat kabupatenkota lokasi penelitian. Pengumpulan data titik panas dilakukan di kantor Dit. PKH di Jakarta, sedangkan data cuaca diperoleh di kantor Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika BMKG Nasional di Jakarta. Pengumpulan data dilakukan dengan cara menyalin atau mengopi dokumen yang berisi data tersebut di atas. Analisis Data 3.6.6. Analisis Terhadap Sistem Pengorganisasian di Beberapa Negara . Data diolah dengan analisis statistik untuk mengetahui tren perkembangan jumlah titik panas pada periode tertentu dan korelasi antara jumlah titik panas dengan kondisi faktor-faktor yang memengaruhinya, terutama curah hujan dan kelembaban udara. Analisis ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran dan menarik pelajaran dari sistem pengorganisasian pengendalian kebakaran hutanlahan yang diterapkan di beberapa negara. 64 Metode Pengumpulan Data Analisis Data. Analisis dilakukan dengan metode deskriptif-kualitatif menggunakan bahan dokumen Bungin 2007. Keabsahan dokumen dicek dengan asumsi bahwa dokumen yang diperoleh dari instansi pemerintah dan situs resmi dari instansi yang bersangkutan merupakan dokumen yang sah. Analisis dilakukan terhadap isi dokumen dan diperkaya dengan bahan-bahan lain berupa artikel- artikel yang berkaitan dan pengalaman pribadi peneliti. . Data yang dikumpulkan adalah data sekunder berupa dokumen, publikasi, artikel atau laporan yang berisi profil, kegiatan, dan pendapat-pendapat mengenai pengorganisasian pengendalian kebakaran hutanlahan di beberapa negara antara lain Amerika Serikat, Kanada, Australia, Thailand, dan Malaysia. Data diperoleh dari instansi pemerintah yang sering berhubungan dengan negara-negara tersebut dalam kaitannya dengan kebakaran hutanlahan, yaitu Dit. PKH-Kemenhut dan Asdep PKHL-KLH. Di samping itu, data juga diperoleh dari internet. Pengumpulan data dilakukan dengan menyalin atau mengunduh dokumen-dokumen tersebut. BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Pengumpulan data penelitian ini dilaksanakan di Jakarta dan Bogor untuk organisasi-organisasi tingkat nasional, di Pekanbaru dan Pontianak masing- masing untuk tingkat provinsi dan di Dumai, Rengat, Pontianak, dan Ketapang masing-masing untuk organisasi tingkat kabupatenkota. Bab ini menguraikan secara singkat keadaan umum setiap lokasi penelitian tersebut yang meliputi kondisi geografi, topografi, iklim dan demografi, serta kondisi pengelolaan kebakaran hutan dan lahan.

4.1. Tingkat Nasional

Pengumpulan data penelitian pada organisasi-organisasi tingkat nasional dilaksanakan di kantor organisasi-organisasi tersebut. Kantor-kantor tersebut berada di Jakarta atau Bogor dengan alamat masing-masing dapat dilihat pada Lampiran 2. Hasil identifikasi terhadap organisasi-organisasi tersebut menunjukkan bahwa organisasi-organisasi yang sekarang aktif menangani atau terlibat dalam penanganan kebakaran hutanlahan adalah Kementerian Kehutanan Kemenhut, Kementerian Pertanian Kementan, Kementerian Negara Lingkungan Hidup KNLH, BNPB, BMKG,dan LAPAN. Uraian selengkapnya mengenai organisasi-organisasi tersebut disampaikan pada Bab V sub bab tentang posisi dan peranan organisasi.

