Rancangan Penelitian Simpulan Analysing of Tree Carbon Stock on Green Open Space Area in The Upstream of Kali Bekasi Watershed

dalam membuat sebuah konsep manajemen lanskap perdesaan bagi kelestarian dan kesejahteraan lingkungan. Lokasi pengamatan kebun campuran dan pekarangan yang mewakili ketinggian hulu DAS bagian atas adalah berada di Kampung Cimandala yang terletak di Desa Karang Tengah, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor. Sedangkan lokasi pengamatan kebun campuran dan pekarangan yang mewakili kawasan hulu DAS bagian tengah adalah berada di Kampung Landeuh yang terletak di Desa Karang Tengah, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor. Untuk kawasan lokasi pengamatan kebun campuran yang mewakili hulu DAS bagian bawah adalah di Kampung Leuwijambe yang terletak di Desa Kadumanggu, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor. Sedangkan pengamatan RTH publik area dilakukan di Sentul City.

3.4 Rancangan Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan merupakan penelitian survai. Pengumpulan data dalam penelitian survai ini dilakukan melalui cara: 1 Pengamatan langsung di lapangan direct observation, dilakukan untuk memperoleh data biofisik di lapangan, sampling biomassa dan sekaligus untuk mengklarifikasi kebenaran dari berbagai informasi yang telah diperoleh. 2 Analisis citra, dilakukan untuk klasifikasi penutupan lahan, pendugaan cadangan karbon dalam skala lanskap Hulu DAS Kali Bekasi serta untuk menganalisis perubahan cadangan karbon akibat perubahan penutupan lahan. 3 Studi literatur, dilakukan untuk melengkapi data dan informasi yang diperlukan dalam menunjang kegiatan penelitian. Pengumpulan data di lapangan dilakukan dengan membuat petak pengamatan contoh berdasarkan keterwakilan tipologi penutupan lahan. Ruang lingkup kegiatan penelitian ini meliputi: 1 menganalisis struktur tegakan dan keanekargaman jenis di Hulu DAS Kali Bekasi, 2 menganalisis perubahan Ruang Terbuka Hijau RTH permanen DAS Kali Bekasi bagian Hulu, 3 menganalisis cadangan karbon pohon pada Ruang Terbuka Hijau RTH permanen DAS Kali Bekasi bagian Hulu saat ini, 4 menganalisis korelasi cadangan karbon pohon dengan struktur komunitas vegetasi.

3.5 Tahapan Kegiatan Penelitian

Secara garis besar tahapan kegiatan penelitian terdiri dari preliminary survey dan pengumpulan peta serta data kondisi biofisik kawasan untuk penentuan lokasi penelitian. DAS Kali Bekasi di pilih menjadi lokasi penelitian, mengingat bahwa DAS ini adalah salah satu DAS yang berpengaruh terhadap terjadinya banjir di Jakarta dan menjadi prioritas pengelolaan DAS oleh BPDAS Citarum – Ciliwung. Berdasarkan preliminary survey dan studi pendahuluan, diketahui bahwa daerah lahan terbangun DAS ini tersebar merata dari bagian tengah sampai hilir. Daerah permukiman yang paling padat berada di bagian tengah sampai hilir DAS sedangkan kawasan hijau lebih banyak tersebar di bagian hulu. Berdasarkan hal tersebut lokasi penelitian difokuskan di Hulu DAS Kali Bekasi. Setelah penentuan lokasi penelitian selanjutnya dilakukan pengumpulan data di lapangan yang meliputi “ground truthing” dan pembuatan plot sampling penentuan biomassa pohon pada masing-masing tipologi penutupan vegetasi pohon. Data-data yang telah dikumpulkan, yaitu data pengukuran pohon dan citra selanjutnya diolah dan dianalisis yang akhirnya disajikan dalam bentuk tulisan ilmiah. Tahapan kegiatan penelitian secara skematis dapat dilihat pada Gambar 4.

3.5.1 Pengumpulan Data

Secara garis besar pengumpulan data survey mencakup dua kegiatan utama yaitu pengechekan kondisi di lapangan “ground truthing” dan pengumpulan data tegakan pengukuran diameter, pendataan jenis dan jumlah pohon pada plot sampling biomassa pada masing-masing tipologi tutupan lahan bervegetasi pohon. - Pengecekan kondisi lapangan Ground truthing Kegiatan ground truthing dilakukan untuk mendukung kegiatan pengolahan citra dalam pengklasifikasian lahan berpenutupan pohon. Ground truthing dilakukan dengan cara mengumpulkan data lapangan, yaitu tutupan lahan jenis vegetasi, faktor biofisik dan faktor sosial dan budaya yang mempengaruhi tutupan lahan pada titik-titik di area yang diteliti. Pada titik-titik ini koordinat akan dicatat dengan menggunakan GPS untuk nantinya dipetakan di atas citra satelit dan kondisi tutupan lahan didokumentasikan untuk membantu dalam kegiatan interpretasi. Gambar 4. Skema tahapan kegiatan penelitian Analisis Cadangan Karbon Pohon Studi Literatur Pengumpulan data Kondisi kawasan dan peta-peta Preliminary survey Penentuan Lokasi Penelitian Hulu DAS Kali Bekasi Atas Tengah Bawah Pengumpulan Data Lapangan Pengolahan Citra th 2009 Ground truthing Pembuatan plot pengamatan pada masing- masing tipologi penutupan pohon Pengukuran diameter, jenis pohon dan jumlah pohon Klasifikasi lahan berpenutupan pohon Alometrik penduga biomassa pohon dari persamaan yang sudah ada Pengolahan Data Penentuan Biomassa Pohon pada skala plot Kondisi saat ini Karbon biomassa pohon pada skala lanskap Pengolahan Peta Tutupan Lahan 2000, 2003 Perubahan RTH permanen dan cadangan karbon Analisa Vegetasi Struktur dan Keanekargaman Jenis Pengolahan Data Penentuan cadangan karbon Pohon pada skala plot Faktor konversi 0.5 IPCC, 2000 ; Brown, 1999 Korelasi Rekomendasi Jenis dan struktur Komunitas Vegetasi potensial sebagai karbon sekuester di RTH Hulu DAS Kali BekasiKabupaten Bogor C C - Pengumpulan data tegakan Pengumpulan data tegakan meliputi pengukuran diameter 1,3 m, pendataan jenis dan jumlah pohon pada plot sampling masing-masing tipologi tutupan lahan bervegetasi pohon. Pengumpulan data tegakan ini diperlukan untuk penentuan biomassa pohon pada skala plot dan juga untuk kegiatan analisis vegetasi. Bentuk plot pengamatan yang dibuat disesuaikan dengan tipologi tutupan lahan berdasarkan ketentuan kegiatan inventarisasi hutan menyeluruh berkala IHMB Permenhut no P.33Menhut-II2009, petunjuk praktis pengukuran karbon tersimpan Hairiah Rahayu, 2007, Manual Measuring Carbon Stock Hariah, et al., 2009, Carbon Inventory Methods Ravindranath Ostwald, 2008 yaitu : 1 Hutan Tanaman Pada tipologi hutan tanaman dibuat petak pengamatan berbentuk lingkaran r = 17,8 m = 0,1 ha sebanyak 3 ulangan sehingga total luas plot pengamatan 0,3 ha. Gambar 5. Bentuk plot sampling lingkaran 2 Kebun CampuranRTH Sentul City Pada tipologi kebun campurankebun bambu, petak pengamatan dibuat berupa petak kuadrat 20 m x 20 m = 0,04 ha sebanyak 3 ulangan, yaitu di kampung Cimandala, Landeuh dan Leuwijambe. Pada masing-masing kampung dibuat sebanyak 8 petak kuadrat 0,32 ha sehingga total luas pengamatan untuk kebun campuran 0,96 ha. Sedangkan pada tipologi taman, petak pengamatan dibuat di Sentul City sebanyak 20 petak kuadrat 0,04 Ha sehingga total luas pengamatan untuk taman 0,8 ha, yaitu di di sempadan Jalan Siliwangi, Danau Parahayangan, Danau Graha Utama, taman publik di Puncak Semeru, Bukit Golf Hijau, Lembah Hijau dan Bukit Cemara. Gambar 6. Bentuk plot sampling petak kuadrat 3 Pekarangan Pada tipologi pekarangan, pengamatan dilakukan dengan melakukan sensus tanaman keras yang terdapat di pekarangan. Masing-masing 12 sample pekarangan diamati di kampung Cimandala, Landeuh, Leuwijambe dan Sentul City. 12 sample pekarangan terbagi dalam beberapa ukuran pekarangan berdasarkan klasifikasi Arifin et al. 2006, yaitu: pekarangan sempit 200 m 2 , pekarangan sedang 200-500 m 2 , pekarangan besar 500-1000 m 2 , dan pekarangan sangat besar 1000 m 2 . 4 Hutan AlamKebun Bambu Pada tipologi hutan alam, petak pengamatan yang digunakan berupa garis berpetak 20 m x 100 m = 0,2 ha sebanyak 3 ulangan memotong kontur, yaitu pada bagian bawah, tengah dan atas. Sehingga total luas pengamatan pada tipologi ini adalah 0,6 ha. Sedangkan untuk tipologi kebun bambu, petak pengamatan yang digunakan berupa garis berpetak juga yaitu dengan ukuran 10 m x 50 m = 0,05 ha sebanyak 3 ulangan pada masing-masing kampung Cimandala, Landeuh dan Leuwijambe sehingga total luas pengamatan 0,45 ha. Gambar 7. Bentuk plot sampling garis berpetak Pada masing-masing plot pengamatan dilakukan pengukuran diameter pohon 1,3 m, pendataan jenis dan jumlah pohon. Kegiatan analisis vegetasi dilakukan dalam petak-petak contoh berukuran tertentu yang disesuaikan dengan tingkatan pertumbuhan vegetasi, yaitu : petak pengamatan untuk tingkat semai dengan ukuran 2 m x 2 m, petak pengamatan untuk tingkat pancang 5 m x 5 m, petak untuk tingkat tiang 10 m x 10 m, dan petak untuk tingkat pohon berukuran 20 m x 20 m. Parameter yang ingin diketahui dari kegiatan analisis vegetasi ini adalah sebagai berikut: 1. Petak contoh semai 2 m x 2 m: komposisi jenis, jumlah individu setiap jenis. 2. Petak contoh pancang 5 m x 5 m: komposisi jenis, jumlah individu setiap jenis, diameter setinggi dada Dbh 3. Petak contoh tiang 10 m x 10 m: komposisi jenis, jumlah individu setiap jenis, diameter setinggi dada Dbh 4. Petak contoh pohon 20 m x 20 m: komposisi jenis, jumlah individu setiap jenis, diameter setinggi dada Dbh Adapun batasan tingkatan pertumbuhan vegetasi, yaitu : Semai Seedlings merupakan tumbuhan yang mempunyai tinggi kurang dari 1,5 m. Dalam kelompok ini termasuk semai pohon, terna, paku-pakuan, rotan, pandan, tumbuhan memanjat. Pancang Saplings merupakan tumbuhan yang mempunyai diameter batang kurang dari 10 cm dan tinggi lebih dari 1,5 m. Dalam kelompok ini termasuk pula perdu, tumbuhan memanjat dan anakan pohon. Tiang Poles adalah pohon yang mempunyai diameter batang antara 10-20 cm. Dengan batasan ini tumbuhan memanjat, berkayu, palmae dan bambu yang mempuyai diameter seperti ketentuan tersebut termasuk dalam kelompok ini. Pohon Trees adalah tumbuhan yang mempunyai diameter batang 20 cm.

3.5.2 Pengolahan Data

Pengolahan data yang dilakukan meliputi penghitungan biomassa pohon pada masing-masing tipologi lahan pada skala plot dan pengolahan citra. - Penentuan biomassa pohon pada skala plot Penentuan biomassa pohon pada skala plot dari beberapa jenis pohon dilakukan dengan metode non destructive sampling, yaitu melakukan penghitungan menggunakan beberapa persamaan alometrik spesifik yang telah tersedia Tabel 3. Metode ini merupakan salah satu metode yang dapat dilakukan dalam pendugaan biommasa pohon tanpa menyebabkan kerusakan pohon Brown, 1997; Hairiah Rahayu, 2007. Pada sebagian besar kegiatan pendugaan karbon biomassa pohon, metode ini lebih sering digunakan seperti halnya yang dilakukan oleh Rahayu et al. 2004 dalam pendugaan cadangan karbon di Kabupaten Nunukan, begitu juga halnya dalam penelitian yang dilakukan oleh Hairiah et al. 2001, Heriansyah et al. 2003; MacDicken 1997 dan Snowdown et al. 2002. Pemilihan persamaan alometrik yang tepat merupakan salah satu komponen utama yang harus diperhatikan dalam melakukan pendugaan biomassa menurut Chave et al. 2004 penyebab kesalahan utama dalam pendugaan biomassa adalah dalam pemilihan model. Hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan persamaan alometrik adalah kesesuaian jenis, kondisi lokasi dan selang diameter dimana alometrik tersebut disusun. Adapun persamaan alometrik penduga biomassa pohon yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah seperti yang disajikan pada Tabel 3. Model-model tersebut merupakan model yang memiliki kesesuain jenis dan kondisi lokasi penelitian. Model-model persamaan yang dipilih dihasilkan dari lokasi yang memiliki kondisi kurang lebih sama dengan lokasi penelitian, yaitu daerah Cianjur, Puncak, Ciamis, Wonosobo. Persamaan spesifik jenis menjadi salah satu kendala dalam pendugaan biomassa di daerah tropis karena daerah tropis memiliki jumlah jenis yang sangat banyak, sehingga diperlukan model persamaan campuran mix species model dari beberapa jenis Chave et al, 2005. Dalam penelitian ini, jika persamaan spesifik jenis tidak tersedia maka akan digunakan persamaan Chave et al. 2005, dipilih model berikut karena model ini merupakan hasil pengembangan dan koreksi dari beberapa model sebelumnya yang telah ada, jumlah pohon contoh yang besar 2410 pohon, beberapa site penelitiannya di Indonesia serta model ini spesifik kondisi tipe hutan yaitu tropis dengan curah hujan 3000-4000 mm, yang kurang lebih sama dengan curah hujan di lokasi penelitian. Tabel 3. Persamaan allometrik penduga biomassa pohon Jenis pohon Persamaan Sumber Karet Y=419-16,9D+0,322D 2 Cesylia 2009 Mahoni Y = 0,048 D 2,68 Adinugroho 2002 Kopi Y = 0,281 D 2,06 Arifin 2001 Pisang Y = 0,030 D 2,13 dalam Hairiah et al. 2001 Bambu Y = 0,131 D 2,28 Priyadarsini 1998 dalam Hairiah et al. 2001 Sengon Y= 0,0579D 2,5596 Rusolono 2006 Pinus Y = 0,206 D 2,26 Hendra 2002 Palm Y=4,5+7,7 H stem FrangiLugo 1985 dalam Brown 1997 Pohon lain Ln Y= -1,576+2,179lnD +0,198lnD 2 - 0,0272lnD 3 +1, 036ln ρ Chave et al. 2005 Y = biomassa pohon kgpohon, D = diameter pohon cm, ρ = berat jenis kayu grcm3 - Penentuan C-stock dalam skala plot Cadangan karbon C-stock dihitung dengan menggunakan pendekatan biomassa, dimana karbon dioksida yang diserap tanaman melalui proses fotosintesis disimpan dalam bentuk biomassa. Cadangan karbon yang tersimpan dalam bentuk biomassa dapat diketahui dengan mengalikan biomassa dengan fraksi karbon dari biomassa tersebut, yang secara umum sebesar 0,50 0,44-0,55, Tabel 4 IPCC, 2006. Tabel 4. Fraksi karbon dari biomassa di daerah TropisSub Tropis Bagian pohon Fraksi Karbon Referensi semua 0,47 Mc Groddy et al., 2004 semua 0,47 0,44-0,49 Andreas and Merlet, 2001; Chambers et al., 2001; Mc Groddy et al., 2004, Lasco and Pulhin, 2003 kayu 0,49 Feldpausch et al., 2004 Kayu, pohon D10cm 0,46 Hughes et al., 2000 Kayu, pohon D10cm 0,49 Hughes et al., 2000 foliage 0,47 Feldpausch et al., 2004 Foliage, pohon D10cm 0,43 Hughes et al., 2000 Foliage, pohon D10cm 0,46 Hughes et al., 2000 Sumber : IPCC 2006 - Pengolahan Citra Alos AVNIR-2 Advanced Visible and Near Infrared Radiomater type 2 merupakan citra yang akan digunakan untuk melakukan interpretasi tutupan lahan di Hulu DAS Kali Bekasi pada tahun 2009. Citra Alos AVNIR-2 mempunyai karakteristik sebagai berikut JAXA, 2008 : Jumlah band : 4 Panjang gelombang : Band 1 0.42-0.50 μm Band 2 0,52-0,60 μm Band 3 0,61-0,69 μm Band 4 0,76-0,89 μm Resolusi spasial : 10 m Resolusi radiometrik : 8 bit Resolusi temporal : 46 revisit, hari Waktu peluncuran : 2006 Pengolahan citra dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu : 1 Koreksi Citra Pengolahan awal meliputi pemeriksaan dan koreksi data asli dari distorsi radiometris dan geometris. Pemeriksaan data dari distorsi radiometris pengaruh atmosfer dilakukan dengan metode histogram adjustment, yaitu histogram nilai digital setiap kanal diperiksa untuk mengetahui nilai minimumnya selanjutnya apabila nilai tersebut tidak sama dengan nol, maka dilakukan koreksi dengan pengurangan nilai setiap piksel pada kanal tersebut sebesar nilai minimumnya. Koreksi geometris dilakukan dengan mencari sejumlah ground control point GCP yang dapat dikenali baik pada citra maupun peta acuan dan dicatat koordinatnya. GCP yang dicari adalah tersebar merata dan relatif permanen dalam kurun waktu pendek. Jumlah minimum GCP dirumuskan sebagai berikut: Jumlah GCP minimum = t+1t+22 Dalam hal ini nilai t adalah ordo persamaan transformasi. Persamaan transformasinya adalah dengan Orde 1 Affine transformation, yaitu sebagai berikut: p = a0 + a1x + a2y l = b0 + b1x + b2y Selanjutnya dilakukan resampling dengan metode tetangga terdekat nearest neighbourhood interpolation karena metode ini paling efisien dan tidak mengubah nilai digital number DN yang asli. Kemudian dilakukan eliminasi GCP yang menyebabkan nilai Root Mean Square Error RMSE tinggi, sampai dicapai nilai RMSE 0,5 pixel. RMSE dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut: Dalam hal ini: P original , I original = koordinat asli dari GCP pada citra P, I = koordinat estimasi 2 Pemilihan Kanal Spektral Pemilihan kanal spektral untuk klasifikasi dilakukan dengan menggunakan metode Optimum Index Factor OIF. Kombinasi tiga kanal spektral yang terpilih adalah kombinasi yang memiliki nilai OIF tertinggi. Adapun rumus untuk menghitung OIF adalah sebagai berikut: Dalam hal ini: S = simpangan baku r = koefisien korelasi 3 Penajaman Citra Tujuan dari penajaman citra adalah untuk memperbaiki kemampuan mendeteksi obyek pada citra sehingga obyek pada citra dapat lebih mudah diinterpretasikan. Dalam penelitian ini digunakan algoritma penajaman citra linear percentage linear contrast enhancement untuk penajaman spektral spectral enhancement dan algoritma penajaman tepi sharp enhancement dengan filter high pass untuk penajaman spasial spatial enhancement. 4 Klasifikasi Terdapat dua pendekatan dasar klasifikasi citra multikanal dalam berbagai bidang terapan penginderaan jauh, yaitu klasifikasi terbimbing supervised classification dan klasifikasi tidak terbimbing unsupervised classification Lillesand dan Kiefer, 1979; Jaya,1997. Klasifikasi terbimbing didasarkan pada data hasil pekerjaan lapangan atau peta. Pendekatan klasifikasi ini menghasilkan informasi yang lebih realistis dan membuahkan hasil klasifikasi yang lebih akurat daripada klasifikas tidak terbimbing unsupervised classification atau analisis cluster yang hanya menghasilkan kelas-kelas spektral yang memerlukan interpretasi lebih lanjut. Metode kemiripan maksimum maximum likelihood method adalah metode yang paling banyak digunakan, dimana digital number DN pada kanal untuk setiap kelas mewakili pengamatan yang bebas independent dan populasi yang digambarkan mengikuti distribusi normal peubah ganda multivariate normal distribution. 5 Evaluasi Ketelitian Klasifikasi Penilaian ketelitian klasifikasi dilakukan dengan rumus Kappa Acuracy. Rumus ini digunakan karena memperhitungkan semua elemen dalam matrik kesalahan Confussion matrix. Rumus kappa accuracy ini juga digunakan untuk menguji kesignifikasian dua matrik kesalahan yang berasal dari metode yang berbeda atau kombinasi kanal yang berbeda Jaya, 1997.

