dalam membuat sebuah konsep manajemen lanskap perdesaan bagi kelestarian dan kesejahteraan lingkungan. Lokasi pengamatan kebun campuran dan
pekarangan yang mewakili ketinggian hulu DAS bagian atas adalah berada di Kampung Cimandala yang terletak di Desa Karang Tengah, Kecamatan Babakan
Madang, Kabupaten Bogor. Sedangkan lokasi pengamatan kebun campuran dan pekarangan yang mewakili kawasan hulu DAS bagian tengah adalah berada di
Kampung Landeuh yang terletak di Desa Karang Tengah, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor. Untuk kawasan lokasi pengamatan kebun campuran
yang mewakili hulu DAS bagian bawah adalah di Kampung Leuwijambe yang terletak di Desa Kadumanggu, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor.
Sedangkan pengamatan RTH publik area dilakukan di Sentul City.
3.4 Rancangan Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan merupakan penelitian survai. Pengumpulan data dalam penelitian survai ini dilakukan melalui cara:
1 Pengamatan langsung di lapangan direct observation, dilakukan untuk
memperoleh data biofisik di lapangan, sampling biomassa dan sekaligus untuk mengklarifikasi kebenaran dari berbagai informasi yang telah diperoleh.
2 Analisis citra, dilakukan untuk klasifikasi penutupan lahan, pendugaan
cadangan karbon dalam skala lanskap Hulu DAS Kali Bekasi serta untuk menganalisis perubahan cadangan karbon akibat perubahan penutupan lahan.
3 Studi literatur, dilakukan untuk melengkapi data dan informasi yang
diperlukan dalam menunjang kegiatan penelitian. Pengumpulan data di lapangan dilakukan dengan membuat petak
pengamatan contoh berdasarkan keterwakilan tipologi penutupan lahan. Ruang lingkup kegiatan penelitian ini meliputi: 1 menganalisis struktur tegakan dan
keanekargaman jenis di Hulu DAS Kali Bekasi, 2 menganalisis perubahan Ruang Terbuka Hijau RTH permanen DAS Kali Bekasi bagian Hulu, 3 menganalisis
cadangan karbon pohon pada Ruang Terbuka Hijau RTH permanen DAS Kali Bekasi bagian Hulu saat ini, 4 menganalisis korelasi cadangan karbon pohon
dengan struktur komunitas vegetasi.
3.5 Tahapan Kegiatan Penelitian
Secara garis besar tahapan kegiatan penelitian terdiri dari preliminary survey dan pengumpulan peta serta data kondisi biofisik kawasan untuk penentuan
lokasi penelitian. DAS Kali Bekasi di pilih menjadi lokasi penelitian, mengingat bahwa DAS ini adalah salah satu DAS yang berpengaruh terhadap terjadinya
banjir di Jakarta dan menjadi prioritas pengelolaan DAS oleh BPDAS Citarum –
Ciliwung. Berdasarkan preliminary survey dan studi pendahuluan, diketahui bahwa daerah lahan terbangun DAS ini tersebar merata dari bagian tengah sampai
hilir. Daerah permukiman yang paling padat berada di bagian tengah sampai hilir DAS sedangkan kawasan hijau lebih banyak tersebar di bagian hulu. Berdasarkan
hal tersebut lokasi penelitian difokuskan di Hulu DAS Kali Bekasi. Setelah penentuan lokasi penelitian selanjutnya dilakukan pengumpulan
data di lapangan yang meliputi “ground truthing” dan pembuatan plot sampling
penentuan biomassa pohon pada masing-masing tipologi penutupan vegetasi pohon. Data-data yang telah dikumpulkan, yaitu data pengukuran pohon dan citra
selanjutnya diolah dan dianalisis yang akhirnya disajikan dalam bentuk tulisan ilmiah. Tahapan kegiatan penelitian secara skematis dapat dilihat pada Gambar 4.
3.5.1 Pengumpulan Data
Secara garis besar pengumpulan data survey mencakup dua kegiatan utama yaitu pengechekan kondisi di lapangan “ground truthing” dan pengumpulan data
tegakan pengukuran diameter, pendataan jenis dan jumlah pohon pada plot sampling biomassa pada masing-masing tipologi tutupan lahan bervegetasi pohon.
- Pengecekan kondisi lapangan Ground truthing
Kegiatan ground truthing dilakukan untuk mendukung kegiatan pengolahan citra dalam pengklasifikasian lahan berpenutupan pohon. Ground truthing
dilakukan dengan cara mengumpulkan data lapangan, yaitu tutupan lahan jenis vegetasi, faktor biofisik dan faktor sosial dan budaya yang mempengaruhi tutupan
lahan pada titik-titik di area yang diteliti. Pada titik-titik ini koordinat akan dicatat dengan menggunakan GPS untuk nantinya dipetakan di atas citra satelit dan
kondisi tutupan lahan didokumentasikan untuk membantu dalam kegiatan interpretasi.
Gambar 4. Skema tahapan kegiatan penelitian
Analisis Cadangan Karbon Pohon
Studi Literatur Pengumpulan data Kondisi
kawasan dan peta-peta Preliminary survey
Penentuan Lokasi Penelitian Hulu DAS Kali Bekasi
Atas Tengah
Bawah
Pengumpulan Data Lapangan
Pengolahan Citra th 2009
Ground truthing Pembuatan plot
pengamatan pada masing- masing tipologi penutupan
pohon Pengukuran diameter, jenis
pohon dan jumlah pohon Klasifikasi lahan
berpenutupan pohon
Alometrik penduga biomassa pohon dari
persamaan yang sudah ada Pengolahan
Data Penentuan Biomassa Pohon
pada skala plot Kondisi saat
ini Karbon biomassa
pohon pada skala lanskap
Pengolahan Peta Tutupan Lahan 2000, 2003
Perubahan RTH permanen dan
cadangan karbon
Analisa Vegetasi
Struktur dan Keanekargaman Jenis
Pengolahan Data Penentuan cadangan
karbon Pohon pada skala plot
Faktor konversi 0.5 IPCC, 2000 ; Brown, 1999
Korelasi Rekomendasi
Jenis dan struktur Komunitas Vegetasi potensial sebagai
karbon sekuester di RTH Hulu DAS Kali
BekasiKabupaten Bogor C
C
- Pengumpulan data tegakan
Pengumpulan data tegakan meliputi pengukuran diameter 1,3 m, pendataan jenis dan jumlah pohon pada plot sampling masing-masing tipologi
tutupan lahan bervegetasi pohon. Pengumpulan data tegakan ini diperlukan untuk penentuan biomassa pohon pada skala plot dan juga untuk kegiatan analisis
vegetasi. Bentuk plot pengamatan yang dibuat disesuaikan dengan tipologi tutupan lahan berdasarkan ketentuan kegiatan inventarisasi hutan menyeluruh
berkala IHMB Permenhut no P.33Menhut-II2009, petunjuk praktis pengukuran karbon tersimpan Hairiah Rahayu, 2007, Manual Measuring
Carbon Stock Hariah, et al., 2009, Carbon Inventory Methods Ravindranath Ostwald, 2008 yaitu :
1 Hutan Tanaman
Pada tipologi hutan tanaman dibuat petak pengamatan berbentuk lingkaran r = 17,8 m = 0,1 ha sebanyak 3 ulangan sehingga total luas plot pengamatan 0,3
ha.
Gambar 5. Bentuk plot sampling lingkaran 2
Kebun CampuranRTH Sentul City Pada tipologi kebun campurankebun bambu, petak pengamatan dibuat
berupa petak kuadrat 20 m x 20 m = 0,04 ha sebanyak 3 ulangan, yaitu di kampung Cimandala, Landeuh dan Leuwijambe. Pada masing-masing kampung
dibuat sebanyak 8 petak kuadrat 0,32 ha sehingga total luas pengamatan untuk kebun campuran 0,96 ha. Sedangkan pada tipologi taman, petak pengamatan
dibuat di Sentul City sebanyak 20 petak kuadrat 0,04 Ha sehingga total luas pengamatan untuk taman 0,8 ha, yaitu di di sempadan Jalan Siliwangi, Danau
Parahayangan, Danau Graha Utama, taman publik di Puncak Semeru, Bukit Golf Hijau, Lembah Hijau dan Bukit Cemara.
Gambar 6. Bentuk plot sampling petak kuadrat
3 Pekarangan
Pada tipologi pekarangan, pengamatan dilakukan dengan melakukan sensus tanaman keras yang terdapat di pekarangan. Masing-masing 12 sample
pekarangan diamati di kampung Cimandala, Landeuh, Leuwijambe dan Sentul City. 12 sample pekarangan terbagi dalam beberapa ukuran pekarangan
berdasarkan klasifikasi Arifin et al. 2006, yaitu: pekarangan sempit 200 m
2
, pekarangan sedang 200-500 m
2
, pekarangan besar 500-1000 m
2
, dan pekarangan sangat besar 1000 m
2
. 4
Hutan AlamKebun Bambu Pada tipologi hutan alam, petak pengamatan yang digunakan berupa garis
berpetak 20 m x 100 m = 0,2 ha sebanyak 3 ulangan memotong kontur, yaitu pada bagian bawah, tengah dan atas. Sehingga total luas pengamatan pada tipologi
ini adalah 0,6 ha. Sedangkan untuk tipologi kebun bambu, petak pengamatan yang digunakan berupa garis berpetak juga yaitu dengan ukuran 10 m x 50 m = 0,05
ha sebanyak 3 ulangan pada masing-masing kampung Cimandala, Landeuh dan Leuwijambe sehingga total luas pengamatan 0,45 ha.
Gambar 7. Bentuk plot sampling garis berpetak
Pada masing-masing plot pengamatan dilakukan pengukuran diameter pohon 1,3 m, pendataan jenis dan jumlah pohon. Kegiatan analisis vegetasi
dilakukan dalam petak-petak contoh berukuran tertentu yang disesuaikan dengan tingkatan pertumbuhan vegetasi, yaitu : petak pengamatan untuk tingkat semai
dengan ukuran 2 m x 2 m, petak pengamatan untuk tingkat pancang 5 m x 5 m, petak untuk tingkat tiang 10 m x 10 m, dan petak untuk tingkat pohon berukuran
20 m x 20 m. Parameter yang ingin diketahui dari kegiatan analisis vegetasi ini adalah sebagai
berikut: 1.
Petak contoh semai 2 m x 2 m: komposisi jenis, jumlah individu setiap jenis.
2. Petak contoh pancang 5 m x 5 m: komposisi jenis, jumlah individu setiap
jenis, diameter setinggi dada Dbh 3.
Petak contoh tiang 10 m x 10 m: komposisi jenis, jumlah individu setiap jenis, diameter setinggi dada Dbh
4. Petak contoh pohon 20 m x 20 m: komposisi jenis, jumlah individu setiap
jenis, diameter setinggi dada Dbh Adapun batasan tingkatan pertumbuhan vegetasi, yaitu :
Semai Seedlings merupakan tumbuhan yang mempunyai tinggi kurang dari 1,5
m. Dalam kelompok ini termasuk semai pohon, terna, paku-pakuan, rotan, pandan, tumbuhan memanjat.
Pancang
Saplings merupakan tumbuhan yang mempunyai diameter batang kurang dari 10 cm dan tinggi lebih dari 1,5 m. Dalam kelompok ini termasuk pula
perdu, tumbuhan memanjat dan anakan pohon.
Tiang
Poles adalah pohon yang mempunyai diameter batang antara 10-20 cm. Dengan batasan ini tumbuhan memanjat, berkayu, palmae dan bambu yang
mempuyai diameter seperti ketentuan tersebut termasuk dalam kelompok ini.
Pohon Trees adalah tumbuhan yang mempunyai diameter batang 20 cm.
3.5.2 Pengolahan Data
Pengolahan data yang dilakukan meliputi penghitungan biomassa pohon pada masing-masing tipologi lahan pada skala plot dan pengolahan citra.
- Penentuan biomassa pohon pada skala plot
Penentuan biomassa pohon pada skala plot dari beberapa jenis pohon dilakukan dengan metode non destructive sampling, yaitu melakukan
penghitungan menggunakan beberapa persamaan alometrik spesifik yang telah tersedia Tabel 3. Metode ini merupakan salah satu metode yang dapat dilakukan
dalam pendugaan biommasa pohon tanpa menyebabkan kerusakan pohon Brown, 1997; Hairiah Rahayu, 2007. Pada sebagian besar kegiatan pendugaan karbon
biomassa pohon, metode ini lebih sering digunakan seperti halnya yang dilakukan oleh Rahayu et al. 2004 dalam pendugaan cadangan karbon di Kabupaten
Nunukan, begitu juga halnya dalam penelitian yang dilakukan oleh Hairiah et al. 2001, Heriansyah et al. 2003; MacDicken 1997 dan Snowdown et al.
2002. Pemilihan persamaan alometrik yang tepat merupakan salah satu komponen
utama yang harus diperhatikan dalam melakukan pendugaan biomassa menurut Chave et al. 2004 penyebab kesalahan utama dalam pendugaan biomassa adalah
dalam pemilihan model. Hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan persamaan alometrik adalah kesesuaian jenis, kondisi lokasi dan selang diameter dimana
alometrik tersebut disusun. Adapun persamaan alometrik penduga biomassa pohon yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah seperti yang disajikan
pada Tabel 3. Model-model tersebut merupakan model yang memiliki kesesuain jenis dan kondisi lokasi penelitian. Model-model persamaan yang dipilih
dihasilkan dari lokasi yang memiliki kondisi kurang lebih sama dengan lokasi penelitian, yaitu daerah Cianjur, Puncak, Ciamis, Wonosobo. Persamaan spesifik
jenis menjadi salah satu kendala dalam pendugaan biomassa di daerah tropis karena daerah tropis memiliki jumlah jenis yang sangat banyak, sehingga
diperlukan model persamaan campuran mix species model dari beberapa jenis Chave et al, 2005. Dalam penelitian ini, jika persamaan spesifik jenis tidak
tersedia maka akan digunakan persamaan Chave et al. 2005, dipilih model berikut karena model ini merupakan hasil pengembangan dan koreksi dari
beberapa model sebelumnya yang telah ada, jumlah pohon contoh yang besar 2410 pohon, beberapa site penelitiannya di Indonesia serta model ini spesifik
kondisi tipe hutan yaitu tropis dengan curah hujan 3000-4000 mm, yang kurang lebih sama dengan curah hujan di lokasi penelitian.
Tabel 3. Persamaan allometrik penduga biomassa pohon
Jenis pohon Persamaan
Sumber Karet
Y=419-16,9D+0,322D
2
Cesylia 2009 Mahoni
Y = 0,048 D
2,68
Adinugroho 2002 Kopi
Y = 0,281 D
2,06
Arifin 2001 Pisang
Y = 0,030 D
2,13
dalam Hairiah et al. 2001 Bambu
Y = 0,131 D
2,28
Priyadarsini 1998 dalam Hairiah et al. 2001
Sengon Y= 0,0579D
2,5596
Rusolono 2006 Pinus
Y = 0,206 D
2,26
Hendra 2002 Palm
Y=4,5+7,7 H
stem
FrangiLugo 1985 dalam Brown 1997
Pohon lain Ln Y= -1,576+2,179lnD +0,198lnD
2
- 0,0272lnD
3
+1, 036ln ρ
Chave et al. 2005
Y = biomassa pohon kgpohon, D = diameter pohon cm, ρ = berat jenis kayu grcm3
- Penentuan C-stock dalam skala plot
Cadangan karbon C-stock dihitung dengan menggunakan pendekatan biomassa, dimana karbon dioksida yang diserap tanaman melalui proses
fotosintesis disimpan dalam bentuk biomassa. Cadangan karbon yang tersimpan dalam bentuk biomassa dapat diketahui dengan mengalikan biomassa dengan
fraksi karbon dari biomassa tersebut, yang secara umum sebesar 0,50 0,44-0,55, Tabel 4 IPCC, 2006.
