Penyebab Kebakaran HutanLahan Kebakaran HutanLahan

19 pemanasan global akan makin menjadi-jadi. Hal ini terkait dengan kemampuan hutan menyerap CO 2 yang cukup tinggi yakni sekitar 3 – 5 milyar ton per tahun, sementara itu atmosfer bumi ketambahan CO 2 sebanyak tiga milyar ton Chomitz et al. 2007 sampai dengan enam milyar ton setiap tahunnya. Penambahan CO 2 Kebakaran juga mengancam kelestarian keanekaragaman hayati kehati. Sumarwoto 1994, diacu dalam Atmojo 2005 menyatakan bahwa hutan hujan tropis tropical rain forest memiliki kehati begitu besar. Kehati tersebut sangat penting untuk menjamin ketersediaan sumberdaya, khususnya pangan, bagi kehidupan umat manusia. Daerah Asia Tenggara, termasuk Indonesia, merupakan daerah asal jenis pertanian tertentu yang disebut Pusat Vavilov. Pencagaran Pusat Vavilov sangat penting karena memiliki nilai ekonomi tinggi. Kebakaran hutan dapat menyebabkan hancurnya pusat-pusat Vavilov sehingga secara tak langsung dapat mengancam kehidupan umat manusia. tersebut dapat berasal dari pembakaran biomasa di kawasan hutan dan lahan. Qadri 2001 mencatat bahwa pembakaran biomasa ditengarai sebagai sumber emisi global yang signifikan dengan kontribusi sedikitnya 10 dari total karbon dioksida dan 38 dari ozon troposfer. Emisi akibat pembakaran biomasa dapat mencapai 220 – 13.500 gigaton Tg karbon dioksida, 120 – 680 Tg karbon mono- oksida, 2 – 21 Tg nitro oksida, dan 11 – 53 Tg gas metana.

2.1.4. Pengendalian Kebakaran hutanlahan

Kebakaran liar memerlukan pencegahan dan pemadaman sedangkan kebakaran yang diinginkan justru dibuat atau dilakukan karena adanya kepentingan tertentu. Kebakaran yang diinginkan perlu pengendalian agar dapat terlaksana sesuai dengan yang diinginkan, sedangkan kebakaran liar perlu pengendalian agar tidak terjadi, dan kalaupun terjadi terdapat pilihan-pilihan yaitu dipadamkan ataukah cukup diawasi dan dibiarkan padam dengan sendirinya. Pemahaman mengenai terkendalinya kebakaran hutanlahan dengan demikian menjadi sangat penting. Kebakaran hutanlahan merupakan suatu situasi darurat Gaylor 1974 dan termasuk salah satu dari jenis bencana menurut UU No. 24 tahun 2007, dan oleh 20 karena itu pengertian dari istilah “pengendalian kebakaran” dapat dirumuskan dari berbagai pustaka mengenai situasi-situasi darurat. Situasi darurat, baik perang, gangguan keamanan dan ketertiban Mulyadikrama dan Tamzis 1990, bencana Bakornas PB 1999, maupun kebakaran Gaylor 1974 dapat dikatakan terkendali jika telah diketahui karakteristiknya sehingga penanganan situasi tersebut dapat efektif dan efisien dan dampaknya tidak merugikan. Berdasarkan pengertian mengenai pengendalian situasi darurat tersebut, dapat dirumuskan pengertian mengenai kebakaran yang terkendali yaitu situasi di mana kebakaran hutanlahan telah dapat diketahui karakteristiknya dan dapat ditangani secara efektif dan efisien sehingga dampaknya tidak merugikan. Efektif dan efisien yang dimaksud di sini adalah bahwa penanganan kebakaran dilakukan dengan cepat dan tepat langkah-langkahnya serta sasarannya sesuai dengan karakteristik kebakarannya. Karakteristik kebakaran hutanlahan mencakup selain kebakarannya itu sendiri juga penyebab dan dampak kebakaran sebagaimana telah diuraikan di atas. Pengendalian kebakaran hutanlahan berkenaan dengan pengendalian penyebab, pengendalian ketika kebakaran terjadi dan pengendalian dampak kebakaran. Para