3.5.3 Analisis Data

- Analisis struktur tegakan dan keanekaragaman jenis Untuk mengetahui struktur dan komposisi jenis tumbuhan maka pada masing-masing plot pengamatan dilakukan analisis kerapatan, frekuensi, dan dominasi untuk setiap jenis tumbuhan. Perhitungannya dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut Soerianegara Indrawan, 2008 : x100 jenis seluruh Kerapatan jenis suatu Kerapatan KR jenis suatu relatif Kerapatan  contoh petak - sub seluruh Jumlah jenis suatu ditemukan petak - sub Jumlah F jenis suatu Frekuensi  contoh petak Luas jenis suatu individu Jumlah K jenis suatu Kerapatan  x100 jenis seluruh Frekuensi jenis suatu Frekuensi FR jenis suatu relatif Frekuensi  Contoh Petak Luas jenis suatu dasar bidang Luas D jenis suatu Dominansi  Selanjutnya dihitung nilai Indeks Nilai Penting INP untuk mengetahui jenis dan tingkat tumbuhan yang dominan dengan rumus sebagai berikut :  Semai: INP = KR + FR  Pancang, Tiang, Pohon: INP = KR + FR + DR Secara kuantitatif, gambaran kualitas tegakan dapat dilihat berdasarkan indeks kekayaan R, indeks keanekaragaman H’ dan indeks dominasi C Whittaker, 1975.  Indeks kekayaan margalef R  Indeks keanekaragaman Shannon H’  Indeks dominansi Simpson C - Analisis tutupan lahan dan perubahannya Analisis tutupan lahan dilakukan dengan menginterpretasi citra AVNIR-2 tahun 2009, sedangkan analisis perubahan RTH Permanen dilakukan dengan menganalisis perubahan tutupan lahan berdasarkan peta tutupan lahan tahun 2000, 2003 dan 2009. Keterangan : R = indeks kekayaan jenis S = jumlah total jenis dalam suatu habitat NO =jumlah individu pada suatu habitat NO Ln 1 S R          N ni Ln N ni H Keterangan : H’ = indeks keanekaragaman ni = Nilai INP jenis ke-i N = Nilai INP total         2 N ni C Keterangan : C = indeks dominansi ni = nilai INP jenis ke-i N = nilai INP total x100 jenis seluruh Dominansi jenis suatu Dominansi DR jenis suatu relatif Dominansi  - Analisis cadangan karbon Penentuan potensi karbon biomassa pohon dilakukan penghitungan hanya dengan menggunakan faktor konversi nilai biomassa menjadi nilai karbon sebagaimana disarankan IPCC, 2000; Brown, 1999, yaitu dengan factor konversi sebesar 0,5.Terdapat variasi potensi persediaan karbon untuk setiap tipologi lahan. Variasi dapat terjadi karena perbedaan dalam komposisi jenis tanaman dan kerapatan. Sejauhmana variasi yang terjadi dalam potensi persediaan karbon pada masing-masing tipe lahan, maka akan dianalisis besarnya nilai rata-rata yang diperoleh untuk setiap tipe lahan. Sedangkan potensi karbon biomassa pohon pada skala lanskap ditentukan dengan data spasial yaitu melakukan ekstrapolasi data sampling karbon biomassa pohon pada skala plot terhadap luasan masing-masing tutupan lahan yang diperoleh dari pengolahan citra. Serapan CO 2 dihitung dengan menggunakan perbandingan massa molekul relatif CO 2 44 dan massa atom relatif C 12 yaitu serapan CO 2 = 3,67 x cadangan karbon. - Korelasi cadangan karbon dengan struktur komunitas vegetasi Kerapatan, luas bidang dasar, dan keanekaragaman jenis menggambarkan struktur dari sebuah tegakan. Dalam penelitian ini juga akan dianalisis korelasi parameter – parameter tersebut dengan cadangan karbon yang tersimpan pada tegakan tersebut. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Wilayah Penelitian 4.1.1 Letak Geografis dan Administratif DAS Kali Bekasi bagian hulu terletak pada koordinat geografis 106°49’0” BT sampai 107°07’0” BT dan 06°26’0” LS sampai 06°41’0” LS. Luas wilayah hulu DAS Kali Bekasi berdasarkan hasil interpretasi citra adalah seluas 46.210 ha dan terletak pada kisaran ketinggian 50 sampai 1.662 m dpl Gambar 8. Gambar 8. Peta elevasi Hulu DAS Kali Bekasi Sebagian besar wilayah yang termasuk ke dalam DAS Kali Bekasi bagian hulu secara administratif berada dalam wilayah pemerintahan kabupaten Bogor yang terdiri dari sepuluh kecamatan yaitu kecamatan Megamendung, Sukaraja, Babakan Madang, Sukamakmur, Jonggol, Cileungsi, Klapanunggal, Gunung Putri, Citeureup, dan Cibinong.

4.1.2 Iklim

Kondisi iklim di kawasan hulu DAS Kali Bekasi menurut sistem klasifikasi Schmidt dan Ferguson sebagian besar termasuk ke dalam tipe iklim tropis A yaitu tipe iklim sangat basah untuk wilayah di bagian barat hulu DAS, sedangkan wilayah bagian timur memiliki tipe iklim B atau basah. Lokasi studi di wilayah DAS hulu bagian atas, tengah, dan bawah ketiganya berada di lokasi dengan tipe iklim A atau sangat basah. Berdasarkan data BMKG Stasiun Klimatologi Darmaga – Bogor, curah hujan rata-rata bulanan lokasi penelitian menurut dua stasiun klimatologi terdekat selama periode 2005 sampai 2009 adalah sebesar 339,94 mmtahun. Curah hujan terendah rata-rata terjadi pada bulan Juli 138,30 mm sedangkan curah hujan tertinggi rata-rata terjadi pada bulan Januari 504,80 mm. Bulan basah curah hujan 100 mm terjadi hampir sepanjang tahun dalam periode tahun tersebut kecuali pada periode bulan Juli sampai September 2006 49 mm, 16 mm, 33 mm dan Mei sampai Agustus 2008 75 mm, 75 mm, 15 mm, 21 mm untuk pencatatan di Stasiun Bendung Cibongas Babakan Madang. Sedangkan bulan kering menurut pencatatan Stasiun Ciriung Cibinong terjadi pada periode Juni sampai Oktober 2006 75 mm, 75 mm, 15 mm, 21 mm, 90 mm dan periode Juni sampai Juli 2008 82 mm dan 25 mm.

4.1.3 Tanah

Jenis-jenis tanah yang terdapat di Hulu DAS Kali Bekasi meliputi jenis tanah asosiasi glei humus rendah dan aluvial kelabu, asosiasi latosol merah latosol coklat kemerahan dan latosol, asosiasi podsolik kuning hidromorf kelabu, kompleks grumosol regosol dan mediteran, kompleks latosol merah kekuningan latosol coklat, komplek podsolik merah kekuningan podsolik kuning, dan komplek resina litosol dan brown forest soil, sedangkan yang menjadi lokasi pengamatan dalam studi ini memiliki jenis tanah berupa kompleks latosol merah kekuningan latosol coklat, dimana jenis tanah ini merupakan jenis yang mendominasi wilayah Hulu DAS Kali Bekasi yaitu sekitar 36 dari luas wilayah BPDAS Citarum-Ciliwung, 2009.

4.1.4 Topografi

Wilayah DAS Kali Bekasi bagian hulu memiliki bentuk topografi yang bervariasi mulai dari bentuk datar 0-8, landai 8-15, bergelombang 15- 25, curam 25-40, sampai sangat curam 40 BPDAS Citarum- Ciliwung, 2009. Secara umum, bentuk topografi di hulu DAS Kali Bekasi didominasi oleh bentuk datar, yaitu seluas 54,10 dari luas wilayah. Lokasi pengamatan hulu DAS bagian atas berada pada wilayah dengan bentuk topografi sangat curam hingga curam, sedangkan pada lokasi pengamatan hulu DAS bagian tengah dan bawah mempunyai bentuk topografi datar hingga landai.

4.1.5 Hidrologi

Kondisi tata air di wilayah hulu DAS Kali Bekasi dibentuk dari beberapa aliran sungai yang mengalir dari anak-anak sungai yang selanjutnya bergabung dalam suatu tangkapan sungai utama yaitu sungai Kali Bekasi. Adapun sungai sungai maupun anak-anak sungai yang terdapat di bagian hulu DAS dan kemudian mengalirkan airnya menuju bagian hilir adalah sebanyak 41 sungai besar dan kecil. Sungai-sungai tersebut antara lain sungai Ciateul, Cibadak, Cibaren, Cibaran, Cibarengkok, Cibatu, Cibinong, Cibodas, Cibago, Cicadas, Cihaur, Ciherang, Cijanggel, Cijayanti, Cijere, Cikarang, Cikeas, Cikeruh, Cilandak, Cileungsi, Cimalaya, Cimandala, Cipancar, Cipandan, Ciparigi, Cipatujah, Cireundeu, Ciseupan, Ciseuseupan, Ciseyah, Citaringgul, Citatah, Citeureup, Ciukuy, Kali Kiuntang, Kali Demang, Situ Tunggilis, Situ Cibuntu, Situ Citatah, dan Situ Gedong BPDAS Citarum-Ciliwung, 2009. Seluruhnya sungai dan anak sungai ini nantinya bermuara pada Kali Bekasi. Lokasi pengamatan hulu DAS bagian atas berada di sekitar sungai Cimandala, sedangkan lokasi pengamatan hulu DAS bagian tengah berada di sekitar sungai Cipancar. Untuk lokasi pengamatan hulu DAS bagian bawah berada di sekitar sungai Citaringgul. Ketiga sungai ini kemudian menuju ke sungai Citeureup dan pada akhirnya menyatu menuju sungai Kali Bekasi.

4.1.6 Sosial Ekonomi

Berdasarkan data KabupatenKota dalam angka tahun 2009, jumlah penduduk di kawasan hulu DAS Kali Bekasi pada tahun 2008 adalah sebanyak 1.928.138 jiwa dengan mata pencaharian sebagai petani adalah sebanyak 13,33. Jenis pekerjaan lain yang menjadi mata pencaharian penduduk di Hulu DAS Kali Bekasi adalah pedagang, PNSABRI, buruh tani, industri kecil, tukang kayubatu, nelayan, angkutan, ternak dan lain-lain. Tingkat pendidikan penduduk di hulu DAS Kali Bekasi didominasi oleh tingkat pendidikan SD, yaitu terdapat di Kecamatan Megamendung, Kecamatan Sukaraja, Kecamatan Jonggol, Kecamatan Kalapa Nunggal, Kecamatan Gunung Putri, dan Kecamatan Citeureup. Sedangkan Di Kecamatan Cileungsi, Kecamatan Cibinong, Kecamatan Cimanggis, dan Kecamatan Cibarusah tingkat pencapaian pendidikannya sudah mencapai tingkat SLTP. Di Kecamatan Gunung Putri merupakan kecamatan dengan tingkat pendidikan penduduk tamat perguruan tinggiakademi tertinggi yaitu sebesar 7,89 dibandingkan kecamatan lainnya. 4.2 Struktur Tegakan dan Keanekaragaman Jenis

4.2.1 Hutan Pinus

Hutan pinus di wilayah hulu DAS Kali Bekasi berada di kawasan Taman Wisata Alam TWA Gunung Pancar. Secara administrasi kawasan TWA Gunung Pancar seluas 447,5 ha, yang terdiri dari hutan pinus dan hutan alam. Kawasan ini sebelumnya merupakan berstatus Hutan Produksi dengan jenis tanaman Pinus merkusii yang ditanam pada tahun 1978 Lisnawati, 1993, namun sejak tahun 1988 dirubah statusnya menjadi hutan wisata. Perubahan status ini tentu saja berimplikasi terhadap karakteristik tegakan yang ada. Sebelumnya sebagai hutan tanaman memiliki karakteristik seumur, tetap, teratur dan ekologi relatif sederhana telah mengalami perubahan dengan munculnya regenerasi alami. Kondisi tegakan pinus saat ini dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9. Tegakan pinus di TWA Gunung Pancar Perubahan status kawasan menjadi TWA berdampak pada tidak adanya kegiatan pemanenan dan pemeliharaan sehingga mempengaruhi struktur tegakan yang ada. Saat ini tegakan pinus memiliki diameter 18,1 – 41,7 cm dan tinggi ± 35 m, dengan kerapatan 727 pohonha dan luas bidang dasar sebesar 50,16 m 2 ha Tabel 5. Tabel 5. Kerapatan K dan luas bidang dasar LBDS tegakan pinus pada tiap kelas diameter KD di Hulu DAS Kali Bekasi KD cm K indha LBDS m 2 ha 10-19,9 20 0,56 20-29,9 397 20,18 30-39,9 290 26,80 40 20 2,62 Total 727 50,16 Berdasarkan Tabel 5 dan Gambar 10 menunjukkan bahwa tegakan Pinus di TWA Gunung Pancar memiliki sebaran normal yang didominasi oleh tegakan berdiameter 20-40 cm. Pada hutan seumur mempunyai karakteristik struktur tegakan membentuk kurva sebaran normal Davis Johnson, 1987. Kerapatan dan luas bidang dasar tegakan pada Tabel 5 merupakan parameter yang sangat penting untuk pendugaan cadangan karbon. Gambar 10. Kerapatan tegakan hutan pinus di Hulu DAS Kali Bekasi Kondisi tumbuhan bawah tegakan Pinus di TWA Gunung Pancar lebat dengan jenis tumbuhan bawah yang mendominasi adalah jenis tepus Hornstedtia megalochelius Ridley, honje Etlingera elatoir Jack R.M. Smith, kirinyuh Eupatorium inulifolium Kunth, saliara Lantana camara L., paku rane Selaginella doederleinii Hieron, babandotan Ageratum conizoides L., jukut pait Axonopus compressus Sw. Beauv., kakawatan Cynodon dactylon L. Pers., paku rasam Gleichenia linearis Burm. f. C. B, harendong Melastoma malabathricum L., mikania Mikania micrantha Kunth, putri malu Mimosa pudica Duchass. Walp.

4.2.2 Hutan Alam

Hutan Alam merupakan salah satu penyusun kawasan TWA Gunung Pancar dengan luasan yang tidak terlalu luas dibandingkan hutan pinus mengingat kawasan ini sebelumnya berfungsi sebagai hutan produksi Gambar 11. Gambar 11. Tegakan di hutan alam TWA Gn. Pancar 100 200 300 400 500 10-19.9 20-29.9 30-39.9 40 K er a pa ta n ind ha Kelas Diameter cm Berdasarkan hasil survei menunjukkan sangat sedikit dijumpai tegakan pohon tetapi masih terdapat beberapa pohon penting yang pada umumnya dijumpai di hutan pegunungan jawa barat seperti Nangsi Villebrunea rubescens Blume, Jirak Symplocos fasciculata Zoll., Ki Haji Dysoxylum macrocarpum Blume, Ki Leho Saurauaia bracteosa DC, Mareme Glochidion borneense Mull. Arg. Boerl.. Studi yang dilakukan oleh Arrijani, et al. 2006 juga menginformasikan ditemukannya jenis-jenis tersebut di hulu DAS Cianjur. Pada lokasi pengamatan ditemukan 22 jenis spesies yang tergolong ke dalam 18 famili Tabel 6. Tabel 6. Jenis vegetasi yang ditemukan di hutan alam TWA Gn. Pancar No Nama Daerah Nama Ilmiah Family 1 Ki dage Bruinsmia styracoides Boerl. et Kds Styracaceae 2 Jirak Symplocos fasciculata Zoll. Symplocaceae 3 Ki haji Dysoxylum macrocarpum Blume Meliaceae 4 Ki wates Eurya acuminata DC. Ternstroemiaceae 5 Ki leho Saurauaia bracteosa DC. Actinidiaceae 6 Manggu leuweung Garcinia celebica L. Clusiaceae 7 Ki seurem petang Decaspermum fruticosum Forst Myrtaceae 8 Kokopian Morinda tomentosa Heyne Rubiaceae 9 Kapinango Dysoxylum densiflorum Miq. Meliaceae 10 Lame Alstonia scholaris L. R. Br. Apocynaceae 11 Nangsi Villebrunea rubescens Blume Urticaceae 12 Harendong badak Astronia macrophylla Blume Melastomataceae 13 Pulus Laportea stimulans Miq. Urticaceae 14 Randu leuwueng Bombax valetonii Hochr Bombaceae 15 Seuseureuhan Piper aduncum L. Piperaceae 16 Pasang batu Lithocarpus pseudomoluccus Blume Rehder Fagaceae 17 Ki ara Ficus calophylla Blume Moraceae 18 Rasamala Altingia excelsa Noronha Hamamelidaceae 19 Huru Actinodaphne procera Nees Lauraceae 20 Cangcaratan Neonauclea lanceolata Blume Merr. Rubiaceae 21 Mareme Glochidion borneense Mull. Arg. Boerl. Euphorbiaceae 22 Ki Walen Ficus ribes Reinw. Moraceae Beberapa jenis vegetasi yang dijumpai selain kayunya bermanfaat untuk kontruksi juga bermanfaat sebagai bahan obat tradisional. Selain daun mudanya buat lalap, cairan yang berasal dari batang pohon Nangsi dapat diminum untuk mengobati susah buang air kecil dan mata bengkak. Getah batang Seuseureuhan berkhasiat sebagai obat bisul dan obat luka baru serta beberapa jenis vegetasi lain juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat tradisional, beberapa jenis tersebut yaitu Jirak S. fasciculata, Ki Wates E. acuminata, Ki Leho S. bracteosa, Lame A. scholaris, Harendong badak A. macrophylla, Ki Walen F. ribes dan Rasamala A. excelsa. Bentuk struktur tegakan horizontal untuk tegakan hutan sekunder menyerupai huruf J-terbalik eksponensial negatif Gambar 12, bentuk struktur tegakan seperti ini lazim ditemukan pada tegakan hutan tidak seumur atau hutan alam Davis Johnson, 1987. Gambar 12. Kerapatan tegakan pada berbagai tingkat pertumbuhan Hutan Alam di TWA Gn. Pancar Secara umum Gambar 12 menunjukkan bahwa vegetasi pada tingkat semai dan pancang diameter 10 cm yang menyusun tegakan tersebut lebih rapat dibandingkan vegetasi pada tingkat pertumbuhan tiang dan pohon diameter 10 cm. Tabel 7 berikut dapat membantu memperjelas struktur horisontal tegakan hutan alam yang ada di TWA Gunung Pancar. Tabel 7. Kerapatan, diameter rata-rata dan luas bidang dasar tegakan Hutan Alam TWA Gunung Pancar pada tiap tingkat pertumbuhan Tingkat pertumbuhan Kerapatan indha Diameter rata-rata cm Luas Bidang Dasar m 2 ha Pancang 1.360 5,21 3,27 Tiang 60 15,50 1,14 Pohon 80 37,59 10,36 Total 1.500 19,43 14,77 Tegakan dengan diameter rata-rata 5,21 cm jumlahnya lebih banyak dibandingkan pohon yang berdiameter besar, menutupi 3,27 m 2 areal tiap ha. 2000 4000 6000 8000 10000 semai pancang tiang pohon K er a pa ta n ind ha Struktur Tegakan Pohon dengan rata-rata diameter 37,59 cm mempunyai luas bidang dasar yang besar dibandingkan pohon-pohon berdiameter kecil, 10,36 m 2 . Indeks nilai penting Tabel 8 merupakan hasil penjumlahan nilai relatif ketiga parameter kerapatan, frekwensi dan dominasi yang telah diukur sebelumnya. Nilai INP tertinggi pada tingkat semai ditemukan pada jenis Morinda tomentosa INP=59,03, tingkat pancang pada jenis Laportea stimulans INP=155,76, tingkat tiang pada jenis Decaspermum fruticosum INP=97,63 dan pada tingkat pohon adalah jenis Decaspermum fruticosum INP=56,55. Tabel 8. Jenis Vegetasi dengan INP Tertinggi pada tiap Tingkat Pertumbuhan di Lokasi Pengamatan Hutan Alam TWA Gn. Pancar Tingkat Pertumbuhan Jenis Vegetasi INP Semai Morinda tomentosa Astronia macrophylla Laportea stimulans Piper aduncum 59,03 42,58 42,58 36,13 Pancang Laportea stimulans Astronia macrophylla Piper aduncum Bruinsmia styracoides Decaspermum fruticosum 155,76 43,36 35,70 25,98 23,24 Tiang Decaspermum fruticosum Laportea stimulan Saurauaia bracteosa Lithocarpus pseudomoluccus 97,63 94,03 54,17 54,17 Pohon Decaspermum fruticosum Dysoxylum densiflorum Garcinia celebica Symplocos fasciculata Dysoxylum macrocarpum Bombax valetonii 56,55 37,34 31,57 31,50 29,11 24,54 Menurut Sundarapandian Swamy 2000, indeks nilai penting merupakan salah satu parameter yang dapat memberikan gambaran tentang peranan jenis yang bersangkutan dalam komunitasnya atau pada lokasi penelitian. Decaspermum fruticosum Ki seurem petang secara konsisten mempunyai nilai INP tinggi pada tingkat pancang, tiang dan pohon, begitu juga dengan Laportea stimulans pulus yaitu pada tingkat semai, pancang dan tiang. Sehingga kedua jenis tersebut selanjutnya disebut sebagai jenis yang dominan dalam kawasan hutan alam TWA Gunung Pancar. Kemampuan keduanya dalam menempati sebagian besar lokasi penelitian menunjukkan bahwa keduanya memiliki kemampuan beradaptasi dengan kondisi lingkungan pada wilayah penelitian. Berdasarkan INP seluruh jenis selanjutnya dihitung indeks kekayaan jenis R, Shannon indeks H ’ dan indeks dominansi C. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 9. Vegetasi tingkat pohon mempunyai nilai indeksi kekayaan jenis dan indeks diversitas yang paling tinggi dibanding tingkat vegetasi lainnya, hal ini menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis vegetasi pada tingkat pohon lebih tinggi dibanding tingkat vegetasi lainnya. Meskipun demikian nilai indeks diversitas 2,48 adalah rendah jika dibandingkan nilai indeks diversitas hulu DAS Cianjur hasil study Arrijani, et al. 2006 yang mencapai 3,38. Nilai indeks dominansi di lokasi penelitian yang kecil menunjukkan bahwa wilayah tersebut tidak didominasi oleh satu spesies. Tabel 9. Indeks kekayaan j enis R, indeks diversitas H’ Shannon dan indeks dominansi C pada berbagai tingkat pertumbuhan di lokasi pengamatan Hutan Alam TWA Gn. Pancar Tingkat Pertumbuhan R H’ C Semai 1,16 1,56 0,22 Pancang 1,42 1,44 0,32 Tiang 1,67 1,35 0,27 Pohon 4,04 2,48 0,10 4.2.3 Agroforestri Kopi Agroforestri kopi di hulu DAS Kali Bekasi dapat dijumpai juga pada kawasan TWA Gunung Pancar, khususnya pada Gunung Pancar bagian lereng bawah yang berdekatan dengan kampung Cimandala. Pada tipe ini dijumpai beberapa jenis vegetasi yang menyusun tegakan tersebut selain kopi Coffea sp. yaitu : pisang Musa sp., picung Pangium edule Reinw., durian Durio zibethinus Murr., kemiri Aleurites moluccana Willd., dan nangka Artocarpus heterophyllus Lamk.. Secara vertikal, tipe agroforestri ini hanya terdiri dari dua strata yaitu strata bawah berupa tanaman kopi Coffea sp. dan pisang Musa sp. serta strata atas berupa pohon picung P. edule, nangka A. heterophyllus, durian D. zibethinus dan kemiri A. moluccana Gambar 13. Gambar 13. Ilustrasi struktur vertikal agroforestri kopi di Hulu DAS Kali Bekasi Gambaran komposisi jenis dapat dilihat pada Gambar 14. Kopi Coffea sp. merupakan tanaman pokok karena 68 vegetasi yang ada berupa kopi dan berikutnya pisang Musa sp. 16, sisanya berupa tanaman keras yang dapat dimanfaatkan buah serta kayunya yaitu picung P. edule, nangka A. heterophyllus, durian D. zibethinus dan kemiri A. moluccana. Picung P. edule meskipun jumlahnya sedikit dibanding kopi Coffea sp. namun menutupi hampir 5,12 m 2 ha areal yang ada, hal ini disebabkan picung P. edule berupa pohon-pohon yang berdiameter besar. Picung, Nangka, Durian, Kemiri Kopi, Pisang 690 mdpl 8 17 133 258 417 1800 500 1000 1500 2000 Nangka Kemiri Duren Picung Pisang Kopi Kerapatan indha Gambar 14. Kerapatan indha jenis penyusun tegakan agroforestri kopi di Hulu DAS Kali Bekasi

