Implementasi HACCP pada pengolahan tuna loin

adalah implementasi HACCP pada proses pengolahan tuna loin dan pengendalian bahaya histamin pada produk tuna loin yang masing-masing memiliki bobot 15,87 dan 11,91 . Berikut ini adalah gambaran implementasi HACCP pada pengolahan tuna loin dan juga pengendalian bahaya histamin pada PT X.

4.2.3.1 Implementasi HACCP pada pengolahan tuna loin

Implementasi HACCP pada pengolahan tuna loin mencakup penilaian program kelayakan dasar pre-requisite program dan evaluasi penerapan program HACCP Hazard Analysis Critical Control Point. Berikut ini adalah hasil analisis penilaian program kelayakan dasar dan evaluasi HACCP pada PT X. 1 Penilaian program kelayakan dasar pre-requisite program Kelayakan dasar merupakan fondasi awal sebelum konsep manajemen mutu HACCP diterapkan di suatu unit pengolahan. Penilaian kelayakan dasar suatu unit pengolahan dapat dilakukan dengan menggunakan lembar penilaian yang telah dibakukan. Berdasarkan pemantauan yang dilakukan, hasil penilaian terhadap penerapan program kelayakan dasar di PT X pada bulan Agustus-September menunjukkan terdapat 3 penyimpangan mayor dan 1 penyimpangan minor yang dapat dilihat pada Tabel 8 mengenai penyimpangan pada kelayakan dasar pada unit pengolahan. Dengan penyimpangan tersebut, maka PT X dikategorikan sebagai Unit Pengolahan Ikan UPI dengan nilai A sangat baik, artinya unit pengolahan tersebut dapat melakukan ekspor ke negara mana saja sesuai dengan peraturan yang diberlakukan oleh Ditjen PPHP No.PER.011DJ-P2HP2007. Sertifikat HACCP dapat dilihat pada Lampiran 8. Tabel 8 Penyimpangan persyaratan kelayakan dasar pada unit pengolahan Penyimpangan Minor • Peralatan tidak diberi tanda Penyimpangan 5.9 Penyimpangan Mayor • Kran air dioperasikan dengan tangan Penyimpangan 4.7.4 • Fasilitas cuci tangan tidak dilengkapi dengan pengering sekali pakai Penyimpangan 4.7.6 • Ada sedikit kebocoran pada langit-langit Penyimpangan 6.3 Tindakan yang dapat dilakukan oleh pihak perusahaan untuk memperbaiki penyimpangan minor Penyimpangan 5.9 adalah memberi tanda pada peralatan yang digunakan. Sedangkan tindakan yang dapat dilakukan untuk memperbaiki penyimpangan mayor di antaranya adalah memastikan bahwa kran air yang dioperasikan dengan tangan dalam kondisi yang bersih Penyimpangan 4.7.4, melengkapi fasilitas pencuci tangan dengan pengering sekali pakai Penyimpangan 4.7.6, dan memperbaiki langit-langit yang mengalami kebocoran Penyimpangan 6.3. Penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan program kelayakan dasar perusahaan serta efektivitas penerapan GMP dan SSOP akan mempengaruhi penerapan sistem HACCP di perusahaan. Penyimpangan ini dapat berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap produk yang berujung pada tingkat penerimaan konsumen terhadap produk akhir Oriss 2000. 2 Evaluasi penerapan program HACCP Hazard Analysis Critical Control Point Sistem HACCP Hazard Analysis Critical Control Point merupakan suatu sistem yang mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengendalikan bahaya-bahaya yang signifikan dalam keamanan pangan CAC 2003. Berikut ini adalah hasil evaluasi penerapan program HACCP selama bulan Agustus-September 2010 yang meliputi : 1 Pembentukan tim HACCP Tim HACCP di PT X terdiri dari General Manager sebagai pimpinan dari Assistant General Manager, Production Manager, QC Manager, QC Laboratory, HRD Manager dan Mechanic. Tugas dan tanggung jawab tim HACCP pada PT X adalah menyusun, menerapkan, memutakhirkan dan mendistribusikan rencana HACCP di lingkungan perusahaan. Gambaran tugas setiap tim HACCP dapat dilihat pada Lampiran 9. Tim HACCP harus memiliki pengetahuan dan pengalaman multi disiplin dalam mengembangkan dan menerapkan sistem manajemen keamanan pangan. Keahlian yang mencakup di antaranya tentang produk, proses, dan program HACCP yang diterapkan Moy et al. 1994. 