Tuna Loin Beku Analisis kinerja perusahaan tuna loin dengan pendekatan balanced scorecard untuk penyusunan strategi peningkatan keberhasilan haccp

Cara penanganan dan pengolahan ikan tuna loin berdasarkan ketentuan SNI 01-4104.3-2006 meliputi: 1 Penerimaan Bahan baku yang diterima di unit pengolahan diuji secara organoleptik, untuk mengetahui mutunya. Bahan baku kemudian ditangani secara hati- hati, cepat, cermat dan saniter dengan suhu pusat produk maksimal 4,4 °C. 2 Penyiangan atau tanpa penyiangan Apabila ikan yang diterima masih dalam keadaan utuh, ikan disiangi dengan cara membuang kepala dan isi perut. Penyiangan dilakukan secara cepat, cermat dan saniter sehingga tidak menyebabkan pencemaran pada tahap berikutnya dengan suhu pusat produk maksimal 4,4 °C. 3 Pencucian 1 khusus yang menggunakan bahan baku segar. Ikan dicuci dengan hati-hati menggunakan air bersih dingin yang mengalir secara cepat, cermat dan saniter untuk mempertahankan suhu pusat produk maksimal 4,4 °C. 4 Pemotongan daging pembuatan loin Pembuatan loin dilakukan dengan cara membelah ikan menjadi empat bagian secara membujur. Proses pembuatan loin dilakukan secara cepat, cermat dan saniter dan tetap mempertahankan suhu pusat produk 4,4 °C. 5 Pengulitan dan perapihan Tulang, daging merah, dan kulit yang ada pada loin dibuang hingga bersih. Pengulitan dan perapihan dilakukan secara cepat, cermat dan saniter dan tetap mempertahankan suhu produk 4,4 °C. 6 Sortasi mutu Sortasi mutu dilakukan dengan memeriksa loin apakah masih terdapat tulang, duri, daging merah dan kulit secara manual. Sortasi dilakukan secara hati-hati, cepat, cermat dan saniter dengan suhu pusat produk maksimal 4,4°C. 7 Pembungkusan Loin yang sudah rapi selanjutnya dikemas dalam plastik secara individual vakum maupun tidak vakum. Proses pembungkusan dilakukan secara cepat, cermat dan saniter dan tetap mempertahankan suhu pusat produk maksimal 4,4 °C. 8 Pembekuan Loin yang sudah dibungkus kemudian dibekukan dengan alat pembeku seperti ABF hingga suhu pusat ikan mencapai maksimal –18 °C dalam waktu maksimal 4 jam. 9 Penimbangan Loin ditimbang satu per satu dengan menggunakan timbangan yang sudah dikalibrasi. Penimbangan dilakukan dengan cepat, cermat dan saniter serta tetap mempertahankan suhu pusat produk maksimal -18 °C. 10 Pengepakan Loin yang telah dilepaskan dari pan pembeku, kemudian dikemas dengan plastik dan dimasukkan dalam master carton secara cepat, cermat dan saniter. 11 Pengemasan Produk akhir dikemas dengan cepat, cermat secara saniter dan higienis. Pengemasan dilakukan dalam kondisi yang dapat mencegah terjadinya kontaminasi dari luar terhadap produk. 12 Pelabelan dan pemberian kode Setiap kemasan produk tuna loin beku yang akan diperdagangkan diberi tanda dengan benar dan mudah dibaca, mencantumkan bahasa yang dipersyaratkan disertai keterangan sekurang-kurangnya sebagai berikut : a Jenis produk b Berat bersih produk c Nama dan alamat lengkap unit pengolahan secara lengkap d Bila ada bahan tambahan lain diberi keterangan bahan tersebut e Tanggal, bulan, dan tahun produksi f Tanggal, bulan, dan tahun kadaluarsa Berdasarkan hasil penelitian Sanker et al. 2008 mengenai pengaruh pengemasan vakum pada produk tuna yang disimpan pada suhu 0 o C sampai 2 o C, memperlihatkan bahwa kemasan vakum mampu memperpanjang daya awet. Selain itu, selama pembekuan dan penyimpanan, otot ikan dapat mengalami sejumlah perubahan. Denaturasi protein dan agregasi protein miofibrillar yang dapat menyebabkan perubahan dalam sifat fungsional dari protein otot ikan sehingga akan kehilangan daya ikat air dan terjadi perubahan tekstur Baroso et al. dalam Martines et al. 2010.