4.2. Tingkat Provinsi

4.2.1. Provinsi Riau Provinsi Riau menurut Badan Pusat Statistik Provinsi Riau 4 4 http:riau.bps.go.idpublikasi-onlineriau-dalam-angkabab-1-keadaan-geografis.html-0 mempunyai luas wilayah 8.867.267 hektar yang membentang dari lereng Bukit Barisan sampai 66 dengan Selat Malaka. Letaknya secara geografis berada di antara 01 o 0500’’ Lintang Selatan LS sampai 02 o 2500’’ Lintang Utara LU dan antara 100 o 0000’’ - 105 o 0500’’ Bujur Timur BT. Wilayah tersebut menurut RTRWP berdasarkan Perda Provinsi Riau Nomor 10 Tahun 1994, terbagi atas peruntukan lahan yang meliputi: Arahan Pengembangan Kehutanan 2,801 juta ha, kawasan lindung 0,373 juta ha, kawasan lindung gambut 1,210 juta ha, lahan gambut 3,857 juta ha, cagar alam 0,514 juta ha, kawasan sektor danau dan waduk 20,7 ribu ha, dan areal penggunaan lainbudidaya non kehutanan 4,534 juta ha. Gambar 3 Peta Provinsi Riau Sumber: Website Resmi Pemerintah Provinsi Riau - http:www.riau.go.id. Kondisi topografinya didominasi oleh dataran rendah dengan kemiringan lahan 0 – 2 persen dan agak bergelombang dengan elevasi berkisar antara 2 – 91 meter di atas permukaan laut. Sebagian besar dari daratan merupakan formasi jenis tanah alluvium endapan terutama di daerah bencah berawa di sepanjang pantai Iklim di Provinsi Riau termasuk dalam tipe tropika basah dengan dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan di mana rata-rata curah hujan antara 67 2000‑3000 mm per tahun dan rata-rata 167 hari hujan per tahun. Kabupaten Rokan Hulu merupakan daerah yang paling sering ditimpa hujan yaitu 217 hari per tahun. Selanjutnya, berturut-turut daerah Pekanbaru 207 hari, Kabupaten Indragiri Hulu 190 hari, Kota Dumai 169 hari, dan Kabupaten Rokan Hilir 63 hari hujan per tahun. Jumlah curah hujan tertinggi menurut data tahun 2008 adalah di Kota Pekanbaru yakni 3.068,3 mm disusul Kota Dumai 2.794,5 mm, dan terendah Kab. Rokan Hilir sebesar 1.944,0 mm. Suhu udara rata-rata 27,4 o C dengan suhu minimum 23,2 o C dansuhu maksimum 32,5 o Penduduk Provinsi Riau menurut sensus tahun 2007 C. 5 Pusdalkarhutla dipimpin oleh Wakil Gubernur selaku Ketua Umum, sedangkan operasional administrasinya dilaksanakan oleh Sekretariat Bersama yang dipimpin oleh Kepala Bapedal Provinsi Riau. Departementasi pada struktur organisasi Pusdalkarhutla didasarkan pada bidang-bidang operasional dari pengendalian kebakaran yaitu: 1 Bidang DeteksiPeringatan Dini, Pemantauan berjumlah 5.070.952 jiwa, dengan laju pertumbuhan 3,1 per tahun. Jumlah penduduk tertinggi di Kota Pekanbaru yakni 779.899 jiwa dan terendah di Kota Dumai yaitu 231.121 jiwa. Suku Melayu merupakan mayoritas penduduk, sedangkan suku-suku lain yang ada meliputi Bugis dan Makasar, Banjar, Mandailing, Batak, Jawa, Minangkabau dan Cina. Sebagian besar penduduk 52,92 bekerja di sektor pertanian dan berikutnya di sektor perdagangan 13,98. Provinsi Riau termasuk salah satu dari 14 daerah paling rawan kebakaran hutan dan lahan atau Daerah Rawan I Ditlinhutbun 2003. Pengelolaan kebakaran hutan dan lahan pada tingkat provinsi dilakukan oleh Pusat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Pusdalkarhutla Propinsi Riau yang dibentuk dengan Keputusan Gubernur Riau nomor 1 tahun 2003 dan diperbarui dengan Peraturan Gubernur Riau nomor 6 tahun 2006. Pusdalkarhutla Provinsi tersebut menangani kasus-kasus kebakaran hutan dan lahan di wilayah lintas batas kabupatenkota, sedangkan penanganan kebakaran hutan dan lahan di kabupatenkota dilaksanakan oleh Satuan Pelaksana Operasional Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan KabupatenKota. 5 http:www.riau.go.idindex.php?indDemog 68 dan Pencegahan dipimpin oleh Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Riau, 2 Bidang Operasi Penanggulangan Pemadaman dan Pemulihan dipimpin oleh Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau, 3 Bidang Evaluasi dan Penegakan Hukum dipimpin oleh Direktur Reskrim Polda Riau, dan 4 Tim Reaksi Cepat TRC dipimpin oleh Kepala Satpol PP Provinsi Riau. Diagram struktur organisasi Pusdalkarhutla Provinsi Riau disajikan pada Lampiran 6. Pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau mengacu pada prosedur tetap protap yang ditetapkan oleh Peraturan Gubernur Riau nomor 91 tahun 2009. Protap tersebut memberikan panduan berupa prosedur pencegahan kebakaran hutan dan lahan dan prosedur mobilisasi sumber daya pemadaman. 