Tabel 4. Fraksi karbon dari biomassa di daerah TropisSub Tropis
Bagian pohon Fraksi Karbon
Referensi semua
0,47 Mc Groddy et al., 2004
semua 0,47 0,44-0,49
Andreas and Merlet, 2001; Chambers et al., 2001; Mc Groddy
et al., 2004, Lasco and Pulhin, 2003 kayu
0,49 Feldpausch et al., 2004
Kayu, pohon D10cm 0,46
Hughes et al., 2000 Kayu, pohon D10cm
0,49 Hughes et al., 2000
foliage 0,47
Feldpausch et al., 2004 Foliage, pohon D10cm
0,43 Hughes et al., 2000
Foliage, pohon D10cm 0,46
Hughes et al., 2000
Sumber : IPCC 2006
- Pengolahan Citra
Alos AVNIR-2 Advanced Visible and Near Infrared Radiomater type 2 merupakan citra yang akan digunakan untuk melakukan interpretasi tutupan lahan
di Hulu DAS Kali Bekasi pada tahun 2009. Citra Alos AVNIR-2 mempunyai karakteristik sebagai berikut JAXA, 2008 :
Jumlah band : 4
Panjang gelombang : Band 1 0.42-0.50 μm
Band 2 0,52-0,60 μm Band 3 0,61-0,69 μm
Band 4 0,76-0,89 μm Resolusi spasial
: 10 m Resolusi radiometrik : 8 bit
Resolusi temporal : 46 revisit, hari
Waktu peluncuran : 2006
Pengolahan citra dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu : 1
Koreksi Citra Pengolahan awal meliputi pemeriksaan dan koreksi data asli dari distorsi
radiometris dan geometris. Pemeriksaan data dari distorsi radiometris pengaruh atmosfer dilakukan dengan metode histogram adjustment, yaitu histogram nilai
digital setiap kanal diperiksa untuk mengetahui nilai minimumnya selanjutnya apabila nilai tersebut tidak sama dengan nol, maka dilakukan koreksi dengan
pengurangan nilai setiap piksel pada kanal tersebut sebesar nilai minimumnya. Koreksi geometris dilakukan dengan mencari sejumlah ground control point
GCP yang dapat dikenali baik pada citra maupun peta acuan dan dicatat koordinatnya. GCP yang dicari adalah tersebar merata dan relatif permanen dalam
kurun waktu pendek. Jumlah minimum GCP dirumuskan sebagai berikut: Jumlah GCP minimum = t+1t+22
Dalam hal ini nilai t adalah ordo persamaan transformasi. Persamaan transformasinya adalah dengan Orde 1 Affine transformation, yaitu sebagai
berikut: p = a0 + a1x + a2y
l = b0 + b1x + b2y
Selanjutnya dilakukan resampling dengan metode tetangga terdekat nearest neighbourhood interpolation karena metode ini paling efisien dan tidak
mengubah nilai digital number DN yang asli. Kemudian dilakukan eliminasi GCP yang menyebabkan nilai Root Mean Square Error RMSE tinggi, sampai
dicapai nilai RMSE 0,5 pixel. RMSE dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:
Dalam hal ini: P
original
, I
original
= koordinat asli dari GCP pada citra P, I = koordinat estimasi
2 Pemilihan Kanal Spektral
Pemilihan kanal spektral untuk klasifikasi dilakukan dengan menggunakan metode Optimum Index Factor OIF. Kombinasi tiga kanal spektral yang terpilih
adalah kombinasi yang memiliki nilai OIF tertinggi. Adapun rumus untuk menghitung OIF adalah sebagai berikut:
Dalam hal ini: S = simpangan baku
r = koefisien korelasi 3
Penajaman Citra Tujuan dari penajaman citra adalah untuk memperbaiki kemampuan
mendeteksi obyek pada citra sehingga obyek pada citra dapat lebih mudah diinterpretasikan. Dalam penelitian ini digunakan algoritma penajaman citra linear
percentage linear contrast enhancement untuk penajaman spektral spectral enhancement dan algoritma penajaman tepi sharp enhancement dengan filter
high pass untuk penajaman spasial spatial enhancement. 4
Klasifikasi Terdapat dua pendekatan dasar klasifikasi citra multikanal dalam berbagai
bidang terapan penginderaan jauh, yaitu klasifikasi terbimbing supervised classification dan klasifikasi tidak terbimbing unsupervised classification
Lillesand dan Kiefer, 1979; Jaya,1997. Klasifikasi terbimbing didasarkan pada data hasil pekerjaan lapangan atau peta. Pendekatan klasifikasi ini menghasilkan
informasi yang lebih realistis dan membuahkan hasil klasifikasi yang lebih akurat daripada klasifikas tidak terbimbing unsupervised classification atau analisis
cluster yang hanya menghasilkan kelas-kelas spektral yang memerlukan interpretasi lebih lanjut. Metode kemiripan maksimum maximum likelihood
method adalah metode yang paling banyak digunakan, dimana digital number DN pada kanal untuk setiap kelas mewakili pengamatan yang bebas
independent dan populasi yang digambarkan mengikuti distribusi normal peubah ganda multivariate normal distribution.
5 Evaluasi Ketelitian Klasifikasi
Penilaian ketelitian klasifikasi dilakukan dengan rumus Kappa Acuracy. Rumus ini digunakan karena memperhitungkan semua elemen dalam matrik
kesalahan Confussion matrix. Rumus kappa accuracy ini juga digunakan untuk menguji kesignifikasian dua matrik kesalahan yang berasal dari metode yang
berbeda atau kombinasi kanal yang berbeda Jaya, 1997.
3.5.3 Analisis Data
- Analisis struktur tegakan dan keanekaragaman jenis
Untuk mengetahui struktur dan komposisi jenis tumbuhan maka pada masing-masing plot pengamatan dilakukan analisis kerapatan, frekuensi, dan
dominasi untuk setiap jenis tumbuhan. Perhitungannya dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut Soerianegara Indrawan, 2008 :
x100 jenis
seluruh Kerapatan
jenis suatu
Kerapatan KR
jenis suatu
relatif Kerapatan
contoh petak
- sub
seluruh Jumlah
jenis suatu
ditemukan petak
- sub
Jumlah F
jenis suatu
Frekuensi
contoh petak
Luas jenis
suatu individu
Jumlah K
jenis suatu
Kerapatan
x100 jenis
seluruh Frekuensi
jenis suatu
Frekuensi FR
jenis suatu
relatif Frekuensi
Contoh Petak
Luas jenis
suatu dasar
bidang Luas
D jenis
suatu Dominansi
Selanjutnya dihitung nilai Indeks Nilai Penting INP untuk mengetahui jenis dan tingkat tumbuhan yang dominan dengan rumus sebagai berikut :
Semai: INP = KR + FR
Pancang, Tiang, Pohon: INP = KR + FR + DR
Secara kuantitatif, gambaran kualitas tegakan dapat dilihat berdasarkan indeks kekayaan R, indeks keanekaragaman
H’ dan indeks dominasi C Whittaker, 1975.
Indeks kekayaan margalef R
Indeks keanekaragaman Shannon
H’
Indeks dominansi Simpson C
- Analisis tutupan lahan dan perubahannya
Analisis tutupan lahan dilakukan dengan menginterpretasi citra AVNIR-2 tahun 2009, sedangkan analisis perubahan RTH Permanen dilakukan dengan
menganalisis perubahan tutupan lahan berdasarkan peta tutupan lahan tahun 2000, 2003 dan 2009.
Keterangan : R
= indeks kekayaan jenis S
= jumlah total jenis dalam suatu habitat NO
=jumlah individu pada suatu habitat
NO Ln
1 S
R
N
ni Ln
N ni
H
Keterangan : H’
= indeks keanekaragaman ni
= Nilai INP jenis ke-i N
= Nilai INP total
2 N
ni C
Keterangan : C
= indeks dominansi ni
= nilai INP jenis ke-i N
= nilai INP total
x100 jenis
seluruh Dominansi
jenis suatu
Dominansi DR
jenis suatu
relatif Dominansi
- Analisis cadangan karbon
Penentuan potensi karbon biomassa pohon dilakukan penghitungan hanya dengan menggunakan faktor konversi nilai biomassa menjadi nilai karbon
sebagaimana disarankan IPCC, 2000; Brown, 1999, yaitu dengan factor konversi sebesar 0,5.Terdapat variasi potensi persediaan karbon untuk setiap tipologi lahan.
Variasi dapat terjadi karena perbedaan dalam komposisi jenis tanaman dan kerapatan. Sejauhmana variasi yang terjadi dalam potensi persediaan karbon pada
masing-masing tipe lahan, maka akan dianalisis besarnya nilai rata-rata yang diperoleh untuk setiap tipe lahan.
Sedangkan potensi karbon biomassa pohon pada skala lanskap ditentukan dengan data spasial yaitu melakukan ekstrapolasi data sampling karbon biomassa
pohon pada skala plot terhadap luasan masing-masing tutupan lahan yang diperoleh dari pengolahan citra. Serapan CO
2
dihitung dengan menggunakan perbandingan massa molekul relatif CO
2
44 dan massa atom relatif C 12 yaitu serapan CO
2
= 3,67 x cadangan karbon. -
Korelasi cadangan karbon dengan struktur komunitas vegetasi Kerapatan, luas bidang dasar, dan keanekaragaman jenis menggambarkan
struktur dari sebuah tegakan. Dalam penelitian ini juga akan dianalisis korelasi parameter
– parameter tersebut dengan cadangan karbon yang tersimpan pada tegakan tersebut.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Umum Wilayah Penelitian 4.1.1 Letak Geografis dan Administratif
DAS Kali Bekasi bagian hulu terletak pada koordinat geografis 106°49’0” BT sampai 107°07’0” BT dan 06°26’0” LS sampai 06°41’0” LS. Luas wilayah
hulu DAS Kali Bekasi berdasarkan hasil interpretasi citra adalah seluas 46.210 ha dan terletak pada kisaran ketinggian 50 sampai 1.662 m dpl Gambar 8.
Gambar 8. Peta elevasi Hulu DAS Kali Bekasi Sebagian besar wilayah yang termasuk ke dalam DAS Kali Bekasi bagian
hulu secara administratif berada dalam wilayah pemerintahan kabupaten Bogor yang terdiri dari sepuluh kecamatan yaitu kecamatan Megamendung, Sukaraja,
Babakan Madang, Sukamakmur, Jonggol, Cileungsi, Klapanunggal, Gunung Putri, Citeureup, dan Cibinong.
4.1.2 Iklim
Kondisi iklim di kawasan hulu DAS Kali Bekasi menurut sistem klasifikasi Schmidt dan Ferguson sebagian besar termasuk ke dalam tipe iklim tropis A yaitu
tipe iklim sangat basah untuk wilayah di bagian barat hulu DAS, sedangkan wilayah bagian timur memiliki tipe iklim B atau basah. Lokasi studi di wilayah
DAS hulu bagian atas, tengah, dan bawah ketiganya berada di lokasi dengan tipe iklim A atau sangat basah.
Berdasarkan data BMKG Stasiun Klimatologi Darmaga – Bogor, curah
hujan rata-rata bulanan lokasi penelitian menurut dua stasiun klimatologi terdekat selama periode 2005 sampai 2009 adalah sebesar 339,94 mmtahun. Curah hujan
terendah rata-rata terjadi pada bulan Juli 138,30 mm sedangkan curah hujan tertinggi rata-rata terjadi pada bulan Januari 504,80 mm. Bulan basah curah
hujan 100 mm terjadi hampir sepanjang tahun dalam periode tahun tersebut kecuali pada periode bulan Juli sampai September 2006 49 mm, 16 mm, 33 mm
dan Mei sampai Agustus 2008 75 mm, 75 mm, 15 mm, 21 mm untuk pencatatan di Stasiun Bendung Cibongas Babakan Madang. Sedangkan bulan kering
menurut pencatatan Stasiun Ciriung Cibinong terjadi pada periode Juni sampai Oktober 2006 75 mm, 75 mm, 15 mm, 21 mm, 90 mm dan periode Juni sampai
Juli 2008 82 mm dan 25 mm.
4.1.3 Tanah
Jenis-jenis tanah yang terdapat di Hulu DAS Kali Bekasi meliputi jenis tanah asosiasi glei humus rendah dan aluvial kelabu, asosiasi latosol merah latosol
coklat kemerahan dan latosol, asosiasi podsolik kuning hidromorf kelabu, kompleks grumosol regosol dan mediteran, kompleks latosol merah kekuningan
latosol coklat, komplek podsolik merah kekuningan podsolik kuning, dan komplek resina litosol dan brown forest soil, sedangkan yang menjadi lokasi
pengamatan dalam studi ini memiliki jenis tanah berupa kompleks latosol merah kekuningan latosol coklat, dimana jenis tanah ini merupakan jenis yang
mendominasi wilayah Hulu DAS Kali Bekasi yaitu sekitar 36 dari luas wilayah BPDAS Citarum-Ciliwung, 2009.
4.1.4 Topografi
Wilayah DAS Kali Bekasi bagian hulu memiliki bentuk topografi yang bervariasi mulai dari bentuk datar 0-8, landai 8-15, bergelombang 15-
25, curam 25-40, sampai sangat curam 40 BPDAS Citarum- Ciliwung, 2009. Secara umum, bentuk topografi di hulu DAS Kali Bekasi
didominasi oleh bentuk datar, yaitu seluas 54,10 dari luas wilayah. Lokasi pengamatan hulu DAS bagian atas berada pada wilayah dengan bentuk topografi
sangat curam hingga curam, sedangkan pada lokasi pengamatan hulu DAS bagian tengah dan bawah mempunyai bentuk topografi datar hingga landai.
4.1.5 Hidrologi
Kondisi tata air di wilayah hulu DAS Kali Bekasi dibentuk dari beberapa aliran sungai yang mengalir dari anak-anak sungai yang selanjutnya bergabung
dalam suatu tangkapan sungai utama yaitu sungai Kali Bekasi. Adapun sungai sungai maupun anak-anak sungai yang terdapat di bagian hulu DAS dan kemudian
mengalirkan airnya menuju bagian hilir adalah sebanyak 41 sungai besar dan kecil. Sungai-sungai tersebut antara lain sungai Ciateul, Cibadak, Cibaren, Cibaran,
Cibarengkok, Cibatu, Cibinong, Cibodas, Cibago, Cicadas, Cihaur, Ciherang, Cijanggel, Cijayanti, Cijere, Cikarang, Cikeas, Cikeruh, Cilandak, Cileungsi,
Cimalaya, Cimandala, Cipancar, Cipandan, Ciparigi, Cipatujah, Cireundeu, Ciseupan, Ciseuseupan, Ciseyah, Citaringgul, Citatah, Citeureup, Ciukuy, Kali
Kiuntang, Kali Demang, Situ Tunggilis, Situ Cibuntu, Situ Citatah, dan Situ Gedong BPDAS Citarum-Ciliwung, 2009. Seluruhnya sungai dan anak sungai
ini nantinya bermuara pada Kali Bekasi. Lokasi pengamatan hulu DAS bagian atas berada di sekitar sungai Cimandala, sedangkan lokasi pengamatan hulu DAS
bagian tengah berada di sekitar sungai Cipancar. Untuk lokasi pengamatan hulu DAS bagian bawah berada di sekitar sungai Citaringgul. Ketiga sungai ini
kemudian menuju ke sungai Citeureup dan pada akhirnya menyatu menuju sungai Kali Bekasi.
4.1.6 Sosial Ekonomi
Berdasarkan data KabupatenKota dalam angka tahun 2009, jumlah penduduk di kawasan hulu DAS Kali Bekasi pada tahun 2008 adalah sebanyak
1.928.138 jiwa dengan mata pencaharian sebagai petani adalah sebanyak 13,33. Jenis pekerjaan lain yang menjadi mata pencaharian penduduk di Hulu DAS Kali
Bekasi adalah pedagang, PNSABRI, buruh tani, industri kecil, tukang kayubatu, nelayan, angkutan, ternak dan lain-lain. Tingkat pendidikan penduduk di hulu
DAS Kali Bekasi didominasi oleh tingkat pendidikan SD, yaitu terdapat di Kecamatan Megamendung, Kecamatan Sukaraja, Kecamatan Jonggol, Kecamatan
Kalapa Nunggal, Kecamatan Gunung Putri, dan Kecamatan Citeureup. Sedangkan Di Kecamatan Cileungsi, Kecamatan Cibinong, Kecamatan Cimanggis, dan
Kecamatan Cibarusah tingkat pencapaian pendidikannya sudah mencapai tingkat SLTP. Di Kecamatan Gunung Putri merupakan kecamatan dengan tingkat
pendidikan penduduk tamat perguruan tinggiakademi tertinggi yaitu sebesar
7,89 dibandingkan kecamatan lainnya. 4.2 Struktur Tegakan dan Keanekaragaman Jenis
4.2.1 Hutan Pinus
Hutan pinus di wilayah hulu DAS Kali Bekasi berada di kawasan Taman Wisata Alam TWA Gunung Pancar. Secara administrasi kawasan TWA Gunung
Pancar seluas 447,5 ha, yang terdiri dari hutan pinus dan hutan alam. Kawasan ini sebelumnya merupakan berstatus Hutan Produksi dengan jenis tanaman Pinus
merkusii yang ditanam pada tahun 1978 Lisnawati, 1993, namun sejak tahun 1988 dirubah statusnya menjadi hutan wisata. Perubahan status ini tentu saja
berimplikasi terhadap karakteristik tegakan yang ada. Sebelumnya sebagai hutan tanaman memiliki karakteristik seumur, tetap, teratur dan ekologi relatif sederhana
telah mengalami perubahan dengan munculnya regenerasi alami. Kondisi tegakan pinus saat ini dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Tegakan pinus di TWA Gunung Pancar Perubahan status kawasan menjadi TWA berdampak pada tidak adanya
kegiatan pemanenan dan pemeliharaan sehingga mempengaruhi struktur tegakan yang ada. Saat ini tegakan pinus memiliki diameter 18,1
– 41,7 cm dan tinggi ± 35 m, dengan kerapatan 727 pohonha dan luas bidang dasar sebesar 50,16 m
2
ha Tabel 5.
Tabel 5. Kerapatan K dan luas bidang dasar LBDS tegakan pinus pada tiap kelas diameter KD di Hulu DAS Kali Bekasi
KD cm K indha
LBDS m
2
ha 10-19,9
20 0,56
20-29,9 397
20,18 30-39,9
290 26,80
40 20
2,62 Total
727 50,16
Berdasarkan Tabel 5 dan Gambar 10 menunjukkan bahwa tegakan Pinus di TWA Gunung Pancar memiliki sebaran normal yang didominasi oleh tegakan
berdiameter 20-40 cm. Pada hutan seumur mempunyai karakteristik struktur tegakan membentuk kurva sebaran normal Davis Johnson, 1987. Kerapatan
dan luas bidang dasar tegakan pada Tabel 5 merupakan parameter yang sangat penting untuk pendugaan cadangan karbon.
Gambar 10. Kerapatan tegakan hutan pinus di Hulu DAS Kali Bekasi Kondisi tumbuhan bawah tegakan Pinus di TWA Gunung Pancar lebat
dengan jenis tumbuhan bawah yang mendominasi adalah jenis tepus Hornstedtia megalochelius Ridley, honje Etlingera elatoir Jack R.M. Smith, kirinyuh
Eupatorium inulifolium Kunth, saliara Lantana camara L., paku rane Selaginella doederleinii Hieron, babandotan Ageratum conizoides L., jukut
pait Axonopus compressus Sw. Beauv., kakawatan Cynodon dactylon L. Pers., paku rasam Gleichenia linearis Burm. f. C. B, harendong Melastoma
malabathricum L., mikania Mikania micrantha Kunth, putri malu Mimosa pudica Duchass. Walp.
4.2.2 Hutan Alam
Hutan Alam merupakan salah satu penyusun kawasan TWA Gunung Pancar dengan luasan yang tidak terlalu luas dibandingkan hutan pinus mengingat
kawasan ini sebelumnya berfungsi sebagai hutan produksi Gambar 11.