pakar, seperti Kartodihardjo 2006, Adinugroho et al. 2005, Doscemascolo 2004, Suratmo et al. 2003, Anggraeni dan Syumanda 2001, Qadri 2001, Simorangkir 2001, Suyanto dan Applegate 2001, Barber dan Schweithelm 2000, Bowen et al. 2000, Shulman 2000, dan KMNLH-UNDP 1998 telah mengidentifikasi permasalahan di dalam pengendalian kebakaran hutanlahan di Indonesia. Penulis melihat bahwa permasalahan kebakaran sebenarnya dapat digolongkan ke dalam dua kelompok yaitu permasalahan teknis dan non-teknis. Permasalahan teknis berkaitan dengan unsur-unsur segitiga api, sedangkan permasalahan non-teknis berkaitan dengan kelembagaan. Kebakaran hutanlahan secara teknis terjadi karena adanya tiga unsur api, yang disebut segitiga api fire triangle, yaitu bahan bakar, panas dan oksigen dalam keadaan yang memadai pada waktu dan tempat yang sama Adinugroho et al . 2005; Saharjo 2003; Gaylor 1974 seperti ditunjukkan pada Gambar 2. Di Indonesia, kebakaran hutanlahan lebih banyak disebabkan oleh api yang digunakan dalam kegiatan manusia, terutama pada kegiatan penyiapan lahan untuk bermacam kepentingan. Oleh karena itu, terkait dengan kebakaran 21 hutanlahan diperkenalkan istilah segiempat kebakaran yang meliputi tiga unsur dari segitiga api ditambah manusia sebagai unsur keempat. Besarnya dampak dan kerugian akibat kebakaran ditentukan antara lain oleh intensitas kebakaran, dan intensitas kebakaran ditentukan oleh tingkat ketersediaan ketiga unsur segitiga api tersebut Brown Davis 1973. Pengendalian kebakaran hutanlahan secara teknis pada dasarnya adalah mengusahakan agar ketiga unsur tersebut tidak berada pada kondisi yang memadai untuk terjadinya kebakaran Suprayitno Syaufina 2008, sehingga penyebab teknis dapat diatasi dengan metode pencegahan dan metode pemadaman. Pencegahan pada prinsipnya dilakukan dengan modifikasi unsur-unsur dari segitiga api sehingga ketiganya tidak berada pada kondisi yang memadai untuk terjadinya api dan melalui perlakuan terhadap unsur keempat dari segiempat kebakaran yaitu manusia dengan meningkatkan pemahaman mengenai bahaya dan risiko kebakaran hutanlahan. Saharjo 2003 memberikan panduan bahwa dari ketiga unsur api tersebut, oksigen merupakan unsur yang tersedia melimpah dan sulit dikendalikan, maka pengendalian ditekankan pada dua unsur lainnya. Dari segi bahan bakar, karakteristik yang perlu diketahui untuk mengendalikan kebakaran adalah kadar airnya. Saharjo menyatakan bahwa bahan bakar tidak terbakar bila kadar airnya di atas 25 dan akan mudah terbakar ketika kadar Gambar 2 – Segitiga api Sumber: Brown Davis 1973; Saharjo 2003 22 airnya di bawah 5, sedangkan dari segi panas diperlukan suhu penyalaan antara 220°-250° C. Pemadaman kebakaran dapat dilakukan baik dengan metode pemadaman langsung direct attack yakni mematikan langsung pada titik atau garis nyala api maupun dengan metode pemadaman tak langsung indirect attack yakni mencegah perambatan api yang lebih luas dengan mendayagunakan sekat bakar atau fire break dan membuat ilaran api atau fire line. Pemadaman dapat dilakukan dari darat atau ground attack atau dipadukan dengan pemadaman dari udara atau aerial attack Adinugroho et al. 2005; Saharjo 2003; Sumantri 2003; Gaylor 1974. Keberhasilan pengendalian kebakaran secara teknis ditentukan pula oleh dukungan dari upaya-upaya non-teknis berupa kelembagaan dan manajemen pengendalian kebakaran yang baik.