4.2.2. Provinsi Kalimantan Barat Provinsi Kalimantan Barat merupakan provinsi terluas keempat di Indonesia dengan luas wilayah 146.807 km 2 membentang utara selatan sepanjang 600 km dan barat timur sepanjang 850 km. Wilayahnya terletak digaris katulistiwa antara 3 o 20’ LS - 2 o 30’ LU dan 107 o 40’ – 114 o Topografi di Kalimantan Barat berupa dataran rendah dengan rawa-rawa bercampur gambut dan bakau serta hanya sedikit wilayah berbukit dari dua jajaran pegunungan yaitu Pegunungan KalingkangKapuas Hulu di bagian utara dan Pegunungan Schwaner di bagian selatan yang berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Tengah. Jenis tanah sebagian besar berupa PMK podsolik merah kuning seluas 10,5 juta hektar atau 71,43 dan tanah OGH orgosol, gley dan humus dan tanah Alluvial seluas 2,0 juta hektar atau 13,6. Lahan gambut terbentang di sepanjang pantai terutama dari Pontianak sampai dengan pantai selatan di Kabupaten Ketapang. Daerah tersebut telah relatif terbuka dan menjadi lahan usaha sehingga sangat rawan terhadap kebakaran di musim kemarau. Berikutnya, tanah OGH orgosol, gley dan humus dan tanah Aluvial sekitar 2,0 juta hektar atau 10,29 persen yang terhampar di seluruh Dati II, namun sebagian besar terdapat di kabupaten daerah pantai. 30’ BT. Kalimantan Barat beriklim tropika basah dengan curah hujan merata sepanjang tahun dan puncak hujan terjadi pada bulan Januari dan Oktober. 69 Penduduk Kalimantan Barat menurut Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Barat 6 pada tahun 2007 berjumlah 4.178.498 jiwa dengan laju pertumbuhan rata-rata dari tahun 2000 sampai dengan 2007 sebesar 1,55 per tahun. Jumlah penduduk tersebut diproyeksikan untuk tahun 2009 naik menjadi 4.249.117 jiwa dengan kepadatan penduduk sekitar 28 jiwa per km 2 . Penyebaran penduduk tidak merata dengan kisaran kepadatan mulai dari yang terpadat sekitar 36 jiwa per km 2 di daerah-daerah sepanjang pantai sampai dengan yang terjarang sekitar 7 jiwa per km 2 6 http:www.kalbarprov.go.idprofil.php?id=10 di daerah Kapuas Hulu. Komposisi penduduk yang bekerja masih didominasi oleh pekerja yang berpendidikan rendah, yaitu sekitar 81,88 adalah tamat SLTP ke bawah. Mata pencaharian utama adalah pertanian yang menyerap sekitar 63,87 dari total angkatan kerja yang bekerja. Gambar 4 Peta Provinsi Kalimantan Barat Sumber: Pusat Informasi Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat 2010. 70 Kalimantan Barat juga termasuk salah satu provinsi yang paling rawan kebakaran hutan dan lahan. Pengelolaan kebakaran hutan dan lahan dilaksanakan berdasarkan pada Peraturan Daerah nomor 6 tahun 1998 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan Provinsi Kalimantan Barat. Pengorganisasian pengendalian kebakaran hutan dan lahan dilakukan dengan pembentukan Pusat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Daerah Pusdalkarhutlada Provinsi Kalimantan Barat dengan Keputusan Gubernur Kalimantan Barat nomor 337 tahun 1999, yang kemudian diperbarui dengan Peraturan Gubernur Kalimantan Barat nomor 164 tahun 2002. Gubernur Kalimantan Barat bertindak sebagai penanggung jawab Pusdalkarhutlada, dan Wakil Gubernur sebagai ketua dengan Kepala Bapedalda sebagai sekretaris. Departementasi pada struktur organisasi Pusdalkarhutlada didasarkan pada tanggung jawab terhadap sektor-sektor yang dipimpin oleh kepala instansi dari sektor yang bersangkutan. Sektor-sektor yang dimaksud meliputi 6 sektor yaitu: kehutanan, perkebunan, pertanian, kehewanan dan peternakan, tenaga kerja dan kependudukan, dan kesehatan. Diagram struktur organisasi Pusdalkarhutla Provinsi Kalimantan Barat disajikan pada Lampiran 7. Pemadaman kebakaran, khususnya untuk mobilisasi sumber daya pemadaman, mengacu pada prosedur tetap protap mobilisasi sumber daya pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Protap tersebut ditetapkan dengan Keputusan Gubernur nomor 41 tahun 2001, yang diperbarui dengan Peraturan Gubenur Kalimantan Barat nomor 103 tahun 2009.