Gambar 11. Tegakan di hutan alam TWA Gn. Pancar
100 200
300 400
500
10-19.9 20-29.9
30-39.9 40
K er
a pa
ta n
ind ha
Kelas Diameter cm
Berdasarkan hasil survei menunjukkan sangat sedikit dijumpai tegakan pohon tetapi masih terdapat beberapa pohon penting yang pada umumnya
dijumpai di hutan pegunungan jawa barat seperti Nangsi Villebrunea rubescens Blume, Jirak Symplocos fasciculata Zoll., Ki Haji Dysoxylum macrocarpum
Blume, Ki Leho Saurauaia bracteosa DC, Mareme Glochidion borneense Mull. Arg. Boerl.. Studi yang dilakukan oleh Arrijani, et al. 2006 juga
menginformasikan ditemukannya jenis-jenis tersebut di hulu DAS Cianjur. Pada lokasi pengamatan ditemukan 22 jenis spesies yang tergolong ke dalam 18 famili
Tabel 6. Tabel 6. Jenis vegetasi yang ditemukan di hutan alam TWA Gn. Pancar
No Nama Daerah
Nama Ilmiah Family
1 Ki dage Bruinsmia styracoides Boerl. et Kds
Styracaceae 2 Jirak
Symplocos fasciculata Zoll. Symplocaceae
3 Ki haji Dysoxylum macrocarpum Blume
Meliaceae 4 Ki wates
Eurya acuminata DC. Ternstroemiaceae
5 Ki leho Saurauaia bracteosa DC.
Actinidiaceae 6 Manggu leuweung
Garcinia celebica L. Clusiaceae
7 Ki seurem petang Decaspermum fruticosum Forst
Myrtaceae 8 Kokopian
Morinda tomentosa Heyne Rubiaceae
9 Kapinango Dysoxylum densiflorum Miq.
Meliaceae 10 Lame
Alstonia scholaris L. R. Br. Apocynaceae
11 Nangsi Villebrunea rubescens Blume
Urticaceae 12 Harendong badak
Astronia macrophylla Blume Melastomataceae
13 Pulus Laportea stimulans Miq.
Urticaceae 14 Randu leuwueng
Bombax valetonii Hochr Bombaceae
15 Seuseureuhan Piper aduncum L.
Piperaceae 16 Pasang batu
Lithocarpus pseudomoluccus Blume Rehder Fagaceae
17 Ki ara Ficus calophylla Blume
Moraceae 18 Rasamala
Altingia excelsa Noronha Hamamelidaceae
19 Huru Actinodaphne procera Nees
Lauraceae 20 Cangcaratan
Neonauclea lanceolata Blume Merr. Rubiaceae
21 Mareme Glochidion borneense Mull. Arg. Boerl.
Euphorbiaceae 22 Ki Walen
Ficus ribes Reinw. Moraceae
Beberapa jenis vegetasi yang dijumpai selain kayunya bermanfaat untuk kontruksi juga bermanfaat sebagai bahan obat tradisional. Selain daun mudanya
buat lalap, cairan yang berasal dari batang pohon Nangsi dapat diminum untuk mengobati susah buang air kecil dan mata bengkak. Getah batang Seuseureuhan
berkhasiat sebagai obat bisul dan obat luka baru serta beberapa jenis vegetasi lain juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat tradisional, beberapa jenis tersebut
yaitu Jirak S. fasciculata, Ki Wates E. acuminata, Ki Leho S. bracteosa,
Lame A. scholaris, Harendong badak A. macrophylla, Ki Walen F. ribes dan Rasamala A. excelsa.
Bentuk struktur tegakan horizontal untuk tegakan hutan sekunder menyerupai huruf J-terbalik eksponensial negatif Gambar 12, bentuk struktur
tegakan seperti ini lazim ditemukan pada tegakan hutan tidak seumur atau hutan alam Davis Johnson, 1987.
Gambar 12. Kerapatan tegakan pada berbagai tingkat pertumbuhan Hutan Alam di TWA Gn. Pancar
Secara umum Gambar 12 menunjukkan bahwa vegetasi pada tingkat semai dan pancang diameter 10 cm yang menyusun tegakan tersebut lebih rapat
dibandingkan vegetasi pada tingkat pertumbuhan tiang dan pohon diameter 10 cm. Tabel 7 berikut dapat membantu memperjelas struktur horisontal tegakan
hutan alam yang ada di TWA Gunung Pancar. Tabel 7. Kerapatan, diameter rata-rata dan luas bidang dasar tegakan Hutan
Alam TWA Gunung Pancar pada tiap tingkat pertumbuhan Tingkat
pertumbuhan Kerapatan
indha Diameter
rata-rata cm Luas Bidang
Dasar m
2
ha Pancang
1.360 5,21
3,27 Tiang
60 15,50
1,14 Pohon
80 37,59
10,36 Total
1.500 19,43
14,77 Tegakan dengan diameter rata-rata 5,21 cm jumlahnya lebih banyak
dibandingkan pohon yang berdiameter besar, menutupi 3,27 m
2
areal tiap ha.
2000 4000
6000 8000
10000
semai pancang
tiang pohon
K er
a pa
ta n
ind ha
Struktur Tegakan
Pohon dengan rata-rata diameter 37,59 cm mempunyai luas bidang dasar yang besar dibandingkan pohon-pohon berdiameter kecil, 10,36 m
2
. Indeks nilai penting Tabel 8 merupakan hasil penjumlahan nilai relatif
ketiga parameter kerapatan, frekwensi dan dominasi yang telah diukur sebelumnya. Nilai INP tertinggi pada tingkat semai ditemukan pada jenis Morinda
tomentosa INP=59,03, tingkat pancang pada jenis Laportea stimulans INP=155,76, tingkat tiang pada jenis Decaspermum fruticosum INP=97,63
dan pada tingkat pohon adalah jenis Decaspermum fruticosum INP=56,55.
Tabel 8. Jenis Vegetasi dengan INP Tertinggi pada tiap Tingkat Pertumbuhan di Lokasi Pengamatan Hutan Alam TWA Gn. Pancar
Tingkat Pertumbuhan
Jenis Vegetasi INP
Semai Morinda tomentosa
Astronia macrophylla Laportea stimulans
Piper aduncum 59,03
42,58 42,58
36,13
Pancang Laportea stimulans
Astronia macrophylla Piper aduncum
Bruinsmia styracoides Decaspermum fruticosum
155,76 43,36
35,70 25,98
23,24
Tiang Decaspermum fruticosum
Laportea stimulan Saurauaia bracteosa
Lithocarpus pseudomoluccus 97,63
94,03 54,17
54,17
Pohon Decaspermum fruticosum
Dysoxylum densiflorum Garcinia celebica
Symplocos fasciculata Dysoxylum macrocarpum
Bombax valetonii 56,55
37,34 31,57
31,50 29,11
24,54
Menurut Sundarapandian Swamy 2000, indeks nilai penting merupakan salah satu parameter yang dapat memberikan gambaran tentang
peranan jenis yang bersangkutan dalam komunitasnya atau pada lokasi penelitian. Decaspermum fruticosum Ki seurem petang secara konsisten mempunyai nilai
INP tinggi pada tingkat pancang, tiang dan pohon, begitu juga dengan Laportea stimulans pulus yaitu pada tingkat semai, pancang dan tiang. Sehingga kedua
jenis tersebut selanjutnya disebut sebagai jenis yang dominan dalam kawasan hutan alam TWA Gunung Pancar. Kemampuan keduanya dalam menempati
sebagian besar lokasi penelitian menunjukkan bahwa keduanya memiliki kemampuan beradaptasi dengan kondisi lingkungan pada wilayah penelitian.
Berdasarkan INP seluruh jenis selanjutnya dihitung indeks kekayaan jenis R, Shannon indeks H
’ dan indeks dominansi C. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 9. Vegetasi tingkat pohon mempunyai nilai indeksi kekayaan
jenis dan indeks diversitas yang paling tinggi dibanding tingkat vegetasi lainnya, hal ini menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis vegetasi pada tingkat pohon
lebih tinggi dibanding tingkat vegetasi lainnya. Meskipun demikian nilai indeks diversitas 2,48 adalah rendah jika dibandingkan nilai indeks diversitas hulu DAS
Cianjur hasil study Arrijani, et al. 2006 yang mencapai 3,38. Nilai indeks dominansi di lokasi penelitian yang kecil menunjukkan bahwa wilayah tersebut
tidak didominasi oleh satu spesies. Tabel 9. Indeks kekayaan j
enis R, indeks diversitas H’ Shannon dan indeks dominansi C pada berbagai tingkat pertumbuhan di lokasi
pengamatan Hutan Alam TWA Gn. Pancar
Tingkat Pertumbuhan
R H’
C Semai
1,16 1,56
0,22 Pancang
1,42 1,44
0,32 Tiang
1,67 1,35
0,27 Pohon
4,04 2,48
0,10
4.2.3 Agroforestri Kopi Agroforestri kopi di hulu DAS Kali Bekasi dapat dijumpai juga pada
kawasan TWA Gunung Pancar, khususnya pada Gunung Pancar bagian lereng bawah yang berdekatan dengan kampung Cimandala. Pada tipe ini dijumpai
beberapa jenis vegetasi yang menyusun tegakan tersebut selain kopi Coffea sp. yaitu : pisang Musa sp., picung Pangium edule Reinw., durian Durio
zibethinus Murr., kemiri Aleurites moluccana Willd., dan nangka Artocarpus heterophyllus Lamk.. Secara vertikal, tipe agroforestri ini hanya terdiri dari dua
strata yaitu strata bawah berupa tanaman kopi Coffea sp. dan pisang Musa sp.
serta strata atas berupa pohon picung P. edule, nangka A. heterophyllus, durian D. zibethinus dan kemiri A. moluccana Gambar 13.
Gambar 13. Ilustrasi struktur vertikal agroforestri kopi di Hulu DAS Kali Bekasi Gambaran komposisi jenis dapat dilihat pada Gambar 14. Kopi Coffea sp.
merupakan tanaman pokok karena 68 vegetasi yang ada berupa kopi dan berikutnya pisang Musa sp. 16, sisanya berupa tanaman keras yang dapat
dimanfaatkan buah serta kayunya yaitu picung P. edule, nangka A. heterophyllus, durian D. zibethinus dan kemiri A. moluccana. Picung
P. edule meskipun jumlahnya sedikit dibanding kopi Coffea sp. namun menutupi hampir 5,12 m
2
ha areal yang ada, hal ini disebabkan picung P. edule berupa pohon-pohon yang berdiameter besar.
Picung, Nangka,
Durian, Kemiri
Kopi, Pisang
690 mdpl
8 17
133 258
417 1800
500 1000
1500 2000
Nangka Kemiri
Duren Picung
Pisang Kopi
Kerapatan indha
Gambar 14. Kerapatan indha jenis penyusun tegakan agroforestri kopi di Hulu DAS Kali Bekasi
4.2.4 Kebun Bambu
Bambu secara umum ditemukan berada di tepi aliran sungai Hulu DAS Kali Bekasi Gambar 15. Berdasarkan hasil survei di empat lokasi pengamatan yang
mewakili Hulu DAS Kali Bekasi bagian atas, tengah dan bawah serta di wilayah kota ditemukan 6 enam spesies, yaitu bambu andong Gigantochloa
pseudoarundiaceae Steudel Widjaja, bambu tali Gigantochloa apus Bl.Ex Schult.f.Kurz., bambu hitam Gigantochloa atroviolacea Widjaja, bambu
betung Dendrocalamus asper Schult. Backer ex Heyne, bambu ampel hijau Bambusa vulgaris Schrad., dan bambu krisik Bambusa tuldoides Munro.
Gambar 15. Kebun bambu di Hulu Das Kali Bekasi
Bambu secara umum berfungsi sebagai tanaman pagarpembatas dan tanaman pokok pada sistem kebun campuran. Selain bambu juga ditemukan 29 jenis
tanaman lain yang tergolong dalam 18 famili, secara detail distribusi jenis pada masing-masing lokasi pengamatan dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Distribusi jenis ekosistem kebun bambu pada masing-masing lokasi pengamatan di Hulu DAS Kali Bekasi
Jenis Famili
Atas Tengah
Bawah Kota
Bambu 5
3 4
2
Bambu andong
Gigantochloa pseudoarundiaceae Steudel Widjaja
Gramineae
√ √
O O
Bambu Betung
Dendrocalamus asper Schult. Backer ex Heyne
Gramineae
√ O
√ O
Bambu Hijau
Bambusa vulgaris Schrad. Gramineae
√ O
√ √
Bambu hitam
Gigantochloa atroviolacea Widjaja
Gramineae
√ O
O O
Bambu krisik
Bambusa tuldoides Munro Gramineae
O √
O √
Bambu Tali Gigantochloa apus Bl.Ex
Schult. f.Kurz. Gramineae
√ √
√ O
Non Bambu
16 17
11
Alpukat Persea americana Mill
Lauraceae
√ √
√ O
Durian Durio zibethinus Murr.
Malvaceae
O O
√ O
Hanjuang Cordyline fruticosa Goepp.
Liliaceae
√ O
√ O
Jambu air Syzigium aqueum Alston
Myrtaceae
O √
O O
Jambu biji Psidium guajava L.
Myrtaceae
O √
O O
Jeruk Citrus sp. L.
Rutaceae
O √
O O
Kayu Afrika
Maesopsis eminii Engl. Rhamnaceae
√ O
O O
Kecapi Sandoricum koetjape Merrill
Meliaceae
√ O
O O
Kemang Mangifera kemanga Blume
Anacardiaceae
√ O
O O
Ketapang Terminalia cattapa L.
Combretaceae
√ O
O O
Kibangkong Turpinia sphaerocarpa Hassk
Staphylaceae
√ O
O O
Kluih Artocarpus incisa L.
Moraceae
√ √
O O
Kopi Coffea robusta L. Linden.
Rubiaceae
√ √
√ O
Limus Mangifera foetida Lour.
Anacardiaceae
O √
√ O
Macaranga Macaranga sp.
Euphorbiaceae
O O
√ O
Mahoni Swietenia mahagony Jacq.
Meliaceae
√ √
O O
Mangga Mangifera indica Blume
Anacardiaceae
O √
O O
Mindi Melia azedarach L.
Meliaceae
O √
√ O
Nangka Artocarpus heterophyllus Lamk.
Moraceae
O √
√ O
Pete Parkia speciosa Hassk.
Leguminosae
√ O
O O
Pisang Musa spp.
Musaceae
√ √
√ O
Rambutan Nephelium lappaceum L.
Sapindaceae
√ √
√ O
Randu Ceiba pentandra Gaertn.
Malvaceae
O √
O O
Salam Syzygium polyanthum Miq.
Myrtaceae
√ O
O O
Sengon Paraserianthes falcataria L. I.
Nielsen Leguminosae
O √
O O
Sirsak Annona muricata L.
Annonaceae
√ √
O O
Sukun Artocarpur altilis Parkinson
Fosberg Moraceae
O √
O O
Teh Camellia sinensis L
Ternstroemiaceae
√ O
O O
Waru lengis Hibiscus tiliaceus L.
Sterculiaceae
O O
√ O
Keterangan : √ ditemukan pada lokasi, o tidak ditemukan pada lokasi
Jenis bambu paling banyak ditemukan di Hulu DAS Kali Bekasi bagian atas, yaitu 5 jenis yang terdiri dari bambu andong, bambu betung, bambu hitam, bambu
hijau dan bambu tali, selain bambu juga ditemukan beberapa jenis tanaman lain. Hulu DAS Kali Bekasi bagian tengah memiliki tingkat diversitas
H’ yang paling tinggi dibandingkan lokasi lainnya namun memiliki tingkat dominasi C yang
paling rendah, dimana ditemukan lebih banyak jenis selain jenis bambu. Hal ini menggambarkan bahwa kebun bambu di Hulu DAS Kali Bekasi bagian tengah
memiliki struktur bambu dengan kerapatan rendah dicampur dengan banyak jenis tanaman selain bambu dan tidak didominasi oleh salah satu jenis tanaman selain
bambu. Perbandingan tingkat keragaman jenis pada empat lokasi pengamatan yang mewakili ketinggian tempat di hulu DAS Kali Bekasi dapat dilihat pada
Tabel 11. Tabel 11. Indeks kekayaan jenis R, ind
eks diversitas H’ Shannon dan indeks dominansi C pada lokasi pengamatan Kebun Bambu di
Hulu DAS Kali Bekasi
Lokasi R
H’ C
Atas 3,05
2,02 0,27
Tengah 3,01
2,28 0,15
Bawah 1,98
1,17 0,57
Wilayah Kota 0,15
0,63 0,57
Jenis bambu tali ditemukan mendominasi pada tiga lokasi pengamatan Hulu DAS Kali Bekasi bagian atas, tengah dan bawah, sedangkan di wilayah
kotapemukiman modern jenis bambu didominasi oleh jenis krisik yang difungsikan sebagai pagar pembatas. Bambu di wilayah perdesaan Hulu DAS Kali
Bekasi bagian atas, tengah dan bawah difungsikan sebagai tanaman kebun campuran yang dikombinasikan dengan jenis tanaman lain, seperti pisang, mahoni,
sengon, rambutan. Secara detail dominasi jenis pada masing-masing lokasi pengamatan dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Jenis vegetasi dengan INP tertinggi pada masing-masing lokasi pengamatan kebun bambu
Lokasi Pengamatan Jenis Vegetasi
INP Atas
Gigantochloa apus Gigantochloa pseudoarundiaceae
Musa spp. Swietenia mahagony
147,55 35,56
20,14 12,38
Tengah Musa spp.
Gigantochloa apus Gigantochloa pseudoarundiaceae
Bambusa tuldoides Nephelium lappaceum
76,77 56,98
50,69 24,69
21,03
Bawah Gigantochloa apus
Dendrocalamus asper Musa spp.
Bambusa vulgaris Macaranga spp.
195,55 62,25
9,85 9,77
5,92 Wilayah Kota
Bambusa tuldoides Bambusa vulgaris
204,33 95,67
Kondisi rata-rata dimensi tegakan yang menggambarkan struktur horisontal suatu tegakan pada ekosistem kebun bambu dapat dilihat pada Tabel 13. Struktur
horisontal hutan bambu di Hulu DAS Kali Bekasi bagian atas kurang lebih sama dengan hutan bambu di bagian bawah, dimana bambu mendominasi areal tersebut
dengan diameter rata-rata 6,16 cm di bagian bawah dan 6,26 cm di bagian atas. Tabel 13. Kerapatan, diameter rata-rata dan luas bidang dasar tegakan
ekosistem kebun bambu pada tiap lokasi pengamatan
Lokasi Pengamatan
Kerapatan indha
Diameter rata-rata cm
Luas Bidang Dasar m
2
ha Bambu
Non bambu
Bambu Non
bambu Bambu
Non bambu
Atas 4.373
287 6,26
11,70 14,58
5,38 Tengah
2.620 1.040
5,16 10,35
6,84 12,28
Bawah 4.527
200 6,16
10,70 15,13
2,48 Wilayah Kota
6.560 2,57
3,91
Jenis bambu yang memiliki diameter terbesar adalah jenis bambu betung yang ditemukan di wilayah Hulu DAS Kali Bekasi bagian bawah, yaitu mencapai 16
cm. Bagian Tengah memiliki kebun bambu kurang rapat yang ditunjukkan dengan basal area yang lebih besar pada tanaman non bambu 12,28 m
2
ha, sedangkan di wilayah kota, bambu ditanam sebagai tanaman pagarpembatas yang menutupi
3,91 m
2
ha areal dengan jenis bambu yang berdiameter kecil 2,57 cm.