2 Deskripsi produk Deskripsi produk tuna loin beku PT X dapat dilihat pada Tabel 10. Secara umum deskripsi produk tuna loin beku berasal dari bahan baku Big eye tuna Thunnus obesus dan Yellow fin tuna Thunnus albacares yang mengalami proses pencucian, pendinginan, pemfilletan pembuangan kepala dan pembuatan loin, pembuangan kulit, perapihan, penimbangan, pengemasan vakum, pendinginan, pengemasan pemeriksaaan, penimbangan dan pelabelan, dan pemuatan. Proses pengemasan produk menggunkan StyrofoamMaster carton. Styrofoam merupakan plastik busa yang masih tergolong plastik. Kelebihan pemakaian Styrofoam adalah mempu mencegah kebocoan dan mempertahankan kesegaran serta keutuhan bahan yang dikemas selain karena ringan dan biayanya murah Tadinur 2006. 3 Identifikasi kegunaan Produk tuna loin beku yang dihasilkan oleh PT X merupakan produk siap masak atau produk yang diprioritaskan untuk dimasak terlebih dahulu sebelum dikonsumsi. Tujuan dari pemasakan ini adalah membunuh mikroorganisme patogen yang terdapat pada bahan mentah Bryan 1990. Negara tujuan ekspor yang utama adalah Amerika. Dengan diterapkannya HACCP dalam unit pengolahan tuna loin beku diharapkan dapat menghindari dan mencegah bahaya- bahaya yang kemungkinan beresiko buruk terhadap konsumen dan menghasilkan produk yang aman, berkualitas tinggi dan aman dikonsumsi. Hasil identifikasi produk dapat dilihat pada Tabel 9. 4 Diagram alir proses produksi Penyusunan diagram alir proses pembuatan produk dilakukan dengan mencatat seluruh proses sejak diterimanya bahan baku sampai dengan dihasilkannya produk jadi untuk disimpan. Diagram alir proses disusun dengan tujuan menggambarkan keseluruhan proses produksi dan bermanfaat membantu tim HACCP dalam melaksanakan kerjanya. Diagram alir proses produksi tuna loin beku dapat dilihat pada Gambar 7. Tabel 9 Deskripsi produk tuna PT X DESKRIPSI PRODUK Nama Produk Fillet Tuna Segar Nama Spesies Big eye tuna Thunnus obesus, Yellow fin tuna Thunnus albacares, Blue fin tuna Thunnus maccoyii Alur Proses Penerimaan bahan baku pemeriksaaan dan penimbangan, pencucian, pendinginan, pemfilletan pembuangan kepala dan pembuatan loin, pembuangan kulit, perapihan, penimbangan, pengemasan vakum, pendinginan, pengemasan pemeriksaaan, penimbangan dan pelabelan, dan pemuatan. Tipe pengemasan Poly bag, StyrofoamMaster carton Penyimpanan Suhu produk dipertahankan sekitar 0 o C Label Spesifikasi Nama perusahaan, jenis produk dan spesies, berat kg, tanggal produksi, tanggal kadaluarsa, kode produksi dan nomor registrasi. Kondisi tertentu Penyimpanan dan selama transportasi dipertahankan suhunya 0 o C Penggunaan produk Siap untuk dimakan, di mana bahan baku diprioritaskan untuk dimasak sebelum dikonsumsi Pembeli Amerika, UE Gambar 7 Diagram alir proses produksi tuna loin. Sumber : Bagian produksi PT X 2008 5 Verifikasi diagram alir Verifikasi diagram alir dilakukan oleh QC Manager. Berdasarkan