28 kesatuan yang praktis, 4 memberikan rumusan yang realistis mengenai
kewajiban yang hendak diselesaikan, sarana dan prasarana fisik serta lingkungan yang diperlukan untuk setiap aktivitas atau kesatuan aktivitas yang hendak
dioperasikan, 5 penunjukan sumber daya manusia yang menguasai bidang keahliannya, dan 6 mendelegasikan otoritas yang dianggap perlu kepada
bawahan yang ditunjuk. Thomas 1997 menegaskan bahwa organisasi-organisasi di masa depan
akan beroperasi pada suatu lingkungan yang tidak pasti, sangat kompetitif, dan kompleks. Situasi yang dihadapi organisasi akan sangat beragam diverse, oleh
sebab itu organisasi harus mampu mengelola keberagaman tersebut bagi keuntungan organisasi. Para manajer akan dituntut untuk terus-menerus
menangani lingkungan yang terus berubah melalui dua percampuran keberagaman diversity mixtures yang sangat rumit yaitu: 1 percampuran yang terkait dengan
pergolakan lingkungan environmental turbulence, dan 2 percampuran yang terkait dengan transformasi dan perubahan organisasi organizational
transformation and change. Pengelolaan keberagaman tersebut mensyaratkan para pimpinan untuk memiliki baik pemahaman yang luas mengenai keberagaman
maupun kerangka kerja yang konseptual. Kunci dari pengelolaan keberagaman adalah mengelola yang efektif effective managing, di mana mengelola adalah
memberdayakan dan memampukan to empower and enable, bukan memerintah dan mengawasi to command and control.
Keberhasilan sebuah organisasi maupun pengorganisasian dalam mencapai tujuannya ditentukan antara lain oleh peranan dan pemerannya roles and players
dalam organisasi atau pengorganisasian tersebut Wehmeyer et al. 2001; Colman Han, 2005. McNamara 2010
1
1
. Menurut McNamara 2010 peranan merupakan sekumpulan tanggung jawab atau hasil-hasil yang diharapkan terkait
dengan suatu pekerjaan job. Sebuah job mencakup beberapa peranan. Job merupakan sekumpulan tugas dan tanggung jawab yang menjadi tanggung jawab
seorang pegawai atau karyawan untuk melaksanakannya.
http:www.managementhelp.org [31-12-2010]
29 Peranan dalam organisasi menurut Brown dan Harvey 2006 terbagi atas
tiga kelompok fungsi yaitu: 1 fungsi-fungsi tugas kelompok group task functions yang mencakup perilaku anggota yang secara langsung membantu
organisasi menyelesaikan tugasnya; 2 fungsi-fungsi pembangunan dan pemeliharaan kelompok group building and maintenance functions yang
mencakup perilaku yang membantu organisasi tumbuh dan meningkatkan hubungan-hubungan antar pribadi para anggotanya, dan 3 fungsi-fungsi individu
individual functions yakni perilaku yang memuaskan kebutuhan-kebutuhan individu dan yang disfungsional atau inkonsekuensial terhadap tugas dan
pemeliharaan organisasi. Pembagian peranan menurut Brown dan Harvey 2006 merupakan hal yang
sangat penting dalam pengembangan tim team development dan agar tepat dalam pembagian peranan maka diperlukan teknik analisis peranan role analysis
technique atau RAT. RAT digunakan untuk mengklarifikasi ketidaksesuaian peranan role discrepancies, harapan peranan role expectations dan konsepsi
peranan role conception. Diskrepansi peranan timbul antara apa yang diharapkan dari seorang anggota tim dengan perilaku yang sebenarnya ia lakukan. Ekspektasi
peranan adalah perilaku yang diharapkan atau diprakirakan oleh para anggota tim lainnya dari seorang anggota tim, sedangkan konsepsi peranan adalah gagasan
seseorang mengenai perilaku peranan yang tepat. Setiap anggota tim seharusnya benar-benar memahami peranannya sendiri
serta peranan anggota-anggota lainnya. Kondisi yang ada adalah seperti yang disebut oleh Brown dan Harvey 2006 sebagai role ambiguity di mana anggota
tim kurang paham terhadap peranan yang diharapkan dari anggota lain dengan istilah, dan role conflict di mana terdapat suatu ketidaksesuaian antara ekspektasi
peranan dengan konsepsi peranan.
2.2.3. Hubungan Antar Organisasi
Pengelolaan pengendalian kebakaran hutanlahan di Indonesia pada saat ini dan ke depan tampaknya tetap akan melibatkan banyak organisasi. Pelibatan
banyak organisasi selain memerlukan pemahaman mengenai organisasi secara
30 individual dan pengorganisasian sebagai bagian dari fungsi manajemen di dalam
suatu organisasi, juga memerlukan pemahaman mengenai hubungan antar organisasi-organisasi yang terlibat.