4.2.4 Kebun Bambu

Bambu secara umum ditemukan berada di tepi aliran sungai Hulu DAS Kali Bekasi Gambar 15. Berdasarkan hasil survei di empat lokasi pengamatan yang mewakili Hulu DAS Kali Bekasi bagian atas, tengah dan bawah serta di wilayah kota ditemukan 6 enam spesies, yaitu bambu andong Gigantochloa pseudoarundiaceae Steudel Widjaja, bambu tali Gigantochloa apus Bl.Ex Schult.f.Kurz., bambu hitam Gigantochloa atroviolacea Widjaja, bambu betung Dendrocalamus asper Schult. Backer ex Heyne, bambu ampel hijau Bambusa vulgaris Schrad., dan bambu krisik Bambusa tuldoides Munro. Gambar 15. Kebun bambu di Hulu Das Kali Bekasi Bambu secara umum berfungsi sebagai tanaman pagarpembatas dan tanaman pokok pada sistem kebun campuran. Selain bambu juga ditemukan 29 jenis tanaman lain yang tergolong dalam 18 famili, secara detail distribusi jenis pada masing-masing lokasi pengamatan dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Distribusi jenis ekosistem kebun bambu pada masing-masing lokasi pengamatan di Hulu DAS Kali Bekasi Jenis Famili Atas Tengah Bawah Kota Bambu 5 3 4 2 Bambu andong Gigantochloa pseudoarundiaceae Steudel Widjaja Gramineae √ √ O O Bambu Betung Dendrocalamus asper Schult. Backer ex Heyne Gramineae √ O √ O Bambu Hijau Bambusa vulgaris Schrad. Gramineae √ O √ √ Bambu hitam Gigantochloa atroviolacea Widjaja Gramineae √ O O O Bambu krisik Bambusa tuldoides Munro Gramineae O √ O √ Bambu Tali Gigantochloa apus Bl.Ex Schult. f.Kurz. Gramineae √ √ √ O Non Bambu 16 17 11 Alpukat Persea americana Mill Lauraceae √ √ √ O Durian Durio zibethinus Murr. Malvaceae O O √ O Hanjuang Cordyline fruticosa Goepp. Liliaceae √ O √ O Jambu air Syzigium aqueum Alston Myrtaceae O √ O O Jambu biji Psidium guajava L. Myrtaceae O √ O O Jeruk Citrus sp. L. Rutaceae O √ O O Kayu Afrika Maesopsis eminii Engl. Rhamnaceae √ O O O Kecapi Sandoricum koetjape Merrill Meliaceae √ O O O Kemang Mangifera kemanga Blume Anacardiaceae √ O O O Ketapang Terminalia cattapa L. Combretaceae √ O O O Kibangkong Turpinia sphaerocarpa Hassk Staphylaceae √ O O O Kluih Artocarpus incisa L. Moraceae √ √ O O Kopi Coffea robusta L. Linden. Rubiaceae √ √ √ O Limus Mangifera foetida Lour. Anacardiaceae O √ √ O Macaranga Macaranga sp. Euphorbiaceae O O √ O Mahoni Swietenia mahagony Jacq. Meliaceae √ √ O O Mangga Mangifera indica Blume Anacardiaceae O √ O O Mindi Melia azedarach L. Meliaceae O √ √ O Nangka Artocarpus heterophyllus Lamk. Moraceae O √ √ O Pete Parkia speciosa Hassk. Leguminosae √ O O O Pisang Musa spp. Musaceae √ √ √ O Rambutan Nephelium lappaceum L. Sapindaceae √ √ √ O Randu Ceiba pentandra Gaertn. Malvaceae O √ O O Salam Syzygium polyanthum Miq. Myrtaceae √ O O O Sengon Paraserianthes falcataria L. I. Nielsen Leguminosae O √ O O Sirsak Annona muricata L. Annonaceae √ √ O O Sukun Artocarpur altilis Parkinson Fosberg Moraceae O √ O O Teh Camellia sinensis L Ternstroemiaceae √ O O O Waru lengis Hibiscus tiliaceus L. Sterculiaceae O O √ O Keterangan : √ ditemukan pada lokasi, o tidak ditemukan pada lokasi Jenis bambu paling banyak ditemukan di Hulu DAS Kali Bekasi bagian atas, yaitu 5 jenis yang terdiri dari bambu andong, bambu betung, bambu hitam, bambu hijau dan bambu tali, selain bambu juga ditemukan beberapa jenis tanaman lain. Hulu DAS Kali Bekasi bagian tengah memiliki tingkat diversitas H’ yang paling tinggi dibandingkan lokasi lainnya namun memiliki tingkat dominasi C yang paling rendah, dimana ditemukan lebih banyak jenis selain jenis bambu. Hal ini menggambarkan bahwa kebun bambu di Hulu DAS Kali Bekasi bagian tengah memiliki struktur bambu dengan kerapatan rendah dicampur dengan banyak jenis tanaman selain bambu dan tidak didominasi oleh salah satu jenis tanaman selain bambu. Perbandingan tingkat keragaman jenis pada empat lokasi pengamatan yang mewakili ketinggian tempat di hulu DAS Kali Bekasi dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Indeks kekayaan jenis R, ind eks diversitas H’ Shannon dan indeks dominansi C pada lokasi pengamatan Kebun Bambu di Hulu DAS Kali Bekasi Lokasi R H’ C Atas 3,05 2,02 0,27 Tengah 3,01 2,28 0,15 Bawah 1,98 1,17 0,57 Wilayah Kota 0,15 0,63 0,57 Jenis bambu tali ditemukan mendominasi pada tiga lokasi pengamatan Hulu DAS Kali Bekasi bagian atas, tengah dan bawah, sedangkan di wilayah kotapemukiman modern jenis bambu didominasi oleh jenis krisik yang difungsikan sebagai pagar pembatas. Bambu di wilayah perdesaan Hulu DAS Kali Bekasi bagian atas, tengah dan bawah difungsikan sebagai tanaman kebun campuran yang dikombinasikan dengan jenis tanaman lain, seperti pisang, mahoni, sengon, rambutan. Secara detail dominasi jenis pada masing-masing lokasi pengamatan dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Jenis vegetasi dengan INP tertinggi pada masing-masing lokasi pengamatan kebun bambu Lokasi Pengamatan Jenis Vegetasi INP Atas Gigantochloa apus Gigantochloa pseudoarundiaceae Musa spp. Swietenia mahagony 147,55 35,56 20,14 12,38 Tengah Musa spp. Gigantochloa apus Gigantochloa pseudoarundiaceae Bambusa tuldoides Nephelium lappaceum 76,77 56,98 50,69 24,69 21,03 Bawah Gigantochloa apus Dendrocalamus asper Musa spp. Bambusa vulgaris Macaranga spp. 195,55 62,25 9,85 9,77 5,92 Wilayah Kota Bambusa tuldoides Bambusa vulgaris 204,33 95,67 Kondisi rata-rata dimensi tegakan yang menggambarkan struktur horisontal suatu tegakan pada ekosistem kebun bambu dapat dilihat pada Tabel 13. Struktur horisontal hutan bambu di Hulu DAS Kali Bekasi bagian atas kurang lebih sama dengan hutan bambu di bagian bawah, dimana bambu mendominasi areal tersebut dengan diameter rata-rata 6,16 cm di bagian bawah dan 6,26 cm di bagian atas. Tabel 13. Kerapatan, diameter rata-rata dan luas bidang dasar tegakan ekosistem kebun bambu pada tiap lokasi pengamatan Lokasi Pengamatan Kerapatan indha Diameter rata-rata cm Luas Bidang Dasar m 2 ha Bambu Non bambu Bambu Non bambu Bambu Non bambu Atas 4.373 287 6,26 11,70 14,58 5,38 Tengah 2.620 1.040 5,16 10,35 6,84 12,28 Bawah 4.527 200 6,16 10,70 15,13 2,48 Wilayah Kota 6.560 2,57 3,91 Jenis bambu yang memiliki diameter terbesar adalah jenis bambu betung yang ditemukan di wilayah Hulu DAS Kali Bekasi bagian bawah, yaitu mencapai 16 cm. Bagian Tengah memiliki kebun bambu kurang rapat yang ditunjukkan dengan basal area yang lebih besar pada tanaman non bambu 12,28 m 2 ha, sedangkan di wilayah kota, bambu ditanam sebagai tanaman pagarpembatas yang menutupi 3,91 m 2 ha areal dengan jenis bambu yang berdiameter kecil 2,57 cm. Tabel 14. menyajikan kondisi rata-rata dimensi tegakan bambu di Hulu DAS Kali Bekasi. Diantara keenam jenis bambu yang dijumpai pada Hulu DAS Kali Bekasi yang memiliki rata-rata diameter terbesar adalah dari jenis bambu betung dengan diameter rata-rata sebesar 9,27 cm, sedangkan rata-rata diameter terkecil adalah bambu krisik dengan rata-rata diameter sebesar 2,34 cm. Sedangkan menurut Dransfield Widjaja 1995 tingkat keragaman diameter Bambu berturut-turut dari yang terbesar hingga yang terkecil adalah bambu betung 8 - 20 cm, bambu hitam 6 - 8 cm, bambu andong 5 - 13 cm, bambu tali 4 - 13 cm, bambu ampel hijau 4 - 10 cm, dan bambu krisik 3 - 5 cm. Kerapatan sebagai gambaran jumlah individu menunjukkan bahwa jenis bambu tali merupakan jenis bambu yang paling banyak ditemukan dengan kerapatan 2.272 individuha dan merupakan jenis bambu yang mengokupasi areal paling besar yaitu menutupi 5,83 m 2 ha areal kebun bambu. Tabel 14. Kerapatan, diameter rata-rata dan luas bidang dasar tegakan ekosistem kebun bambu pada tiap jenis bambu Jenis Bambu Kerapatan indha Rata-rata Diameter cm Luas Bidang Dasar m 2 ha Bambu Andong 337 7,72 2,12 Bambu Betung 167 9,27 1,37 Bambu Hijau 404 5,01 0,57 Bambu Hitam 16 6,09 0,05 Bambu Krisik 1.563 2,34 0,71 Bambu Tali 2.272 5,20 5,83