hasil verifikasi terhadap diagram alir proses produksi tuna loin beku pada PT X, ternyata masih ada satu proses yang tidak dimasukkan ke dalam diagram alir proses produksi tuna loin. Proses yang tidak dimasukkan tersebut adalah tahapan penambahan gas CO pada daging tuna. Hal ini dikarenakan belum adanya Standar Nasional Indonesia SNI mengenai produk tuna yang ditambah dengan gas karbon monoksida CO. Proses Produksi Tuna Penerimaan bahan baku Pemeriksaan dan penimbangan Pencucian Pemfilletan Pemotongan kepala dan pembuatan loin Pembuangan kulit Perapihan Pengecekan kualitas Penimbangan Pengemasan vakum Pendinginan chilling Pengemasan Pemuatan Penyimpanan ruang chilling Penerimaan dan Penyimpanan bahan pembungkus Pendinginan Penyimpanan sementara 6 Analisis bahaya Analisis bahaya dilakukan dengan mendaftar semua bahaya potensial yang terkait dengan setiap tahapan proses dan sedapat mungkin mengidentifikasi tindakan pencegahannya.Ruang lingkup bahaya pada saat analisa mencakup bahan baku, proses pengolahan, peralatan pabrik, karyawan dan lingkungan pabrik. Penentuan tingkat resiko terjadinya bahaya dapat dilihat dari peluang terjadinya bahaya pada setiap bahan baku dan tahapan proses. Bahaya yang telah teridentifikasi pada analisis bahaya kemudian dibuat tindakan perncegahan agar bahaya tersebut tidak akan mencemari bahan baku maupun tahapan proses. Analisis bahaya pada produk tuna loin beku yang dihasilkan oleh PT X dapat dilihat pada Lampiran 10. Analisis bahaya setiap proses pengolahan tuna loin dapat di lihat sebagai berikut : a Penerimaan bahan baku receiving Penerimaan ikan tuna dilakukan di dalam ruang penerimaan bahan baku. Ikan satu per satu diturunkan dari mobil, diukur suhunya dan dimasukkan dalam ruang melalui sebuah loket yang dilengkapi dengan plastik curtain. Daging ikan yang diterima adalah daging yang memiliki warna merah cerah. Suhu ikan umumnya berkisar kurang dari 0 o C, dan jika suhu ikan mencapai 3 o C maka ikan tidak akan diterima oleh pihak perusahaan. Penyebab bahaya yang mungkin terjadi ketika penerimaan bahan baku meliputi bahaya yang disebabkan karena sanitasi yang tidak baik dan penyalahgunaan waktu serta suhu. Bahaya potensial yang disebabkan sanitasi yang tidak baik adalah munculnya E.coli, sedangkan bahaya potensial karena penyalahgunaan waktu dan suhu ada dua macam yaitu adanya dekomposisi dan histamin. Bahaya yang disebabkan oleh sanitasi dan dekompisisi dapat dikendalikan dengan GMP dan SSOP, sedangkan bahaya histamin pada penerimaan bahan baku dijasikan titik kendali kritis CCP. Hal ini dikarenakan kemungkinan naiknya kadar histamin pada ikan dapat terjadi sebelum ikan sampai ke perusahaan, sehingga pada tahap penerimaan bahan baku suhu dipertahankan ≤ 3 o C. b Pencucian I washing Ikan yang telah diterima di ruang penerimaan di cuci dengan menggunakan air dingin suhu ± 2 o C. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang masih menempel pada tubuh ikan. Ikan-ikan yang telah dicuci disimpan di bak penyimpanan sementara yang berisi air, es, dan klorin 5-10 ppm untuk dilanjutkan ke dalam proses penimbangan. Bahaya potensial yang mungkin ada pada tahap pencucian adalah adannya akumulasi bakteri dan bahaya meningkatnya histamin. Akan tetapi kedua bahaya tersebut tidak termasuk ke dalam CCP karena dapat dikendalikan dengan GMP dan SSOP. Kontaminasi bakteri disebabkan karena kualitas