Pengembangan Organisasi dan Efektivitas Organisasi

40 KLH dihapus dan organisasi yaang berada di Departemen Kehutanan diubah namanya menjadi Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan Dit. PKH. Kebakaran hutanlahan di Indonesia secara nasional dikelola oleh beberapa instansi atau organisasi menurut status kawasannya. Kebakaran di kawasan hutan dikelola oleh Departemen Kehutanan yakni secara struktural oleh Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan dan sebagai pelaksana di lapangan dibentuk lembaga tersendiri menurut Pasal 22 PP No. 45 Tahun 2004 yaitu Brigade Pengendalian Kebakaran Hutan Manggala Agni. Brigade tersebut dibentuk tahun 2002 sebelum terbitnya PP No. 45 Tahun 2004 dengan Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam DJ-PHKA No. 21KptsDJ- IV2002. Keputusan DJ-PHKA tersebut sampai saat ini belum diubah untuk menyesuaikan dengan PP No. 45 tersebut. Brigade tersebut lebih ditujukan untuk pengendalian kebakaran di kawasan konservasi, sedangkan untuk pengendalian kebakaran di kawasan hutan yang lain diserahkan kepada pemangku kawasan sesuai dengan kebijakan otonomi daerah. Selain itu, Pasal 24 PP No. 45 Tahun 2004 tersebut juga memerintahkan pembentukan Pusat Pengendalian Operasi Kebakaran Hutan untuk koordinasi dan mobilisasi. Departemen Kehutanan pada Februari 2008 membentuk satu organisasi baru lagi yaitu Tim Koordinasi Pengendalian Kebakaran HutanLahan. Kebakaran di lahan pertanian dan perkebunan dikelola oleh Departemen Pertanian, tetapi tidak ada lembaga yang secara eksplisit menangani kebakaran lahan pertanian dan perkebunan. Kebakaran perkebunan ditangani sebagai bagian dari tugas dan fungsi pada tingkat eselon terendah eselon IV yakni Seksi Penanggulangan Gangguan Usaha. Kebakaran di lahan untuk fungsi-fungsi lainnya yang dikelola oleh pengelola lahan yang bersangkutan. Pembagian kewenangan pengelolaan kebakaran menurut skala kebakarannya berdasarkan pada PP No. 4 Tahun 2001 dan PP No. 45 Tahun 2004. Pemangku kawasan bertanggung jawab atas pengelolaan kebakaran di unit kawasan pengelolaannya, sedangkan pada tingkat kabupaten oleh bupati dan pada tingkat provinsi oleh gubernur. Jika skala kebakaran atau dampaknya terjadi lintas provinsi dan lintas batas negara, maka kewenangan menurut kedua PP tersebut ada pada Menteri Kehutanan. Sementara itu, UU No 24 Tahun 2007 memasukkan 41 kebakaran sebagai salah satu jenis bencana sehingga penanganannya dilakukan oleh lembaga baru yang diamanatkan oleh UU tersebut yaitu Badan Nasional Penanggulangan Bencana BNPB di tingkat nasional dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah di tingkat provinsi dan tingkat kabupatenkota. Organisasi-organisasi tersebut di atas merupakan organisasi yang menangani langsung kebakaran hutanlahan. Organisasi-organisasi lain baik di pemerintahan nasional maupun pemerintahan daerah terlibat dalam penanganan urusan-urusan sesuai dengan bidang tugas pokok organisasi-organisasi tersebut. Sebagai contoh, urusan dampak kebakaran terhadap kesehatan ditangani Departemen Kesehatan di tingkat nasional dan Dinas Kesehatan di tingkat provinsi dan tingkat kabupaten. Pengendalian kebakaran hutanlahan di Indonesia biasanya mengacu pada beberapa negara yang dianggap telah memiliki pengorganisasian pengendalian kebakaran hutanlahan yang maju antara lain adalah Amerika Serikat, Kanada, Australia dan Thailand. Negara-negara tersebut mengalami kebakaran hutanlahan yang luas dan terjadi hampir setiap tahun. Manajemen dan organisasi pengendalian kebakaran yang telah berkembang membuat negara-negara tersebut terlepas dari komplain dan mendapat permaafan excuse dari negara-negara lain terutama negara tetangganya dan masyarakat dunia pada umumnya jika mereka mengalami kebakaran hutanlahan. Indonesia masih selalu mendapat komplain, bahkan kecaman dari negara-negara tetangga dan masyarakat internasional jika mengalami kebakaran hutanlahan. Hal tersebut mungkin disebabkan antara lain oleh anggapan bahwa Indonesia masih belum mampu mengendalikan