BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kawasan Konservasi
Menurut ketentuan Undang-undang No. 5 tahun 1990, berdasarkan fungsi pokoknya, kawasan hutan dibagi ke dalam tiga, yaitu kawasan hutan lindung,
konservasi dan produksi. Pemberian nama ini disesuaikan dengan fungsi dari kawasan tersebut. Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas
tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Kawasan hutan konservasi terdiri dari kawasan
hutan suaka alam dan pelestarian alam. Berdasarkan undang-undang No. 5 tahun 1990, kawasan konservasi dibagi ke dalam 3 bagian yakni kawasan suaka alam,
pelestarian alam, dan taman buru. Kawasan suaka alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang
mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga berfungsi sebagai wilayah
sistem penyangga kehidupan. Kawasan hutan pelestarian alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem
penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, dan
taman buru adalah kawasan hutan yang ditetapkan sebagai tempat wisata berburu. Kawasan suaka alam sendiri terdiri atas 2 dua kawasan, yakni cagar alam dan
suaka margasatwa Undang-undang No. 5 tahun 1990.
2.1.1 Cagar alam
Cagar Alam adalah kawasan suaka alam karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu
yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami. Kawasan cagar alam mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan
keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, juga berfungsi sebagai wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan Undang-undang No.
5 tahun 1990. Pengelolaan kawasan suaka alam dilaksanakan oleh Pemerintah
sebagai upaya pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya.
Menurut Napitu 2007, kriteria yang digunakan untuk penunjukkan dan
penetapan suatu daerah sebagai kawasan cagar alam, diantaranya adalah :
1. Mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa dan tipe ekosistem; 2. Mewakili formasi biota tertentu dan atau unit-unit penyusunnya;
3. Mempunyai kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli dan tidak atau belum diganggu manusia;
4. Mempunyai luas yang cukup dan bentuk tertentu agar menunjang pengelolaan yang efektif dan menjamin keberlangsungan proses ekologis
secara alami; 5. Mempunyai ciri khas potensi dan dapat merupakan contoh ekosistem yang
keberadaannya memerlukan upaya konservasi; dan atau 6. Mempunyai komunitas tumbuhan dan atau satwa beserta ekosistemnya yang
langka atau yang keberadaannya terancam punah. Pengelolaan kawasan cagar alam sepenuhnya ditangani oleh Pemerintah,
yakni melalui Balai Konservasi Sumberdaya Alam BKSDA. Suatu kawasan cagar alam dikelola berdasarkan satu rencana pengelolaan yang disusun
berdasarkan kajian aspek-aspek ekologi, teknis, ekonomis dan sosial budaya. Rencana pengelolaan cagar alam sekurang-kurangnya memuat tujuan
pengelolaan, dan garis besar kegiatan yang menunjang upaya perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan kawasan Napitu 2007.
Upaya pengawetan kawasan cagar alam dilaksanakan dalam bentuk kegiatan:
1. Perlindungan dan pengamanan kawasan 2. Inventarisasi potensi kawasan
3. Penelitian dan pengembangan yang menunjang pengawetan. Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan
perubahan terhadap keutuhan kawasan cagar alam. Perubahan terhadap keutuhan kawasan cagar alam meliputi kegiatan mengurangi, menghilangkan fungsi dan
luas kawasan suaka alam, serta menambah jenis tumbuhan dan satwa lain yang tidak asli. Beberapa kegiatan dilarang karena dapat mengakibatkan perubahan
fungsi kawasan cagar alam adalah melakukan perburuan terhadap satwa yang berada di dalam kawasan, memasukan jenis-jenis tumbuhan dan satwa bukan asli
ke dalam kawasan, memotong, merusak, mengambil, menebang, dan memusnahkan tumbuhan dan satwa dalam dan dari kawasan, menggali atau
membuat lubang pada tanah yang mengganggu kehidupan tumbuhan dan satwa dalam kawasan atau mengubah bentang alam kawasan yang mengusik atau
mengganggu kehidupan tumbuhan dan satwa Napitu 2007. Larangan juga berlaku terhadap kegiatan yang dianggap sebagai tindakan
permulaan yang berakibat pada perubahan keutuhan kawasan, seperti : memotong, memindahkan, merusak atau menghilangkan tanda batas kawasan, atau membawa
alat yang lazim digunakan untuk mengambil, mengangkut, menebang, membelah, merusak, berburu, memusnahkan satwa dan tumbuhan ke dan dari dalam kawasan.
Kegiatan yang dapat dilakukan di dalam kawasan cagar alam, meliputi kegiatan untuk kepentingan penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan
dan kegiatan lainnya yang menunjang budidaya Undang-undang No. 5 tahun 1990.
2.2 Tumbuhan Berguna Indonesia