air dan es yang tidak sesuai dengan standar sehingga pihak perusahaan sangat memperhatikan kualitas air dan es yang digunakan. Sedangkan bahaya kenaikan histamin dapat dikendalikan dengan tetap mempertahankan suhu ikan ≤ 3 o C. c Pendinginan dengan es curai chilling with slush ice Bahan baku yang telah dicuci dengan air dingin kemudian dimasukkan ke dalam sebuah bak penampungan ikan selama 30 menit. Bak penampungan ikan tersebut berisi campuran air dan es curai yang bersuhu ≤ 3 o C. Penyimpanan sementara dilakukan untuk menjaga suhu ikan agar ≤ 3 o C saat menunggu proses selanjutnya. Proses pemasukkan ikan tuna ke dalam bak penampungan dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari kerusakan fisik pada ikan tuna yang menyababkan kemunduran mutu pada ikan. Bahaya potensial pada tahap ini adalah pertumbuhan bakteri dan bahaya histamin yang disebabkan peningkatan suhu pada kolam penampungan. d Filleting Pembuangan kepala dan pembentukan loin Ikan yang telah ditimbang dilanjutkan ke proses filleting dengan pemotongan kepala dan pembentukan loin. Ikan diletakkan di atas talenan yag telah dibersihkan. Posisi kepala ikan terletak disebelah kiri karyawan yang akan melakukan pemotongan. Pemotongan dilakukan secara hati-hati mengikuti garis tutup insang. Ikan yang telah dipotong bagian kepalanya, dilakukan pemotongan untuk membentuk loin. Pembuatan loin dilakukan dengan memotong bagian tubuh ikan menjadi 4 bagian dan dengan melepaskan tulang serta duri yang masih menempel pada daging. Bahaya potensial yang mungkin ada pada tahap pemfilletan adalah adanya kontaminasi bakteri dan bahaya meningkatnya histamin. Akan tetapi kedua bahaya tersebut tidak termasuk ke dalam CCP karena dapat dikendalikan dengan GMP dan SSOP. Kontaminasi bakteri disebabkan karena kualitas air dan es yang tidak sesuai dengan standar sehingga pihak perusahaan sangat memperhatikan kualitas air dan es yang digunakan. Sedangkan bahaya kenaikan histamin dapat dikendalikan dengan tetap mempertahankan suhu ikan ≤ 3 o C. e Pembuangan kulit skinning Loin yang telah terbentuk dibuang kulitnya dengan menyisakan kulit tetap menempel dengan ukuran 3x3 cm. hal ini bertujuan untuk memastikan ptoduk loin yang diterima buyer adalah asli ikan tuna. proses pembuangan kulit dapat dilihat pada Gambar 7. Bahaya potensial yang dapat terjadi pada tahap pembuangan kulit adalah sanitasi yang tidak baik yang menyebabkan adanya kontaminasi bakteri seperti E.coli, akan tetapi bahaya ini dpat dikendalikan dengan penerapan SSOP. Sedangkan bahaya potensial lain adalah meningkatnya kadar histamin pada daging ikan yang disebabkan oleh penyalahgunan suhu dan waktu, akan tetapi bahaya histamin ini dapat dikendalikan dengan GMP yang baik dan benar yaitu dengan mempertahankan suhu ikan ≤ 3 o C. f Pembuangan daging merah dan perapihan Daging merah atau daging gelap dark meat dibuang dengan hati-hati. Pada saat pembuangan daging gelap, dilakukan pengecekan terhadap sis kulit dan tulang belakang yang masih menempel pada daging. Selain itu dilakukan perapihan terhadap bentuk loin. Bahaya potensial yang muncul pada tahap perapihan yaitu kontaminasi bakteri seperti E.coli dan bahaya histamin, akan tetapi bahaya kontaminasi bakteri yang disebabkan sanitasi yang tidak baik dapat dikendalikan dengan SSOP sedangkan bahaya histamin dapat dikendalikan dengan GMP yang baik dan benar yaitu dengan mempertahankan