Mulford dan Klonglan 1982 menegaskan bahwa organisasi tunggal yang bekerja sendirian tidak dapat mengatasi permasalahan masa kini yang kompleks,
sekalipun ia memiliki sumberdaya yang mencukupi. Simbol-simbol organisasi masa kini dan masa depan telah bergeser ke arah jejaring kerja atau networks
Ulrich 1997. Pergeseran citra organisasi bukan pada morfologi dan strukturnya tetapi lebih pada konsep kemampuannya concept of capabilities. Ulrich
menguraikan lebih lanjut bahwa kemampuan atau kapabilitas organisasi ditunjukkan oleh sumber daya berupa ketrampilan, kepandaian dan keahlian di
dalam suatu organisasi. Kapabilitas organisasi merupakan kumpulan dari kompetensi-kompetensi indinvidu yang berubah menjadi kompetensi organisasi.
Organisasi masa depan harus membangun pola pikir untuk mampu dan mau berbagai share mindset, belajar untuk menangkap modal intelektual anggotanya,
menghilangkan batas-batas yang mengungkung organisasi, menciptakan kapasitas untuk perubahan, dan menciptakan kemampuan belajar cepat rapid learning
capability di mana gagasan-gagasan baru terus diciptakan dan segera disosialisasikan kepada seluruh bagian dari organisasi. Setiap organisasi mungkin
memiliki hanya sedikit kemampuan, oleh sebab itu pelibatan berbagai organisasi akan lebih menguntungkan.
Hubungan antar organisasi dapat mengambil bentuk cooperation, collaboration dan coordination. Di berbagai literatur istilah-istilah tersebut sering
saling dipertukarkan. Ketiganya seringkali diartikan sama dan merupakan lawan dari competition. Mooi 2007, Faerman, McCaffrey dan Van Slyke 2001, dan
Mulfrod dan Klonglan 1982 menempatkan kolaborasi dan koordinasi sebagai bentuk cooperation dan lawan dari kompetisi dan konflik. Mooi 2007 membatasi
pengertian cooperation, dan konflik, dalam konteks pemasaran barang dan jasa sebagai bentuk hubungan satu lawan satu yakni penjual dan pembeli buyer-seller
relationship. Jika hubungan tersebut sudah melibatkan tiga atau lebih pihak maka dikatakan sebagai jaringan network.
31 Pembentukan jaringan antar-organisasi interorganizational networks
menurut Wehmeyer et al. 2001 diarahkan oleh beberapa tujuan yang secara partial saling tumpang tindih, yaitu 1 pengurangan risiko, 2 ekonomis dari
skala danatau cakupan, 3 pertukaran teknologi, 4 penanganan atau pembatasan persaingan, 5 penanganan kendala-kendala investasi atau perdagangan yang
dimandatkan oleh pemerintah, 6 fasilitasi ekspansi internasional dan pembukaan pasar-pasar global baru, 7 pengaitan kontribusi-kontribusi komplementer dari
rekan-rekan dalam suatu sistem nilai integrasi semu vertikal, dan 8 pencapaian efek-efek sinergi. Wehmeyer et al. 2001 menggunakan organisasi virtual sebagai
contoh jaringan antar organisasi. Jaringan antar organisasi sangat ditentukan oleh koordinasi dan dalam koordinasi tersebut terdapat peranan-peranan roles yang
harus dimainkan oleh masing-masing organisasi yang terlibat. Goransson dan Schuh sebagaimana dikutip Wehmeyer et al. 2001 mengidentifikasi lima
peranan koordinasi coordination roles. yaitu: 1 network coach, yang bertanggung jawab atas pengelolaan gerbang entry management, pengembangan
infrastruktur dan pemantapan hubungan antara rekan-rekan, 2 broker, yang menangani manajemen hubungan pelanggan dan tugas-tugas pasar lainnya, 3
task manager, yang mengonfigurasi rantai nilai tertentu specific value chain, 4 project manager, yang bertanggung jawab atas transaksi pesanan, manajemen
proses, dan perencanaan, dan 5 auditor, yang menangani aspek-aspek kompetisi, terutama manajemen konflik. Pendekatan lain oleh Hess dan Schumann seperti
dikutip juga oleh Wehmeyer 2001 menyatakan hanya ada dua peranan koordinasi yaitu 1 network coordinator yang menangani jaringan, dan 2 order
coordinator yang menangani jaringan pesanan dan pemrosesan pesanan serta manajemen proyek.
Koordinasi dan ketergantungan merupakan konsep kunci kerja sama cooperation. Menurut Malone et al. 1999, koordinasi adalah mengelola
ketergantungan di antara kegiatan-kegiatan managing dependencies among activities. Mekanisme koordinasi adalah mekanisme pengelolaan ketergantungan.
Malone et al. 1999 menggolongkan ketergantungan atas tiga bentuk dasar yaitu aliran flow dependencies, berbagi sharing dependencies, dan kecocokan fit
dependencies. Flow dependencies muncul ketika satu aktivitas menghasilkan
32 sumberdaya yang akan digunakan oleh aktivitas lain. Sharing dependencies terjadi
ketika berbagai aktivitas menggunakan sumberdaya yang sama, dan fit dependencies terjadi ketika berbagai aktivitas menghasilkan suatu sumberdaya
tunggal. Rancangan organisasi organizational design lanjut Malone et al. 1999, dilakukan dengan mengelola ketergantungan yang pada dasarnya adalah
penetapan tugas atau peranan task assignment, role assignment. Hal ini menunjukkan bahwa sebuah organisasi, termasuk organisasi pengendalian
kebakaran hutanlahan di Indonesia, harus dirancang berdasarkan tugas-tugas atau peranan-peranan yang akan dilakukan.