2.2 Histamin

Histamin adalah senyawa amin biogenik yang terbentuk dari asam amino histidin akibat reaksi dengan enzim dekarboksilase. Satuan kadar histamin dalam daging tuna dapat dinyatakan dalam mg100 g, mg , atau ppm mg1000 g Sumner et al. 2004. Histidin bebas yang terdapat dalam daging ikan erat kaitannya dengan histamin dalam daging. Enzim pemecah karboksil dapat berasal dari daging tubuh ikan sendiri, namun sebagian besar enzim tersebut dihasilkan oleh mikroba yang terdapat dalam saluran pencernaan ikan serta mikroba lain yang mengkontaminasi ikan Keer et al. 2002. Bakteri jenis Clostridium perfringens, Enterobacter aerogenes, Klebsiella pneumoniae, Morganella morganii, Proteus mirabilis, Raoutella planticula dan Vibrio alginolyticus termasuk dalam golongan bakteri yang menyebabkan histamin sampai tingkat membahayakan Kanki et al. 2002; Kimata diacu dalam Borgstrom 1961; Taylor et al. 1979; Yoshinaga dan Frank 1982. Sistem intestinal dari manusia mengandung enzim diamine oxidase DAO dan Histamin N-methyl transferase HMT dimana akan mendegradasi histamin menjadi produk yang tidak berbahaya, akan tetapi jika dosis histamin yang dikonsumsi besar maka kemampuan dari DAO dan HMT untuk menghancurkan histamin akan menyebabkan efek toksik dari histamin pada jaringan tubuh. Gejala keracunan histamin adalah gatal-gatal, diare, demam, sakit kepala, dan tekanan darah turun Keer et al. 2002. Food and Drug Administration FDA menetapkan bahwa untuk ikan tuna dan ikan sejenisnya, 5 mg histamin100 gram daging ikan merupakan jumlah yang harus diwaspadai dan sebagai indikator terjadinya dekomposisi, sedangkan 50 mg histamin100 gram daging ikan merupakan jumlah yang membahayakan atau dapat menimbulkan keracunan FDA 2001.

2.3 HACCP

Sistem HACCP Hazard Analysis Critical Control Point merupakan suatu sistem yang mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengendalikan bahaya-bahaya yang signifikan dalam keamanan pangan CAC 2003. Keberhasilan pelaksanaan program HACCP tergantung pada empat pilar utama yaitu komitmen manajemen, pendidikan dan pelatihan, ketersediaan sumber daya dan adanya tekanan dari pihak luar misalnya peraturan, kekuatan pasar, harapan konsumen dan pengendalian keamanan pangan yang dianggap merupakan prioritas utama pada perusahaan Panisello dan Quantick 2001. Sejak Codex Guidelines for the Application of the HACCP System diadopsi oleh FAOWHO, Codex Alementarius Commission pada tahun 1993, termasuk the Codex Code on General Principle direvisi untuk mencakup sistem HACCP, beberapa negara di dunia mulai merubah sistem keamanan pangan dari end product testing menuju aplikasi HACCP. Konsep HACCP menurut CAC 2003 terdiri dari 12 tahap yang terdiri dari 5 langkah awal dan 7 prinsip HACCP, yaitu : 1 Pembentukan tim HACCP Pembentukan tim HACCP merupakan kesempatan baik untuk memotivasi karyawan dan menginformasikan tentang HACCP kepada karyawan. Tim HACCP harus memberikan jaminan bahwa pengetahuan dan keahlian spesifik produk tertentu tersedia untuk pengembangan rencana HACCP secara efektif. 2 Deskripsi produk Deskripsi produk adalah perincian informasi lengkap mengenai produk. Deskripsi produk harus digambarkan termasuk informasi mengenai komposisi, struktur kimiafisik, perlakuan-perlakuan pemanasan, pembekuan, penggaraman, pengeringan, pengemasan, kondisi penyimpanan, daya tahan, persyaratan standar, dan metode pendistribusian. 3 Identifikasi penggunaan produk Setiap produk yang akan dikendalikan melalui penerapan sistem HACCP terlebih dahulu harus ditentukan rencana penggunaannya atau dengan kata lain harus diidentifikasi terlebih dahulu sasaran konsumennya. Pengelompokan konsumen penting dilakukan untuk menentukan tingkat resiko dari setiap produk.