suhu ikan ≤ 3 o C. g Penimbangan Daging ikan yang telah berbentuk loin ditimbang untuk mengetahui rendemen loin yang diperoleh. Pada saat itu juga dilakukan sortasi organoleptik yang meliputi pengamatan penampakan, warna daging dan tekstur. Bahaya potensial yang ada pada tahap penimbangan adalah yaitu kontaminasi bakteri seperti E.coli dan bahaya histamin, akan tetapi bahaya kontaminasi bakteri yang disebabkan sanitasi yang tidak baik dapat dikendalikan dengan SSOP sedangkan bahaya histamin dapat dikendalikan dengan GMP yang baik dan benar yaitu dengan mempertahankan suhu ikan ≤ 3 o C. h Pengolesan Swabbing Daging ikan tuna yang sudah ditimbang kemudian dibersihkan dengan cara pengolesan atau pengelapan busa spon di sekitar lapisan luar daging yang bertujuan untuk menghilangkan sisa-sisa air dan kotoran yang dapat menyebabkan tumbuhnya mikroba sehingga menyebabkan kebusukan. i Pemberian gas CO Loin yang sudah dibersihkan dengan spon kemudian dimasukkan ke dalam plastik polyethylene dengan satu plastik untuk satu potong loin. Setiap plastik dikumpulkan ke dalam keranjang yang dibawahnya telah diberi es untuk tetap menjaga suhu daging. Keranjang yang telah terisi penuh daging loin kemudian dibawa ke ruang smoke untuk diberi gas CO yang bertujuan mempertahankan warna merah daging dengan tekanan sebesar 20-40 psi. Pemberian CO dengan menggunakan selang yang terhubung dengan satu set jarum suntik. Jumlah CO yang diberikan sesuai dengan ukuran daging. Jika produk akan diekspor ke negara-negara Eropa, maka produk tuna yang disuntik gas CO akan ditolak karena pasar Eropa tidak mengijinkan produk dengan penggunaan gas CO. Produk yang diberi gas CO hanya dipasarkan ke negara Amerika dan Asia. Setelah diberi gas CO, plastik diikat agar gas CO tidak keluar dari plastik dan disusun kembali dalam keranjang, kemudian keranjang disimpan dalam ruang penyimpanan sementara chilling room yang bersuhu -1 o C sampai 4 o C selama dua hari. j Pengemasan vakum Loin yang telah disimpan dalam chilling room dikeluarkan dari plastik dan dilakukan pengelapan dengan spons yang telah disemprot alcohol. Setelah itu loin dimasukkan ke dalam plastik LDPE Low Density Polyethylene yang telah diberi label produk dan divakum dengan menggunakan vaccum sealer machine sehingga produk dalam keadaaan hampa udara. Apabila terjadi kebocoran pada plastik, maka plastik diganti dengan plastik yang baru kemudian proses pemvakuman diulang kembali. Bahaya potensial yang yang muncul pada proses pemvakuman yaitu adanya kontaminasi dari bakteri seperti E.coli dan bahaya histamin, akan tetapi bahaya kontaminasi bakteri yang disebabkan sanitasi yang tidak baik dapat dikendalikan dengan SSOP sedangkan bahaya histamin dapat dikendalikan dengan GMP yang baik dan benar yaitu dengan mempertahankan suhu ikan ≤ 3 o C. k Pembekuan Produk tuna loin yang sudah dikemas vakum kemudian diletakkan pada ABF Air Blast Freezer yang memiliki suhu -40 o C. Sebelum produk dimasukkan ke dalam ABF room, suhu ruangan diatur terlebih dahulu dan produk siletakkan di dalam long pan, kemudian long pan dimasukkan ke dalam ruang ABF dan diletakkan pada rak-rak yang terdapat di dalam ruang ABF. Proses pembekuan berlangsung selama ± 8 jam dengan suhu -40 o C. Loin yang telah dibekukan kemudian diperiksa dan ditimbang terlebih dahulu sebelum dilakukan pengemasan. l Pengemasan sekunder master carton Ada dua