Tabel 14. menyajikan kondisi rata-rata dimensi tegakan bambu di Hulu DAS Kali Bekasi. Diantara keenam jenis bambu yang dijumpai pada Hulu DAS
Kali Bekasi yang memiliki rata-rata diameter terbesar adalah dari jenis bambu betung dengan diameter rata-rata sebesar 9,27 cm, sedangkan rata-rata diameter
terkecil adalah bambu krisik dengan rata-rata diameter sebesar 2,34 cm. Sedangkan menurut Dransfield Widjaja 1995 tingkat keragaman diameter
Bambu berturut-turut dari yang terbesar hingga yang terkecil adalah bambu betung 8 - 20 cm, bambu hitam 6 - 8 cm, bambu andong 5 - 13 cm, bambu
tali 4 - 13 cm, bambu ampel hijau 4 - 10 cm, dan bambu krisik 3 - 5 cm. Kerapatan sebagai gambaran jumlah individu menunjukkan bahwa jenis bambu
tali merupakan jenis bambu yang paling banyak ditemukan dengan kerapatan 2.272 individuha dan merupakan jenis bambu yang mengokupasi areal paling
besar yaitu menutupi 5,83 m
2
ha areal kebun bambu. Tabel 14. Kerapatan, diameter rata-rata dan luas bidang dasar tegakan
ekosistem kebun bambu pada tiap jenis bambu
Jenis Bambu Kerapatan
indha Rata-rata
Diameter cm Luas Bidang
Dasar m
2
ha Bambu Andong
337 7,72
2,12 Bambu Betung
167 9,27
1,37 Bambu Hijau
404 5,01
0,57 Bambu Hitam
16 6,09
0,05 Bambu Krisik
1.563 2,34
0,71 Bambu Tali
2.272 5,20
5,83
4.2.5 Kebun Campuran
Hasil pengamatan di tiga lokasi kebun campuran di wilayah hulu DAS Kali Bekasi ditemukan 51 jenis vegetasi yang tergolong ke dalam 27 famili. Kebun
campuran di wilayah hulu DAS Kali Bekasi Bagian Bawah memiliki jumlah jenis yang paling banyak 37 jenis dibandingkan dengan kebun campuran di wilayah
hulu DAS Kali Bekasi Bagian Atas 26 jenis dan Tengah 21 jenis. Secara detail distribusi jenis tanaman yang ada di kebun campuran pada masing-masing lokasi
pengamatan dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Distribusi jenis ekosistem kebun campuran pada masing-masing lokasi pengamatan di Hulu DAS Kali Bekasi
Jenis Famili
Atas Tengah
Bawah
1 alkesah
Pouteria campechiana H.B. K Baehni
Sapotaceae o
o √
2 alpukat
Persea americana Mill Lauraceae
o √
√ 3
aren Arenga pinnata Merrill.
Palmae √
o o
4 bisoro
Ficus hispida Linn. Moraceae
√ o
o 5
buah naga Hylocereus polyrhizus
Britton Rose Cactaceae
o √
o 6
cengkeh Syzygium aromaticum L.
Merrill Perry Myrtaceae
o o
√ 7
cherykersen Muntingia calabura L.
Tiliaceae o
√ o
8 diefenbachia
beras tumpah Dieffenbachia sp.
Araceae o
o √
9 duku
Lansium domesticum Jack Meliaceae
√ √
√ 10
durian Durio zibethinus Murr.
Malvaceae √
√ √
11 ficus
Ficus benjamina L. Urticaceae
o o
√ 12
hanjuang Cordyline fruticosa Goepp.
Liliaceae o
o √
13 jambu air
Syzigium aqueum Alston Myrtaceae
o √
√ 14
jambu biji Psidium guajava L.
Myrtaceae o
√ √
15 jati
Tectona grandis Linn. f. Verbenaceae
o √
o 16
jengkol Pithecellobium jiringa Jack
Prain Leguminosae
√ o
√ 17
kayu afrika Maesopsis eminii Engl.
Rhamnaceae √
o √
18 kecapi
Sandoricum koetjape Merrill Meliaceae
√ o
√ 19
kelapa Cocos nucifera L.
Palmae √
√ √
20 kemang
Mangifera kemanga Blume Anacardiaceae
√ o
√ 21
kemiri Aleurites moluccana Willd.
Euphorbiaceae √
o o
22 ki sampang
Evodia aromatica Pers. Lauraceae
√ √
o 23
kokosan Lansium aquaeum Jack
Kosterm. Meliaceae
√ o
o 24
kopi Coffea sp.
Rubiaceae √
√ √
25 kupa gowok
Syzygium polycephalum Miq. Merr. Perry
Myrtaceae √
o √
26 lamepulai
Alstonia scholaris R. Br. Apocynaceae
√ o
o 27
lengkeng Dimocarpus longan Lour.
Sapindaceae o
o √
28 leunca
Solanum nigrum Linn. Solanaceae
o o
√ 29
mahoni Swietenia mahagony Jacq.
Meliaceae √
o o
30 mangga
Mangifera indica Blume Anacardiaceae
o √
√ 31
manggis Garcinia mangostana L.
Clusiaceae √
o √
32 melinjo
Gnetum gnemon L. Gnetaceae
o √
√ 33
mengkudu Morinda citrifolia L.
Rubiaceae o
o √
34 menteng
Baccaurea motleyana Muell. Arg.
Euphorbiaceae √
o √
35 mindi
Melia azedarach L. Meliaceae
√ √
√ 36
nanas Ananas comosus Merrill.
Bromeliaceae o
o √
37 nangka
Artocarpus heterophyllus Lamk.
Moraceae √
√ √
38 pepaya
Carica papaya L. Caricaceae
o o
√ 39
petai cina Leucaena leucocephala
Lam. de Wit. Leguminosae
o o
√ 40
Pete Parkia speciosa Hassk.
Leguminosae √
√ √
41 picung kluwek
Pangium edule Reinw. Bixaceae
√ o
o 42
pinang Areca catechu L.
Palmae o
o √
43 pisang
Musa spp. Musaceae
√ √
√ 44
rambutan Nephelium lappaceum L.
Sapindaceae √
√ √
45 randu
Ceiba pentandra Gaertn. Malvaceae
o o
√ 46
salam Syzygium polyanthum Miq.
Myrtaceae √
o o
47 sawo
Achras zapota L. Sapotaceae
o o
√ 48
sengon Paraserianthes falcataria
L. I. Nielsen Leguminosae
o √
√ 49
singkong Manihot esculenta Crantz.
Euphorbiaceae o
√ √
50 sukun
Artocarpur altilis Parkinson Fosberg
Moraceae o
√ o
51 waru
Hibiscus tiliaceus Linn. Malvaceae
√ o
o JUMLAH
26 21
37 Keterangan :
√ ditemukan pada lokasi, o tidak ditemukan pada lokasi
Beberapa jenis tanaman buah-buahan yang ditemukan di lokasi penelitian masih dapat ditemukan tanaman buah lokal yang mulai jarang dijumpai di pasar
buah, seperti alkesah P. campechiana, kemang M. kemanga, kecapi S. koetjape
,
kokosan L. aquaeum, kupagowok S. polycephalum, manggis G. mangostana, menteng B. motleyana
dan sawo A. zapota. Berdasarkan struktur horisontal dibandingkan wilayah lainnya, kebun campuran di Bagian
Bawah memiliki kondisi tegakan yang lebih rapat dengan rata-rata diameter 15,37 cm dan luas bidang dasar seluas 29,44 m
2
ha. Semakin tinggi lokasi kebun campuran mempunyai luas bidang dasar yang semakin kecil. Rata-rata dimensi
tegakan yang menggambarkan struktur horisontal suatu tegakan dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Kerapatan, diameter rata-rata dan luas bidang dasar tegakan kebun campuran pada tiap lokasi pengamatan di Hulu DAS Kali Bekasi
Lokasi Tingkat
pertumbuhan Kerapatan
indha Diameter rata-
rata cm Luas Bidang
Dasar m
2
ha Semai
Pancang 4.688
900 -
5,02 -
2,20 Atas
Tiang 325
12,83 4,37
Pohon Total
103 6.016
31,24 -
9,78 16,35
Semai Pancang
17.857 2.457
- 5,13
- 6,49
Tengah Tiang
543 14,17
8,80 Pohon
Total 186
21.043 24,37
- 9,26
24,55 Semai
Pancang 4.444
2.889 -
3,79 -
4,95 Bawah
Tiang 589
14,43 9,94
Pohon Total
222 8.144
27,89 -
14,55 29,44
Kebun campuran merupakan salah satu bentuk agroforestri yang dikembangkan oleh masyarakat di wilayah hulu DAS Kali Bekasi. Kombinasi
tanaman pangan cash crop pisang, singkong, leunca, nanas dan pandan, buah- buahan sawo, durian, menteng, jambu, alpukat dan kayu mahoni, kayu afrika,
mindi membentuk sebuah ekosistem kebun campuran. Kombinasi yang menarik ditemukan di wilayah Hulu DAS Kali Bekasi bagian atas, secara umum terdapat
tiga strata vertikal, yaitu strata bawah sebagai penutup tanah ditanam jenis
500 1000
1500 2000
2500 3000
pancang tiang
pohon
K er
a pa
ta n
ind ha
tanaman pandan, strata tengah dimanfaatkan untuk tanaman pertanian seperti pisang, singkong, kopi sedangkan strata atas berupa tanaman buah-buahan seperti
durian, menteng, kupa, picung serta tanaman kayu seperti mahoni, mindi dan kayu afrika Gambar 16.
Gambar 16. Kebun campuran di Cimandala Bentuk struktur tegakan horisontal kebun campuran cenderung mengarah
mendekati bentuk struktur tegakan yang lazim ditemukan pada tegakan hutan tidak seumur atau hutan alam, yaitu sebaran huruf J-terbalik eksponensial
negatif. Secara matematik dinyatakan dalam persamaan N=ke
–aD
Davis Johnson, 1987, dimana : N = menyatakan kerapatanjumlah pohon per hektar, D
= diameter pohon rata-rata titik tengah kelas diameter tertentu, k dan a = masing-masing merupakan parameter yang menyatakan titik potong kurva J-
terbalik pada saat D = 0 dan laju pengurangan jumlah pohon dengan meningkatnya diameter rata-rata tegakan Gambar 17.
Gambar 17. Kerapatan tegakan kebun campuran di Hulu DAS Kali Bekasi
Berdasarkan rata-rata struktur horizontal tegakan pada Gambar 17 tersebut menunjukkan bahwa tegakan tingkat pancang yang menyusun kebun campuran
cenderung lebih rapat dibandingkan dengan tiang dan pohon. Struktur horisontal tegakan kebun campuran di Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Tengah dan Bagian
Bawah mempunyai bentuk yang hampir sama, dimana cenderung memiliki tegakan berukuran kecil pancang yang lebih banyak dibandingkan Bagian Atas.
Hal ini dapat dijelaskan karena kemungkinan kebun campuran di Bagian Tengah dan Bawah tidak dikelola secara intensif dengan membiarkan banyaknya
permudaan alami, termasuk tunas trubusan yang tumbuh menjadi pancang atau juga petani berusaha mengoptimalkan ruang tumbuh yang tersedia dengan cara
menanam berbagai jenis tanaman. Secara umum, pisang Musa spp. merupakan salah satu komoditi utama
tanaman pertanian selain kopi Coffea sp. dan singkong M. esculenta yang menyusun tegakan campuran di Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Atas, Tengah
maupun Bawah. Tanaman pertanian umumnya berada di strata bawah sedangkan strata atas di dominasi tanaman buah-buahan dan kayu. Pohon picung P. edule,
durian D. zibethinus dan kokosan L. aquaeum merupakan pohon buah yang mendominasi di Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Atas, sedangkan di Bagian
Tengah di dominasi oleh mangga M. indica dan rambutan N. lappaceum. Menteng B. motleyana dan kecapi S. koetjape merupakan pohon buah yang
ditemukan mendominasi di Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Bawah selain rambutan N. lappaceum. Tanaman kayu yang mendominasi kebun campuran pada Hulu
DAS Kali Bekasi Bagian Atas adalah mindi M. azedarach, kayu afrika M. eminii dan Ki sampang E. aromatica, Bagian Bawah didominasi kayu afrika M.
eminii, sedangkan di Bagian Tengah adalah sengon P. falcataria. Secara detail jenis vegetasi dengan INP tertinggi yang menggambarkan peranan jenis tersebut
pada lokasi pengamatan dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Jenis vegetasi dengan INP tertinggi pada tiap tingkat pertumbuhan kebun campuran di Hulu DAS Kali Bekasi
Lokasi Tingkat
Pertumbuhan Jenis Vegetasi
INP Atas
Semai Lansium domesticum
Mangifera kemanga Musa spp.
81,90 27,62
27,62 Pancang
Musa spp. Lansium domesticum
Pangium edule Melia azedarach
Maesopsis eminii 46,52
36,21 34,72
32,47 30,42
Tiang Musa spp.
Maesopsis eminii Evodia aromatica
Lansium aquaeum 117,47
31,26 23,42
22,94 Pohon
Pangium edule Durio zibethinus
Musa spp. Lansium aquaeum
Evodia aromatica 84,93
34,21 28,92
25,71 21,86
Tengah Semai
Coffea sp. Paraserianthes falcataria
72,67 32,67
Pancang Musa spp.
Paraserianthes falcataria Manihot esculenta
Mangifera indica 124,00
41,35 24,77
24,30 Tiang
Musa spp. Paraserianthes falcataria
Nephelium lappaceum 147,65
71,06 34,20
Pohon Paraserianthes falcataria
Nephelium lappaceum Musa spp.
Cocos nucifera 70,29
64,23 49,41
40,36
Bawah Semai
Nephelium lappaceum Musa spp.
Coffea sp. 37,50
37,50 25,00
Pancang Musa spp.
Nephelium lappaceum Coffea sp.
Manihot esculenta Maesopsis eminii
Melia azedarach 82,14
28,77 24,77
23,22 23,11
23,02
Tiang Musa spp.
Nephelium lappaceum Durio zibethinus
Gnetum gnemon Maesopsis eminii
123,77 27,10
22,47 21,61
20,89
Pohon Musa spp.
Baccaurea motleyana Nephelium lappaceum
Maesopsis eminii Durio zibethinus
Sandoricum koetjape 40,98
40,36 37,91
32,28 25,07
22,72
Tegakan kebun campuran pada tingkat pohon memiliki kekayaan jenis R dan keanekaragaman jenis H’ yang tinggi dibandingkan tingkat pertumbuhan
lainnya, namun sebaliknya memiliki tingkat dominasi jenis C yang rendah Tabel 18. Hal ini dapat dijelaskan bahwa para petani mengkombinasikan banyak
jenis tanaman pada strata atas pohon tetapi jumlah yang ditanam jumlahnya lebih sedikit dibandingkan tanaman yang berdiameter kecil, sehingga pada tingkat
pohon dominasi suatu jenis adalah rendah. Kebun campuran di hulu DAS Kali Bekasi Bagian Atas cenderung memiliki indeks kekayaan jenis R yang lebih
tinggi 4,29 dibanding hulu DAS Kali Bekasi bagian Tengah dan Bawah. Tabel 18. Indeks kekayaan jenis R, indeks d
iversitas H’ Shannon dan Indeks dominansi C pada lokasi pengamatan kebun campuran di Hulu
DAS Kali Bekasi
Lokasi Tingkat
Pertumbuhan R
H’ C
Atas semai
1,85 1,62 0,24 pancang
3,46 2,34 0,10 tiang
3,38 2,09 0,19 pohon
4,29 2,43 0,13 Tengah
semai 2,30 2,00 0,19
pancang 2,92 1,99 0,21
tiang 1,65 1,44 0,32
pohon 2,78 2,09 0,15
Bawah semai
3,61 2,27 0,12 pancang
4,07 2,49 0,12 tiang
2,77 2,04 0,21 pohon
3,88 2,70 0,09
4.2.6 Pekarangan
Pekarangan merupakan salah satu tipe agroforestri yang ada di Indonesia, pekarangan juga merupakan kebun campuran tetapi pada umumnya berada di
sekitar rumah pada posisi bagian depan, belakang, samping kanan atau samping kiri tergantung ketersediaan areal serta pada umumnya disertai pagar pembatas
yag jelas. Kondisi inilah yang membedakan antara kebun campuran dan pekarangan, selain itu fungsi antara kebun campuran dan pekarangan terdapat
sedikit perbedaan, kebun campuran pada umumnya difungsikan untuk tujuan produktivitas sedangkan pekarangan selain kadang memiliki fungsi produktivitas
juga mempunyai fungsi untuk keindahan dan kenyamanan tinggal.
Luas pekarangan sangat beragam, menurut Arifin et al. 2006 luas pekarangan dapat diklasifikasikan dalam 4 kelas, yaitu: pekarangan sempit 200
m
2
, pekarangan sedang 200-500 m
2
, pekarangan besar 500-1.000 m
2
, dan pekarangan sangat besar 1.000 m
2
. Berdasarkan hasil pengamatan ditemukan bahwa luas pekarangan di lokasi penelitian berbeda-beda mulai dari 0 m
2
tidak berpekarangan sampai lebih dari 1.000 m
2
. Ilustrasi pekarangan di Hulu DAS Kali Bekasi dapat dilihat pada Gambar 18.