4.2.5 Kebun Campuran

Hasil pengamatan di tiga lokasi kebun campuran di wilayah hulu DAS Kali Bekasi ditemukan 51 jenis vegetasi yang tergolong ke dalam 27 famili. Kebun campuran di wilayah hulu DAS Kali Bekasi Bagian Bawah memiliki jumlah jenis yang paling banyak 37 jenis dibandingkan dengan kebun campuran di wilayah hulu DAS Kali Bekasi Bagian Atas 26 jenis dan Tengah 21 jenis. Secara detail distribusi jenis tanaman yang ada di kebun campuran pada masing-masing lokasi pengamatan dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Distribusi jenis ekosistem kebun campuran pada masing-masing lokasi pengamatan di Hulu DAS Kali Bekasi Jenis Famili Atas Tengah Bawah 1 alkesah Pouteria campechiana H.B. K Baehni Sapotaceae o o √ 2 alpukat Persea americana Mill Lauraceae o √ √ 3 aren Arenga pinnata Merrill. Palmae √ o o 4 bisoro Ficus hispida Linn. Moraceae √ o o 5 buah naga Hylocereus polyrhizus Britton Rose Cactaceae o √ o 6 cengkeh Syzygium aromaticum L. Merrill Perry Myrtaceae o o √ 7 cherykersen Muntingia calabura L. Tiliaceae o √ o 8 diefenbachia beras tumpah Dieffenbachia sp. Araceae o o √ 9 duku Lansium domesticum Jack Meliaceae √ √ √ 10 durian Durio zibethinus Murr. Malvaceae √ √ √ 11 ficus Ficus benjamina L. Urticaceae o o √ 12 hanjuang Cordyline fruticosa Goepp. Liliaceae o o √ 13 jambu air Syzigium aqueum Alston Myrtaceae o √ √ 14 jambu biji Psidium guajava L. Myrtaceae o √ √ 15 jati Tectona grandis Linn. f. Verbenaceae o √ o 16 jengkol Pithecellobium jiringa Jack Prain Leguminosae √ o √ 17 kayu afrika Maesopsis eminii Engl. Rhamnaceae √ o √ 18 kecapi Sandoricum koetjape Merrill Meliaceae √ o √ 19 kelapa Cocos nucifera L. Palmae √ √ √ 20 kemang Mangifera kemanga Blume Anacardiaceae √ o √ 21 kemiri Aleurites moluccana Willd. Euphorbiaceae √ o o 22 ki sampang Evodia aromatica Pers. Lauraceae √ √ o 23 kokosan Lansium aquaeum Jack Kosterm. Meliaceae √ o o 24 kopi Coffea sp. Rubiaceae √ √ √ 25 kupa gowok Syzygium polycephalum Miq. Merr. Perry Myrtaceae √ o √ 26 lamepulai Alstonia scholaris R. Br. Apocynaceae √ o o 27 lengkeng Dimocarpus longan Lour. Sapindaceae o o √ 28 leunca Solanum nigrum Linn. Solanaceae o o √ 29 mahoni Swietenia mahagony Jacq. Meliaceae √ o o 30 mangga Mangifera indica Blume Anacardiaceae o √ √ 31 manggis Garcinia mangostana L. Clusiaceae √ o √ 32 melinjo Gnetum gnemon L. Gnetaceae o √ √ 33 mengkudu Morinda citrifolia L. Rubiaceae o o √ 34 menteng Baccaurea motleyana Muell. Arg. Euphorbiaceae √ o √ 35 mindi Melia azedarach L. Meliaceae √ √ √ 36 nanas Ananas comosus Merrill. Bromeliaceae o o √ 37 nangka Artocarpus heterophyllus Lamk. Moraceae √ √ √ 38 pepaya Carica papaya L. Caricaceae o o √ 39 petai cina Leucaena leucocephala Lam. de Wit. Leguminosae o o √ 40 Pete Parkia speciosa Hassk. Leguminosae √ √ √ 41 picung kluwek Pangium edule Reinw. Bixaceae √ o o 42 pinang Areca catechu L. Palmae o o √ 43 pisang Musa spp. Musaceae √ √ √ 44 rambutan Nephelium lappaceum L. Sapindaceae √ √ √ 45 randu Ceiba pentandra Gaertn. Malvaceae o o √ 46 salam Syzygium polyanthum Miq. Myrtaceae √ o o 47 sawo Achras zapota L. Sapotaceae o o √ 48 sengon Paraserianthes falcataria L. I. Nielsen Leguminosae o √ √ 49 singkong Manihot esculenta Crantz. Euphorbiaceae o √ √ 50 sukun Artocarpur altilis Parkinson Fosberg Moraceae o √ o 51 waru Hibiscus tiliaceus Linn. Malvaceae √ o o JUMLAH 26 21 37 Keterangan : √ ditemukan pada lokasi, o tidak ditemukan pada lokasi Beberapa jenis tanaman buah-buahan yang ditemukan di lokasi penelitian masih dapat ditemukan tanaman buah lokal yang mulai jarang dijumpai di pasar buah, seperti alkesah P. campechiana, kemang M. kemanga, kecapi S. koetjape , kokosan L. aquaeum, kupagowok S. polycephalum, manggis G. mangostana, menteng B. motleyana dan sawo A. zapota. Berdasarkan struktur horisontal dibandingkan wilayah lainnya, kebun campuran di Bagian Bawah memiliki kondisi tegakan yang lebih rapat dengan rata-rata diameter 15,37 cm dan luas bidang dasar seluas 29,44 m 2 ha. Semakin tinggi lokasi kebun campuran mempunyai luas bidang dasar yang semakin kecil. Rata-rata dimensi tegakan yang menggambarkan struktur horisontal suatu tegakan dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Kerapatan, diameter rata-rata dan luas bidang dasar tegakan kebun campuran pada tiap lokasi pengamatan di Hulu DAS Kali Bekasi Lokasi Tingkat pertumbuhan Kerapatan indha Diameter rata- rata cm Luas Bidang Dasar m 2 ha Semai Pancang 4.688 900 - 5,02 - 2,20 Atas Tiang 325 12,83 4,37 Pohon Total 103 6.016 31,24 - 9,78 16,35 Semai Pancang 17.857 2.457 - 5,13 - 6,49 Tengah Tiang 543 14,17 8,80 Pohon Total 186 21.043 24,37 - 9,26 24,55 Semai Pancang 4.444 2.889 - 3,79 - 4,95 Bawah Tiang 589 14,43 9,94 Pohon Total 222 8.144 27,89 - 14,55 29,44 Kebun campuran merupakan salah satu bentuk agroforestri yang dikembangkan oleh masyarakat di wilayah hulu DAS Kali Bekasi. Kombinasi tanaman pangan cash crop pisang, singkong, leunca, nanas dan pandan, buah- buahan sawo, durian, menteng, jambu, alpukat dan kayu mahoni, kayu afrika, mindi membentuk sebuah ekosistem kebun campuran. Kombinasi yang menarik ditemukan di wilayah Hulu DAS Kali Bekasi bagian atas, secara umum terdapat tiga strata vertikal, yaitu strata bawah sebagai penutup tanah ditanam jenis 500 1000 1500 2000 2500 3000 pancang tiang pohon K er a pa ta n ind ha tanaman pandan, strata tengah dimanfaatkan untuk tanaman pertanian seperti pisang, singkong, kopi sedangkan strata atas berupa tanaman buah-buahan seperti durian, menteng, kupa, picung serta tanaman kayu seperti mahoni, mindi dan kayu afrika Gambar 16. Gambar 16. Kebun campuran di Cimandala Bentuk struktur tegakan horisontal kebun campuran cenderung mengarah mendekati bentuk struktur tegakan yang lazim ditemukan pada tegakan hutan tidak seumur atau hutan alam, yaitu sebaran huruf J-terbalik eksponensial negatif. Secara matematik dinyatakan dalam persamaan N=ke –aD Davis Johnson, 1987, dimana : N = menyatakan kerapatanjumlah pohon per hektar, D = diameter pohon rata-rata titik tengah kelas diameter tertentu, k dan a = masing-masing merupakan parameter yang menyatakan titik potong kurva J- terbalik pada saat D = 0 dan laju pengurangan jumlah pohon dengan meningkatnya diameter rata-rata tegakan Gambar 17. Gambar 17. Kerapatan tegakan kebun campuran di Hulu DAS Kali Bekasi Berdasarkan rata-rata struktur horizontal tegakan pada Gambar 17 tersebut menunjukkan bahwa tegakan tingkat pancang yang menyusun kebun campuran cenderung lebih rapat dibandingkan dengan tiang dan pohon. Struktur horisontal tegakan kebun campuran di Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Tengah dan Bagian Bawah mempunyai bentuk yang hampir sama, dimana cenderung memiliki tegakan berukuran kecil pancang yang lebih banyak dibandingkan Bagian Atas. Hal ini dapat dijelaskan karena kemungkinan kebun campuran di Bagian Tengah dan Bawah tidak dikelola secara intensif dengan membiarkan banyaknya permudaan alami, termasuk tunas trubusan yang tumbuh menjadi pancang atau juga petani berusaha mengoptimalkan ruang tumbuh yang tersedia dengan cara menanam berbagai jenis tanaman. Secara umum, pisang Musa spp. merupakan salah satu komoditi utama tanaman pertanian selain kopi Coffea sp. dan singkong M. esculenta yang menyusun tegakan campuran di Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Atas, Tengah maupun Bawah. Tanaman pertanian umumnya berada di strata bawah sedangkan strata atas di dominasi tanaman buah-buahan dan kayu. Pohon picung P. edule, durian D. zibethinus dan kokosan L. aquaeum merupakan pohon buah yang mendominasi di Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Atas, sedangkan di Bagian Tengah di dominasi oleh mangga M. indica dan rambutan N. lappaceum. Menteng B. motleyana dan kecapi S. koetjape merupakan pohon buah yang ditemukan mendominasi di Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Bawah selain rambutan N. lappaceum. Tanaman kayu yang mendominasi kebun campuran pada Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Atas adalah mindi M. azedarach, kayu afrika M. eminii dan Ki sampang E. aromatica, Bagian Bawah didominasi kayu afrika M. eminii, sedangkan di Bagian Tengah adalah sengon P. falcataria. Secara detail jenis vegetasi dengan INP tertinggi yang menggambarkan peranan jenis tersebut pada lokasi pengamatan dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Jenis vegetasi dengan INP tertinggi pada tiap tingkat pertumbuhan kebun campuran di Hulu DAS Kali Bekasi Lokasi Tingkat Pertumbuhan Jenis Vegetasi INP Atas Semai Lansium domesticum Mangifera kemanga Musa spp. 81,90 27,62 27,62 Pancang Musa spp. Lansium domesticum Pangium edule Melia azedarach Maesopsis eminii 46,52 36,21 34,72 32,47 30,42 Tiang Musa spp. Maesopsis eminii Evodia aromatica Lansium aquaeum 117,47 31,26 23,42 22,94 Pohon Pangium edule Durio zibethinus Musa spp. Lansium aquaeum Evodia aromatica 84,93 34,21 28,92 25,71 21,86 Tengah Semai Coffea sp. Paraserianthes falcataria 72,67 32,67 Pancang Musa spp. Paraserianthes falcataria Manihot esculenta Mangifera indica 124,00 41,35 24,77 24,30 Tiang Musa spp. Paraserianthes falcataria Nephelium lappaceum 147,65 71,06 34,20 Pohon Paraserianthes falcataria Nephelium lappaceum Musa spp. Cocos nucifera 70,29 64,23 49,41 40,36 Bawah Semai Nephelium lappaceum Musa spp. Coffea sp. 37,50 37,50 25,00 Pancang Musa spp. Nephelium lappaceum Coffea sp. Manihot esculenta Maesopsis eminii Melia azedarach 82,14 28,77 24,77 23,22 23,11 23,02 Tiang Musa spp. Nephelium lappaceum Durio zibethinus Gnetum gnemon Maesopsis eminii 123,77 27,10 22,47 21,61 20,89 Pohon Musa spp. Baccaurea motleyana Nephelium lappaceum Maesopsis eminii Durio zibethinus Sandoricum koetjape 40,98 40,36 37,91 32,28 25,07 22,72 Tegakan kebun campuran pada tingkat pohon memiliki kekayaan jenis R dan keanekaragaman jenis H’ yang tinggi dibandingkan tingkat pertumbuhan lainnya, namun sebaliknya memiliki tingkat dominasi jenis C yang rendah Tabel 18. Hal ini dapat dijelaskan bahwa para petani mengkombinasikan banyak jenis tanaman pada strata atas pohon tetapi jumlah yang ditanam jumlahnya lebih sedikit dibandingkan tanaman yang berdiameter kecil, sehingga pada tingkat pohon dominasi suatu jenis adalah rendah. Kebun campuran di hulu DAS Kali Bekasi Bagian Atas cenderung memiliki indeks kekayaan jenis R yang lebih tinggi 4,29 dibanding hulu DAS Kali Bekasi bagian Tengah dan Bawah. Tabel 18. Indeks kekayaan jenis R, indeks d iversitas H’ Shannon dan Indeks dominansi C pada lokasi pengamatan kebun campuran di Hulu DAS Kali Bekasi Lokasi Tingkat Pertumbuhan R H’ C Atas semai 1,85 1,62 0,24 pancang 3,46 2,34 0,10 tiang 3,38 2,09 0,19 pohon 4,29 2,43 0,13 Tengah semai 2,30 2,00 0,19 pancang 2,92 1,99 0,21 tiang 1,65 1,44 0,32 pohon 2,78 2,09 0,15 Bawah semai 3,61 2,27 0,12 pancang 4,07 2,49 0,12 tiang 2,77 2,04 0,21 pohon 3,88 2,70 0,09

4.2.6 Pekarangan

Pekarangan merupakan salah satu tipe agroforestri yang ada di Indonesia, pekarangan juga merupakan kebun campuran tetapi pada umumnya berada di sekitar rumah pada posisi bagian depan, belakang, samping kanan atau samping kiri tergantung ketersediaan areal serta pada umumnya disertai pagar pembatas yag jelas. Kondisi inilah yang membedakan antara kebun campuran dan pekarangan, selain itu fungsi antara kebun campuran dan pekarangan terdapat sedikit perbedaan, kebun campuran pada umumnya difungsikan untuk tujuan produktivitas sedangkan pekarangan selain kadang memiliki fungsi produktivitas juga mempunyai fungsi untuk keindahan dan kenyamanan tinggal. Luas pekarangan sangat beragam, menurut Arifin et al. 2006 luas pekarangan dapat diklasifikasikan dalam 4 kelas, yaitu: pekarangan sempit 200 m 2 , pekarangan sedang 200-500 m 2 , pekarangan besar 500-1.000 m 2 , dan pekarangan sangat besar 1.000 m 2 . Berdasarkan hasil pengamatan ditemukan bahwa luas pekarangan di lokasi penelitian berbeda-beda mulai dari 0 m 2 tidak berpekarangan sampai lebih dari 1.000 m 2 . Ilustrasi pekarangan di Hulu DAS Kali Bekasi dapat dilihat pada Gambar 18. Gambar 18. Pekarangan di Hulu Das Kali Bekasi Rata-rata dimensi luas pekarangan yang menjadi contoh penelitian di wilayah hulu DAS Kali Bekasi dapat dilihat pada Tabel 19. Sebagian besar rumah di wilayah Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Atas memiliki pekarangan dengan rata- rata luas pekarangan 277,14 m 2 , sedangkan di Bagian Tengah, luas pekarangan yang dimiliki oleh penduduk mengalami keterbatasan karena semakin berkurangnya lahan yang dimiliki. Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Bawah memiliki kondisi luas pekarangan yang hampir sama dengan Bagian Tengah, meskipun demikian di Bagian Bawah masih terdapat beberapa penduduk yang memiliki areal pekarangan yang luas. Sentul City sebagai salah satu bentuk pemukiman modern di wilayah kota, hampir tiap rumah memiliki pekarangan dengan luas yang beragam dari 46,5 m 2 sampai dengan 2.750,6 m 2 . Berdasarkan hasil pengamatan vegetasi dengan tinggi diatas 1.3 m pada pekarangan ditemukan 92 jenis tanaman yang tergolong ke dalam 37 famili. Tabel 19 menunjukkan bahwa Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Atas memiliki rata-rata jumlah jenis yang ditemukan pada tiap pekarangan paling tinggi, yaitu 10 jenis 3-20 jenispekarangan. Tabel 19. Dimensi luas pekarangan contoh m 2 dan rata-rata jumlah jenis tiap pekarangan jenispekarangan Lokasi Luas Minimum Luas Maksimum Luas Rata-rata Jumlah Jenis Atas 77,5 950,0 277,14 10 Tengah 51,5 470,0 209,57 9 Bawah 7,5 1.703,5 135,87 8 Wilayah Kota 46,5 2.750,6 216,70 9 Rata-rata jumlah jenis pada tiap pekarangan di Hulu DAS Kali Bekasi semakin menurun seiring dengan menurunnya ketinggian lokasi pengamatan, Bagian Atas 600 m dpl memiliki rata-rata jumlah jenis 10 3-20 jenispekarangan, Wilayah kota 300 m dpl memiliki rata-rata jumlah jenis 9 2- 18 jenispekarangan, Bagian Tengah 280 m dpl memiliki rata-rata jumlah jenis 9 3-14 jenispekarangan, sedangkan Bagian Bawah 200 m dpl memiliki rata- rata jumlah jenis yang paling rendah, yaitu 8 1-19 jenis tiap pekarangan. Rata- rata jumlah jenis tanaman yang ditemukan pada lokasi pengamatan cenderung lebih rendah jika dibandingkan dengan penelitian Roshetko et al. 2001 yang melaporkan pada praktek agroforestri kebun di pekarangan home garden yang telah berumur 12-17 tahun di Lampung, terdapat 45 jenis pohon. Meskipun demikian jumlah jenis tanaman dalam tiap pekarangan sangat dipengaruhi oleh luastipe pekarangan Tabel 20. Hasil uji korelasi Pearson terhadap 47 contoh pekarangan menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif yang nyata antara luas pekarangan dengan jumlah jenis tanaman pada selang kepercayaan 99, meskipun tingkat korelasinya rendah r=0,425. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar luas pekarangan akan diikuti pertambahan jumlah jenis tanaman yang ada di pekarangan. Tabel 20. Jumlah jenis, kerapatan dan luas bidang dasar tegakan pekarangan pada tiap tipe pekarangan Tipe Pekarangan Jml Jenis jenispekarangan Kerapatan indha Luas Bidang Dasar m 2 ha Sempit 6 1.092 16,91 Sedang 11 857 17,56 Besar 11 683 7,54 Sangat Besar 16 266 6,98 Tabel 20 juga menunjukkan bahwa pada tipe pekarangan sempit tingkat kerapatannya paling tinggi 1.092 individuha, hal ini memberikan gambaran bahwa pada tipe pekarangan sempit orang cenderung berusaha untuk memanfaatkan ruang yang ada di pekarangan dengan sebesar-besarnya, meskipun pekarangannya sempit mereka akan berusaha menanam tanaman sebanyak- banyaknya dengan kecendurangan tanaman yang ditanam adalah tanaman yang berdiameter kecil. Kondisi ini ditunjukan dengan nilai basal area luas bidang dasar yang lebih rendah dibandingkan pada tipe pekarangan sedang. Tipe pekarangan sedang mempunyai jumlah individu yang lebih sedikit dibandingkan pada tipe pekarangan sempit tetapi mempunyai luas bidang dasar paling besar 17,56 m 2 ha dimana luas bidang dasar merupakan fungsi dari jumlah individu dan diameter dari individu tersebut. Secara detail jenis yang ditemukan di pekarangan pada berbagai lokasi pengamatan dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Distribusi jenis di pekarangan pada lokasi pengamatan Jenis Famili Atas Kota Tengah Bawah 1 Akasia Acacia mangium Willd Leguminosae o √ o o 2 Alkesah Pouteria campechiana H.B. K Baehni Sapotaceae o o √ √ 3 Alpukat Persea americana Mill Lauraceae √ o √ √ 4 Araucaria Araucaria cunninghamii Sweet Coniferae o √ o o 5 Asam Tamarindus indica L. Leguminosae √ o √ o 6 Bauhenia Bauhinia purpurea L. Leguminosae o √ o √ 7 Belimbing Averrhoa carambola L. Geraniaceae √ √ √ √ 8 Belimbing wuluh Averhoa bilimbi L. Geraniaceae o o √ √ 9 Beringin Ficus benjamina L. Urticaceae o √ o o 10 Bintangur Calophyllum inophyllum L. Guttiferae o √ o o 11 Bunga sepatu Hibiscus rosa-sinensis L. Malvaceae o √ o o 12 Cemara Casuarina equisetifolia L. Casuarinaceae o √ √ o 13 Cengkeh Syzygium aromaticum L. Merrill Perry Myrtaceae √ o o o 14 Kersen Muntingia calabura L. Tiliaceae o o o √ 15 Delima Punica granatum L. Lythraceae o √ o o Tabel 21 Lanjutan 16 Dracaena Dracaena massangeana Hort. Ex E. Morr Liliaceae o √ o o 17 Durian Durio zibethinus Murr. Malvaceae √ √ √ √ 18 Gandaria Bouea macrophylla Griff. Anacardiaceae o o √ o 19 Gmelina Gmelina arborea Roxb. Verbenaceae √ o o o 20 Glodogan tiang Polyalthia longifolia Benth. Hook. F. ex Hook. F. Annonaceae o √ o o 21 Jambu air Syzigium aqueum Alston Myrtaceae √ √ √ √ 22 Jambu biji Psidium guajava L. Myrtaceae √ √ √ √ 23 Jambu bol Syzygium malaccense L. Merrill Perry. Myrtaceae o √ o √ 24 Jarak Jatropha sp. L. Euphorbiaceae √ o √ √ 25 Jati Tectona grandis Linn. f. Verbenaceae o o √ o 26 Jengkol Pithecellobium jiringa Jack Prain Leguminosae o o o √ 27 Jeruk Citrus sp. L. Rutaceae √ √ √ √ 28 Jeruk bali Citrus maxima Merrill. Rutaceae √ √ √ o 29 Jeruk limau Citrus hystrix DC. Rutaceae o o √ o 30 Jeruk Pacitan Citrus sinensis Osbeck. Rutaceae √ o o o 31 Jeruk pontianak Citrus nobilis Lour. var. microcarpa Hassk. Rutaceae o o √ o 32 Kakao Theobroma cacao L. Sterculiaceae √ o √ √ 33 Kamboja Plumeria rubra L. Apocynaceae o √ o o 34 Kanyere Bridelia glauca Blume Euphorbiaceae o o √ o 35 Karet kerbau Ficus elastica Nois ex Blume Moraceae o √ o o 36 Kayu afrika Maesopsis eminii Engl. Rhamnaceae o √ o o 37 Kecapi Sandoricum koetjape Merrill Meliaceae o o √ √ 38 Kedondong Spondias dulcis Forst. f Anacardiaceae √ √ √ o 39 Kelapa Cocos nucifera L. Palmae √ √ √ √ 40 Kelengkeng Dimocarpus longan Lour. Sapindaceae √ √ √ √ 41 Kemang Mangifera kemanga Blume Anacardiaceae o o √ o 42 Kemiri AleuritEs moluccana Willd. Euphorbiaceae √ o o o 43 Kepel Stelechocarpus burakol Hook. f. Thoms. Annonaceae o √ o o 44 Kesumba Bixa arborea Huber Bixaceae o √ o o 45 Khaya Khaya senegalensis A. Juss. Meliaceae o √ o o 46 Ki Acret Spathodea campanulata Beauv. Bignoniaceae √ o o o 47 Kiara Munut Ficus virens Dryand. Urticaceae √ o o √ 48 Kokosan Lansium aquaeum Jack Kosterm. Meliaceae √ o √ √ 49 Kopi Coffea sp. Rubiaceae √ o √ √ 50 Kupa Syzygium polycephalum Miq. Merr. Perry Myrtaceae o o √ o 51 Kweni Mangifera odorata Griff. Anacardiaceae √ o o o 52 Langsat Lansium domesticum Jack Meliaceae o √ o o 53 Limus Mangifera foetida Lour. Anacardiaceae √ o √ o 54 Mahkota dewa Phaleria macrocarpa Boerl. Thymelaeaceae o √ o √ 55 Mahoni Swietenia mahagony Jacq. Meliaceae √ o o o 56 Mangga Mangifera indica Blume Anacardiaceae √ √ √ √ 57 Manggis Garcinia mangostana L. Clusiaceae o o √ √ 58 Mareme Glochidion arborescens Blume Euphorbiaceae √ o √ √ 59 Matoa Pometia pinnata Forst. Sapindaceae √ o o √ 60 Melati Jasminum sambac Soland. Olecaceae o √ o o 61 Melinjo Gnetum gnemon L. Gnetaceae √ o √ √ 62 Mengkudu Morinda citrifolia L. Rubiaceae √ o o o 63 Menteng Baccaurea motleyana Muell. Arg. Euphorbiaceae √ o √ √ 64 Mindi Melia azedarach L. Meliaceae √ o o o 65 Nangka Artocarpus heterophyllus Lamk. Moraceae √ √ √ √ 66 Nusa indah Mussaenda sp. Rubiaceae o o √ √ 67 Pakis Cycas rumphii Miq. Cycadaceae o √ o o 68 Pala Myristica fragans Houtt . Myristicaceae o o √ o 69 Palem botol Mascarena lagenicaulis L.H. Baiey Palmae o √ o o 70 Palem ekor tupai Wodyetia bifurcata A. Irvine Palmae o √ o o 71 Palem putri Veitchia merrillii Becc. H.E. Moore Palmae o √ o o 72 Palem raja Roystonea regia O.F. Cook Palmae o √ o o Tabel 21 Lanjutan 73 Pepaya Carica papaya L. Caricaceae √ o √ √ 74 Petai Parkia speciosa Hassk. Leguminosae √ √ √ √ 75 Petai china Leucaena leucocephala Lam. de Wit. Leguminosae √ √ √ o 76 Picung Pangium edule Reinw. Bixaceae √ o o o 77 Pinang Areca catechu L. Palmae o √ √ √ 78 Pinisilin Jatropha multifida L. Euphorbiaceae √ o √ o 79 Pinus Pinus merkusii Jungh. De Vriese Coniferae o √ o o 80 Pisang Musa x paradisiaca L, pro spec,; C. Jeffrey Musaceae √ √ √ √ 81 Pisang kipas Ravenala madagascariensis J.F. Gmel. Scitamineae o √ o o 82 Pisitan Dysoxylum nutans Miq. Meliaceae √ o o o 83 Rambutan Nephelium lappaceum L. Sapindaceae √ √ √ √ 84 Randu Ceiba pentandra Gaertn. Malvaceae √ o o o 85 Rendang Carissa carandas L. Apocynaceae o o o √ 86 Salam Syzygium polyanthum Miq. Myrtaceae √ o √ √ 87 Sapu tangan Maniltoa grandiflora Scheff. Leguminosae o √ o o 88 Sawo Achras zapota L. Sapotaceae o √ √ o 89 Sengon Paraserianthes falcataria L. I. Nielsen Leguminosae √ o o o 90 Sikat botol Callistemon citrinus Domin Myrtaceae o √ o o 91 Sirsak Annona muricata L. Annonaceae √ √ √ √ 92 Sukun Artocarpur altilis Parkinson Fosberg Moraceae √ o √ o Keterangan : √ ditemukan pada lokasi, o tidak ditemukan pada lokasi Gambar 19. Beberapa jenis tanaman di pekarangan Hulu DAS Kali Bekasi Pekarangan di wilayah perdesaan secara umum didominasi oleh tanaman yang dapat dimanfaatkan hasilnya terutama buah seperti pisang Musa Spp., rambutan N. lappaceum, mangga M. indica, kelapa C. nucifera. Selain jenis- jenis tanaman tersebut, masih terdapat juga tanaman buah asli yang mulai jarang dijumpai Gambar 19, seperti : Alkesah P. campechiana, Gandaria B. macrophylla, Kecapi S. koetjape, Kemang M. kemanga, kepel S. burahol, kokosan L. aquaeum, kupagowok S. polycephalum, kweni M. odorata, langsat L. domesticum, limus M. foetida, manggis G. mangostana, pisitan D. nutans dan rendang C. carandas. Meskipun demikian introduksi jenis-jenis eksotik juga ditemukan di pekarangan perdesaan terutama jenis-jenis tanaman buah yang telah mengalami domestikasi. Komposisi jenis tanaman di pekarangan wilayah perdesaan sangat berbeda dengan pekarangan yang ada di wilayah kota. Wilayah kota yang merupakan kawasan pemukiman modern dengan tingkat pendapatan keluarga yang mencukupi, sebagian besar pekarangan dimanfaatkan hanya untuk keindahan dan kenyamanan tinggal sehingga tanaman yang mendominasi sebagian besar jenis tanaman hias yang eksotik, seperti palem raja R. regia, palem putri V. merrillii, pinang A. catechu dan cemara C. equisetifolia. Meskipun demikian terdapat juga tanaman buah tetapi yang telah mengalami domestikasi, seperti rambutan N. lappaceum dan mangga M. indica. Kondisi ini tentu saja sangat mengkhawatirkan terhadap keanekaragaman jenis dan keanekaragaman genetik tanaman lokal ditengah bertambah luasnya pemukiman modern. Upaya penggalakan pekarangan sebagai tempat pelestarian keanekaragaman biodiversitas harus segera dilakukan ditengah menurunnya luasaan hutan dan kebun campuran, karena hampir setiap rumah tinggal memiliki pekarangan yang dapat dimanfaatkan untuk ditanami. Secara detail jenis-jenis vegetasi dengan INP tertinggi yang menggambarkan tingkat peranan vegetasi tersebut pada masing- masing lokasi pengamatan dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Jenis vegetasi dengan INP tertinggi pada pekarangan Lokasi Pengamatan Jenis Vegetasi INP Atas Musa Spp. Mangifera indica Psidium guajava Artocarpur altilis Parkia speciosa Cocos nucifera 53,81 19,27 18,98 16,87 14,21 13,78 Tengah Nephelium lappaceum Musa Spp. Mangifera indica Artocarpus heterophyllus Psidium guajava Cocos nucifera Averhoa bilimbi 43,18 40,46 25,37 22,97 16,46 16,20 12,91 Bawah Musa Spp. Nephelium lappaceum Syzigium aqueum Mangifera indica Cocos nucifera Carica papaya Parkia speciosa 62,14 38,90 31,60 14,58 14,17 12,10 11,41 Wilayah Kota Mangifera indica Roystonea regia Pinus merkusii Areca catechu Veitchia merrillii Casuarina equisetifolia Nephelium lappaceum 30,52 30,43 26,25 22,71 17,52 15,91 11,26 Pekarangan di Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Tengah memiliki kekayaan jenis yang tertinggi, sedangkan keanekaragaman jenis tertinggi terdapat pada pekarangan di Wilayah Kota. Secara umum Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Atas memiliki keanekaragaman jenis tinggi dan semakin menurun pada hulu DAS Bagian Bawah. Indeks dominasi suatu jenis senantiasa berlawanan dengan indeksi diversitas, semakin rendah nilai indeks dominansi menggambarkan bahwa pada lokasi tersebut tidak di dominasi oleh satu jenis tanaman tetapi beragam jenis tanaman terdapat pada lokasi tersebut dan terdistribusi merata. Secara detail parameter yang menggambarkan kualitas tegakan pada masing-masing lokasi pengamatan dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23. Indeks kekayaan Jenis R, indeks diversitas H’ Shannon dan indeks dominansi C pada lokasi pengamatan pekarangan Lokasi Ketinggian Lokasi mdpl R H’ C Atas 600 7,97 3,31 0,06 Tengah 280 8,87 3,22 0,07 Bawah 200 6,65 2,99 0,08 Wilayah Kota 300 7,92 3,36 0,05 Diameter tanaman yang paling banyak dijumpai secara umum di pekarangan hulu DAS Kali Bekasi adalah 5-20 cm. Distribusi jumlah tanaman berdasarkan kelas diameter dapat dilihat pada Gambar 18. Gambar 20. Kerapatan tegakan pekarangan di Hulu DAS Kali Bekasi Struktur horisontal tegakan penyusun pekarangan dapat dilihat berdasarkan dimensi tegakan, seperti kerapatan indha, luas bidang dasar m 2 ha dan diameter rata-rata cm Tabel 24. Pekarangan di Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Bawah mempunyai kerapatan tanaman dan luas bidang dasar yang paling tinggi dibandingkan lokasi lainnya. Rata-rata diameter tanaman paling besar di jumpai di Bagian Tengah 14 cm, meskipun demikian pekarangan di Bagian Bawah juga memiliki diameter yang cukup besar juga 13,79. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pekarangan di Bagian Bawah selain tanamannya rapat juga memiliki 50 100 150 200 250 300 5 5-9.9 10-14.9 15-19.9 20-24.9 25-29.9 30-34.9 35 K er a pa ta n NH a Kelas Diameter cm Atas Tengah Bawah Wilayah Kota pohon-pohon yang berdiameter besar seperti rambutan. Secara umum jika dilihat dari sebaran diameter pada Gambar 20 maka penyusun tegakan pekarangan sebagian besar adalah tegakan berdiameter kecil 5-19,9 cm. Tabel 24. Kerapatan, diameter rata-rata dan luas bidang dasar tegakan pekarangan pada tiap lokasi pengamatan Lokasi Ketinggian Lokasi mdpl Kerapatan indha Luas Bidang Dasar m 2 ha Diameter rata-rata cm Atas 600 949 15,54 12,44 Tengah 280 902 15,93 14,00 Bawah 200 1.209 19,71 13,79 Wilayah Kota 300 654 11,58 12,38 dimensi tegakan dibatasi tanaman dengan tinggi 1,3 m