macam kemasan yang digunakan sebagai bahan pengemas produk tuna loin yaitu plastik LDPE dan kardus master carton. Ikan yang telah ditimbang kemudian dikemas menggunakan plastik LDPE yang dilanjutkan dengan pengemasan menggunakan master carton. Dalam satu master carton terdapat 4-6 loin beku, tergantung besar kecilnya produk loin, kemudian master carton diikat dengan tali stapping yang menggunakan strapping machine untuk mengikat kardus. Setelah itu, produk yang telah dikemas diberi label yang berisi informasi mengenai produk. Bahaya potensial yang dapat terjadi pada tahap pengemasn sekunder yaitu kontaminasi bakteri yang disebabkan oleh kebocoran segel maupun plastik yang bocor, akan tetapi bahaya tersebut tidak termasuk ke dalam CCP karena dapat dikendalikan dengan GMP maupun SSOP. Bahaya potensial lainnya yang dapat terjadi yaitu peningkatan histamin pada daging ikan karena penyalahgunaan waktu dan suhu, tetapi bahaya tersebut dapat dikendalikan dengan GMP yaitu dengan cara proses pengerjaan pengemasan yang dilakukan dengan cepat untuk menghindari peningkatan suhu 7 Identifikasi CCP Critical Control Point Setiap tahapan yang menyebabkan bahaya yang nyata harus diidentifikasi lebih lanjut untuk meyakinkan apakah tahapan tersebut termasuk ke dalam CCP atau tidak. Penentuan CCP dapat menggunakan diagram pohon keputusan CCP CCP decision tree yang berisi pertanyaan logis mengenai bahaya pada setiap proses produksi sehingga tim HACCP dapat menentukan proses manakah yang termasuk CCP maupun bukan CCP. Berdasarkan hasil identifikasi CCP pada PT X, ternyata proses penerimaan bahan baku merupakan CCP sedangkan proses yang lainnya tidak termasuk CCP karena dapat dikendalikan dengan penerapan GMP dan SSOP yang baik dan benar. Bahaya potensial yang terdapat pada tahap penerimaan bahan baku adalah bahaya kenaikan histamin yang disebabkan oleh kenaikan suhu selama transportasi bahan baku. Bahaya histamin pada penerimaan bahan baku termasuk ke dalam CCP karena pada tahapan ini GMP maupun SSOP tidak dapat mengendalikan bahaya tersebut. Peningkatan histamin dapat terjadi sebelum ikan masuk ke perusahaan. Pada proses penerimaan bahan baku, jika suhu ikan 3 o C maka ikan harus diuji kadar histaminnya namun jika kondisi suhu ikan 3 o C, maka bahan baku tersebut tidak perlu di uji kadar histaminnya. Identifikasi bahaya pada tahapan proses tuna loin dapat dilihat pada Lampiran 11. 8 Penetapan batas kritis Critical Limit Batas kritis tidak boleh dilampaui karena batas kritis sudah merupakan toleransi yang menjamin bahwa bahaya dapat dicontrol. Batas kritis ini tidak boleh dilanggar untuk menjamin keamanan produk akhir. PT X memiliki batas maksimal 10 ppm untuk kadar histamin pada penerimaan bahan baku dengan suhu 3 o C. Akan tetapi biasanya pihak perusahaan tidak melakukan uji kadar histamin pada penerimaan bahan baku. Hal ini dikarenakan bahan baku yang diterima oleh pihak perusahaan memiliki suhu 3 o C yang tercatat di dalam Record Harvest Vessel penerimaan bahan baku. Oleh karena itu pengujian kadar histamin dilakukan pada tahap sortasi mutu retouching. 