Koordinasi menurut Bolland dan Wilson 1994 merupakan istilah yang sering digunakan tanpa referensi yang tepat. Para peneliti sering melaporkan
tentang kurangnya koordinasi, tetapi penjelasannya tanpa menunjukkan suatu dasar empiris bagi kesimpulannya, ataupun menunjukkan temuan-temuan empiris
yang akan diterima sebagai bukti koordinasi. Bolland dan Wilson lebih lanjut mengungkapkan tentang telah adanya pergeseran paradigma koordinasi dari
pandangan bahwa koordinasi selalu dikaitkan dengan aturan-aturan, prosedur- prosedur organisasi ke arah formulasi yang lebih kompleks di mana koordinasi
merupakan sebuah jejaring network yang terpadu yang dikenal sebagai integrative coordination.
Bentuk lain dari hubungan antar organisasi yaitu kolaborasi. Longoria 2005 menyatakan bahwa membakukan arti dari istilah “kolaborasi” sangat sulit
karena tidak adanya keseragaman pemahaman terhadap konsep kolaborasi. Longoria 2005 kemudian menyatakan bahwa pengertian kolaborasi mencakup
empat ciri rasional yang dinamis. Pertama, kolaborasi dideskripsikan sebagai suatu hubungan yang terjadi antara dua atau lebih entitas. Kedua, hubungan
tersebut dapat membentuk sebuah struktur yang lebih besar yang menghubungkan para pemangku kepentingan stakeholders bersama-sama. Ciri ketiga dari
kolaborasi adalah adanya kualitas sinerjik dari hubungan tersebut, artinya pencapaian suatu tujuan akan lebih mudah dilakukan oleh hubungan tersebut
dibandingkan jika dilakukan oleh masing-masing secara individual. Ciri keempat yaitu hubungan berada dalam suatu struktur terikat a bounded structure dengan
sistem.
33 Meijers dan Stead 2004 dalam konteks pembahasan tentang kebijakan
menawarkan konsep hubungan antar organisasi dalam pembuatan kebijakan yang disebutnya policy integration. Integrasi kebijakan merupakan konsep teoritis
theoretical concept tentang manajemen isu-isu dalam pembuatan keputusan yang melintasi batas-batas bidang kebijakan dan yang tidak mengacu pada tanggung
jawab kelembagaan dari departemen-departemen individual. Integrasi kebijakan tidak hanya berbicara tentang manajemen tanggung jawab kebijakan di dalam
sebuah organisasi atau sektor, melainkan juga tentang integrasi sektor horizontal antara departemen-departemen dalam otoritas publik dan integrasi vertikal antar
pemerintahan dalam pembuatan kebijakan. Persyaratan pokok bagi suatu kebijakan dikatakan sebagai ‘integrated” adalah ‘comprehensiveness’ atau
‘kemenyeluruhan’ yakni perhatian terhadap suatu lingkup yang lebih luas dari konsekuensi kebijakan dalam hal waktu, ruang, aktor, dan isu; agregasi yakni
suatu bentang minimal sejauh mana alternatif-alternatif kebijakan dievaluasi dari suatu perspektif ‘keseluruhan’; dan konsistensi yakni sejauh mana suatu kebijakan
merasuki penetrate semua level kebijakan dan semua instansi pemerintahan. Penjelasan tersebut dapat memberikan pandangan bahwa hubungan antar
organisasi dalam pengendalian kebakaran hutanlahan di Indonesia lebih dekat kepada bentuk hubungan koordinasi, dan koordinasi yang tampaknya sesuai untuk
dibangun adalah koordinasi integratif. Kebenaran premis tersebut dapat dianalisis menggunakan prosedur analisis yang digunakan Bolland dan Wilson 1994 dan
Malone et al. 1999. Prosedur yang digunakan Bolland dan Wilson 1994 untuk menganalisis hubungan antar-organisasi dalam bidang kesehatan dan layanan
lanjut usia atau lansia health and elderly services tampaknya dapat juga diaplikasikan untuk menganalisis hubungan antar organisasi dalam pengendalian
kebakaran hutanlahan. Seperti halnya konsep yang dikembangkan Bolland dan Wilson untuk layanan kesehatan dan lansia tersebut, pengendalian kebakaran
hutanlahan juga melibatkan banyak organisasi, dan hubungan antar organisasi yang terjadi tampaknya adalah juga hubungan koordinasi. Oleh sebab itu,
prosedur analisisnya serupa. Bolland dan Wilson 1994 di dalam analisisnya mengidentifikasi bahwa
hubungan antar organisasi mencakup tiga fungsi umum yang khas bagi layanan