kebakaran hutanlahannya Qadri 2001; Barber dan Schweithelm 2000. Amerika Serikat AS dan Kanada menerapkan sistem pengorganisasian multi-lembaga. Di Amerika Serikat lembaga tersebut dinamakan National Interagency Fire CenterNIFC Anonim 2008a. NIFC terdiri dari lembaga- lembaga pemerintah federal yang terkait dengan pengelolaan hutan atau lahan. Misi utamanya adalah menjadi pusat dukungan negara bagi pengendalian kebakaran hutanlahan. Lembaga ini dipimpin oleh direktur yang diangkat dari pegawai yang ditunjuk dari lembaga-lembaga tersebut secara bergilir. Masing- masing lembaga yang memangku kawasan bertanggung jawab atas kebakaran di 42 kawasannya. Jika lembaga tersebut suatu waktu tidak mampu mengendalikan kebakaran di kawasannya atau kebakaran melanda lintas kawasan, maka ia dapat meminta dukungan kepada NIFC. Hal serupa terjadi di Kanada dengan lembaganya yang dinamakan Canadian Interagency Forest Fire Centre atau CIFFC Anonim 2008b. Perbedaannya dari NIFC di AS adalah bahwa NIFC merupakan lembaga pemerintah sedangkan CIFFC merupakan sebuah badan usaha corporation nirlaba swasta. Lembaga yang dibentuk pada 2 Juni 1982 ini dikelola oleh dua level manajemen yang mengarahkan operasinya, yaitu: 1 The Board of Corporate Trustees yang terdiri dari wakil menteri-menteri Deputy-Ministers yang bertanggung jawab atas kehutanan yang mewakili setiap Provinsi, Teritori dan Pemerintah Federal. Kelompok ini menyiapkan kebijakan, memberikan arahan dan persetujuan anggaran tahunan untuk CIFFC, dan 2 The Board of Directors yang terdiri dari para direktur yang bertanggung jawab atas manajemen kebakaran hutan untuk setiap Provinsi, Teritori, dan seorang wakil dari Pemerintah Federal. Kelompok ini menyiapkan anggaran dan kebijakan-kebijakan serta mengendalikan operasi dan pembiayaan CIFFC. Program-program yang telah disetujui oleh Board of Directors dan Board of Corporate Trustees dioperasikan dan dilaksanakan oleh staf pusat kebakaran Fire Centre staff dan kelompok-kelompok kerja working groups yang dibentuk untuk menangani tugas-tugas khusus. Di samping itu, Pemerintah Kanada membentuk organisasi berupa Dewan Menteri-Menteri Kehutanan Canadian Council of Forest MinistersCCFM pada tahun 1985. Dewan yang beranggotakan para menteri yang menangani kehutanan dari pemerintah provinsi, teritori dan federal nasional tersebut menangani isu-isu nasional dan internasional serta menyusun arahan untuk menjaga dan mengelola secara lestari hutan-hutan Kanada. Kepemimpinan organisasi dilakukan bergilir untuk jangka waktu satu tahun mulai Oktober sampai dengan September tahun berikutnya. Dewan Menteri 43 tersebut juga menyusun strategi pengendalian kebakaran hutan nasional Canadian Wildland Fire StrategyCWFS. Negara di Asia yang memiliki permasalahan kebakaran hutanlahan serupa dengan Indonesia dan dipandang cukup maju dalam kelembagaannya adalah Thailand. Thailand tidak memiliki undang-undang yang khusus mengatur kebakaran hutanlahan, namun beberapa undang-undang yang berkaitan dengan kehutanan berisi bagian-bagian yang mengatur hukuman bagi orang-orang yang melakukan pembakaran hutan Anonim 2008c. Organisasi yang menangani kegiatan pengendalian kebakaran hutanlahan adalah Forest Fire Control Division FFCD di bawah National Park, Wildlife and Plant Conservation Department. FFCD di tingkat nasional dibagi menjadi 5 subdivisi, yaitu Strategy and Planning, Information and Research, Training and Development, Special Operation, dan Foreign Collaboration, di mana masing-masing subdivisi bekerja sesuai dengan fungsinya yang tergambarkan oleh namanya. Operasional pemadaman berada di bawah tanggung jawab dua subdivisi yaitu Special Operation, yang bertanggung jawab atas pembentukan pos komando, melaksanakan rencana mobilisasi dan operasi penyelamatan, dan Foreign Collaboration yang bertindak sebagai Pusat Pemantauan Kebakaran Nasional dan badan yang ditunjuk untuk kerja sama lintas negara, terutama dalam di bawah Protokol ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution.