9 Penetapan prosedur monitoring Monitoring merupakan kegiatan pengukuran CCP untuk menentukan apakah batas kritis terlampaui atau tidak. Prosedur monitoring harus dapat mendeteksi bila ada CCP yang tidak terkendali. Selain itu, monitoring juga harus menyediakan informasi mengenai waktu melakukan tindakan koreksi untuk mengendalikan proses sebelum menolak produk Moy et.al 1994. Tahapan monitoring dilakukan pada titik kendali kritis CCP yaitu pada tahap penerimaan bahan baku. Pada tahap ini monitoring dilakukan terhadap senyawa histamin yang terdapat pada bahan baku ikan tuna dengan pengambilan sembilan sampel atau lebih dari setiap batch pemasok jika suhu ikan tuna 3 o C, namun jika suhu ikan masih dibawah 3 o C maka tidak dilakukan pengujian histamin. 10 Penetapan tindakan koreksi Tindakan koreksi merupakan prosedur-prosedur yang harus dilaksanakan ketika kesalahan serius atau kritis ditemukan atau batas kritis terlampaui. Tindakan koreksi harus segera dilaksanakan apabila terjadi kegagalan dalam pengawasan CCP. Tindakan koreksi harus mengurangi atau mengeliminasi potensi bahaya dan resiko yang terjadi ketika batas kritis terlampaui pada CCP Pierson 1992. Tindakan koreksi pada tahap penerimaan bahan baku yaitu menghindari kemungkinan penyebab histamin adalah dengan menolak bahan baku apabila ditemukan ikan dengan kadar histamin 10 ppm. 11 Penetapan tindakan verifikasi Verifikasi adalah pemeriksaaan sistem HACCP secara menyeluruh untuk menjamin bahwa prosedur untuk menghasilkan makanan yang aman dikonsumsi dan bermutu, benar-benar dilaksanakan. Jenis kegiatan verifikasi sistem HACCP yang dilakukan oleh PT X meliputi : 1 Review dokumen rencana HACCP dan pre-requisite program dan implementasinya. Kegiatan yang dilakukan adalah : ¾ Review terhadap kelengkapan isi dokumen GMP dan SSOP ¾ Review terhadap bahan baku, yaitu spesifikasi produk, kepatuhan supplier terhadap regulasi, dan pergantian supplier atau jenis bahan baku. ¾ Review hasil monitoring CCP bahan baku, penyimpanan, proses dan distribusi. ¾ Review terhadap tindakan koreksi yang telah dilakukan jika terjadi penyimpangan 2 Pengambilan contoh sampling dan pengujian fisik, kimia, dan biologi. Pengujian dilakukan terhadap bahan baku, peraltan dan pekerja yang terlibat dalam proses dan produk akhir. 3 Penilaian terhadap kalibrasi alat. Penilaian kalibrasi alat penting dilakukan untuk meyakinkan bahwa kegiatan monitoring yang memerlukan pengukuran telah dikendalikan dengan benar. 4 Audit terhadap implementasi HACCP dan review hasil audit. Audit yang dilaksakan di PT X terbagi dua yaitu audit internal dan audit eksternal. Frekuensi audir internal bergantung pada hasil audit sebelumnya dan auditor yang berwenang adalah orang yang ditunjuk oleh ketuan tim HACCP. Audit eksternal dilakukan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan, Dinas Perikanan DKI Jakarta, dan frekuensi audit bergantung pada level hasil audit sebelumnya. 12 Prosedur pencatatan dan dokumentasi Salah satu kunci keberhasilan jalannya sistem HACCP yaitu keakuratan sistem pencatatan record keeping. Semua kegiatan yang berhubungan dengan pemantauan CCP dan kegiatan lainnya yang terkait harus dicatat dengan baik, pencatatan ini menyediakan data di mana terjadi penyimpangan terhadap batas kritis dan tindakan koreksi untuk mengatasi penyimpangan tersebut Pierson 1992. Berdasarkan hasil evaluasi, PT X telah melaksanakan HACCP dengan baik akan tetapi masih ada beberapa hal yang perlu diperbaiki sehingga kinerja HACCP pada PT X dapat lebih maksimal pelaksanaan. Konsep perbaikan kinerja HACCP pada PT X akan dijelaskan pada proses penyusunan target dan tindakan perbaikan.

4.2.3.2 Analisis Pengendalian CCP