4.3. Tingkat KabupatenKota

4.3.1. Kota Dumai Kota Dumai terletak di Provinsi Riau dan secara geografis terletak pada 10 o 51’30” – 10 o 59’08” Lintang Utara dan 114 o 24’ – 114 o 34’ Bujur Timur, mencakup wilayah seluas 1.727,38 km 2 . Kota Dumai berada di wilayah beriklim tropis dengan suhu udara rata-rata 25,3 o C – 26,3 o C dan curah hujan rata-rata 100 – 300 mmbulan. Lokasinya berada di pantai laut menghadap Selat Malaka 71 dengan elevasi antara 0 – 30 meter dari permukaan laut. Permukaan tanah sebagian besar datar dengan sedikit bagian bergelombang. Penduduk Kota Dumai pada akhir Oktober 2009 tercatat sebanyak 265.280 jiwa dengan laju pertumbuhan rata-rata pada periode 2005-2008 sebesar 4,48 dan tahun 2009 sebensar 6,47. Kepadatan penduduk berkisar antara 16 jiwakm 2 sampai dengan 1.151 jiwakm 2 Kebakaran hutan dan lahan merupakan masalah yang serius di Kota Dumai. Hal ini berkaitan dengan keberadaan kilang-kilang minyak dan jaringan pipa minyak yang melewati kawasan hutan dan lahan yang rawan kebakaran. Selama ini Kota Dumai terpantau memiliki jumlah titik panas hotspot yang relatif tinggi sehingga Kota Dumai termasuk sebagai daerah rawan kebakaran hutan dan lahan. . Perekonomian disokong sebagian besar 28,33 oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran, sedangkan sektor pertanian termasuk kehutanan dan perkebunan hanya mendukung 7,85. Pengelolaan kebakaran hutan dan lahan Kota Dumai mengacu pada Peraturan Daerah Kota Dumai nomor 4 tahun 2006 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Hutan dan atau Lahan. Pencegahan kebakaran menurut peraturan daerah tersebut merupakan kewajiban dan tanggung jawab setiap orang dan penanggung jawab usaha. Peraturan daerah tersebut memberi peluang bagi dilakukannya pembakaran lahan untuk beberapa macam kepentingan dengan berbagai persyaratan dan atas ijin dari walikota. Penyelenggaraan pengendalian kebakaran hutan dan lahan sesuai dengan amanat peraturan daerah tersebut dilakukan oleh Satuan Pelaksana Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Satlak Dalkarhutla Kota Dumai yang dibentuk dengan Keputusan Walikota Dumai nomor 334PEREKO2006. Walikota Dumai bertindak sebagai penanggung jawab, sedangkan operasionalnya dipimpin oleh Kepala Distanbunhut Kota Dumai sebagai Pelaksana Harian. 4.3.2. Kabupaten Inderagiri Hulu Kabupaten Indragiri Hulu dibentuk berdasarkan UU No. 6 tahun 1965 di Provinsi Riau. Kabupaten yang memiliki luas 8.198,26 Km 2 tersebut terletak pada o 15’ - 1 o 5’ LU dan 100 o 10’ – 102 o 48’ BT. Kabupaten ini beribu kota di 72 Rengat dan terbagi atas 9 kecamatan, yakni: Rengat, Rengat Barat, Seberida, Pasir Penyu, Kelayang Peranap, Batang Cenaku, Batang Gansal, dan Lirik. Wilayahnya terdiri dari daerah rawa, dataran rendah dan dataran tinggi dengan elevasi antara 5 m sampai dengan 400 m. Wilayah Kabupaten Indragiri Hulu beriklim tropis dengan suhu udara rata- rata berkisar antara 21,4 o C dan 32,8 o C dan curah hujan rata-rata 2.449 mm per tahun. Hal yang menarik terkait dengan kebakaran hutan dan lahan adalah bahwa daerah tersebut mengalami dua periode bulan kering setiap tahun yakni bulan Februari dan bulan Juni-Juli. Hal ini tampaknya turut berperan membuat periode kejadian kebakaran di Provinsi Riau biasanya dua kali dalam setahun yakni sekitar Februari dan sekitar Juni dan Juli. Tabel 1. Curah hujan rata-rata di Kabupaten Indragiri Hulu 2005 - 2009 Bulan Curah Hujan Mm Hari Hujan Hari Januari 267,00 15 Februari 91,00 9 Maret 155,20 10 April 282,20 15 Mei 133,00 9 Juni 87,20 8 Juli 95,60 6 Agustus 167,60 9 September 208,75 8 Oktober 260,33 12 November 411,66 15 Desember 289,40 12 Jumlah 2.448,94 128 Sumber: Pemerintah Daerah Kab. Inderagiri Hulu http:www.inhu.go.idiu_iklim.php, 2010 Penduduk Kabupaten Indragiri Hulu pada tahun 2002 berjumlah 279.495 jiwa, terdiri dari 139.717 laki-laki dan 139.778 perempuan, dengan kepadatan rata-rata 34,09 jiwakm2. Jumlah tersebut meningkat di tahun 2006 menjadi 295.291 jiwa dengan kepadatan rata-rata 38,47 jiwakm 2 . Mata pencaharian penduduknya terutama adalah pertanian, yang memberikan sumbangan terbesar