4.2.7 RTH Publik Area Sentul City

RTH Publik Area Sentul City terdiri dari areal penghijauan di sempadan jalan, danau dan taman publik Gambar 21. Gambar 21. RTH di sempadan jalan Sentul City Berdasarkan hasil pengamatan terhadap 20 plot pengamatan di sempadan Jalan Siliwangi, Danau Parahayangan, Danau Graha Utama, taman publik di Puncak Semeru, Bukit Golf Hijau, Lembah Hijau dan Bukit Cemara ditemukan 15 jenis tanaman tinggi 1,3 m yang tergolong ke dalam 9 famili. Jenis tanaman yang ditemukan pada lokasi pengamatan dapat dilihat pada Tabel 25. Menurut data pengelola Sentul City, kurang lebih terdapat 237 jenis tanaman pohon, perdu, semak, herba, liana yang ada di kawasan Sentul City. Tabel 25. Jenis tanaman pada lokasi pengamatan RTH publik area Sentul City JENIS FAMILI 1 Akasia Acacia mangium Willd Leguminosae 2 Bauhenia Bauhinia purpurea L. Leguminosae 3 Dadap merah Erythrina crista-galli Linn. Leguminosae 4 Gmelina Gmelina arborea Roxb. Verbenaceae 5 karet Hevea brasiliensis Muell.Arg. Euphorbiaceae 6 Mahoni Swietenia mahagony Jacq. Meliaceae 7 Pinus Pinus merkusii Jungh. De Vriese Coniferae 8 Sengon Paraserianthes falcataria L. I. Nielsen Leguminosae 9 Spatodea Spathodea campanulata Beauv. Bignoniaceae 10 Trembesi Samanea saman Merrill Leguminosae 11 Pinang Areca catechu L. Palmae 12 Bambu Kuning Bambusa vulgaris Nees. Gramineae 13 Manggis Garcinia mangostana L. Clusiaceae 14 Kelapa Cocos nucifera L. Palmae 15 Palem Raja Roystonea regia O.F. Cook Palmae Pada plot pengamatan RTH Sentul City memiliki indeks kekayaan jenis sebesar 2,56 dan indeks diversitas 0,95 serta indeks dominasi sebesar 0,14. Berdasarkan parameter INP, jenis pohon yang mendominasi lokasi pengamatan adalah akasia INP=71,39, gmelina INP=49,19, sengon INP=48,33, pinus INP=32,33, trembesi INP=27,76 dan karet INP=26,70. Sebagai gambaran struktur horisontal tegakan RTH Publik Sentul dapat dijelaskan bahwa RTH Publik Sentul mempunyai tingkat kerapatan individu pohon sebesar 462 individuha dengan luas bidang dasar sebesar 26,58 m 2 ha. Sebagian besar pohon yang ditemukan 89,17 berdiameter 10-39,9 cm Gambar 22 dengan rata-rata diameter 25,33 cm. Gambar 22. Kerapatan tegakan dan luas bidang dasar tegakan pada RTH publik Sentul

4.3 Tutupan Lahan dan Perubahannya

4.3.1 Tutupan Lahan

Potensi cadangan karbon pada suatu lanskap dipengaruhi oleh tutupan vegetasi pada suatu lanskap tersebut, berdasarkan citra Alos AVNIR-2 17 Juli 2009 tutupan vegetasi berdasarkan indeks NDVI Normalized Difference Vegetation Index yang ditunjukkan pada Hulu DAS Kali Bekasi dapat dilihat pada Gambar 23. NDVI adalah indeks yang menggambarkan tingkat kehijauan penutupan suatu vegetasi pada sebuah citra, nilai indeks ini diperoleh dari sebuah kombinasi matematis antara band merah dan band NIR yang telah lama digunakan sebagai indikator keberadaan dan kondisi vegetasi. Secara visual dapat dilihat bahwa tutupan vegetasi pada Hulu DAS Kali Bekasi masih sangat tinggi. Jika diklasifikasikan ke dalam lima tingkat kerapatan vegetasi yaitu tidak bervegetasi, rendah, sedang, rapat dan sangat rapat maka dari total luas Hulu DAS Kali Bekasi 46.210 ha areal yang bertututupan vegetasi sangat rapat 7,10, rapat 31,15, sedang 35,98, rendah 20,99 dan tidak bervegetasi hanya 4,78. Areal yang bervegetasi rapat dan sangat rapat dimungkinkan adalah berupa hutan yang berada di TWA Gunung Pancar dan Hambalang dimana areal ini tergolong ke dalam kawasan lindung pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor. 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 50 100 150 200 10 10-19.9 20-29.9 30-39.9 40 L B DS m 2 ha K er a pa ta n ind ha Kelas Diameter cm Kerapatan indha LBDS m2ha Gambar 23. Peta tutupan vegetasi Hulu DAS Kali Bekasi Pola tutupan lahan pada suatu DAS sangat menentukan kemampuannya dalam mensekuestrasi karbon terlebih dalam kaitannya dengan kualitas aliran permukaan maupun kualitas air. Semakin besar nisbah antara wilayah terbangun dengan wilayah tak terbangun yang tertutupi vegetasi maka akan berpengaruh terhadap fungsi DAS itu sendiri utamanya keterkaitan antara DAS bagian hulu dengan hilir. Oleh karena itu kondisi DAS di bagian hulu perlu dijaga agar tetap berfungsi dengan baik sehingga tidak menimbulkan dampak yang merugikan pada daerah bagian hilir. Kondisi hulu DAS Kali Bekasi berdasarkan hasil analisis tutupan lahan citra ALOS AVNIR-2 di dengan metode supervised classification menghasilkan sepuluh kelas tutupan lahan yaitu kelas lahan tanah terbuka, semak, sawah, pertanian kering, kebun campuran, hutan, hutan tanaman, badan air, awan, dan area terbangun Gambar 24. Gambar 24. Peta tutupan lahan Hulu DAS Kali Bekasi Luas dan kontribusi masing-masing tipe tutupan lahan di Hulu DAS Kali Bekasi di sajikan pada Tabel 26. Tabel 26. Luas dan persentase tutupan lahan Hulu DAS Kali Bekasi Tipe Tutupan Lahan Luas Ha Persentase Kebun Campuran 21.600,20 46,74 Areal Terbangun 14.453,57 31,28 Hutan 4.592,27 9,94 Pemukiman 1.840,43 3,98 Tanah Terbuka 1.353,95 2,93 Pertanian Kering 1.091,53 2,36 Awan 425,81 0,92 Badan Air 323,08 0,70 Sawah 308,12 0,67 Semak 185,29 0,40 Hutan Tanaman 35,77 0,08 Jumlah 46.210,01 100,00 Tabel 27. Akurasi interpretasi tutupan lahan Hulu DAS Kali Bekasi Tutupan Lahan Aktual Row Total Users Accuracy K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8 K9 K10 K1 Hutan Tanaman 9 9 100,00 K2 Hutan 11 11 100,00 K3 Tanah Terbuka 9 9 100,00 K4 Kebun Campuran 4 4 148 2 6 5 7 1 177 83,62 K5 Badan Air 6 6 100,00 K6 Pertanian Kering 10 1 1 12 83,33 K7 Semak 9 9 100,00 K8 Sawah 7 7 100,00 K9 Areal Terbangun 1 6 7 85,71 K10 Awan 8 8 100,00 Column Total 13 15 9 148 9 16 15 15 7 8 255 Producers Accuracy 69, 23 73, 33 100 100 66, 67 62, 50 60, 00 46, 67 85, 71 100 Overall Accuracy 87,45 Kappa Accuracy 78,45 Tabel 27 menunjukkan tingkat akurasi yang dihasilkan dari interpretasi citra di Hulu DAS Kali Bekasi, yaitu mempunyai tingkat overall accuracy sebesar 87,45 dan Kappa Accuracy sebesar 78,45. 1 Hutan Kawasan hutan alam yang terdapat di Hulu DAS Kali Bekasi adalah Kelompok Hutan Gunung Hambalang di Desa Karangtengah dan Desa Bojongkoneng, Kecamatan Babakan madang, Kabupaten Bogor, yang luasnya mencapai 6695.3 ha dimana kawasan ini merupakan kawasan lindung dalam RTRW Kabupaten Bogor. Salah satu kawasan yang menjadi bagian kelompok hutan tersebut dan terletak di Hulu DAS Kali Bekasi adalah kawasan hutan Gunung Pancar yang merupakan hutan konservasi berupa Taman Wisata Alam TWA. Taman Wisata Alam Gunung Pancar ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 156Kpts-II1988 tanggal 21 Maret 1988 dengan luas 447.50 Ha. Secara geografis TWA. Gunung Pancar terletak diantara 106º56´- 106º54´ Bujur Timur dan 63º4´-63º36´ Lintang Selatan. Sedangkan secara administratif terletak di Desa Karang Tengah dan Desa Bojong Koneng, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Secara umum kawasan hutan alam di Hulu DAS Kali Bekasi berkontribusi seluas 4.592,27 ha atau sekitar 9,94 dari total luas Hulu DAS Kali Bekasi Tabel 26. Sementara luas kawasan lindung berdasarkan RTRW Kabupaten Bogor adalah seluas 2.485,43 ha dan hanya 41,68 yang berpenutupan hutan. Tipe vegetasi yang terdapat di kawasan ini terdiri dari vegetasi hutan alam pegunungan terletak dari lereng sampai puncak gunung. 2 Hutan Tanaman Hutan tanaman yang terdapat pada Hulu DAS Kali Bekasi adalah dominan jenis Pinus merkusii dimana kawasan ini terletak pada kawasan hutan TWA Gunung Pancar. Kawasan TWA Gunung Pancar sebelumnya merupakan kawasan hutan produksi Kelompok Hutan Gunung Hambalang yang sejak tahun 1988 dirubah menjadi kawasan hutan wisata dengan fungsi Taman Wisata. Hutan tanaman di Hulu DAS Kali Bekasi berkontribusi seluas 35,77 ha atau sekitar 0,08 dari total luas Hulu DAS Kali Bekasi Tabel 26. 3 Kebun Campuran Sistem kebun campuran yang menerapkan sistem agroforestri ini memadukan berbagai komoditas pertanian dan kehutanan antara lain adalah seperti pisang, singkong, jagung, ubi jalar, tanaman buah, sayuran, pohon sengon, dan pohon kayu afrika. Selain sistem agroforestri tersebut, tutupan vegetasi pada pekarangan, kebun bambu dan semak tua yang terdapat vegetasi pohon didalamnya terinterpretasi pada tipe tutupan ini sehingga tipe tutupan ini memberikan kontribusi yang paling besar pada tutupan lahan di Hulu DAS Kali Bekasi. Kebun bambu dan pekarangan terinterpretasi menjadi kebun campuran hal ini disebabkan pada evaluasi separabilitas mempunyai nilai di bawah 1.600 yang menunjukkan bahwa kelas tersebut tidak dapat dipisahkan atau dibedakan dengan sempurna. Secara umum kebun campuran mempunyai tingkat kerapatan vegetasi sedang, kontribusi yang besar kebun campuran terhadap tutupan lahan Hulu DAS Kali Bekasi selaras dengan peta tutupan vegetasi Gambar 23 dimana vegetasi dengan kerapatan sedang memberikan kontribusi besar atau sekitar 35,98 areal Hulu DAS Kali Bekasi. Bentuk tutupan lahan berupa kebun campuran yang diiterpretasikan dari citra di kawasan hulu DAS Kali Bekasi adalah seluas 21.600,20 ha atau sekitar 46,74 Tabel 26. 4 Pertanian Lahan Kering Pola tutupan lahan di hulu DAS Kali Bekasi berupa lahan pertanian kering adalah berupa ladang atau tegalan yang pada umumnya merupakan bentuk usaha pertanian pangan lahan kering pada lahan sawah tadah hujan. Sawah yang telah dipanen biasanya digilir dengan penanaman tanaman palawija untuk kemudian ditanam dengan padi sawah kembali saat musim hujan. Komoditas yang banyak ditanam dalam sistem pertanian lahan kering yang ditemukan dominan di Hulu DAS Kali Bekasi adalah singkong. Gambar 25. a Pertanian lahan kering singkong, b Pengolahan aci Pertanian lahan kering singkong banyak ditemukan pada Hulu DAS Kali Bekasi karena pada areal ini banyak terdapat industri pengolahan aci yang bahan dasarnya dari singkong. Selain singkong terdapat juga jenis sayuran semusim seperti kacang-kacangan, mentimun, jagung, yang dikembangkan pada sistem pertanian lahan kering. Kontribusi luas tutupan lahan berupa pertanian lahan kering terhadap total luas kawasan Hulu DAS Kali Bekasi adalah seluas 1.091,53 ha atau sekitar 2,36 dari luas kawasan hulu DAS Tabel 26. 5 Sawah Persawahan yang dijumpai di kawasan hulu DAS Kali Bekasi merupakan sawah dengan sistem irigasi teknis Gambar 26. Pada kawasan hulu DAS bagian atas, lahan persawahan dijumpai dalam luasan yang besar. Sebaliknya, pada hulu DAS bagian bawah persawahan sulit ditemukan dalam luasan yang besar. Gambar 26. Lanskap sawah di Hulu DAS Kali Bekasi Sawah pada hulu DAS bagian bawah terfragmentasi diantara kawasan permukiman dan menyebar dalam petakan kecil. Total luas sawah yang berhasil diinterpretasikan adalah seluas 308,12 ha atau sekitar 0,67 dari total kawasan Tabel 26. 6 Semak Jenis tutupan lahan berupa semak atau padang rumput memberikan kontribusi seluas 185,29 ha atau sekitar 0,40 dari total luas kawasan Hulu DAS Kali Bekasi Tabel 26. Tutupan lahan semak yang ditemui umumnya merupakan semak-semak atau padang rumput pada areal rencana pengembangan perumahan yang belum terbangun, di sekitar kawasan hutan yang telah dirambah dan tidak dimanfaatkan, lahan-lahan pertanian yang terabaikan Gambar 27. Gambar 27. Tutupan semak di Hulu DAS Kali Bekasi 7 Tanah Terbuka Kawasan yang berupa tanah terbuka maupun tanah kosong yang diinterpretasikan melalui analisis citra di hulu DAS Kali Bekasi adalah seluas 1.353,95 ha atau sekitar 2,93 luas Hulu DAS Kali Bekasi Tabel 26. Areal tanah terbuka yang ditemukan merupakan lahan oleh para pengembang perumahan yang banyak terdapat di hulu DAS Kali Bekasi atau bukit-bukit kecil yang gundul sebagai jalur lahan pertanian yang sedang diberakan serta areal pertambangan terbuka. 8 Badan air Tutupan lahan berupa badan air yang ada di Hulu Das Kali Bekasi adalah berupa sungai, empang, dan kolam Gambar 28. Luas areal tersebut adalah 323,08 ha atau sekitar 0,70 dari total luas Hulu DAS Kali Bekasi Tabel 26. Gambar 28. Sungai Cikeruh di Hulu DAS Kali Bekasi 9 Area Terbangun Area terbangun yang diinterpretasikan oleh citra meliputi bangunan permukiman dan non permukiman serta jalan. Kontribusi area terbangun terhadap total luas kawasan adalah sebesar 14.453,57 ha atau sekitar 31,28 luas Hulu DAS Kali Bekasi Tabel 26. Terdapat dua tipe permukiman yang ditemui di kawasan hulu DAS Kali Bekasi yaitu tipe permukiman tradisional yang dibangun secara alami tanpa adanya perencanaan dan tipe permukiman modern dimana segala infrastruktur telah direncanakan dan dibangun sebelum permukiman tersebut dihuni. Terdapat 24 perusahaan pengembang perumahan di lokasi pengamatan BPS, 2009. Sumber: Dok. 10 Awan Keberadaan areal dalam citra yang tertutupi awan adalah salah satu kelemahan dalam penginderaan jauh pasif yang menyebabkan areal yang tertutupi oleh awan tersebut tidak dapat diinterpretasikan. Areal yang tertutupi awan memberikan kontribusi seluas 425,81 ha atau sekitar 0,92 luas Hulu DAS Kali Bekasi Tabel 26.