2.2. Organisasi dan Manajemen

2.2.1. Pengertian

Pengertian istilah organisasi telah mengalami pergeseran Cahayani 2003; Drucker 1997. Organisasi menurut pengertian awal yang sederhana yaitu suatu kerja sama sekelompok orang untuk mencapai tujuan bersama yang diinginkan dan mau terlibat dengan peraturan yang ada. Sekarang organisasi lebih dikenal sebagai alat dan wadah atau tempat untuk melakukan kegiatan bersama agar dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama Siswanto 2009; Cahayani 2003. Drucker 1997 menyatakan bahwa organisasi menurut definisi pertama yang disebutnya sebagai teori pertama tentang organisasi di pertengahan abad ke-18, adalah bagaimana pekerjaan yang berbeda dilakukan. Pengertian organisasi tersebut kemudian bergeser yang dikatakan sebagai gerakan menuju organisasi baru moving toward the new organization yang menegaskan bahwa organisasi bukan sekadar sebuat alat. Organisasi menyatakan nilai-nilai, dan oleh karenanya tidak ada organisasi yang ideal. Organisasi berbeda sesuai dengan tujuannya, jenis pekerjaannya, orang-orangnya, dan budayanya. Organisasi dapat diartikan dalam arti dinamis dan dalam arti statis Siswanto 2009. Organisasi dalam arti dinamis adalah suatu proses penetapan 23 dan pembagian kerja yang akan dilakukan, pembatasan tugas dan kewajiban, otoritas dan tanggung jawab serta penetapan hubungan di antara elemen organisasi. Organisasi dalam arti statis adalah suatu bagan atau struktur yang berwujud dan bergerak demi tercapainya tujuan bersama. Louis A. Allen, sebagaimana dikutip Hasibuan 2008 melihat organisasi seperti definisi Siswanto 2009 untuk arti dinamis di mana organisasi merupakan proses penentuan dan pengelompokan pekerjaan yang akan dikerjakan, menetapkan dan melimpahkan wewenang dan tanggung jawab, dengan maksud untuk memungkinkan orang- orang bekerja sama secara efektif dalam mencapai tujuan. Hasibuan 2008 merangkum dari berbagai literatur bahwa sebuah organisasi baru ada jika memiliki tujuh unsur yaitu: 1 manusia, 2 tempat kedudukan, 3 tujuan, 4 pekerjaan, 5 struktur, 6 teknologi, artinya ada unsur teknis, dan 7 lingkungan. Siswanto 2009 menyatakan bahwa suatu organisasi memiliki sedikitnya tiga unsur yaitu 1 sekelompok orang, 2 interaksi dan kerja sama, dan 3 tujuan bersama. Hasibuan 2008 lebih lanjut menguraikan bahwa untuk terwujudnya suatu organisasi yang baik, efektif, efisien dan sesuai dengan kebutuhan, organisasi harus memegang secara selektif asas-asas atau prinsip- prinsip organisasi yang terdiri atas: 1 asas tujuan principle of organizational objectives di mana tujuan organisasi harus jelas dan rasional; 2 asas kesatuan tujuan principle of unity of objective, di mana organisasi secara keseluruhan dan tiap-tiap bagiannya harus memiliki tujuan yang sama; 3 asas kesatuan perintah principle of unity of command di mana setiap bawahan menerima perintah hanya dari satu atasan, tetapi seorang atasan dapat memerintah beberapa orang bawahan; 4 asas rentang kendali principle of span of management di mana seorang pemimpin hanya dapat memimpin secara efektif sejumlah bawahan tertentu; 5 asas pendelegasian wewenang principle of delegation of authority di mana wewenang hendaknya didelegasikan kepada orang lain secara jelas dan efektif sehingga orang yang diberi wewenang mengetahui wewenangnya; 24 6 asas keseimbangan wewenang dan tanggung jawab principle of parity of authority and responsibility di mana wewenang yang didelegasikan dan tanggung jawab yang timbul karenanya harus sama besar; 7 asas tanggung jawab principle of responsibility di mana pertanggungjawaban dari bawahan terhadap atasan harus sesuai dengan garis wewenang line authority dan pelimpahan wewenang; 8 asas pembagian kerja principle of departementation atau principle of division of work di mana pengelompokan tugas-tugas atau pekerjaan- pekerjaan yang sama ke dalam