Gambar 18. Pekarangan di Hulu Das Kali Bekasi Rata-rata dimensi luas pekarangan yang menjadi contoh penelitian di
wilayah hulu DAS Kali Bekasi dapat dilihat pada Tabel 19. Sebagian besar rumah di wilayah Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Atas memiliki pekarangan dengan rata-
rata luas pekarangan 277,14 m
2
, sedangkan di Bagian Tengah, luas pekarangan yang dimiliki oleh penduduk mengalami keterbatasan karena semakin
berkurangnya lahan yang dimiliki. Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Bawah memiliki kondisi luas pekarangan yang hampir sama dengan Bagian Tengah,
meskipun demikian di Bagian Bawah masih terdapat beberapa penduduk yang memiliki areal pekarangan yang luas. Sentul City sebagai salah satu bentuk
pemukiman modern di wilayah kota, hampir tiap rumah memiliki pekarangan dengan luas yang beragam dari 46,5 m
2
sampai dengan 2.750,6 m
2
. Berdasarkan hasil pengamatan vegetasi dengan tinggi diatas 1.3 m pada pekarangan ditemukan
92 jenis tanaman yang tergolong ke dalam 37 famili. Tabel 19 menunjukkan bahwa Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Atas memiliki rata-rata jumlah jenis yang
ditemukan pada tiap pekarangan paling tinggi, yaitu 10 jenis 3-20 jenispekarangan.
Tabel 19. Dimensi luas pekarangan contoh m
2
dan rata-rata jumlah jenis tiap pekarangan jenispekarangan
Lokasi Luas
Minimum Luas
Maksimum Luas
Rata-rata Jumlah
Jenis Atas
77,5 950,0
277,14 10
Tengah 51,5
470,0 209,57
9 Bawah
7,5 1.703,5
135,87 8
Wilayah Kota 46,5
2.750,6 216,70
9 Rata-rata jumlah jenis pada tiap pekarangan di Hulu DAS Kali Bekasi
semakin menurun seiring dengan menurunnya ketinggian lokasi pengamatan, Bagian Atas 600 m dpl memiliki rata-rata jumlah jenis 10 3-20
jenispekarangan, Wilayah kota 300 m dpl memiliki rata-rata jumlah jenis 9 2- 18 jenispekarangan, Bagian Tengah 280 m dpl memiliki rata-rata jumlah jenis
9 3-14 jenispekarangan, sedangkan Bagian Bawah 200 m dpl memiliki rata- rata jumlah jenis yang paling rendah, yaitu 8 1-19 jenis tiap pekarangan. Rata-
rata jumlah jenis tanaman yang ditemukan pada lokasi pengamatan cenderung lebih rendah jika dibandingkan dengan penelitian Roshetko et al. 2001 yang
melaporkan pada praktek agroforestri kebun di pekarangan home garden yang telah berumur 12-17 tahun di Lampung, terdapat 45 jenis pohon. Meskipun
demikian jumlah jenis tanaman dalam tiap pekarangan sangat dipengaruhi oleh luastipe pekarangan Tabel 20. Hasil uji korelasi Pearson terhadap 47 contoh
pekarangan menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif yang nyata antara luas pekarangan dengan jumlah jenis tanaman pada selang kepercayaan 99,
meskipun tingkat korelasinya rendah r=0,425. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar luas pekarangan akan diikuti pertambahan jumlah jenis tanaman
yang ada di pekarangan.
Tabel 20. Jumlah jenis, kerapatan dan luas bidang dasar tegakan pekarangan pada tiap tipe pekarangan
Tipe Pekarangan Jml Jenis
jenispekarangan Kerapatan
indha Luas Bidang
Dasar m
2
ha
Sempit 6
1.092 16,91
Sedang 11
857 17,56
Besar 11
683 7,54
Sangat Besar 16
266 6,98
Tabel 20 juga menunjukkan bahwa pada tipe pekarangan sempit tingkat kerapatannya paling tinggi 1.092 individuha, hal ini memberikan gambaran
bahwa pada tipe pekarangan sempit orang cenderung berusaha untuk memanfaatkan ruang yang ada di pekarangan dengan sebesar-besarnya, meskipun
pekarangannya sempit mereka akan berusaha menanam tanaman sebanyak- banyaknya dengan kecendurangan tanaman yang ditanam adalah tanaman yang
berdiameter kecil. Kondisi ini ditunjukan dengan nilai basal area luas bidang dasar yang lebih rendah dibandingkan pada tipe pekarangan sedang. Tipe
pekarangan sedang mempunyai jumlah individu yang lebih sedikit dibandingkan pada tipe pekarangan sempit tetapi mempunyai luas bidang dasar paling besar
17,56 m
2
ha dimana luas bidang dasar merupakan fungsi dari jumlah individu dan diameter dari individu tersebut. Secara detail jenis yang ditemukan di
pekarangan pada berbagai lokasi pengamatan dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Distribusi jenis di pekarangan pada lokasi pengamatan
Jenis Famili
Atas Kota
Tengah Bawah
1 Akasia
Acacia mangium Willd Leguminosae
o √
o o
2 Alkesah
Pouteria campechiana H.B. K Baehni
Sapotaceae o
o √
√ 3
Alpukat Persea americana Mill
Lauraceae √
o √
√ 4
Araucaria Araucaria cunninghamii Sweet
Coniferae o
√ o
o 5
Asam Tamarindus indica L.
Leguminosae √
o √
o 6
Bauhenia Bauhinia purpurea L.
Leguminosae o
√ o
√ 7
Belimbing Averrhoa carambola L.
Geraniaceae √
√ √
√ 8
Belimbing wuluh
Averhoa bilimbi L. Geraniaceae
o o
√ √
9 Beringin
Ficus benjamina L. Urticaceae
o √
o o
10 Bintangur
Calophyllum inophyllum L. Guttiferae
o √
o o
11 Bunga
sepatu Hibiscus rosa-sinensis L.
Malvaceae o
√ o
o 12
Cemara Casuarina equisetifolia L.
Casuarinaceae o
√ √
o 13
Cengkeh Syzygium aromaticum L.
Merrill Perry Myrtaceae
√ o
o o
14 Kersen
Muntingia calabura L. Tiliaceae
o o
o √
15 Delima
Punica granatum L. Lythraceae
o √
o o
Tabel 21 Lanjutan
16 Dracaena
Dracaena massangeana Hort. Ex E. Morr
Liliaceae o
√ o
o 17
Durian Durio zibethinus Murr.
Malvaceae √
√ √
√ 18
Gandaria Bouea macrophylla Griff.
Anacardiaceae o
o √
o 19
Gmelina Gmelina arborea Roxb.
Verbenaceae √
o o
o 20
Glodogan tiang
Polyalthia longifolia Benth. Hook. F. ex Hook. F.
Annonaceae o
√ o
o 21
Jambu air Syzigium aqueum Alston
Myrtaceae √
√ √
√ 22
Jambu biji Psidium guajava L.
Myrtaceae √
√ √
√ 23
Jambu bol Syzygium malaccense L. Merrill
Perry. Myrtaceae
o √
o √
24 Jarak
Jatropha sp. L. Euphorbiaceae
√ o
√ √
25 Jati
Tectona grandis Linn. f. Verbenaceae
o o
√ o
26 Jengkol
Pithecellobium jiringa Jack Prain
Leguminosae o
o o
√ 27
Jeruk Citrus sp. L.
Rutaceae √
√ √
√ 28
Jeruk bali Citrus maxima Merrill.
Rutaceae √
√ √
o 29
Jeruk limau Citrus hystrix DC.
Rutaceae o
o √
o 30
Jeruk Pacitan Citrus sinensis Osbeck.
Rutaceae √
o o
o 31
Jeruk pontianak
Citrus nobilis Lour. var. microcarpa Hassk.
Rutaceae o
o √
o 32
Kakao Theobroma cacao L.
Sterculiaceae √
o √
√ 33
Kamboja Plumeria rubra L.
Apocynaceae o
√ o
o 34
Kanyere Bridelia glauca Blume
Euphorbiaceae o
o √
o 35
Karet kerbau Ficus elastica Nois ex Blume
Moraceae o
√ o
o 36
Kayu afrika Maesopsis eminii Engl.
Rhamnaceae o
√ o
o 37
Kecapi Sandoricum koetjape Merrill
Meliaceae o
o √
√ 38
Kedondong Spondias dulcis Forst. f
Anacardiaceae √
√ √
o 39
Kelapa Cocos nucifera L.
Palmae √
√ √
√ 40
Kelengkeng Dimocarpus longan Lour.
Sapindaceae √
√ √
√ 41
Kemang Mangifera kemanga Blume
Anacardiaceae o
o √
o 42
Kemiri AleuritEs moluccana Willd.
Euphorbiaceae √
o o
o 43
Kepel Stelechocarpus burakol Hook. f.
Thoms. Annonaceae
o √
o o
44 Kesumba
Bixa arborea Huber Bixaceae
o √
o o
45 Khaya
Khaya senegalensis A. Juss. Meliaceae
o √
o o
46 Ki Acret
Spathodea campanulata Beauv. Bignoniaceae
√ o
o o
47 Kiara Munut
Ficus virens Dryand. Urticaceae
√ o
o √
48 Kokosan
Lansium aquaeum Jack Kosterm.
Meliaceae √
o √
√ 49
Kopi Coffea sp.
Rubiaceae √
o √
√ 50
Kupa Syzygium polycephalum Miq.
Merr. Perry Myrtaceae
o o
√ o
51 Kweni
Mangifera odorata Griff. Anacardiaceae
√ o
o o
52 Langsat
Lansium domesticum Jack Meliaceae
o √
o o
53 Limus
Mangifera foetida Lour. Anacardiaceae
√ o
√ o
54 Mahkota
dewa Phaleria macrocarpa Boerl.
Thymelaeaceae o
√ o
√ 55
Mahoni Swietenia mahagony Jacq.
Meliaceae √
o o
o 56
Mangga Mangifera indica Blume
Anacardiaceae √
√ √
√ 57
Manggis Garcinia mangostana L.
Clusiaceae o
o √
√ 58
Mareme Glochidion arborescens Blume
Euphorbiaceae √
o √
√ 59
Matoa Pometia pinnata Forst.
Sapindaceae √
o o
√ 60
Melati Jasminum sambac Soland.
Olecaceae o
√ o
o 61
Melinjo Gnetum gnemon L.
Gnetaceae √
o √
√ 62
Mengkudu Morinda citrifolia L.
Rubiaceae √
o o
o 63
Menteng Baccaurea motleyana Muell.
Arg. Euphorbiaceae
√ o
√ √
64 Mindi
Melia azedarach L. Meliaceae
√ o
o o
65 Nangka
Artocarpus heterophyllus Lamk. Moraceae
√ √
√ √
66 Nusa indah
Mussaenda sp. Rubiaceae
o o
√ √
67 Pakis
Cycas rumphii Miq. Cycadaceae
o √
o o
68 Pala
Myristica fragans Houtt . Myristicaceae
o o
√ o
69 Palem botol
Mascarena lagenicaulis L.H. Baiey
Palmae o
√ o
o 70
Palem ekor tupai
Wodyetia bifurcata A. Irvine Palmae
o √
o o
71 Palem putri
Veitchia merrillii Becc. H.E. Moore
Palmae o
√ o
o 72
Palem raja Roystonea regia O.F. Cook
Palmae o
√ o
o
Tabel 21 Lanjutan
73 Pepaya
Carica papaya L. Caricaceae
√ o
√ √
74 Petai
Parkia speciosa Hassk. Leguminosae
√ √
√ √
75 Petai china
Leucaena leucocephala Lam. de Wit.
Leguminosae √
√ √
o 76
Picung Pangium edule Reinw.
Bixaceae √
o o
o 77
Pinang Areca catechu L.
Palmae o
√ √
√ 78
Pinisilin Jatropha multifida L.
Euphorbiaceae √
o √
o 79
Pinus Pinus merkusii Jungh. De
Vriese Coniferae
o √
o o
80 Pisang
Musa x paradisiaca L, pro spec,; C. Jeffrey
Musaceae √
√ √
√ 81
Pisang kipas Ravenala madagascariensis J.F.
Gmel. Scitamineae
o √
o o
82 Pisitan
Dysoxylum nutans Miq. Meliaceae
√ o
o o
83 Rambutan
Nephelium lappaceum L. Sapindaceae
√ √
√ √
84 Randu
Ceiba pentandra Gaertn. Malvaceae
√ o
o o
85 Rendang
Carissa carandas L. Apocynaceae
o o
o √
86 Salam
Syzygium polyanthum Miq. Myrtaceae
√ o
√ √
87 Sapu tangan
Maniltoa grandiflora Scheff. Leguminosae
o √
o o
88 Sawo
Achras zapota L. Sapotaceae
o √
√ o
89 Sengon
Paraserianthes falcataria L. I. Nielsen
Leguminosae √
o o
o 90
Sikat botol Callistemon citrinus Domin
Myrtaceae o
√ o
o 91
Sirsak Annona muricata L.
Annonaceae √
√ √
√ 92
Sukun Artocarpur altilis Parkinson
Fosberg Moraceae
√ o
√ o
Keterangan : √ ditemukan pada lokasi, o tidak ditemukan pada lokasi
Gambar 19. Beberapa jenis tanaman di pekarangan Hulu DAS Kali Bekasi
Pekarangan di wilayah perdesaan secara umum didominasi oleh tanaman yang dapat dimanfaatkan hasilnya terutama buah seperti pisang Musa Spp.,
rambutan N. lappaceum, mangga M. indica, kelapa C. nucifera. Selain jenis- jenis tanaman tersebut, masih terdapat juga tanaman buah asli yang mulai jarang
dijumpai Gambar 19, seperti : Alkesah P. campechiana, Gandaria B. macrophylla, Kecapi S. koetjape, Kemang M. kemanga, kepel S. burahol,
kokosan L. aquaeum, kupagowok S. polycephalum, kweni M. odorata, langsat L. domesticum, limus M. foetida, manggis G. mangostana, pisitan D.
nutans dan rendang C. carandas. Meskipun demikian introduksi jenis-jenis
eksotik juga ditemukan di pekarangan perdesaan terutama jenis-jenis tanaman buah yang telah mengalami domestikasi.
Komposisi jenis tanaman di pekarangan wilayah perdesaan sangat berbeda dengan pekarangan yang ada di wilayah kota. Wilayah kota yang merupakan
kawasan pemukiman modern dengan tingkat pendapatan keluarga yang mencukupi, sebagian besar pekarangan dimanfaatkan hanya untuk keindahan dan
kenyamanan tinggal sehingga tanaman yang mendominasi sebagian besar jenis tanaman hias yang eksotik, seperti palem raja R. regia, palem putri V. merrillii,
pinang A. catechu dan cemara C. equisetifolia. Meskipun demikian terdapat juga tanaman buah tetapi yang telah mengalami domestikasi, seperti rambutan
N. lappaceum dan mangga M. indica. Kondisi ini tentu saja sangat mengkhawatirkan terhadap keanekaragaman jenis dan keanekaragaman genetik
tanaman lokal ditengah bertambah luasnya pemukiman modern. Upaya penggalakan pekarangan sebagai tempat pelestarian keanekaragaman biodiversitas
harus segera dilakukan ditengah menurunnya luasaan hutan dan kebun campuran, karena hampir setiap rumah tinggal memiliki pekarangan yang dapat
dimanfaatkan untuk ditanami. Secara detail jenis-jenis vegetasi dengan INP tertinggi yang menggambarkan tingkat peranan vegetasi tersebut pada masing-
masing lokasi pengamatan dapat dilihat pada Tabel 22.
Tabel 22. Jenis vegetasi dengan INP tertinggi pada pekarangan Lokasi Pengamatan
Jenis Vegetasi INP
Atas Musa Spp.
Mangifera indica Psidium guajava
Artocarpur altilis Parkia speciosa
Cocos nucifera 53,81
19,27 18,98
16,87 14,21
13,78
Tengah Nephelium lappaceum
Musa Spp. Mangifera indica
Artocarpus heterophyllus Psidium guajava
Cocos nucifera Averhoa bilimbi
43,18 40,46
25,37 22,97
16,46 16,20
12,91
Bawah Musa Spp.
Nephelium lappaceum Syzigium aqueum
Mangifera indica Cocos nucifera
Carica papaya Parkia speciosa
62,14 38,90
31,60 14,58
14,17 12,10
11,41
Wilayah Kota Mangifera indica
Roystonea regia Pinus merkusii
Areca catechu Veitchia merrillii
Casuarina equisetifolia Nephelium lappaceum
30,52 30,43
26,25 22,71
17,52 15,91
11,26
Pekarangan di Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Tengah memiliki kekayaan jenis yang tertinggi, sedangkan keanekaragaman jenis tertinggi terdapat pada
pekarangan di Wilayah Kota. Secara umum Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Atas memiliki keanekaragaman jenis tinggi dan semakin menurun pada hulu DAS
Bagian Bawah. Indeks dominasi suatu jenis senantiasa berlawanan dengan indeksi diversitas, semakin rendah nilai indeks dominansi menggambarkan bahwa pada
lokasi tersebut tidak di dominasi oleh satu jenis tanaman tetapi beragam jenis tanaman terdapat pada lokasi tersebut dan terdistribusi merata. Secara detail
parameter yang menggambarkan kualitas tegakan pada masing-masing lokasi pengamatan dapat dilihat pada Tabel 23.
Tabel 23. Indeks kekayaan Jenis R, indeks diversitas H’ Shannon dan
indeks dominansi C pada lokasi pengamatan pekarangan
Lokasi Ketinggian
Lokasi mdpl
R H’
C Atas
600 7,97
3,31 0,06
Tengah 280
8,87 3,22
0,07 Bawah
200 6,65
2,99 0,08
Wilayah Kota 300
7,92 3,36
0,05 Diameter tanaman yang paling banyak dijumpai secara umum di pekarangan
hulu DAS Kali Bekasi adalah 5-20 cm. Distribusi jumlah tanaman berdasarkan kelas diameter dapat dilihat pada Gambar 18.