2.4. Perangkat Analisis

Penelitian ini mengkaji pengorganisasian dengan menganalisis tiga masalah yaitu peranan organisasi, hubungan antar organisasi, dan efektivitas organisasi. Analisis tersebut dilakukan dengan menggunakan perangkat yaitu Interpretive Structural Modeling ISM, coordination network analysis dari Bolland dan Wilson 1994 dan Analytical Hierarchy Process AHP. Organisasi dan pengorganisasian juga merupakan suatu sistem dan oleh sebab itu diperlukan juga pemahaman mengenai sistem. 2.4.1. Interpretive Structural Modeling 44 Interpretive Structural Modeling ISM merupakan sebuah metode yang dapat diterapkan terhadap suatu sistem, misalnya suatu jejaring network atau masyarakat society untuk lebih memahami hubungan-hubungan baik langsung maupun tak langsung di antara komponen-komponen sistem tersebut. ISM ditemukan oleh J. Warfield pada tahun 1973 untuk menganalisis sistem-sistem sosial-ekonomi yang kompleks Malone 1975. Eriyatno 2003 menyatakan bahwa teknik ISM merupakan alat strukturisasi structuring tool untuk hubungan langsung dengan permodelan deskriptif. ISM adalah proses yang mentransformasikan model mental yang tidak terang dan lemah penjelasannya menjadi model sistem yang tampak visible serta didefinisikan secara jelas dan bermanfaat untuk beragam tujuan Eriyatno 2003. Karyana 2007 menggunakan teknik ISM untuk menganalisis posisi dan peranan lembaga-lembaga yang terlibat dalam pengelolaan Daerah Aliran Sungai Ciliwung. Teknik yang serupa tampaknya dapat pula digunakan untuk menganalisis posisi dan peranan organisasi-organisasi yang terlibat dalam pengendalian kebakaran hutanlahan. Langkah-langkah dalam teknik ISM dapat bermacam-macam sesuai dengan kebutuhan analisisnya, namun pada dasarnya dibagi menjadi dua bagian yaitu penyusunan hirarki dan klasifikasi sub-sub elemen. Adapun langkah-langkah penerapannya adalah sebagai berikut Eriyatno 2003; Sing Kant 2008: 1 Identifikasi unsur-unsur yang relevan terhadap masalah atau isu. Hal ini dapat dilakukan dengan survei; 2 Bangun suatu hubungan kontekstual antara unsur-unsur dalam bentuk pasangan-pasangan dari unsur-unsur tersebut yang akan diuji; 3 Buatlah sebuah matrik SSIM structural self-interaction matrix dari unsur- unsur yang menunjukkan hubungan berpasangan antara unsur-unsur dalam sistem tersebut; 4 Buatlah sebuah matrik ketercapaian reachability matrix dari SSIM tadi , dan cek transivitas matriks tersebut – transivitas dari hubungan kontekstual tersebut menjadi asumsi dasar dalam ISM yang menyatakan bahwa jika A berkaitan dengan B dan B berkaitan dengan C, maka A berkaitan dengan C; 45 5 Sekat-sekatlah reachability matrix menjadi beberapa level; 6 Berdasarkan hubungan-hubungan yang ada dalam reachability matrix tersebut di atas, gambarlah directed graph digraph dan hapuslah sambungan-sambungan transitifnya; 7 Konversi resultant digraph ke dalam sebuah model berbasis ISM dengan mengganti node-node unsur dengan pernyataan-pernyataan; dan 8 Telaah model tersebut untuk mengecek inkonsistensi konseptualnya dan membuat modifikasi-modifikasi yang diperlukan. Pelaksanaan langkah-langkah tersebut di atas relatif rumit kalau dikerjakan secara manual. Untuk itu, teknik ISM menyediakan program komputer untuk membantu proses yang rumit tersebut. Penentuan unsur-unsur dan hubungan antar unsur-unsur tersebut diperoleh melalui survei dan pendapat pakar yang menguasai permasalahan yang dikaji. ISM dapat menggambarkan hubungan-hubungan antar komponen dalam sistem dan komponen-komponen tersebut dapat berupa organisasi. Penelitian ini mengadopsi metode analisis dengan ISM seperti yang digunakan Karyana 2007 dalam menganalisis posisi dan peranan organisasi. 2.4.2. Analytical Hierarchy Process Analytical Hierarchy Process AHP diperkenalkan oleh Saaty pada tahun 1970 sebagai suatu cara baru untuk mengambil keputusan pada lingkungan atau situasi yang kompleks atau tidak terstruktur Nurani 2002; Saaty 1993. Situasi tersebut terjadi jika data atau informasi statistik dari masalah yang dihadapi sangat terbatas atau tidak ada sama sekali, dan kalaupun ada hanya bersifat kualitatif yang mungkin hanya didasari oleh persepsi, pengalaman, atau intuisi. Situasi demikian tampaknya terjadi dalam organisasi pengendalian kebakaran hutanlahan di Indonesia di mana data dan informasi tentang organisasi dirasakan masih sangat minim karena kurangnya penelitian dalam masalah tersebut. AHP menurut Saaty 1993 merupakan suatu alat bantu untuk memecahkan persoalan dengan analisis logis eksplisit. Terdapat tiga prinsip pemikiran analitik dalam AHP yaitu 1 prinsip menyusun hirarki, 2 prinsip menetapkan prioritas, dan 3 prinsip konsistensi logis. Dalam penelitian ini, AHP digunakan untuk menentukan urutan tingkat kepentingan dan bobot dari komponen-komponen