satu unit hendaknya didasarkan atas eratnya hubungan tugas tersebut; 9 asas penempatan personalia principle of personnel placement yaitu penempatan orang-orang pada setiap jabatan harus didasarkan atas kecakapan, keahlian dan ketrampilannya; 10 asas jenjang berangkai principle of scalar chain yakni saluran perintah atau wewenang dari atas ke bawah maupun saluran pertanggungjawaban dari bawahan ke atasan merupakan mata rantai vertikal yang jelas dan tidak terputus-putus; 11 asas efisiensi principle of efficiency di mana organisasi dalam mencapai tujuannya harus dapat mencapai hasil yang optimal dengan pengorbanan yang minimal; 12 asas kesinambungan principle of continuity yakni organisasi harus mengusahakan cara-cara untuk menjamin kelangsungan hidupnya; 13 asas koordinasi principle of coordination yaitu bahwa organisasi harus mensinkronkan dan mengintegrasikan segala tindakan supaya terarah kepada sasaran yang ingin dicapai. Organisasi berkaitan erat dengan manajemen. Organisasi merupakan wadah atau alat sedangkan manajemen merupakan prosesnya dan kedua-duanya adalah untuk mencapai tujuan yang diinginkan Hasibuan 2008. Manajemen adalah proses penggunaan sumber daya organisasi secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan melalui fungsi-fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan leadinginfluencing dan pengawasan Dubrin Ireland 1993; Gordon et al. 1990. Proses tersebut saling berkaitan dan berurutan Siswanto 25 2009. Sumber daya organisasi dapat berupa sumber daya manusia, sumberdaya finansial, sumber daya fisik dan sumber daya informasi Dubrin Ireland 1993. Sifat gerak manajemen suatu organisasi ditentukan oleh bentuk organisasinya Siswanto 2009. Organisasi berdasarkan skala atau ukurannya dapat berupa organisasi kecil, menengah, dan besar, sedangkan berdasarkan tujuannya terdapat dua macam yaitu 1 organisasi publik atau sosial atau nirlaba non-profit organzation yang tujuan utamanya untuk melayani kepentingan umum dan tanpa perhitungan untung rugi, dan 2 organisasi perusahaan business organization yakni organisasi yang didirikan untuk tujuan komersial dan semua tindakannya bermotifkan laba profit motive. Berdasarkan kaitan hubungannya dengan pemerintah, organisasi dapat berupa organisasi resmi yaitu 1 organisasi yang dibentuk oleh atau ada hubungannya dengan pemerintah dan atau harus terdaftar pada Lembaran Negara, dan 2 organisasi tidak resmi yaitu organisasi yang tidak ada hubungannya dengan pemerintah dan tidak terdaftar pada Lembaran Negara. Setiap organisasi berhadapan dengan dua jenis lingkungan, yaitu lingkungan internal dan lingkungan eksternal Siagian 2008. Kedua jenis lingkungan tersebut seringkali begitu kompleks sejalan dengan semakin kompleksnya organisasi. Lingkungan tersebut, antara lain semakin banyaknya pihak yang berkepentingan baik pihak internal maupun pihak eksternal yang harus dipuaskan dan tantangan eksternal yang dihadapi organisasi. Siagian 2008 menyarankan diterapkannya manajemen stratejik untuk menghadapi situasi organisasi yang kompleks tersebut. Manajemen stratejik adalah serangkaian keputusan dan tindakan mendasar yang dibuat oleh manajemen puncak dan diimplementasikan oleh seluruh jajaran suatu organisasi dalam rangka pencapaian tujuan organisasi tersebut Siagian 2008. Esensi dari manajemen stratejik adalah bahwa manajemen puncak dari suatu organisasi harus mampu merumuskan dan menentukan strategi organisasinya sehingga organisasinya mampu mempertahankan eksistensinya sekaligus mampu menyesuaikan diri dan berubah untuk meningkatkan efektivitas dan produktivitasnya. Faktor-faktor yang harus diperhitungkan dalam manajemen stratejik menurut Siagian 2009 antara lain; a tipe dan struktur organisasi, b gaya manajerial, c kompleksitas lingkungan eksternal, d kompleksitas proses produksi, dan e hakikat berbagai masalah yang dihadapi.