Gambar 20. Kerapatan tegakan pekarangan di Hulu DAS Kali Bekasi Struktur horisontal tegakan penyusun pekarangan dapat dilihat berdasarkan
dimensi tegakan, seperti kerapatan indha, luas bidang dasar m
2
ha dan diameter rata-rata cm Tabel 24. Pekarangan di Hulu DAS Kali Bekasi Bagian
Bawah mempunyai kerapatan tanaman dan luas bidang dasar yang paling tinggi dibandingkan lokasi lainnya. Rata-rata diameter tanaman paling besar di jumpai di
Bagian Tengah 14 cm, meskipun demikian pekarangan di Bagian Bawah juga memiliki diameter yang cukup besar juga 13,79. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa pekarangan di Bagian Bawah selain tanamannya rapat juga memiliki
50 100
150 200
250 300
5 5-9.9
10-14.9 15-19.9
20-24.9 25-29.9
30-34.9 35
K er
a pa
ta n
NH a
Kelas Diameter cm
Atas Tengah
Bawah Wilayah Kota
pohon-pohon yang berdiameter besar seperti rambutan. Secara umum jika dilihat dari sebaran diameter pada Gambar 20 maka penyusun tegakan pekarangan
sebagian besar adalah tegakan berdiameter kecil 5-19,9 cm. Tabel 24. Kerapatan, diameter rata-rata dan luas bidang dasar tegakan
pekarangan pada tiap lokasi pengamatan
Lokasi Ketinggian
Lokasi mdpl
Kerapatan indha
Luas Bidang Dasar m
2
ha Diameter
rata-rata cm Atas
600 949
15,54 12,44
Tengah 280
902 15,93
14,00 Bawah
200 1.209
19,71 13,79
Wilayah Kota 300
654 11,58
12,38 dimensi tegakan dibatasi tanaman dengan tinggi 1,3 m
4.2.7 RTH Publik Area Sentul City
RTH Publik Area Sentul City terdiri dari areal penghijauan di sempadan jalan, danau dan taman publik Gambar 21.
Gambar 21. RTH di sempadan jalan Sentul City
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap 20 plot pengamatan di sempadan Jalan Siliwangi, Danau Parahayangan, Danau Graha Utama, taman publik di
Puncak Semeru, Bukit Golf Hijau, Lembah Hijau dan Bukit Cemara ditemukan 15 jenis tanaman tinggi 1,3 m yang tergolong ke dalam 9 famili. Jenis tanaman
yang ditemukan pada lokasi pengamatan dapat dilihat pada Tabel 25. Menurut data pengelola Sentul City, kurang lebih terdapat 237 jenis tanaman pohon, perdu,
semak, herba, liana yang ada di kawasan Sentul City. Tabel 25. Jenis tanaman pada lokasi pengamatan RTH publik area Sentul City
JENIS FAMILI
1 Akasia Acacia mangium Willd
Leguminosae 2 Bauhenia
Bauhinia purpurea L. Leguminosae
3 Dadap merah Erythrina crista-galli Linn.
Leguminosae 4 Gmelina
Gmelina arborea Roxb. Verbenaceae
5 karet Hevea brasiliensis Muell.Arg.
Euphorbiaceae 6 Mahoni
Swietenia mahagony Jacq. Meliaceae
7 Pinus Pinus merkusii Jungh. De Vriese
Coniferae 8 Sengon
Paraserianthes falcataria L. I. Nielsen Leguminosae
9 Spatodea Spathodea campanulata Beauv.
Bignoniaceae 10 Trembesi
Samanea saman Merrill Leguminosae
11 Pinang Areca catechu L.
Palmae 12 Bambu Kuning
Bambusa vulgaris Nees. Gramineae
13 Manggis Garcinia mangostana L.
Clusiaceae 14 Kelapa
Cocos nucifera L. Palmae
15 Palem Raja Roystonea regia O.F. Cook
Palmae
Pada plot pengamatan RTH Sentul City memiliki indeks kekayaan jenis sebesar 2,56 dan indeks diversitas 0,95 serta indeks dominasi sebesar 0,14.
Berdasarkan parameter INP, jenis pohon yang mendominasi lokasi pengamatan adalah akasia INP=71,39, gmelina INP=49,19, sengon INP=48,33, pinus
INP=32,33, trembesi INP=27,76 dan karet INP=26,70. Sebagai gambaran struktur horisontal tegakan RTH Publik Sentul dapat
dijelaskan bahwa RTH Publik Sentul mempunyai tingkat kerapatan individu pohon sebesar 462 individuha dengan luas bidang dasar sebesar 26,58 m
2
ha. Sebagian besar pohon yang ditemukan 89,17 berdiameter 10-39,9 cm Gambar
22 dengan rata-rata diameter 25,33 cm.
Gambar 22. Kerapatan tegakan dan luas bidang dasar tegakan pada RTH publik Sentul
4.3 Tutupan Lahan dan Perubahannya
4.3.1 Tutupan Lahan
Potensi cadangan karbon pada suatu lanskap dipengaruhi oleh tutupan vegetasi pada suatu lanskap tersebut, berdasarkan citra Alos AVNIR-2 17 Juli
2009 tutupan vegetasi berdasarkan indeks NDVI Normalized Difference Vegetation Index yang ditunjukkan pada Hulu DAS Kali Bekasi dapat dilihat
pada Gambar 23. NDVI adalah indeks yang menggambarkan tingkat kehijauan penutupan suatu vegetasi pada sebuah citra, nilai indeks ini diperoleh dari sebuah
kombinasi matematis antara band merah dan band NIR yang telah lama digunakan sebagai indikator keberadaan dan kondisi vegetasi. Secara visual dapat dilihat
bahwa tutupan vegetasi pada Hulu DAS Kali Bekasi masih sangat tinggi. Jika diklasifikasikan ke dalam lima tingkat kerapatan vegetasi yaitu tidak bervegetasi,
rendah, sedang, rapat dan sangat rapat maka dari total luas Hulu DAS Kali Bekasi 46.210 ha areal yang bertututupan vegetasi sangat rapat 7,10, rapat 31,15,
sedang 35,98, rendah 20,99 dan tidak bervegetasi hanya 4,78. Areal yang bervegetasi rapat dan sangat rapat dimungkinkan adalah berupa hutan yang berada
di TWA Gunung Pancar dan Hambalang dimana areal ini tergolong ke dalam kawasan lindung pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor.
0.00 2.00
4.00 6.00
8.00 10.00
12.00
50 100
150 200
10 10-19.9
20-29.9 30-39.9
40 L
B DS
m 2
ha
K er
a pa
ta n
ind ha
Kelas Diameter cm
Kerapatan indha LBDS m2ha
Gambar 23. Peta tutupan vegetasi Hulu DAS Kali Bekasi Pola tutupan lahan pada suatu DAS sangat menentukan kemampuannya
dalam mensekuestrasi karbon terlebih dalam kaitannya dengan kualitas aliran permukaan maupun kualitas air. Semakin besar nisbah antara wilayah terbangun
dengan wilayah tak terbangun yang tertutupi vegetasi maka akan berpengaruh terhadap fungsi DAS itu sendiri utamanya keterkaitan antara DAS bagian hulu
dengan hilir. Oleh karena itu kondisi DAS di bagian hulu perlu dijaga agar tetap berfungsi dengan baik sehingga tidak menimbulkan dampak yang merugikan pada
daerah bagian hilir. Kondisi hulu DAS Kali Bekasi berdasarkan hasil analisis tutupan lahan citra
ALOS AVNIR-2 di dengan metode supervised classification menghasilkan sepuluh kelas tutupan lahan yaitu kelas lahan tanah terbuka, semak, sawah,
pertanian kering, kebun campuran, hutan, hutan tanaman, badan air, awan, dan area terbangun Gambar 24.
Gambar 24. Peta tutupan lahan Hulu DAS Kali Bekasi
Luas dan kontribusi masing-masing tipe tutupan lahan di Hulu DAS Kali Bekasi di sajikan pada Tabel 26.
Tabel 26. Luas dan persentase tutupan lahan Hulu DAS Kali Bekasi Tipe Tutupan Lahan
Luas Ha Persentase
Kebun Campuran 21.600,20
46,74 Areal Terbangun
14.453,57 31,28
Hutan 4.592,27
9,94 Pemukiman
1.840,43 3,98
Tanah Terbuka 1.353,95
2,93 Pertanian Kering
1.091,53 2,36
Awan 425,81
0,92 Badan Air
323,08 0,70
Sawah 308,12
0,67 Semak
185,29 0,40
Hutan Tanaman 35,77
0,08 Jumlah
46.210,01 100,00
Tabel 27. Akurasi interpretasi tutupan lahan Hulu DAS Kali Bekasi
Tutupan Lahan
Aktual Row
Total Users
Accuracy K1
K2 K3
K4 K5
K6 K7
K8 K9
K10 K1
Hutan Tanaman
9 9
100,00 K2
Hutan 11
11 100,00
K3 Tanah
Terbuka
9 9
100,00 K4
Kebun Campuran
4 4
148 2
6 5
7 1
177 83,62
K5 Badan Air
6 6
100,00 K6
Pertanian Kering
10 1
1 12
83,33 K7
Semak 9
9 100,00
K8 Sawah
7 7
100,00 K9
Areal Terbangun
1 6
7 85,71
K10 Awan
8
8 100,00
Column Total
13 15
9 148
9 16
15 15
7 8
255 Producers
Accuracy 69,
23 73,
33 100
100 66,
67 62,
50 60,
00 46,
67 85,
71 100
Overall Accuracy 87,45
Kappa Accuracy 78,45
Tabel 27 menunjukkan tingkat akurasi yang dihasilkan dari interpretasi citra di Hulu DAS Kali Bekasi, yaitu mempunyai tingkat overall accuracy sebesar
87,45 dan Kappa Accuracy sebesar 78,45.
1 Hutan
Kawasan hutan alam yang terdapat di Hulu DAS Kali Bekasi adalah Kelompok Hutan Gunung Hambalang di Desa Karangtengah dan Desa
Bojongkoneng, Kecamatan Babakan madang, Kabupaten Bogor, yang luasnya mencapai 6695.3 ha dimana kawasan ini merupakan kawasan lindung dalam
RTRW Kabupaten Bogor. Salah satu kawasan yang menjadi bagian kelompok hutan tersebut dan terletak di Hulu DAS Kali Bekasi adalah kawasan hutan
Gunung Pancar yang merupakan hutan konservasi berupa Taman Wisata Alam TWA. Taman Wisata Alam Gunung Pancar ditetapkan berdasarkan Keputusan
Menteri Kehutanan No. 156Kpts-II1988 tanggal 21 Maret 1988 dengan luas 447.50 Ha. Secara geografis TWA. Gunung Pancar terletak diantara 106º56´-
106º54´ Bujur Timur dan 63º4´-63º36´ Lintang Selatan. Sedangkan secara administratif terletak di Desa Karang Tengah dan Desa Bojong Koneng,
Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat.
Secara umum kawasan hutan alam di Hulu DAS Kali Bekasi berkontribusi seluas 4.592,27 ha atau sekitar 9,94 dari total luas Hulu DAS Kali Bekasi Tabel
26. Sementara luas kawasan lindung berdasarkan RTRW Kabupaten Bogor adalah seluas 2.485,43 ha dan hanya 41,68 yang berpenutupan hutan. Tipe
vegetasi yang terdapat di kawasan ini terdiri dari vegetasi hutan alam pegunungan terletak dari lereng sampai puncak gunung.
2 Hutan Tanaman
Hutan tanaman yang terdapat pada Hulu DAS Kali Bekasi adalah dominan jenis Pinus merkusii dimana kawasan ini terletak pada kawasan hutan TWA
Gunung Pancar. Kawasan TWA Gunung Pancar sebelumnya merupakan kawasan hutan produksi Kelompok Hutan Gunung Hambalang yang sejak tahun 1988
dirubah menjadi kawasan hutan wisata dengan fungsi Taman Wisata. Hutan tanaman di Hulu DAS Kali Bekasi berkontribusi seluas 35,77 ha atau sekitar
0,08 dari total luas Hulu DAS Kali Bekasi Tabel 26.
3 Kebun Campuran
Sistem kebun campuran yang menerapkan sistem agroforestri ini memadukan berbagai komoditas pertanian dan kehutanan antara lain adalah
seperti pisang, singkong, jagung, ubi jalar, tanaman buah, sayuran, pohon sengon, dan pohon kayu afrika. Selain sistem agroforestri tersebut, tutupan vegetasi pada
pekarangan, kebun bambu dan semak tua yang terdapat vegetasi pohon didalamnya terinterpretasi pada tipe tutupan ini sehingga tipe tutupan ini
memberikan kontribusi yang paling besar pada tutupan lahan di Hulu DAS Kali Bekasi. Kebun bambu dan pekarangan terinterpretasi menjadi kebun campuran hal
ini disebabkan pada evaluasi separabilitas mempunyai nilai di bawah 1.600 yang menunjukkan bahwa kelas tersebut tidak dapat dipisahkan atau dibedakan dengan
sempurna. Secara umum kebun campuran mempunyai tingkat kerapatan vegetasi sedang, kontribusi yang besar kebun campuran terhadap tutupan lahan Hulu DAS
Kali Bekasi selaras dengan peta tutupan vegetasi Gambar 23 dimana vegetasi dengan kerapatan sedang memberikan kontribusi besar atau sekitar 35,98 areal
Hulu DAS Kali Bekasi. Bentuk tutupan lahan berupa kebun campuran yang diiterpretasikan dari citra di kawasan hulu DAS Kali Bekasi adalah seluas
21.600,20 ha atau sekitar 46,74 Tabel 26.
4 Pertanian Lahan Kering
Pola tutupan lahan di hulu DAS Kali Bekasi berupa lahan pertanian kering adalah berupa ladang atau tegalan yang pada umumnya merupakan bentuk usaha
pertanian pangan lahan kering pada lahan sawah tadah hujan. Sawah yang telah dipanen biasanya digilir dengan penanaman tanaman palawija untuk kemudian
ditanam dengan padi sawah kembali saat musim hujan. Komoditas yang banyak ditanam dalam sistem pertanian lahan kering yang ditemukan dominan di Hulu
DAS Kali Bekasi adalah singkong.
Gambar 25. a Pertanian lahan kering singkong, b Pengolahan aci Pertanian lahan kering singkong banyak ditemukan pada Hulu DAS Kali
Bekasi karena pada areal ini banyak terdapat industri pengolahan aci yang bahan dasarnya dari singkong. Selain singkong terdapat juga jenis sayuran semusim
seperti kacang-kacangan, mentimun, jagung, yang dikembangkan pada sistem pertanian lahan kering. Kontribusi luas tutupan lahan berupa pertanian lahan
kering terhadap total luas kawasan Hulu DAS Kali Bekasi adalah seluas 1.091,53 ha atau sekitar 2,36 dari luas kawasan hulu DAS Tabel 26.
5 Sawah
Persawahan yang dijumpai di kawasan hulu DAS Kali Bekasi merupakan sawah dengan sistem irigasi teknis Gambar 26. Pada kawasan hulu DAS bagian
atas, lahan persawahan dijumpai dalam luasan yang besar. Sebaliknya, pada hulu DAS bagian bawah persawahan sulit ditemukan dalam luasan yang besar.
Gambar 26. Lanskap sawah di Hulu DAS Kali Bekasi Sawah pada hulu DAS bagian bawah terfragmentasi diantara kawasan
permukiman dan menyebar dalam petakan kecil. Total luas sawah yang berhasil diinterpretasikan adalah seluas 308,12 ha atau sekitar 0,67 dari total kawasan
Tabel 26.
6 Semak
Jenis tutupan lahan berupa semak atau padang rumput memberikan kontribusi seluas 185,29 ha atau sekitar 0,40 dari total luas kawasan Hulu DAS
Kali Bekasi Tabel 26. Tutupan lahan semak yang ditemui umumnya merupakan semak-semak atau padang rumput pada areal rencana pengembangan perumahan
yang belum terbangun, di sekitar kawasan hutan yang telah dirambah dan tidak dimanfaatkan, lahan-lahan pertanian yang terabaikan Gambar 27.
Gambar 27. Tutupan semak di Hulu DAS Kali Bekasi 7
Tanah Terbuka
Kawasan yang berupa tanah terbuka maupun tanah kosong yang diinterpretasikan melalui analisis citra di hulu DAS Kali Bekasi adalah seluas
1.353,95 ha atau sekitar 2,93 luas Hulu DAS Kali Bekasi Tabel 26. Areal tanah terbuka yang ditemukan merupakan lahan oleh para pengembang
perumahan yang banyak terdapat di hulu DAS Kali Bekasi atau bukit-bukit kecil yang gundul sebagai jalur lahan pertanian yang sedang diberakan serta areal
pertambangan terbuka.
8 Badan air
Tutupan lahan berupa badan air yang ada di Hulu Das Kali Bekasi adalah berupa sungai, empang, dan kolam Gambar 28. Luas areal tersebut adalah
323,08 ha atau sekitar 0,70 dari total luas Hulu DAS Kali Bekasi Tabel 26.
Gambar 28. Sungai Cikeruh di Hulu DAS Kali Bekasi
9 Area Terbangun
Area terbangun yang diinterpretasikan oleh citra meliputi bangunan permukiman dan non permukiman serta jalan. Kontribusi area terbangun terhadap
total luas kawasan adalah sebesar 14.453,57 ha atau sekitar 31,28 luas Hulu DAS Kali Bekasi Tabel 26. Terdapat dua tipe permukiman yang ditemui di
kawasan hulu DAS Kali Bekasi yaitu tipe permukiman tradisional yang dibangun secara alami tanpa adanya perencanaan dan tipe permukiman modern dimana
segala infrastruktur telah direncanakan dan dibangun sebelum permukiman tersebut dihuni. Terdapat 24 perusahaan pengembang perumahan di lokasi
pengamatan BPS, 2009.
Sumber: Dok.
10
Awan
Keberadaan areal dalam citra yang tertutupi awan adalah salah satu kelemahan dalam penginderaan jauh pasif yang menyebabkan areal yang tertutupi
oleh awan tersebut tidak dapat diinterpretasikan. Areal yang tertutupi awan memberikan kontribusi seluas 425,81 ha atau sekitar 0,92 luas Hulu DAS Kali
Bekasi Tabel 26.
