Tumbuhan penghasil warna dan tanin Tumbuhan upacara adat Tumbuhan penghasil kayu bakar

adanya pestisida yang alami atau ramah lingkungan dapat menghindari lingkungan dari pencemaran dan hutan tetap terjaga karena masyarakat dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dari hasil pertanian tanpa harus merusak hutan.

5.2.5.7 Tumbuhan penghasil warna dan tanin

Tumbuhan di sekitar kita tidak hanya bermanfaat untuk obat, pangan, bahan bangunan dan sebagainya. Tidak sedikit tumbuhan merupakan penghasil zat warna dan tannin alami. Zat warna dan tannin tersebut berasal dari bagian tanaman, seperti kayu, kulit kayu, daun, akar, bunga, biji, dan getah Wibowo 2003 diacu dalam Harbelubun et al. 2005. Tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat sebagai pewarna dan tannin hanya sekedar untuk pewarna makanan dalam pembuatan kue saja. Adapun spesies yang digunakan masyarakat sebagai pewarna makanan hanya ditemukan dua spesies saja, yakni kunyit Curcuma domestica dan suji Pleomele angustifolia. Spesies tumbuhan tersebut dipilih karena memiliki warna yang menarik dan terang. Kunyit Curcuma domestica merupakan spesies penghasil warna kuning terang, spesies ini biasa digunakan untuk mewarnai nasi tumpeng, nasi goreng dan makanan olahan dari singkong. Sedangkan daun suji Pleomele angustifolia menghasilkan warna hijau dan biasa digunakan untuk membuat kue. Selain memiliki warna yang menarik, daun suji juga memiliki aroma yang khas dan wangi.

5.2.5.8 Tumbuhan upacara adat

Di berbagai etnis tumbuhan-tumbuhan yang dipakai dalam upacara berbeda- beda menurut pengetahuan masyarakat masing-masing. Dalam upacara-upacara adat yang dilakukan terutama yang berkenaan dengan upacara daur hidup Kartiwa Wahyono 1992. Desa Tapos merupakan desa yang berbentuk semi modern sehingga tidak memiliki kebudayaan yang khas yang mencirikan masyarakatnya. Seperti sama halnya dengan tumbuhan penghasil pestisida, tumbuhan yang biasa digunakan untuk upacara adat di daerah ini pun tidak ditemui dan masyarakat tidak menggunakannya.

5.2.5.9 Tumbuhan penghasil kayu bakar

Berdasarkan hasil wawancara terhadap 30 orang responden didapatkan informasi bahwa hampir semua responden memanfaatkan tumbuhan sebagai kayu bakar dan 1 orang responden memanfaatkan kayu untuk membuat arang. Kayu bakar tersebut ada yang diambil dari hutan, baik cagar alam maupun perum perhutani dan ada juga yang berasal dari kebun milik masyarakat. Menurut Sutarno 1996 diacu dalam Arafah 2005, salah satu kriteria jenis tumbuhan yang biasanya dijadikan kayu bakar adalah jenis yang memiliki kadar air rendah sehingga mudah dibakar. Tujuan pengambilan tumbuhan sebagai kayu bakar oleh masyarakat berbeda-beda, dari 30 orang responden ada 2 orang responden yang mengambil kayu bakar untuk dijual. Sedangkan sisanya mengambil kayu bakar untuk keperluan masak sehari-hari. Tumbuhan yang biasanya digunakan masyarakat untuk kayu bakar adalah akasia Acacia mangium, puspa Schima walichii, dan bambu Schizostachyum zollingeri. Ketiga spesies ini paling banyak dipilih masyarakat untuk kayu bakar karena ketiga spesies tersebut paling mendominasi di daerah tersebut sehingga tidak sulit untuk mendapatkannya. Kebanyakan masyarakat memperoleh kayu bakar di sekitar Perum Perhutani. Kayu bakar yang dijual dihargai sekitar Rp. 3. 000 untuk dua ikat kayu bakar atau “satu pikul”. Sedangkan arang biasanya dijual per karung. Berikut merupakan gambar-gambar kayu bakar yang digunakan masyarakat. Gambar 18 Kayu bakar dari ranting. Gambar 19 Bambu untuk kayu bakar.

5.2.5.10 Tumbuhan sebagai bahan bangunan