4.3.2 Perubahan Ruang Terbuka Hijau RTH

Jumlah penduduk dari tahun ke tahun yang semakin meningkat dan kemajuan suatu wilayah berdampak pada peningkatan kebutuhan akan pemukiman serta bangunan sarana pendukung lainnya yang akhirnya akan memberikan perubahan pola penutupan lahan, dinamika perubahan ini juga tergambar pada Hulu DAS Kali Bekasi. Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang menyebutkan daerah perkotaan minimal harus memiliki Ruang Terbuka Hijau RTH 30 yang terdiri 20 RTH publik dan 10 RTH privat, namun hal tersebut belum terimplementasikan secara umum di wilayah kotakabupaten di Indonesia. Dalam konsep pengelolalan lahan berdasarkan kondisi ekologis, yaitu berdasarkan DAS, RTH di Hulu DAS Kali Bekasi terdiri dari RTH Permanen dan RTH Non Permanen. Berdasarkan klasifikasi tutupan lahan, RTH Permanen terdiri dari tegakan hutan dan kebun campuran dimana kebun campuran dengan tingkat tutupan vegetasi sedang merupakan akumulasi dari pekarangan, kebun bambu, semak tua, jalur hijau sempadan jalan, RTH publik area di pemukiman modern, dan kebun campuran itu sendiri. RTH Non Permanen terdiri dari areal pertanian kering dan sawah serta padang rumputsemak. Berdasarkan hasil analisa perubahan tutupan RTH di Hulu DAS Kali Bekasi Gambar 29 terlihat tren penurunan areal RTH Non Permanen, yaitu luas RTH Non Permanen pada tahun 2000 menutupi 40,74 Hulu DAS Kali Bekasi tetapi pada tahun 2003 mengalami penurunan, hanya menutupi 13,75 Hulu DAS Kali Bekasi bahkan pada tahun 2009 hanya tersisa 3,43 dari luas Hulu DAS Kali Bekasi. Hal sebaliknya terjadi tren peningkatan tutupan RTH Permanen, pada tahun 2000 mempunyai persentase penutupan sebesar 27,72, tahun 2003 mengalami peningkatan menjadi sebesar 37,34 dan pada tahun 2009 mencapai 56,76. Berkurangnya areal RTH Non Permanen sangat dimungkinkan dengan semakin banyaknya lahan pertanian yang dirubah menjadi pemukiman modern sedangkan peningkatan RTH Permanen menunjukkan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat untuk menanam tanaman kayu dan buah-buahan di pekarangan atau mengkombinasikannya pada lahan pertanian atau juga pertumbuhan semak menjadi semak tua. Persentase luas areal non RTH mengalami peningkatan sebesar 17,37 pada tahun 2000 hingga tahun 2003 dan mengalami penurunan sebesar 10,02 dari tahun 2003 hingga tahun 2009, hal ini sangat dimungkinkan pada tahun 2003 terjadi peningkatan areal tanah terbuka karena pembukaan areal untuk pemukiman tetapi pada tahun 2009 telah terbentuk pekarangantaman diantara pemukiman atau ditumbuhi semak tua yang berdampak pada peningkatan RTH Permanen. Alih fungsi lahan diyakini memberikan kontribusi terhadap emisi CO 2 ke udara. Menjadikan dan mempertahankan RTH dalam bentuk tutupan vegetasi berupa pepohonan yaitu RTH Permanen akan memberikan kontribusi terhadap pengurangan kandungan CO 2 di udara, vegetasi berhijau daun akan menyerap CO 2 melalui proses fotosintesis dan menyimpannya dalam bentuk biomassa dalam jaringan tumbuhan. TAHUN 2000 Luas ha : - RTH Permanen : 12.811,40 27,72 - RTH Non Permanen : 18.824,18 40,74 - Non RTH : 14.574,43 31,54 TAHUN 2003 Luas ha : - RTH Permanen : 17.255,59 37,34 - RTH Non Permanen : 6.355,05 13,75 - Non RTH : 22.599,37 48,91 TAHUN 2009 Luas ha : - RTH Permanen : 26.228,24 56,76 - RTH Non Permanen : 1.584,94 3,43 - Non RTH : 17.971,03 38,89 Gambar 29. Perubahan penutupan RTH di Hulu DAS Kali Bekasi 4.4 Analisis Cadangan Karbon Saat Ini 4.4.1 Profil Cadangan Karbon Cadangan karbon pada suatu lanskap bervariasi sesuai dengan struktur tegakan penyusun lanskap tersebut. Untuk wilayah hutan tropis Asia terutama di Indonesia memiliki potensial biomasa sebesar 533 tonha atau 266,5 tonha dengan asumsi fraksi karbon sebesar 50 Brown, 1997. RTH Permanen pada Lanskap Hulu DAS Kali Bekasi mempunyai cadangan karbon yang bervariasi dari 32,56 – 160,53 ton Cha dimana Kebun Bambu mempunyai nilai yang terendah sedangkan cadangan karbon tertinggi terdapat pada Hutan Pinus, yaitu 160 tonha Gambar 30. Gambar 30. Profil cadangan karbon pada lanskap Hulu DAS Kali Bekasi Secara umum cadangan karbon pada RTH Permanen pada areal lahan pribadi Kebun Campuran, Kebun Bambu dan Pekarangan lebih rendah dibandingkan pada RTH Permanen pada areal publik Hutan Pinus, Hutan Alam dan RTH Publik, hal ini menunjukkan pentingnya mengelola dan mempertahankan kawasan RTH Publik sebagai daya dukung lingkungan. Meskipun demikian RTH Permanen pada areal lahan pribadi yang pada umumnya berbentuk agroforestri turut berperan penting dalam mendukungmeningkatkan fungsi RTH sebagai cadangan karbon ditengah berkurangnya luasan RTH 20 40 60 80 100 120 140 160 180 Hu tan P in u s R T H Sen tu l Hu tan A lam Keb u n C am p u ran A g ro fo restri Ko p i P ek ar an g an Keb u n B am b u C -Sto ck to n h a Permanen publik. RTH Permanen pada areal lahan pribadi di Hulu DAS Kali Bekasi mempunyai potensi cadangan karbon bervariasi antara 32,56 – 62,34 tonha. Studi yang dilakukan oleh Roshetko et al. 2001 pada sistem homegarden di Indonesia juga menunjukkan kisaran nilai cadangan karbon yang lebih lebar yaitu berkisar 30 – 123 tonha dimana nilai ini lebih besar dibandingkan pada lahan pertanian singkong atau padang rumput yang hanya sebesar 2,2 tonha. 1 Rata-rata Cadangan Karbon Hutan Pinus Hutan Pinus merupakan tipe penggunaan lahan di Hulu DAS Kali Bekasi yang mempunyai potensi cadangan karbon terbesar, yaitu 160,53 tonha Tabel 26. Cadangan karbon terbesar terdapat pada tegakan yang berdiameter 20-39.9 cm yaitu 93,39 cadangan karbon pada Hutan Pinus, hal ini disebabkan struktur tegakan yang mendominasi tegakan tersebut adalah pohon berdiameter 20-39,9 cm dengan kerapatan 687 indha dan menutupi 46,98 m2 areal pada kawasan Hutan Pinus Tabel 5. Tabel 28. Nilai rata-rata cadangan karbon pada tegakan hutan pinus Kelas Diameter cm C-stock TonHa 10-19,9 1,59 20-29,9 61,60 30-39,9 88,32 40 9,02 Total 160,53 Cadangan karbon terbesar pada pohon pinus terdapat pada bagian batang yaitu 78 dan sisanya terdapat pada bagian cabang 11, tunggak 5, ranting 4 dan daun 2 Hendra, 2002. Potensi cadangan karbon pada suatu tegakan akan berkorelasi positif dengan bertambahnya umur tegakan, Kusmana et al. 1992 menyatakan bahwa biomassa akan meningkat sampai umur tertentu pertambahan diameter merupakan pencerminan pertambahan umur dan kemudian pertambahan biomassayan akan semakin menurun sampai akhirnya berhenti berproduktivitas mati. Studi tentang potensi cadangan karbon pada tegakan pinus yang dilakukan oleh Handayani 2003 di KPH Bogor melaporkan bahwa terjadi pertambahan cadangan karbon dari umur 1 tahun sampai 25 tahun yaitu dari 7,06 tonha menjadi 137,14 tonha. Hutan Pinus di Hulu DAS Kali Bekasi mempunyai cadangan karbon sebesar 160,53 tonha sehingga besar kemungkinan pohon pinus yang terdapat di Hulu DAS Kali Bekasi berumur 25 tahun. 2 Rata-rata Cadangan Karbon Hutan Alam Peranan hutan alam bagi kelestarian lingkungan dan kelangsungan hidup manusia sangatlah vital. Begitu juga halnya Hutan Alam yang berada di Hulu DAS Kali Bekasi. Hutan Alam di Hulu DAS Kali Bekasi mempunyai cadangan karbon sebesar 86,68 tonha Tabel 29. Cadangan Karbon bervariasi sesuai dengan tingkat pertumbuhan, pada tingkat pertumbuhan pancang tercatat rata-rata cadangan karbon sebesar 4,13 tonha, pada tingkat tiang mempunyai rata-rata cadangan karbon sebesar 3,28 dan tingkat pohon mempunyai rata-rata cadangan karbon sebesar 79,27 tonha. Tabel 29. Cadangan karbon hutan alam tonha Pancang Tiang Pohon Total Rata-rata 4,13 3,28 79,27 86,68 Simpangan baku 4,42 4,80 76,24 75,78 Hutan Alam di Hulu DAS Kali Bekasi mempunyai cadangan karbon yang lebih rendah dibanding hutan alam primer lainnya di Indonesia, 266,5 tonha Brown, 1997 bahkan studi yang dilakukan oleh Siregar 2007 mencatat cadangan karbon di Hutan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango sebesar 275,56 tonha. Hal ini menggambarkan bahwa kondisi hutan alam di Hulu DAS Kali Bekasi telah mengalami degradasi yang berdampak pada perubahan struktur tegakan, kerapatan tegakan dan luas bidang dasar secara umum lebih rendah dibandingkan hutan primer umumnya Tabel 7. Cadangan karbon yang terdapat di Hutan Alam TWA Gn. Pancar pada Hulu DAS Kali Bekasi setara dengan cadangan karbon yang terdapat pada Hutan Taman Wisata Alam Taman Eden di Toba Samosir yaitu sebesar 95,82 tonha Bakri, 2009. Potensi cadangan karbon terbesar pada Hutan Alam Hulu DAS Kali Bekasi terdapat pada jenis Ki Seurem Petang D. fruticosum, Kapinango D. densiflorum, Pulus L. stimulans, Ki Haji D. macrocarpum, Manggu Leuweung G. celebica dan Randu Leuweung B. valetonii. Apabila dibandingkan dengan total cadangan karbon sebesar 86.68 tonha, maka jenis tersebut memberi kontribusi persentase kandungan karbon masing-masing sebesar 28,2, 26,8, 10,3, 9,4, 9,4 dan 5. Jenis-jenis tersebut memang memiliki kecocokan tumbuh yang tinggi terhadap iklim di Hulu DAS Kali Bekasi, sehingga pertumbuhan biomasanya juga besar. 3 Rata-rata Cadangan Karbon Agroforestri Kopi Agroforestri kopi banyak ditemukan berbatasan dengan hutan alam yang ada di Hulu DAS Kali Bekasi dan tidak menutup kemungkinan telah terjadinya konversi hutan alam menjadi kebun kopi, perubahan ini tentunya berdampak pada potensi cadangan karbon yang dimiliki. Studi yang dilakukan oleh Noordwijk et al. 2002 di Sumberjaya, Lampung melaporkan bahwa konversi hutan menjadi kebun kopi berdampak pada penurunan cadangan karbon, cadangan karbon pada hutan tercatat sebesar 180 tonha sedangkan pada kebun kopi multistrata mempunyai potensi cadangan karbon sebesar 48 tonha dan kopi monokultur mempunyai potensi cadangan karbon sebesar 20 tonha. Cadangan karbon yang ditemukan pada tipe agroforestri di Hulu DAS Kali Bekasi adalah sebesar 50,78 tonha Tabel 30, cadangan karbon ini kurang lebih sama dengan cadangan karbon pada kopi multistrata di Lampung yang dilaporkan oleh Noordwijk et al. 2002 yaitu 48 tonha. Pada sistem agroforestri kopi di Hulu DAS Kali Bekasi kontribusi cadangan karbon terbesar dihasilkan oleh jenis- jenis tanaman pohon seperti picung P. edule dan nangka A. heterophyllus. Apabila dibandingkan dengan total cadangan karbon sebesar 50,78 tonha, maka jenis tersebut memberi kontribusi persentase kandungan karbon masing-masing sebesar 37,14 dan 32,55 sedangkan kopi sendiri hanya memberikan kontribusi sebesar 15,56. Tabel 30. Cadangan karbon pada agroforestri kopi Jenis C-stock tonha Persentase Picung 18,86 37,14 Nangka 16,53 32,55 Kopi 7,899 15,56 Kemiri 6,474 12,75 Duren 0,515 1,01 Pisang 0,505 0,99 Total 50,78 100,00 4 Rata-rata Cadangan Karbon Kebun Bambu Secara umum bambu yang ada di Indonesia sangat berbeda dengan bambu yang terdapat China dan Jepang, negara yang memiliki jumlah jenis bambu terbanyak di dunia. Bambu di Indonesia pada umumnya tergolong pada jenis bambu dengan tipe perakaran simpodial sehingga tumbuh dalam bentuk rumpun, jenis ini merupakan jenis yang tumbuh alami di daerah tropis, sedangkan pada daerah temperate akan dijumpai jenis bambu dengan tipe perakaran monopodial sehingga bambu akan terlihat tumbuh sendiri-sendiri seperti pohon serta akan bersifat invasive, genus yang tergolong dalam jenis ini diantaranya adalah Phyllostachys dan Pleioblastus. Pada masyarakat Jawa Barat, khususnya yang ditemui di wilayah Kabupaten Sumedang, bambu pada umumnya dibudidayakan pada lanskap berupa talun bambu atau kebon awi Irawan, 2006. Christanty et al. 1996 juga mengemukakan bahwa budidaya bambu di Jawa Barat dikembangkan dengan sistem talun bambu-kebun, dengan sistem ini terdapat kombinasi bambu, tanaman pertanian pisang, singkong dengan tanaman kayu sehingga dapat menghasilkan pangan dan kayu. Sistem kebun bambu ini juga dijumpai dalam penelitian ini. Sistem agroforestri kebun bambu diyakini memberi manfaat terhadap konservasi tanah, meminimalkan run-off dan erosi, memberikan kontribusi nutrisi serta potensi biomassa yang cukup besar. Bambu tergolong ke dalam jenis tanaman cepat tumbuh sehingga berpotensi besar dalam mitigasi perubahan iklim terkait dengan perannya dalam mensekuestrasi karbon. Potensi biomassa bambu untuk mensekuestrasi karbon cukup besar, yaitu 25-50 dari biomassa serasah dan sekitar 50 dari biomassa tegakan INBAR, 2011. Pada kebun bambu di Hulu DAS Kali Bekasi mempunyai potensi total cadangan karbon sebesar 32,56 tonha Tabel 31, kontribusi cadangan karbon terbesar terdapat pada jenis non bambu yang memberikan kontribusi sebesar 53,27 sedangkan bambu memberikan kontribusi cadangan karbon sebesar 46,73 dari total cadangan karbon yang terdapat pada kebun bambu atau sebesar 15,21 tonha. Studi yang dilakukan oleh Christanty et al. 1996 di Soreang, Jawa Barat melaporkan bahwa bambu Gigantochloa ater; G. verticilata pada sistem kebun bambu mempunyai potensi biomassa sebesar 45 tonha, dengan asumsi 50 biomassa adalah karbon yang tersimpan maka besar cadangan karbonnya adalah 22,5 tonha. Tabel 31. Cadangan karbon pada kebun bambu C-Stock tonha Persentase Non Bambu 17,34 53,27 Bambu 15,21 46,73 Total 32,55 100 Nilai cadangan karbon pada penelitian ini lebih besar dibandingkan cadangan karbon pada tegakan bambu di Pakistan 3,25 tonha, India 11 tonha tetapi lebih kecil dibandingkan cadangan karbon pada tegakan bambu di Korea 25,375 tonha FAO, 2007. Studi yang dilakukan oleh Adinugroho Sakamoto 2011 pada tegakan bambu jenis Phyllotachys nigra di Jepang dengan kondisi tegakan yang stabil menghasilkan cadangan karbon yang lebih besar yaitu 68,2±2,9 tonha, dimana 91 tersimpan di culm, 7 di cabang dan 1 pada daun. Laporan dari FAO 2007 tentang potensi sumberdaya bambu di dunia melaporkan bahwa rata-rata potensi biomassa bambu di dunia adalah bervariasi antara 6,5 tonha di Pakistan hingga 167 tonha di China, sehingga dengan asumsi 50 biomassa adalah cadangan karbon maka cadangan karbon yang ada dunia berkisar antara 3,25-83,5 tonha. Jenis bambu yang memberikan kontribusi terbesar dalam cadangan karbon adalah jenis Bambu tali Gigantochloa apus Bl.Ex Schult. f.Kurz yaitu memberikan kontribusi sebesar 52,95 total cadangan karbon oleh bambu Gambar 31, hal ini sangat dipengaruhi oleh karakteristik jenis bambu tali serta kerapatan bambu dimana jenis bambu ini terdapat dalam jumlah banyak di Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Atas, Tengah dan Bawah Tabel 14. Gambar 31. Kontribusi masing-masing jenis bambu terhadap cadangan karbon Bambu pada kebun bambu di Hulu DAS Kali Bekasi Potensi cadangan karbon kebun bambu terbesar terdapat Hulu DAS Kai Bekasi Bagian Bawah Gambar 32 dengan proporsi cadangan karbon jenis bambu lebih besar dibandingkan non bambu, sedangkan di Bagian Atas dan Tengah dijumpai proporsi non bambu yang lebih besar dibandingkan jenis bambu hal ini dimungkinan terdapatnya perbedaan komposisi jenis penyusun kebun bambu. Pada kebun bambu di Bagian Bawah kerapatan jenis bambu lebih besar dibandingkan kerapatan jenis non bambu sedangkan kebun bambu di Bagian Atas dan Tengah masyarakat sebesar mungkin berusaha untuk memanfaatkan ruang yang terdapat di kebun bambu dengan melakukan penanaman jenis tanaman non bambu yang dapat dimanfaatkan seperti pisang, kluih, kemang, kayu afrika, mahoni, sengon. Gambar 32. Disitribusi cadangan karbon kebun bambu pada lokasi pengamatan di Hulu DAS Kali Bekasi 10 20 30 40 50 Wilayah Kota Bawah Tengah Atas C-Stock TonHa Bambu Non Bambu 5 Rata-rata Cadangan Karbon Kebun Campuran Kebun campuran merupakan salah satu sistem agroforestri sederhana yang telah lama dijumpai di Indonesia. Kombinasi tanaman pertanian pisang, singkong, cabe dengan tanaman buah-buahan seperti mangga, rambutan, kecapi, durian serta kadang dikombinasikan juga dengan tanaman kayu seperti sengon, mahoni dan kayu afrika adalah gambaran struktur tegakan pada sistem kebun campuran yang dijumpai pada Hulu DAS Kali Bekasi. Keberadaan tanaman kerasberkayu pada sistem kebun campuran memberikan kontribusi yang besar terhadap cadangan karbon, meskipun tanaman pertanian juga memberikan kontribusi terhadap cadangan karbon tetapi kontribusi sangat kecil dan tersimpan hanya dalam waktu sebentar. Christanty et al. 1996 dalam studinya di Jawa Barat dengan asumsi 50 biomassa adalah karbon yang tersimpan mengemukakan bahwa singkong pada umur 2-9 bulan hanya mempunyai potensi cadangan karbon sebesar 0,1422- 3,3584 tonha, kentang pada umur 70-160 hari mempunyai potensi cadangan karbon sebesar 0,0497-0,259 tonha, ketimun pada umur 22-64 hari mempunyai potensi cadangan karbon sebesar 0,0054-0,1165 tonha, kacang pada umur 45-180 hari mempunyai cadangan karbon sebesar 0,0475-3,673 tonha sedangkan gulmatumbuhan bawah yang ditemukan pada kebun hanya mempunyai potensi cadangan karbon sebesar 0,1073-0,7407 tonha. Hairiah Rahayu 2007 juga mengemukakan bahwa pada lahan pertanian semusim mempunyai cadangan karbon yang kecil yaitu 3 tonha. Pada penelitian ini, kebun campuran di Hulu DAS Kali Bekasi mempunyai rata-rata cadangan karbon sebesar 62,34 tonha dengan simpangan baku 37,93 tonha. Cadangan karbon pada kebun campuran bervariasi tergantung lokasi, komposisi dan struktur tegakan penyusun kebun campuran. Kebun campuran pada Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Bawah mempunyai potensi cadangan karbon yang lebih tinggi 79,22 tonha dibandingkan Bagian Tengah dan Atas yang mempunyai cadangan karbon sebesar 46,29 tonha dan 57,397 tonha Gambar 33, meskipun berdasarkan uji statitistik nilai rata-rata cadangan karbon pada ketiga lokasi tersebut tidak berbeda nyata. Gambar 33. Cadangan karbon kebun campuran pada lokasi pengamatan di Hulu DAS Kali Bekasi Uji-t rata-rata cadangan karbon pada ketiga lokasi tersebut menunjukkan bahwa rata-rata cadangan karbon di Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Bawah tidak berbeda nyata dengan di Bagian Tengah p-value = 0,067 begitu juga dengan di Bagian Atas p-value = 0,302 demikian juga rata-rata cadangan karbon di Bagian Tengah tidak berbeda nyata dengan di Bagian Atas p-value = 0,512. Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Bawah mempunyai rata-rata cadangan karbon yang lebih tinggi dibandingkan Bagian Tengah dan Atas karena pohon dengan rata-rata diameter besar lebih banyak terdapat di Bagian Bawah dan mengokupasi areal yang lebih luas dibandingkan di Bagian Tengah dan Atas Tabel 16. Selain hal tersebut proporsi tanaman kayu dibandingkan tanaman pertanian lebih besar ditemukan di Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Bawah dibandingkan Tengah dan Atas, hal ini dimungkinkan karena di Bagian Tengah dan Atas sebagian besar kebutuhan masyarakat tergantung pada hasil pertanian sehingga pemanfaatan ruang untuk kegiatan pertanian semusim lebih besar dibandingkan tanaman tahunan. Hal sebaliknya terjadi di Bagian Bawah dimana mata pencaharian penduduk lebih beragam dan lebih modern sehingga tingkat pemanfaatan kebun campuran untuk tanaman pertanian lebih rendah, masyarakat lebih memanfaatkan kebun campuran untuk tanaman buah-buahan tahunan yang tidak memerlukan pengelolaan dan perawatan intensif. Dilihat dari pengaruh komposisi jenis dan bentuk pemanfaatan hasil yang ada, maka kebun-campuran dengan proporsi tanaman buah-buahan berkayu yang lebih besar secara potensial cenderung akan memiliki persediaan karbon yang lebih besar tetapi dengan laju 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Bawah Tengah Atas C-Stock tonha serapan karbon yang lebih rendah dibandingkan dengan agroforestri dengan proporsi tanaman pertanian yang lebih besar. Jenis yang lebih beragam pada kebun-campuran yang mengkombinasikan hasil kayu dengan daur pohon yang berbeda dan pohon penghasil buah akan menunda petani untuk melakukan pemanenan hasil dalam waktu yang lebih singkat. Rata-rata cadangan karbon pada sistem kebun campuran di Hulu DAS Kali Bekasi relatif tidak berbeda dengan cadangan karbon dari praktek agroforestri di Ciamis yang dilaporkan oleh Ginoga et al. 2002 yang mencapai 41,6 –85,3 tonCha, tetapi jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan praktek agroforestri di Pacekelan, Jawa Tengah dan Kertayasa, Jawa Barat yang dihasilkan pada penelitian Rusolono 2006, tetapi secara umum relatif tidak berbeda karena nilainya berada pada kisaran cadangan karbon di Pacekelan maupun di Kertayasa. Cadangan karbon pada agroforestri murni di Pacekelan mempunyai cadangan karbon sebesar 13,4-76,1 tonha sedangkan di Kertayasa pada agroforestri campuran mempunyai cadangan karbon sebesar 8,5-70,8 tonha. 6 Rata-rata Cadangan Karbon Pekarangan Sistem pekarangan di Pulau Jawa merupakan contoh pengelolaan lahan denagan sistem agroforestri yang berasal dari daerah tropika. Sebagaimana pekarangan lain di dunia, pekarangan di Pulau Jawa tetap bertahan sampai masa ini sebagai sistem produksi skala kecil yang memadukan berbagai fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial. Ditengah ancaman keberadaan pekarangan akibat semakin meningkatnya kepadatan penduduk, semakin langkanya lahan pertanian, tekanan urbanisasi, benturan pertanian komersil dengan sistem produksi pangan tradisional, dan rendahnya keuntungan pertanian skala kecil upaya untuk merevitalisasi lahan pekarangan mulai dilakukan oleh pemerintah. Pekarangan diyakini sebagai salah satu sistem penggunaan lahan yang dapat mendukung ketahanan pangan ditengah ancaman perubahan iklim. Lebih jauh dikemukakan oleh Albrecht Kandji 2003 pekarangan adalah salah satu varian dari sistem agroforestri komplek yang mempunyai tingkat keanekaragaman tanaman tinggi. dengan sistem perenial sehingga dapat meningkatkan dan menyimpan karbon dalam biomassa tanaman dan hasil lanjutannya. Hasil penelitian pada tipe pekarangan kecil sampai besar di Hulu DAS Kali Bekasi menunjukkan bahwa rata-rata cadangan karbon pada pekarangan di Hulu DAS Kali Bekasi adalah 43,35 tonha dengan simpangan baku sebesar 39,92 tonha, rata-rata cadangan karbon ini lebih besar tetapi relatif tidak berbeda dengan studi yang dilakukan pada sistem pekarangan di Lampung oleh Roshetko et al. 2001 yang melaporkan bahwa cadangan karbon bagian atas pada sistem pekarangan bervariasi antara 30-123 tonha dengan rata-rata cadangan karbon sebesar 35,3 tonha. Rata-rata cadangan karbon terbesar terdapat pada tipe pekarangan sedang 200-500 m 2 dengan potensi cadangan sebesar 52,10 tonha dan terkecil pada tipe pekarangan sangat besar 1.000 m 2 dengan rata-rata cadangan karbon hanya 21,11 tonha. Rata-rata cadangan karbon pada tipe pekarangan sempit 200 m 2 sebesar 43,17 tonha sedangkan pada tipe pekarangan besar mempunyai cadangan karbon sebesar 7,54 tonha. Rata-rata cadangan karbon ini sangat dipengaruhi oleh struktur tegakan penyusun pekarangan terutaman luas bidang dasar hal ini dapat dilihat pada Tabel 20 menunjukkan bahwa tipe pekarangan sedang mempunyai luas bidang dasar paling tinggi demikian juga memiliki cadangan karbon yang paling besar. Rata-rata cadangan karbon pada pekarangan di Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Atas, Tengah maupun Bawah secara statistik tidak terdapat perbedaan yang nyata pada tingkat kepercayaan 95, hal ini ditunjukkan pada uji-t pada Tabel 32. Tabel 32. Uji-t P-value rata-rata cadangan karbon di pekarangan Lokasi Pengamatan Tengah Bawah Wilayah Kota Atas 0,35 0,21 0,98 Tengah 0,72 0,34 Bawah 0,20 Nilai p-value yang dihasilkan secara umum lebih besar dari 0,05 bahkan pada pekarangan di Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Atas dan Wilayah Kota mempunyai nilai p-value sebesar 0,98 yang menunjukkan bahwa rata-rata cadangan karbon pada kedua lokasi ini mendekati sama. Kondisi ini menunjukkan bahwa meskipun telah terjadi perubahan fungsi pekarangan dimana pekarangan di Wilayah Kota pemukiman modern yang secara umum berfungsi untuk keindahan dan prestise tetapi tidak menunjukkan perubahan yang nyata dalam fungsinya sebagai karbon sekuester. Meskipun secara statitik rata-rata cadangan karbon tidak terdapat perbedaan yang nyata pada berbagai lokasi pengamatan tetapi secara relatif ditunjukkan pada Gambar 34, pekarangan di Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Bawah mempunyai rata-rata cadangan karbon yang paling besar dibandingkan pekarangan di di Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Tengah, Bagian Atas dan Wilayah Kota. Hal ini bersesuaian dengan rata-rata cadangan karbon pada tipe kebun campuran dimana kebun campuran di Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Bawah juga mempunyai rata- rata cadangan karbon yang paling besar. Pekarangan di Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Bawah mempunyai rata-rata cadangan karbon sebesar 56,49 tonha, pekarangan di Bagian Tengah mempunyai rata-rata cadangan karbon sebesar 49,27 tonha, pekarangan di Bagian Atas mempunyai rata-rata cadangan karbon sebesar 33,92 tonha sedangkan pekarangan di Wilayah Kotapemukiman modern mempunyai cadangan karbon sebesar 34,20 tonha. Gambar 34. Rata-rata cadangan karbon di pekarangan pada berbagai lokasi pengamatan di Hulu DAS Kali Bekasi 10 20 30 40 50 60 70 80 Wilayah Kota Bawah Tengah Atas C-Stock tonha Variasi cadangan karbon tersebut sangat dipengaruhi oleh dimensi struktur tegakan penyusun pekarangan yaitu kerapatan tegakan dan luas bidang dasar dimana pekarangan di Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Bawah memiliki rata-rata paling besar pada dimensi tersebut Tabel 24. Pada Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Atas memiliki rata-rata cadangan karbon paling kecil di bandingkan Bagian Tengah dan Bawah, hal ini dimungkinkan pada pekarangan di Bagian Atas masyarakat lebih memanfaatkan ruang yang ada untuk tanaman pertanian seperti cabe, pepaya, pisang dan sedikit tanaman buah-buahan berkayu yang berdiameter kecil seperti jeruk, duku, mangga sedangkan pohon-pohon yang berdiameter besar ditanam pada lahan dengan sistem kebun campuran. Hal sebaliknya di pekarangan Tengah dan Bawah masih banyak dijumpai pohon-pohon berdiameter besar terutama pada pekarangan besar. Pada pekarangan di wilayah kotapemukiman modern mempunyai rata-rata cadangan karbon yang relatif sama dengan Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Atas hal ini dimungkinkan rata-rata diameter yang menyusun dua lokasi pekarangan ini hampir sama Tabel 24, meskipun di pemukiman modern masih dapat dijumpai pohon-pohon tanaman buah seperti mangga, rambutan diantara tanaman hias yang menyusun pekarangan tetapi jenis yang ditanam merupakan jenis yang telah mengalami pemuliaan sehingga pada umumnya memiliki diameter yang kecil. 7 Rata-rata Cadangan Karbon RTH Publik Area Sentul City Ketersediaan RTH dengan luasan yang mencukupi pada pemukiman modern merupakan salah satu syarat yang harus diwujudkan bagi pengembang sebagai salah satu kompensasi berkurangnya ruang terbuka hijau lahan pertanian, perkebunan akibat konversi menjadi kawasan pemukiman. Ketersediaan RTH yang mencukupi pada suatu kawasan pemukiman untuk menciptakan daya dukung terhadap kondisi lingkungan guna tercapainya kualitas kehidupan yang baik. Secara umum sebagian besar pengembang memasukkan areal terbuka pada lahan hak milik perorangan sebagai bagian dari RTH tetapi kenyataan pada akhirnya pemilik rumah akan mengembangkan areal terbuka tersebut sebagai areal terbangun. Berdasarkan kondisi tersebut maka keberadaan RTH Publik pada pemukiman modern menjadi hal penting terhadap daya dukung lingkungan meskipun tidak menutup kemungkinan sebagian besar pemilik menyisakan areal terbuka tersebut untuk tamanpekarangan yang berperan serta juga menciptakan daya dukung lingkungan. Terdapatnya tanaman berkayu sebagai penyusun tegakan pada RTH Publik Area menjadikan RTH Publik Area sebagai salah satu spot areal yang berpotensi dalam mensekuestrasi karbon dioksida. RTH Publik Area Sentul City merupakan salah satu tipe penggunaan lahan yang ada di Hulu DAS Kali Bekasi. Studi cadangan karbon yang dilakukan pada areal tersebut menunjukkan bahwa RTH Publik Area Sentul City mempunyai rata-rata cadangan karbon yang cukup besar yaitu 93,408 tonha Tabel 31 dimana nilai ini mendekati rata-rata cadangan karbon pada tegakan hutan bahkan lebih besar dibandingkan potensi rata-rata cadangan karbon yang terdapat pada tegakan hutan alam di TWA Gn. Pancar, bahkan dalam penelitian Setiawan 2006 melaporkan bahwa pada RTH jalur hijau jalan di Kota Bandar Lampung mencapai 103,300 tonha sedangkan pada RTH jalur hijau tepi sungai mencapai 160,971 tonha. Besarnya rata-rata cadangan karbon pada RTH Publik Sentul hal sangat dimungkinkan karena vegetasi penyusun tegakan tersebut adalah dominan pohon- pohon berkayu yang berdiameter besar seperti trembesi, sengon, akasia, gmelina dengan tingkat kerapatan individu yang tinggi 468 indha Gambar 20 Pohon berdiameter 20-39,9 cm memberikan kontribusi yang paling besar pada RTH Publik Sentul yaitu sebesar 65,13 dari total rata-rata cadangan karbon Tabel 33. Hal ini sangat dimungkinkan karena 62,68 individu pohon penyusun tegakan di RTH Publik Sentul adalah pada kisaran diameter 20-39,9 cm. Tabel 33. Rata-rata cadangan karbon pada RTH publik area Sentul City Kelas Diameter cm C-stock tonha Persentase 10 0,19979 0,21 10-19,9 7,25845 7,77 20-29,9 29,90985 32,02 30-39,9 30,93189 33,11 40 25,10803 26,88 Total 93,40801 100,00 Tabel 34 menunjukkan kontribusi rata-rata cadangan karbon oleh tiap jenis tanaman penyusun tegakan pada RTH Publik Sentul. Jenis tanaman akasia, gmelina, trembesi dan sengon merupakan jenis yang memberikan kontribusi besar dalam cadangan di RTH Publik Sentul. Akasia memberikan kontribusi paling besar yaitu 31,30 dari total rata-rata cadangan karbon, gmelina memberikan kontribusi sebesar 24,39, trembesi memberikan kontribusi sebesar 15,89 sedangkan sengon memberikan kontribusi sebesar 15,16. Diantara ke empat jenis tersebut, trembesi tergolong ke dalam jenis yang mempunyai daya rosot karbon per tahun paling besar yaitu sebesar 204,40 kgpohontahun Mayalanda, 2007. Daya rosot karbon oleh suatu jenis tanaman sangat dipengaruhi oleh luas, jumlah helai daun dan laju fotosintesis yang dimiliki oleh suatu jenis tanaman. Tabel 34. Rata-rata cadangan karbon tiap jenis tanaman penyusun RTH publik area Sentul City. Jenis C-stock tonha Persentase Akasia 29,236 31,299 Bauhenia 0,528 0,565 Dadap merah 0,044 0,047 Gmelina arborea 22,778 24,385 karet 4,587 4,911 Mahoni 0,373 0,399 Pinus 5,747 6,152 Sengon 14,165 15,164 Spatodea 0,275 0,295 Trembesi 14,845 15,892 Pinang 0,120 0,128 Bambu Kuning 0,003 0,004 Manggis 0,039 0,041 Kelapa 0,056 0,060 Palem Raja 0,613 0,657 Total 93,408 100,00 Sebagian besar dari jenis yang berkontribusi besar terhadap cadangan karbon tersebut adalah jenis cepat tumbuh yang eksotik, hal ini dimungkinkan pemilihan beberapa jenis tersebut dilakukan untuk mempercepat penutupan areal RTH yang ada sehingga upaya untuk menggantikannya dengan jenis-jenis tanaman lokal yang mempunyai daya rosot karbon tinggi perlu dilakukan untuk menjaga keanekaragaman biodiversitas juga memberikan kontribusi dalam meningkatkan dan mempertahankan serapan karbon. Jenis lokal yang mempunyai daya rosot karbon tinggi Karyadi, 2005; Purwaningsih, 2007; Hariyadi, 2008; Lailati, 2008; Gratimah, 2009; Ardiansyah, 2009 diantaranya rasamala 35,34 tonpohontahun, buni 31,31 tonpohontahun, matoa 11,88 tonpohontahun, randu 8,61 tonpohontahun, nangka 4,86 tonpohontahun, beringin 2,73 tonpohontahun, kepel 1,11 tonpohontahun, menteng 0,67 tonpohontahun, limus 0,64 tonpohontahun, gandaria 0,56 tonpohontahun, kecapi 0,52 tonpohontahun, mangga 0,45 tonpohontahun, duku 0,43 tonpohontahun.