4.3.2 Perubahan Ruang Terbuka Hijau RTH
Jumlah penduduk dari tahun ke tahun yang semakin meningkat dan kemajuan suatu wilayah berdampak pada peningkatan kebutuhan akan
pemukiman serta bangunan sarana pendukung lainnya yang akhirnya akan memberikan perubahan pola penutupan lahan, dinamika perubahan ini juga
tergambar pada Hulu DAS Kali Bekasi. Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang menyebutkan
daerah perkotaan minimal harus memiliki Ruang Terbuka Hijau RTH 30 yang terdiri 20 RTH publik dan 10 RTH privat, namun hal tersebut belum
terimplementasikan secara umum di wilayah kotakabupaten di Indonesia. Dalam konsep pengelolalan lahan berdasarkan kondisi ekologis, yaitu berdasarkan DAS,
RTH di Hulu DAS Kali Bekasi terdiri dari RTH Permanen dan RTH Non Permanen. Berdasarkan klasifikasi tutupan lahan, RTH Permanen terdiri dari
tegakan hutan dan kebun campuran dimana kebun campuran dengan tingkat tutupan vegetasi sedang merupakan akumulasi dari pekarangan, kebun bambu,
semak tua, jalur hijau sempadan jalan, RTH publik area di pemukiman modern, dan kebun campuran itu sendiri. RTH Non Permanen terdiri dari areal pertanian
kering dan sawah serta padang rumputsemak. Berdasarkan hasil analisa perubahan tutupan RTH di Hulu DAS Kali Bekasi
Gambar 29 terlihat tren penurunan areal RTH Non Permanen, yaitu luas RTH Non Permanen pada tahun 2000 menutupi 40,74 Hulu DAS Kali Bekasi tetapi
pada tahun 2003 mengalami penurunan, hanya menutupi 13,75 Hulu DAS Kali Bekasi bahkan pada tahun 2009 hanya tersisa 3,43 dari luas Hulu DAS Kali
Bekasi. Hal sebaliknya terjadi tren peningkatan tutupan RTH Permanen, pada tahun 2000 mempunyai persentase penutupan sebesar 27,72, tahun 2003
mengalami peningkatan menjadi sebesar 37,34 dan pada tahun 2009 mencapai 56,76. Berkurangnya areal RTH Non Permanen sangat dimungkinkan dengan
semakin banyaknya lahan pertanian yang dirubah menjadi pemukiman modern sedangkan peningkatan RTH Permanen menunjukkan semakin meningkatnya
kesadaran masyarakat untuk menanam tanaman kayu dan buah-buahan di pekarangan atau mengkombinasikannya pada lahan pertanian atau juga
pertumbuhan semak menjadi semak tua. Persentase luas areal non RTH mengalami peningkatan sebesar 17,37
pada tahun 2000 hingga tahun 2003 dan mengalami penurunan sebesar 10,02 dari tahun 2003 hingga tahun 2009, hal ini sangat dimungkinkan pada tahun 2003
terjadi peningkatan areal tanah terbuka karena pembukaan areal untuk pemukiman tetapi pada tahun 2009 telah terbentuk pekarangantaman diantara pemukiman
atau ditumbuhi semak tua yang berdampak pada peningkatan RTH Permanen.
Alih fungsi lahan diyakini memberikan kontribusi terhadap emisi CO
2
ke udara. Menjadikan dan mempertahankan RTH dalam bentuk tutupan vegetasi
berupa pepohonan yaitu RTH Permanen akan memberikan kontribusi terhadap pengurangan kandungan CO
2
di udara, vegetasi berhijau daun akan menyerap CO
2
melalui proses fotosintesis dan menyimpannya dalam bentuk biomassa dalam jaringan tumbuhan.
TAHUN 2000 Luas ha :
- RTH Permanen : 12.811,40 27,72 - RTH Non Permanen : 18.824,18 40,74
- Non RTH : 14.574,43 31,54 TAHUN 2003
Luas ha : - RTH Permanen : 17.255,59 37,34
- RTH Non Permanen : 6.355,05 13,75 - Non RTH : 22.599,37 48,91
TAHUN 2009 Luas ha :
- RTH Permanen : 26.228,24 56,76 - RTH Non Permanen : 1.584,94 3,43
- Non RTH : 17.971,03 38,89
Gambar 29. Perubahan penutupan RTH di Hulu DAS Kali Bekasi
4.4 Analisis Cadangan Karbon Saat Ini 4.4.1 Profil Cadangan Karbon
Cadangan karbon pada suatu lanskap bervariasi sesuai dengan struktur tegakan penyusun lanskap tersebut. Untuk wilayah hutan tropis Asia terutama di
Indonesia memiliki potensial biomasa sebesar 533 tonha atau 266,5 tonha dengan asumsi fraksi karbon sebesar 50 Brown, 1997. RTH Permanen pada
Lanskap Hulu DAS Kali Bekasi mempunyai cadangan karbon yang bervariasi dari 32,56
– 160,53 ton Cha dimana Kebun Bambu mempunyai nilai yang terendah sedangkan cadangan karbon tertinggi terdapat pada Hutan Pinus, yaitu 160 tonha
Gambar 30.
Gambar 30. Profil cadangan karbon pada lanskap Hulu DAS Kali Bekasi
Secara umum cadangan karbon pada RTH Permanen pada areal lahan pribadi Kebun Campuran, Kebun Bambu dan Pekarangan lebih rendah
dibandingkan pada RTH Permanen pada areal publik Hutan Pinus, Hutan Alam dan RTH Publik, hal ini menunjukkan pentingnya mengelola dan
mempertahankan kawasan RTH Publik sebagai daya dukung lingkungan. Meskipun demikian RTH Permanen pada areal lahan pribadi yang pada umumnya
berbentuk agroforestri turut berperan penting dalam mendukungmeningkatkan fungsi RTH sebagai cadangan karbon ditengah berkurangnya luasan RTH
20 40
60 80
100 120
140 160
180
Hu tan
P in
u s
R T
H Sen
tu l
Hu tan
A lam
Keb u
n C
am p
u ran
A g
ro fo
restri Ko
p i
P ek
ar an
g an
Keb u
n B
am b
u C
-Sto ck
to n
h a
Permanen publik. RTH Permanen pada areal lahan pribadi di Hulu DAS Kali Bekasi mempunyai potensi cadangan karbon bervariasi antara 32,56
– 62,34 tonha. Studi yang dilakukan oleh Roshetko et al. 2001 pada sistem homegarden
di Indonesia juga menunjukkan kisaran nilai cadangan karbon yang lebih lebar yaitu berkisar 30
– 123 tonha dimana nilai ini lebih besar dibandingkan pada lahan pertanian singkong atau padang rumput yang hanya sebesar 2,2 tonha.
1 Rata-rata Cadangan Karbon Hutan Pinus
Hutan Pinus merupakan tipe penggunaan lahan di Hulu DAS Kali Bekasi yang mempunyai potensi cadangan karbon terbesar, yaitu 160,53 tonha Tabel
26. Cadangan karbon terbesar terdapat pada tegakan yang berdiameter 20-39.9 cm yaitu 93,39 cadangan karbon pada Hutan Pinus, hal ini disebabkan struktur
tegakan yang mendominasi tegakan tersebut adalah pohon berdiameter 20-39,9 cm dengan kerapatan 687 indha dan menutupi 46,98 m2 areal pada kawasan
Hutan Pinus Tabel 5.
Tabel 28. Nilai rata-rata cadangan karbon pada tegakan hutan pinus Kelas Diameter
cm C-stock
TonHa 10-19,9
1,59 20-29,9
61,60 30-39,9
88,32 40
9,02 Total
160,53 Cadangan karbon terbesar pada pohon pinus terdapat pada bagian batang
yaitu 78 dan sisanya terdapat pada bagian cabang 11, tunggak 5, ranting 4 dan daun 2 Hendra, 2002. Potensi cadangan karbon pada suatu tegakan
akan berkorelasi positif dengan bertambahnya umur tegakan, Kusmana et al. 1992 menyatakan bahwa biomassa akan meningkat sampai umur tertentu
pertambahan diameter merupakan pencerminan pertambahan umur dan kemudian pertambahan biomassayan akan semakin menurun sampai akhirnya
berhenti berproduktivitas mati. Studi tentang potensi cadangan karbon pada tegakan pinus yang dilakukan oleh Handayani 2003 di KPH Bogor melaporkan
bahwa terjadi pertambahan cadangan karbon dari umur 1 tahun sampai 25 tahun yaitu dari 7,06 tonha menjadi 137,14 tonha. Hutan Pinus di Hulu DAS Kali
Bekasi mempunyai cadangan karbon sebesar 160,53 tonha sehingga besar kemungkinan pohon pinus yang terdapat di Hulu DAS Kali Bekasi berumur 25
tahun.
2 Rata-rata Cadangan Karbon Hutan Alam
Peranan hutan alam bagi kelestarian lingkungan dan kelangsungan hidup manusia sangatlah vital. Begitu juga halnya Hutan Alam yang berada di Hulu
DAS Kali Bekasi. Hutan Alam di Hulu DAS Kali Bekasi mempunyai cadangan karbon sebesar 86,68 tonha Tabel 29. Cadangan Karbon bervariasi sesuai
dengan tingkat pertumbuhan, pada tingkat pertumbuhan pancang tercatat rata-rata cadangan karbon sebesar 4,13 tonha, pada tingkat tiang mempunyai rata-rata
cadangan karbon sebesar 3,28 dan tingkat pohon mempunyai rata-rata cadangan karbon sebesar 79,27 tonha.
Tabel 29. Cadangan karbon hutan alam tonha Pancang
Tiang Pohon
Total Rata-rata
4,13 3,28
79,27 86,68
Simpangan baku 4,42
4,80 76,24
75,78 Hutan Alam di Hulu DAS Kali Bekasi mempunyai cadangan karbon yang
lebih rendah dibanding hutan alam primer lainnya di Indonesia, 266,5 tonha Brown, 1997 bahkan studi yang dilakukan oleh Siregar 2007 mencatat
cadangan karbon di Hutan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango sebesar 275,56 tonha. Hal ini menggambarkan bahwa kondisi hutan alam di Hulu DAS
Kali Bekasi telah mengalami degradasi yang berdampak pada perubahan struktur tegakan, kerapatan tegakan dan luas bidang dasar secara umum lebih rendah
dibandingkan hutan primer umumnya Tabel 7. Cadangan karbon yang terdapat di Hutan Alam TWA Gn. Pancar pada Hulu DAS Kali Bekasi setara dengan
cadangan karbon yang terdapat pada Hutan Taman Wisata Alam Taman Eden di Toba Samosir yaitu sebesar 95,82 tonha Bakri, 2009.
Potensi cadangan karbon terbesar pada Hutan Alam Hulu DAS Kali Bekasi terdapat pada jenis Ki Seurem Petang D. fruticosum, Kapinango
D. densiflorum, Pulus L. stimulans, Ki Haji D. macrocarpum, Manggu
Leuweung G. celebica dan Randu Leuweung B. valetonii. Apabila dibandingkan dengan total cadangan karbon sebesar 86.68 tonha, maka jenis
tersebut memberi kontribusi persentase kandungan karbon masing-masing sebesar 28,2, 26,8, 10,3, 9,4, 9,4 dan 5. Jenis-jenis tersebut memang memiliki
kecocokan tumbuh yang tinggi terhadap iklim di Hulu DAS Kali Bekasi, sehingga pertumbuhan biomasanya juga besar.
3 Rata-rata Cadangan Karbon Agroforestri Kopi
Agroforestri kopi banyak ditemukan berbatasan dengan hutan alam yang ada di Hulu DAS Kali Bekasi dan tidak menutup kemungkinan telah terjadinya
konversi hutan alam menjadi kebun kopi, perubahan ini tentunya berdampak pada potensi cadangan karbon yang dimiliki. Studi yang dilakukan oleh Noordwijk et
al. 2002 di Sumberjaya, Lampung melaporkan bahwa konversi hutan menjadi kebun kopi berdampak pada penurunan cadangan karbon, cadangan karbon pada
hutan tercatat sebesar 180 tonha sedangkan pada kebun kopi multistrata mempunyai potensi cadangan karbon sebesar 48 tonha dan kopi monokultur
mempunyai potensi cadangan karbon sebesar 20 tonha. Cadangan karbon yang ditemukan pada tipe agroforestri di Hulu DAS Kali
Bekasi adalah sebesar 50,78 tonha Tabel 30, cadangan karbon ini kurang lebih sama dengan cadangan karbon pada kopi multistrata di Lampung yang dilaporkan
oleh Noordwijk et al. 2002 yaitu 48 tonha. Pada sistem agroforestri kopi di Hulu DAS Kali Bekasi kontribusi cadangan karbon terbesar dihasilkan oleh jenis-
jenis tanaman pohon seperti picung P. edule dan nangka A. heterophyllus. Apabila dibandingkan dengan total cadangan karbon sebesar 50,78 tonha, maka
jenis tersebut memberi kontribusi persentase kandungan karbon masing-masing sebesar 37,14 dan 32,55 sedangkan kopi sendiri hanya memberikan kontribusi
sebesar 15,56.
Tabel 30. Cadangan karbon pada agroforestri kopi Jenis
C-stock tonha
Persentase Picung
18,86 37,14
Nangka 16,53
32,55 Kopi
7,899 15,56
Kemiri 6,474
12,75 Duren
0,515 1,01
Pisang 0,505
0,99 Total
50,78 100,00
4 Rata-rata Cadangan Karbon Kebun Bambu
Secara umum bambu yang ada di Indonesia sangat berbeda dengan bambu yang terdapat China dan Jepang, negara yang memiliki jumlah jenis bambu
terbanyak di dunia. Bambu di Indonesia pada umumnya tergolong pada jenis bambu dengan tipe perakaran simpodial sehingga tumbuh dalam bentuk rumpun,
jenis ini merupakan jenis yang tumbuh alami di daerah tropis, sedangkan pada daerah temperate akan dijumpai jenis bambu dengan tipe perakaran monopodial
sehingga bambu akan terlihat tumbuh sendiri-sendiri seperti pohon serta akan bersifat invasive, genus yang tergolong dalam jenis ini diantaranya adalah
Phyllostachys dan Pleioblastus. Pada masyarakat Jawa Barat, khususnya yang ditemui di wilayah Kabupaten Sumedang, bambu pada umumnya dibudidayakan
pada lanskap berupa talun bambu atau kebon awi Irawan, 2006. Christanty et al. 1996 juga mengemukakan bahwa budidaya bambu di Jawa Barat dikembangkan
dengan sistem talun bambu-kebun, dengan sistem ini terdapat kombinasi bambu, tanaman pertanian pisang, singkong dengan tanaman kayu sehingga dapat
menghasilkan pangan dan kayu. Sistem kebun bambu ini juga dijumpai dalam penelitian ini. Sistem agroforestri kebun bambu diyakini memberi manfaat
terhadap konservasi tanah, meminimalkan run-off dan erosi, memberikan kontribusi nutrisi serta potensi biomassa yang cukup besar. Bambu tergolong ke
dalam jenis tanaman cepat tumbuh sehingga berpotensi besar dalam mitigasi perubahan iklim terkait dengan perannya dalam mensekuestrasi karbon.
Potensi biomassa bambu untuk mensekuestrasi karbon cukup besar, yaitu 25-50 dari biomassa serasah dan sekitar 50 dari biomassa tegakan INBAR,
2011. Pada kebun bambu di Hulu DAS Kali Bekasi mempunyai potensi total cadangan karbon sebesar 32,56 tonha Tabel 31, kontribusi cadangan karbon
terbesar terdapat pada jenis non bambu yang memberikan kontribusi sebesar 53,27 sedangkan bambu memberikan kontribusi cadangan karbon sebesar
46,73 dari total cadangan karbon yang terdapat pada kebun bambu atau sebesar 15,21 tonha. Studi yang dilakukan oleh Christanty et al. 1996 di Soreang, Jawa
Barat melaporkan bahwa bambu Gigantochloa ater; G. verticilata pada sistem
kebun bambu mempunyai potensi biomassa sebesar 45 tonha, dengan asumsi 50 biomassa adalah karbon yang tersimpan maka besar cadangan karbonnya
adalah 22,5 tonha.
Tabel 31. Cadangan karbon pada kebun bambu C-Stock
tonha Persentase
Non Bambu 17,34
53,27 Bambu
15,21 46,73
Total 32,55
100 Nilai cadangan karbon pada penelitian ini lebih besar dibandingkan
cadangan karbon pada tegakan bambu di Pakistan 3,25 tonha, India 11 tonha tetapi lebih kecil dibandingkan cadangan karbon pada tegakan bambu di Korea
25,375 tonha FAO, 2007. Studi yang dilakukan oleh Adinugroho Sakamoto 2011 pada tegakan bambu jenis Phyllotachys nigra di Jepang dengan kondisi
tegakan yang stabil menghasilkan cadangan karbon yang lebih besar yaitu 68,2±2,9 tonha, dimana 91 tersimpan di culm, 7 di cabang dan 1 pada daun.
Laporan dari FAO 2007 tentang potensi sumberdaya bambu di dunia melaporkan bahwa rata-rata potensi biomassa bambu di dunia adalah bervariasi
antara 6,5 tonha di Pakistan hingga 167 tonha di China, sehingga dengan asumsi 50 biomassa adalah cadangan karbon maka cadangan karbon yang ada dunia
berkisar antara 3,25-83,5 tonha. Jenis bambu yang memberikan kontribusi terbesar dalam cadangan karbon adalah jenis Bambu tali Gigantochloa apus
Bl.Ex Schult. f.Kurz yaitu memberikan kontribusi sebesar 52,95 total cadangan karbon oleh bambu Gambar 31, hal ini sangat dipengaruhi oleh
karakteristik jenis bambu tali serta kerapatan bambu dimana jenis bambu ini terdapat dalam jumlah banyak di Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Atas, Tengah dan
Bawah Tabel 14.
Gambar 31. Kontribusi masing-masing jenis bambu terhadap cadangan karbon Bambu pada kebun bambu di Hulu DAS Kali Bekasi
Potensi cadangan karbon kebun bambu terbesar terdapat Hulu DAS Kai Bekasi Bagian Bawah Gambar 32 dengan proporsi cadangan karbon jenis
bambu lebih besar dibandingkan non bambu, sedangkan di Bagian Atas dan Tengah dijumpai proporsi non bambu yang lebih besar dibandingkan jenis bambu
hal ini dimungkinan terdapatnya perbedaan komposisi jenis penyusun kebun bambu. Pada kebun bambu di Bagian Bawah kerapatan jenis bambu lebih besar
dibandingkan kerapatan jenis non bambu sedangkan kebun bambu di Bagian Atas dan Tengah masyarakat sebesar mungkin berusaha untuk memanfaatkan ruang
yang terdapat di kebun bambu dengan melakukan penanaman jenis tanaman non bambu yang dapat dimanfaatkan seperti pisang, kluih, kemang, kayu afrika,
mahoni, sengon.