4.4.2 Potensi Cadangan Karbon dan Setara CO

2 dalam Skala Lanskap Lanskap Hulu DAS Kali Bekasi mempunyai tutupan RTH yang masih cukup luas. RTH Permanen pada Hulu DAS Kali Bekasi berdasarkan interpretasi citra terdiri dari Hutan Alam dan Hutan Pinus yang ada di kawasan lindung serta sistem agroforestri berupa kebun campuran, pekarangan, kebun bambu dan RTH publik area pada pemukiman modern, sedangkan RTH non permanen terdiri dari semakpadang rumput, pertanian kering dan sawah yang ada di kawasan budidaya. Total luas RTH Permanen pada Hulu DAS Kali Bekasi adalah 26.228,24 ha yang berkontribusi terhadap 56,76 luas Hulu DAS Kali Bekasi. RTH non permanen memberikan kontribusi paling kecil yaitu hanya 3,43 atau seluas 1584,94 ha, sedangkan areal non RTH yang berupa areal terbangun, tanah terbuka dan badan air memberikan kontribusi sebesar 38,89 atau seluas 1.7971,03 ha. Sehingga total luas RTH di Hulu DAS Kali Bekasi adalah 2.7813,17 ha dengan perbandingan antara areal RTH dan non RTH adalah sebesar 3:2. Luas RTH pada Hulu DAS Kali Bekasi memberikan kontribusi 9,3 luas Kabupaten Bogor dan 19,7 luas DAS Kali Bekasi secara keseluruhan. Berdasarkan rata-rata cadangan karbon hasil pengukuran lapang pada tipe hutan, hutan pinus, kebun campuran dan asumsi rata-rata cadangan karbon pada tipe padang rumput-pertanian semusim sebesar 2,2 tonha Roshetko et al., 2001 maka total cadangan karbon di Hulu DAS Kali Bekasi adalah sebesar 1,63x10 6 ton. RTH Permanen memberikan kontribusi besar terhadap cadangan karbon yang ada di Hulu DAS Kali Bekasi yaitu sebesar 99,78 atau sebesar 1,62x10 6 ton, cadangan karbon terbesar terdapat pada tipe kebun campuran yang memberikan kontribusi sebesar 75,13 total cadangan karbon pada RTH Permanen sedangkan Hutan Alam memberikan kontribusi 24,51 dan Hutan Pinus hanya sebesar 0,36. Kebun campuran meskipun memiliki rata-rata cadangan karbon yang lebih rendah dibandingkan hutan alam dan hutan tanaman tetapi menutupi areal yang lebih luas pada Hulu DAS Kali Bekasi hal inilah yang menyebabkan kebun campuran memberikan kontribusi paling besar terhadap cadangan karbon di Hulu DAS Kali Bekasi. Berdasarkan hal tersebut menunjukkan bahwa upaya untuk mengoptimalkan sistem agroforestri pada lahan pribadi yaitu berupa kebun campuran, kebun bambu, pekarangan dan RTH publik area sangat diperlukan dalam menciptakan daya dukung kawasan terhadap fungsinya sebagai karbon sekuestration, tentu saja dengan tetap menjaga kawasan hutan sebagai penyerap karbon karena mempunyai rata-rata potensi cadangan karbon paling besar serta mempunyai status kawasan yang memang ditujukan untuk menciptakan daya dukung lingkungan. Berdasarkan nilai cadangan karbon yang dihasilkan maka serapan CO 2 dapat dihitung dengan menggunakan perbandingan massa molekul relatif CO 2 44 dan massa atom relatif C 12 yaitu serapan CO 2 = 3,67 x cadangan karbon. Total cadangan karbon pada Hulu DAS Kali Bekasi setara dengan serapan CO 2 sebesar 5,97 x 10 6 ton.

4.5 Korelasi Struktur Tegakan dan Keanekaragaman Jenis dengan Cadangan Karbon

Hubungan cadangan karbon dengan dimensi suatu tegakan disajikan pada Tabel 35 dan Gambar 35, terlihat bahwa luas bidang dasar LBDS sebagai fungsi dari diameter pohon dan jumlah individu pohon merupakan dimensi penyusun tegakan yang mempunyai korelasi sangat erat dengan rataan estimasi cadangan karbon. LBDS mempunyai nilai korelasi r terhadap cadangan karbon sebesar 0,755, hal ini berarti bahwa 75,5 data cadangan karbon dapat dijelaskan secara sangat nyata oleh data luas bidang dasar tegakan. Nilai korelasi yang positif menunjukkan bahwa semakin besar luas bidang dasar suatu tegakan akan mempunyai cadangan karbon yang semakin besar juga. 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 10 20 30 40 50 60 70 50 100 150 200 250 C-stock tonha Tabel 35. Korelasi dimensi tegakan dengan cadangan karbon Dimensi Tegakan Korelasi Pearson r Jumlah Jenis 0,148 Kerapatan -0,215 Luas Bidang Dasar 0,755 Sangat nyata pada P0.01 Nyata pada P0.05 Gambar 35. Hubungan jumlah jenis, kerapatan dan luas bidang dasar tegakan dengan cadangan karbon Observasi ini membuktikan bahwa ukuran diameter pohon merupakan komponen utama yang menentukan besarnya biomasa dan kandungan karbon tanaman di samping jumlah pohon dan jumlah jenis penyusun tegakan pada lanskap Hulu Das Kali Bekasi. Hasil penelitian ini selaras dengan yang dilaporkan oleh Siregar 2007 pada estimasi serapan karbon di TNGP serta Segura Kanninen 2005 yang melaporkan bahwa pohon berdiameter besar merupakan komponen utama yang menentukan biomasa bagian atas di hutan tropika basah Costa Rica. Pada penelitian ini korelasi yang signifikan terhadap rataan estimasi cadangan karbon juga ditunjukkan oleh nilai kerapatan dan jumlah jenis penyusun tegakan. Kerapatan merupakan gambaran dari jumlah individu tanaman penyusun suatu tegakan sedangkan jumlah jenis merupakan gambaran dari tingkat keanekaragaman jenis yang terdapat dalam tegakan sehingga jumlah individu pohon dan jenis tanaman yang menyusun suatu tegakan merupakan parameter lain yang akan mempengaruhi nilai cadangan karbon suatu tegakan. Kerapatan Jumlah jenis jenisplot, Luas Bidang Dasar m 2 ha Kerapatan individuha Luas Bidang Dasar Kerapatan Jumlah Jenis mempuyai nilai korelasi negatif yang secara statistik diartikan bahwa semakin banyak individu penyusun tegakan akan mempunyai cadangan karbon yang rendah, hal ini dapat dijelaskan keterkaitannya dengan ruang tumbuh. Semakin tinggi kerapatan suatu tegakan maka pada umumnya akan disusun oleh tegakan yang berdiameter kecil dan sebaliknya semakin rendah kerapatan suatu tegakan akan mempunyai pohon-pohon yang berdiameter besar karena disusun oleh pohon-pohon berdiameter besar inilah yang menyebabkan tegakan tersebut mempunyai cadangan karbon yang besar. Jenis suatu tanaman akan mempengaruhi nilai cadangan karbon pada suatu tegakan, hal ini disebabkan terdapatnya keragaman nilai kerapatan kayu wood density yang dimiliki oleh masing-masing jenis tanaman. Chave et al. 2005 mengemukakan bahwa kerapatan kayu merupakan parameter penting untuk mendapatkan nilai dugaan yang akurat dalam pendugaan biomassa setelah diameter bahkan lebih penting dibandingkan tinggi. Jenis tanaman berkayu keras dengan nilai kerapatan kayu yang tinggi cenderung memiliki nilai cadangan karbon yang tinggi karena kayu tersusun oleh serat selulosa yang merupakan rangkaian dari rantai karbon. Meskipun demikian penelitian Setiawan 2006 melaporkan bahwa rata-rata cadangan karbon tidak mempunyai korelasi dengan keanekaragaman komunitas pada studi yang dilakukan pada RTH Bandar Lampung. Fenomena ini juga terlihat pada penelitian ini dimana pada tegakan monokultur pinus mempunyai rata-rata cadangan karbon paling besar di Hulu DAS Kali Bekasi dibandingkan tegakan campuran lainnya yang mempunyai keanekaragaman lebih tinggi seperti hutan alam, kebun bambu, kebun campuran, pekarangan dan RTH Publik area. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa rata-rata cadangan karbon pada suatu tegakan tidak hanya dipengaruhi oleh salah satu parameter saja, keanekaragaman jenis tanaman, diameter pohon penyusun dan kerapatan individu penyusun tegakan akan secara bersama-sama memberikan kontribusi dalam besarnya nilai cadangan karbon suatu tegakan. Semakin besar diameter pohon penyusun suatu tegakan dengan jumlah individu yang banyak dan disusun oleh jenis-jenis yang mempunyai kerapatan kayu tinggi maka potensi biomasa dan kandungan karbonnya juga semakin besar. Bersama dengan jumlah pohon yang terdapat persatuan luas, besarnya biomasa dan kandungan karbonnya semakin meningkat secara konsisten dari diameter kecil sampai diameter besar. 4.6 Analisis Perubahan RTH Permanen Terhadap Cadangan Karbon 4.6.1 Dampak Perubahan RTH Permanen Terhadap Cadangan Karbon Perubahan luasan RTH yang terdapat pada suatu lanskap tentu saja akan berdampak pada potensi yang dimiliki oleh lanskap tersebut dalam mensekuestrasi karbon dioksida. Dengan menggunakan asumsi rata-rata cadangan karbon pada RTH permanen yang dihasilkan pada survei lapang dan rata-rata cadangan karbon pada RTH non permanen berdasarkan Hairiah Rahayu 2007, yaitu sebesar 3 tonha untuk pertanian semusim serta 2,2 tonha untuk padang rumput Roshetko et al., 2001 maka Hulu DAS Kali Bekasi dengan total luas RTH pada tahun 2000 sebesar 31,64x10 3 ha mempunyai cadangan karbon sebesar 0,84x10 6 ton atau setara dengan serapan CO 2 sebesar 3,06x10 6 ton, pada tahun 2003 dengan total luas RTH sebesar 23,61x10 3 ha mempunyai cadangan karbon sebesar 1,08x10 6 ton atau setara dengan serapan CO 2 sebesar 3,97x10 6 ton sedangkan pada tahun 2009 dengan luasan RTH sebesar 27,81x10 3 ha mempunyai cadangan karbon sebesar 1,63x10 6 ton atau setara dengan serapan CO 2 sebesar 5,97x10 6 ton. Terlihat trend peningkatan dalam kemampuan serapan CO 2 pada Hulu DAS Kali Bekasi meskipun pada tahun 2000 hingga 2003 mengalami penurunan luasan total RTH, hal ini disebabkan luasan RTH yang mengalami penurunan adalah RTH non permanen sedangkan RTH permanen berupa kebun campuran mengalami peningkatan. Luasan RTH non permanen mengalami penurunan dari tahun 2000 seluas 18,82x10 3 ha 40,74 menjadi 6,36x10 3 ha 13,75 dan pada tahun 2009 semakin menurun dengan luas hanya 1,58x10 3 ha 3,43. Kondisi ini menggambarkan bahwa besarnya kontribusi RTH permanen dalam fungsinya sebagai penyerap karbon dioksida, meskipun kondisi RTH non permanen mengalami penurunan dari tahun ke tahun tetapi karena terdapatnya RTH permanen mengakibatkan peningkatan kemampuan dalam penyerapan karbon dioksida. Meskipun demikian terdapatnya tren peningkatan serapan CO 2 ini tidak dapat diartikan akan terjadinya peningkatan serapan CO 2 dari tahun ke tahun pada kondisi yang akan datang ditengah ancaman semakin berkurangnya RTH, ancaman terbesar yang terjadi adalah jika RTH Permanen mengalami penurunan karena RTH Permanen memberikan kontribusi yang besar terhadap kemampuan suatu lanskap dalam menyerap karbon dioksida sehingga upaya untuk mengoptimalkan pekarangantaman sebagai salah satu penyusun RTH Permanen dalam areal lahan pribadi area sangat diperlukan disamping pengetatan pengawasan terhadap pengembang untuk menyediakan RTH Publik area yang berdasarkan penelitian juga berkontribusi cukup besar dalam penyerapan CO 2.

4.6.2 Upaya Peningkatan Cadangan Karbon

Upaya peningkatan cadangan karbon di Hulu DAS Kali Bekasi dapat dilakukan dengan mengoptimalkan areal pada lahan pribadi area seperti pekarangan, kebun campuran dan RTH publik area pada pemukiman modern dengan kombinasi berbagai jenis tanaman lokal yang mempunyai kemampuan daya serap tinggi tetapi juga mampu memberikan manfaat sesuai dengan fungsi pokoknya, misalnya untuk kebutuhan pakan, obat dan kenyamanan pada tipe pekarangan, kebutuhan kayu dan pakan pada tipe kebun campuran serta kebutuhan kenyamanan dan estetika pada tipe RTH. Penananaman pada areal yang telah ditetapkan sebagai kawasan lindung sudah menjadi keharusan dalam meningkatkan cadangan karbon. Berdasarkan peta tutupan vegetasi dan RTRW Kabupaten Bogor dihasilkan peta tutupan vegetasi pada kawasan lindung di TWA Gn. Pancar Gambar 36 yang menunjukkan areal seluas 26,468 ha tidak tertutupi vegetasi. Upaya peningkatan cadangangan karbon dapat dilakukan sebagai salah satu upaya untuk mengurangi emisi CO 2 ke udara dalam rangka mitigasi perubahan iklim tetapi hal ini harus diikuti oleh kesadaran masyarakat untuk mengurangi tingkat emisi CO 2 yang dihasilkan, misalnya dengan mengurangi penggunaan bahan bakar fosil. Gambar 36. Peta tutupan vegetasi TWA Gn. Pancar Berdasarkan Tabel 36 dapat dilihat bahwa beberapa jenis tanaman lokal yang ditemukan di Hulu DAS Kali Bekasi seperti ki hujantrembesi, lame, rasamala, nangka, menteng, gandaria, bintangur, randu, beringin, limus, matoa, kecapi, ki acret, kepel, ketapang mempunyai daya rosot tinggi bahkan sangat tinggi sehingga beberapa jenis tersebut potensial untuk dikembangkan dalam kegiatan penanaman pada areal tanah kosong maupun dalam optimalisasi fungsi pekarangan dan kebun campuran sebagai karbon sekuester. Menurut Dahlan 2007 pemilihan jenis tanaman harus betul-betul diperhatikan dalam pembangunan hutan kota. Jenis pohon yang harus digunakan dalam program penambahan luasan hutan kota adalah jenis berdaya sink sangat tinggi. Beberapa jenis tanaman potensial tersebut juga tergolong ke dalam jenis tanaman yang mulai jarang dijumpai menteng, gandaria, limus, kecapi, kepel sehingga penanaman beberapa jenis tersebut juga dapat mempertahankan biodiversitas yang ada di Hulu DAS Kali Bekasi. Menurut kaidah ekologi lingkungan dengan keragaman yang tinggi jauh lebih stabil dibandingkan dengan lingkungan dengan indeks keragaman yang rendah. Tabel 36. Daya rosot beberapa jenis tanaman yang ditemukan di Hulu DAS Kali Bekasi Nama Daerah Nama ilmiah Daya rosot CO2 kgpohon tahun Klasifikasi Daya Rosot Manfaat Sum- ber Akasia Acacia mangium 23,26 rendah kayu 2 Kemiri Aleurites moluccana 46,89 rendah kayu, buah 3 Lame Alstonia scholaris 3.140,00 sangat tinggi kayu, obat 2 Rasamala Altingia excelsa 35.336,00 sangat tinggi kayu 3 Sirsak Annona muricata 78,62 sedang kayu, buah 1 Nangka Artocarpus heterophyllus 4.856,00 sangat tinggi kayu, buah 6 Menteng Baccaurea motleyana 670,13 tinggi kayu, buah 8 Bauhinia Bauhinia purpurea 3.170,00 sangat tinggi bunga keindahan 7 Gandaria Bouea macrophylla 557,00 tinggi kayu, buah 1 Bintangur Calophyllum inophyllum 914,97 tinggi obat 1 Randu Ceiba pentandra 8.606,00 sangat tinggi kayu 3 Pisitan Dysoxylum nutans 306,14 agak tinggi kayu, buah 3 Dadap merah Erythrina cristagalli 0,42 sangat rendah keindahan 6 Beringin Ficus benjamina 1.917,63 tinggi kayu, peneduh 8 Manggis Garcinia mangostana 1,85 sangat rendah kayu, buah 7 Melinjo Gnetum gnemon 1,20 sangat rendah kayu, buah, daun 2 Khaya Khaya senegalensis 128,33 sedang keindahan 4 Duku Lansium domesticum 429,00 agak tinggi kayu, buah 1 Limus Mangifera foetida 638,00 tinggi kayu, buah 1 Mangga Mangifera indica 445,30 agak tinggi kayu, buah 9 Sapu tangan Maniltoa grandiflora 0,33 sangat rendah keindahan 4 Rambutan Nephelium lappaceum 0,20 sangat rendah kayu, buah 1 Jengkol Pithecellobium jiringa 0,67 sangat rendah kayu, buah 3 Matoa Pometia pinnata 11.879,00 sangat tinggi kayu, buah 8 Trembesi Samanea saman 204,40 agak tinggi kayu, peneduh 4 Kecapi Sandoricum koetjape 522,00 tinggi kayu, buah 2 Ki Acret Spathodea campanulata 1.605,72 tinggi kayu, peneduh 3 Kepel Stelechocarpus burakol 1.108,00 tinggi kayu, buah 2 Mahoni Swietenia mahagony 452,53 agak tinggi kayu, obat 8 Jambu bol Syzygium malaccense 109,26 sedang kayu, buah 1 Jati Tectona grandis 207,00 agak tinggi kayu 5 Ketapang Terminalia cattapa 756,00 tinggi kayu, peneduh 3 Sumber :1 Hariyadi 2008, 2 Lailati 2008, 3 Purwaningsih 2007, 4 Mayalanda 2007, 5 Sinambela 2006, 6 Ardiansyah 2009 , 7 Imansyah 2010, 8 Gratimah 2009, 9 Karyadi 2005 Tentu saja dalam pemilihan jenis tanaman banyak aspek yang harus dipertimbangkan dalam keberhasilan kegiatan penanaman selain kesesuian tempat tumbuh sebagai aspek utama yang perlu dipertimbangkan, kesesuaian fungsi tanaman dengan fungsi lahan dan penguasaan teknik silvikuktur jenis merupakan salah satu faktor lain yang harus dipertimbangkan. Lame dan rasamala dapat digunakan pada pengayaan jenis di hutan, beringin akan lebih sesuai ditanam pada daerah perlindungan mata air karena secara alami jenis ini banyak ditemukan pada sekitar sumber mata air, trembesi atau ki hujan dengan tajuknya yang lebar sebaiknya ditanam di pinggir jalan yang sangat padat kendaraan, agar gas CO 2 yang dihasilkan dari kendaraan bermotor dapat diserap dengan baik oleh tanaman tepi jalan. Jenis tanaman multifungsi yang bernilai ekonomi serta berdaya sink sangat tinggi yaitu selain kayunya dapat dimanfaatkan juga sumber pangan akan lebih sesuai jika ditanam di pekarangan dan kebun, sedangkan pada lokasi-lokasi lainnya disesuaikan dengan tujuan-tujuan tertentu, misalnya untuk pelestarian keanekaragaman hayati. V. SIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : 1. Struktur komunitas vegetasi yang terdapat pada Hulu DAS Kali Bekasi sangat bervariasi dengan tingkat keanekaragaman jenis yang rendah hingga sedang, keanekaragaman jenis paling tinggi dijumpai pada struktur vegetasi pekarangan tetapi secara umum mempunyai indeks keanekaragaman jenis Shanon 3. 2. Tutupan lahan berupa RTH pada Hulu DAS Kali masih cukup luas yaitu 60 luas Hulu DAS Kali Bekasi dan memberikan kontribusi terhadap 20 luas DAS Kali Bekasi serta 9 luas Kabupaten Bogor. Perubahan luas RTH permanen memberikan pengaruh terbesar terhadap total cadangan karbon. 3. Potensi rata-rata cadangan karbon pada RTH Permanen Hulu DAS Kali Bekasi paling besar dijumpai pada tipe tegakan Hutan Pinus. RTH Permanen pada lahan pribadi Kebun Campuran, Pekarangan, Kebun Bambu mempunyai potensi rata-rata cadangan karbon lebih rendah dibandingkan tipe RTH Permanen pada publik area Hutan Pinus, Hutan Alam, RTH Sentul tetapi memberikan kontribusi paling besar terhadap total cadangan karbon di Hulu DAS Kali Bekasi yang mencapai 1,63x10 6 ton atau setara serapan CO 2 sebesar 5,97x10 6 ton. 4. Kondisi struktur suatu tegakan memberikan pengaruh terhadap cadangan karbon yang mampu disimpan oleh tegakan tersebut. Luas bidang dasar suatu tegakan merupakan dimensi tegakan yang mempunyai korelasi paling erat terhadap cadangan karbon disamping kerapatan dan keanekaragaman jenis suatu tegakan.

5.2 Rekomendasi