Gambar 32. Disitribusi cadangan karbon kebun bambu pada lokasi pengamatan di Hulu DAS Kali Bekasi
10 20
30 40
50 Wilayah Kota
Bawah Tengah
Atas
C-Stock TonHa
Bambu Non Bambu
5 Rata-rata Cadangan Karbon Kebun Campuran
Kebun campuran merupakan salah satu sistem agroforestri sederhana yang telah lama dijumpai di Indonesia. Kombinasi tanaman pertanian pisang, singkong,
cabe dengan tanaman buah-buahan seperti mangga, rambutan, kecapi, durian serta kadang dikombinasikan juga dengan tanaman kayu seperti sengon, mahoni dan
kayu afrika adalah gambaran struktur tegakan pada sistem kebun campuran yang dijumpai pada Hulu DAS Kali Bekasi. Keberadaan tanaman kerasberkayu pada
sistem kebun campuran memberikan kontribusi yang besar terhadap cadangan karbon, meskipun tanaman pertanian juga memberikan kontribusi terhadap
cadangan karbon tetapi kontribusi sangat kecil dan tersimpan hanya dalam waktu sebentar. Christanty et al. 1996 dalam studinya di Jawa Barat dengan asumsi
50 biomassa adalah karbon yang tersimpan mengemukakan bahwa singkong pada umur 2-9 bulan hanya mempunyai potensi cadangan karbon sebesar 0,1422-
3,3584 tonha, kentang pada umur 70-160 hari mempunyai potensi cadangan karbon sebesar 0,0497-0,259 tonha, ketimun pada umur 22-64 hari mempunyai
potensi cadangan karbon sebesar 0,0054-0,1165 tonha, kacang pada umur 45-180 hari mempunyai cadangan karbon sebesar 0,0475-3,673 tonha sedangkan
gulmatumbuhan bawah yang ditemukan pada kebun hanya mempunyai potensi cadangan karbon sebesar 0,1073-0,7407 tonha. Hairiah Rahayu 2007 juga
mengemukakan bahwa pada lahan pertanian semusim mempunyai cadangan karbon yang kecil yaitu 3 tonha.
Pada penelitian ini, kebun campuran di Hulu DAS Kali Bekasi mempunyai rata-rata cadangan karbon sebesar 62,34 tonha dengan simpangan baku 37,93
tonha. Cadangan karbon pada kebun campuran bervariasi tergantung lokasi, komposisi dan struktur tegakan penyusun kebun campuran. Kebun campuran pada
Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Bawah mempunyai potensi cadangan karbon yang lebih tinggi 79,22 tonha dibandingkan Bagian Tengah dan Atas yang
mempunyai cadangan karbon sebesar 46,29 tonha dan 57,397 tonha Gambar 33, meskipun berdasarkan uji statitistik nilai rata-rata cadangan karbon pada ketiga
lokasi tersebut tidak berbeda nyata.
Gambar 33. Cadangan karbon kebun campuran pada lokasi pengamatan di Hulu DAS Kali Bekasi
Uji-t rata-rata cadangan karbon pada ketiga lokasi tersebut menunjukkan bahwa rata-rata cadangan karbon di Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Bawah tidak
berbeda nyata dengan di Bagian Tengah p-value = 0,067 begitu juga dengan di Bagian Atas p-value = 0,302 demikian juga rata-rata cadangan karbon di Bagian
Tengah tidak berbeda nyata dengan di Bagian Atas p-value = 0,512. Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Bawah mempunyai rata-rata cadangan
karbon yang lebih tinggi dibandingkan Bagian Tengah dan Atas karena pohon dengan rata-rata diameter besar lebih banyak terdapat di Bagian Bawah dan
mengokupasi areal yang lebih luas dibandingkan di Bagian Tengah dan Atas Tabel 16. Selain hal tersebut proporsi tanaman kayu dibandingkan tanaman
pertanian lebih besar ditemukan di Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Bawah dibandingkan Tengah dan Atas, hal ini dimungkinkan karena di Bagian Tengah
dan Atas sebagian besar kebutuhan masyarakat tergantung pada hasil pertanian sehingga pemanfaatan ruang untuk kegiatan pertanian semusim lebih besar
dibandingkan tanaman tahunan. Hal sebaliknya terjadi di Bagian Bawah dimana mata pencaharian penduduk lebih beragam dan lebih modern sehingga tingkat
pemanfaatan kebun campuran untuk tanaman pertanian lebih rendah, masyarakat lebih memanfaatkan kebun campuran untuk tanaman buah-buahan tahunan yang
tidak memerlukan pengelolaan dan perawatan intensif. Dilihat dari pengaruh komposisi jenis dan bentuk pemanfaatan hasil yang ada, maka kebun-campuran
dengan proporsi tanaman buah-buahan berkayu yang lebih besar secara potensial cenderung akan memiliki persediaan karbon yang lebih besar tetapi dengan laju
10 20
30 40
50 60
70 80
90 Bawah
Tengah Atas
C-Stock tonha
serapan karbon yang lebih rendah dibandingkan dengan agroforestri dengan proporsi tanaman pertanian yang lebih besar. Jenis yang lebih beragam pada
kebun-campuran yang mengkombinasikan hasil kayu dengan daur pohon yang berbeda dan pohon penghasil buah akan menunda petani untuk melakukan
pemanenan hasil dalam waktu yang lebih singkat. Rata-rata cadangan karbon pada sistem kebun campuran di Hulu DAS Kali
Bekasi relatif tidak berbeda dengan cadangan karbon dari praktek agroforestri di Ciamis yang dilaporkan oleh Ginoga et al. 2002 yang mencapai 41,6
–85,3 tonCha, tetapi jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan praktek agroforestri di
Pacekelan, Jawa Tengah dan Kertayasa, Jawa Barat yang dihasilkan pada penelitian Rusolono 2006, tetapi secara umum relatif tidak berbeda karena
nilainya berada pada kisaran cadangan karbon di Pacekelan maupun di Kertayasa. Cadangan karbon pada agroforestri murni di Pacekelan mempunyai cadangan
karbon sebesar 13,4-76,1 tonha sedangkan di Kertayasa pada agroforestri campuran mempunyai cadangan karbon sebesar 8,5-70,8 tonha.
6 Rata-rata Cadangan Karbon Pekarangan
Sistem pekarangan di Pulau Jawa merupakan contoh pengelolaan lahan denagan sistem agroforestri yang berasal dari daerah tropika. Sebagaimana
pekarangan lain di dunia, pekarangan di Pulau Jawa tetap bertahan sampai masa ini sebagai sistem produksi skala kecil yang memadukan berbagai fungsi ekologi,
ekonomi, dan sosial. Ditengah ancaman keberadaan pekarangan akibat semakin meningkatnya kepadatan penduduk, semakin langkanya lahan pertanian, tekanan
urbanisasi, benturan pertanian komersil dengan sistem produksi pangan tradisional, dan rendahnya keuntungan pertanian skala kecil upaya untuk
merevitalisasi lahan pekarangan mulai dilakukan oleh pemerintah. Pekarangan diyakini sebagai salah satu sistem penggunaan lahan yang dapat mendukung
ketahanan pangan ditengah ancaman perubahan iklim. Lebih jauh dikemukakan oleh Albrecht Kandji 2003 pekarangan adalah salah satu varian dari sistem
agroforestri komplek yang mempunyai tingkat keanekaragaman tanaman tinggi. dengan sistem perenial sehingga dapat meningkatkan dan menyimpan karbon
dalam biomassa tanaman dan hasil lanjutannya.
Hasil penelitian pada tipe pekarangan kecil sampai besar di Hulu DAS Kali Bekasi menunjukkan bahwa rata-rata cadangan karbon pada pekarangan di Hulu
DAS Kali Bekasi adalah 43,35 tonha dengan simpangan baku sebesar 39,92 tonha, rata-rata cadangan karbon ini lebih besar tetapi relatif tidak berbeda
dengan studi yang dilakukan pada sistem pekarangan di Lampung oleh Roshetko et al. 2001 yang melaporkan bahwa cadangan karbon bagian atas pada sistem
pekarangan bervariasi antara 30-123 tonha dengan rata-rata cadangan karbon sebesar 35,3 tonha.
Rata-rata cadangan karbon terbesar terdapat pada tipe pekarangan sedang 200-500 m
2
dengan potensi cadangan sebesar 52,10 tonha dan terkecil pada tipe pekarangan sangat besar 1.000 m
2
dengan rata-rata cadangan karbon hanya 21,11 tonha. Rata-rata cadangan karbon pada tipe pekarangan sempit 200 m
2
sebesar 43,17 tonha sedangkan pada tipe pekarangan besar mempunyai cadangan karbon sebesar 7,54 tonha. Rata-rata cadangan karbon ini sangat dipengaruhi oleh
struktur tegakan penyusun pekarangan terutaman luas bidang dasar hal ini dapat dilihat pada Tabel 20 menunjukkan bahwa tipe pekarangan sedang mempunyai
luas bidang dasar paling tinggi demikian juga memiliki cadangan karbon yang paling besar.
Rata-rata cadangan karbon pada pekarangan di Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Atas, Tengah maupun Bawah secara statistik tidak terdapat perbedaan
yang nyata pada tingkat kepercayaan 95, hal ini ditunjukkan pada uji-t pada Tabel 32.
Tabel 32. Uji-t P-value rata-rata cadangan karbon di pekarangan Lokasi
Pengamatan Tengah
Bawah Wilayah
Kota Atas
0,35 0,21
0,98 Tengah
0,72 0,34
Bawah 0,20
Nilai p-value yang dihasilkan secara umum lebih besar dari 0,05 bahkan pada pekarangan di Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Atas dan Wilayah Kota
mempunyai nilai p-value sebesar 0,98 yang menunjukkan bahwa rata-rata
cadangan karbon pada kedua lokasi ini mendekati sama. Kondisi ini menunjukkan bahwa meskipun telah terjadi perubahan fungsi pekarangan dimana pekarangan di
Wilayah Kota pemukiman modern yang secara umum berfungsi untuk keindahan dan prestise tetapi tidak menunjukkan perubahan yang nyata dalam
fungsinya sebagai karbon sekuester. Meskipun secara statitik rata-rata cadangan karbon tidak terdapat perbedaan
yang nyata pada berbagai lokasi pengamatan tetapi secara relatif ditunjukkan pada Gambar 34, pekarangan di Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Bawah mempunyai
rata-rata cadangan karbon yang paling besar dibandingkan pekarangan di di Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Tengah, Bagian Atas dan Wilayah Kota. Hal ini
bersesuaian dengan rata-rata cadangan karbon pada tipe kebun campuran dimana kebun campuran di Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Bawah juga mempunyai rata-
rata cadangan karbon yang paling besar. Pekarangan di Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Bawah mempunyai rata-rata cadangan karbon sebesar 56,49 tonha,
pekarangan di Bagian Tengah mempunyai rata-rata cadangan karbon sebesar 49,27 tonha, pekarangan di Bagian Atas mempunyai rata-rata cadangan karbon
sebesar 33,92 tonha sedangkan pekarangan di Wilayah Kotapemukiman modern mempunyai cadangan karbon sebesar 34,20 tonha.
Gambar 34. Rata-rata cadangan karbon di pekarangan pada berbagai lokasi pengamatan di Hulu DAS Kali Bekasi
10 20
30 40
50 60
70 80
Wilayah Kota Bawah
Tengah Atas
C-Stock tonha
Variasi cadangan karbon tersebut sangat dipengaruhi oleh dimensi struktur tegakan penyusun pekarangan yaitu kerapatan tegakan dan luas bidang dasar
dimana pekarangan di Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Bawah memiliki rata-rata paling besar pada dimensi tersebut Tabel 24. Pada Hulu DAS Kali Bekasi
Bagian Atas memiliki rata-rata cadangan karbon paling kecil di bandingkan Bagian Tengah dan Bawah, hal ini dimungkinkan pada pekarangan di Bagian Atas
masyarakat lebih memanfaatkan ruang yang ada untuk tanaman pertanian seperti cabe, pepaya, pisang dan sedikit tanaman buah-buahan berkayu yang berdiameter
kecil seperti jeruk, duku, mangga sedangkan pohon-pohon yang berdiameter besar ditanam pada lahan dengan sistem kebun campuran. Hal sebaliknya di pekarangan
Tengah dan Bawah masih banyak dijumpai pohon-pohon berdiameter besar terutama pada pekarangan besar.
Pada pekarangan di wilayah kotapemukiman modern mempunyai rata-rata cadangan karbon yang relatif sama dengan Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Atas
hal ini dimungkinkan rata-rata diameter yang menyusun dua lokasi pekarangan ini hampir sama Tabel 24, meskipun di pemukiman modern masih dapat
dijumpai pohon-pohon tanaman buah seperti mangga, rambutan diantara tanaman hias yang menyusun pekarangan tetapi jenis yang ditanam merupakan jenis yang
telah mengalami pemuliaan sehingga pada umumnya memiliki diameter yang kecil.
7 Rata-rata Cadangan Karbon RTH Publik Area Sentul City
Ketersediaan RTH dengan luasan yang mencukupi pada pemukiman modern merupakan salah satu syarat yang harus diwujudkan bagi pengembang sebagai
salah satu kompensasi berkurangnya ruang terbuka hijau lahan pertanian, perkebunan akibat konversi menjadi kawasan pemukiman. Ketersediaan RTH
yang mencukupi pada suatu kawasan pemukiman untuk menciptakan daya dukung terhadap kondisi lingkungan guna tercapainya kualitas kehidupan yang baik.
Secara umum sebagian besar pengembang memasukkan areal terbuka pada lahan hak milik perorangan sebagai bagian dari RTH tetapi kenyataan pada akhirnya
pemilik rumah akan mengembangkan areal terbuka tersebut sebagai areal terbangun. Berdasarkan kondisi tersebut maka keberadaan RTH Publik pada
pemukiman modern menjadi hal penting terhadap daya dukung lingkungan meskipun tidak menutup kemungkinan sebagian besar pemilik menyisakan areal
terbuka tersebut untuk tamanpekarangan yang berperan serta juga menciptakan daya dukung lingkungan. Terdapatnya tanaman berkayu sebagai penyusun
tegakan pada RTH Publik Area menjadikan RTH Publik Area sebagai salah satu spot areal yang berpotensi dalam mensekuestrasi karbon dioksida. RTH Publik
Area Sentul City merupakan salah satu tipe penggunaan lahan yang ada di Hulu DAS Kali Bekasi. Studi cadangan karbon yang dilakukan pada areal tersebut
menunjukkan bahwa RTH Publik Area Sentul City mempunyai rata-rata cadangan karbon yang cukup besar yaitu 93,408 tonha Tabel 31 dimana nilai ini
mendekati rata-rata cadangan karbon pada tegakan hutan bahkan lebih besar dibandingkan potensi rata-rata cadangan karbon yang terdapat pada tegakan hutan
alam di TWA Gn. Pancar, bahkan dalam penelitian Setiawan 2006 melaporkan bahwa pada RTH jalur hijau jalan di Kota Bandar Lampung mencapai 103,300
tonha sedangkan pada RTH jalur hijau tepi sungai mencapai 160,971 tonha. Besarnya rata-rata cadangan karbon pada RTH Publik Sentul hal sangat
dimungkinkan karena vegetasi penyusun tegakan tersebut adalah dominan pohon- pohon berkayu yang berdiameter besar seperti trembesi, sengon, akasia, gmelina
dengan tingkat kerapatan individu yang tinggi 468 indha Gambar 20 Pohon berdiameter 20-39,9 cm memberikan kontribusi yang paling besar
pada RTH Publik Sentul yaitu sebesar 65,13 dari total rata-rata cadangan karbon Tabel 33. Hal ini sangat dimungkinkan karena 62,68 individu pohon penyusun
tegakan di RTH Publik Sentul adalah pada kisaran diameter 20-39,9 cm. Tabel 33. Rata-rata cadangan karbon pada RTH publik area Sentul City
Kelas Diameter cm
C-stock tonha
Persentase 10
0,19979 0,21
10-19,9 7,25845
7,77 20-29,9
29,90985 32,02
30-39,9 30,93189
33,11 40
25,10803 26,88
Total 93,40801
100,00
Tabel 34 menunjukkan kontribusi rata-rata cadangan karbon oleh tiap jenis tanaman penyusun tegakan pada RTH Publik Sentul. Jenis tanaman akasia,
gmelina, trembesi dan sengon merupakan jenis yang memberikan kontribusi besar dalam cadangan di RTH Publik Sentul. Akasia memberikan kontribusi paling
besar yaitu 31,30 dari total rata-rata cadangan karbon, gmelina memberikan kontribusi sebesar 24,39, trembesi memberikan kontribusi sebesar 15,89
sedangkan sengon memberikan kontribusi sebesar 15,16. Diantara ke empat jenis tersebut, trembesi tergolong ke dalam jenis yang mempunyai daya rosot
karbon per tahun paling besar yaitu sebesar 204,40 kgpohontahun Mayalanda, 2007. Daya rosot karbon oleh suatu jenis tanaman sangat dipengaruhi oleh luas,
jumlah helai daun dan laju fotosintesis yang dimiliki oleh suatu jenis tanaman. Tabel 34. Rata-rata cadangan karbon tiap jenis tanaman
penyusun RTH publik area Sentul City.
Jenis C-stock
tonha Persentase
Akasia 29,236
31,299 Bauhenia
0,528 0,565
Dadap merah 0,044
0,047 Gmelina arborea
22,778 24,385
karet 4,587
4,911 Mahoni
0,373 0,399
Pinus 5,747
6,152 Sengon
14,165 15,164
Spatodea 0,275
0,295 Trembesi
14,845 15,892
Pinang 0,120
0,128 Bambu Kuning
0,003 0,004
Manggis 0,039
0,041 Kelapa
0,056 0,060
Palem Raja 0,613
0,657 Total
93,408 100,00
Sebagian besar dari jenis yang berkontribusi besar terhadap cadangan karbon tersebut adalah jenis cepat tumbuh yang eksotik, hal ini dimungkinkan
pemilihan beberapa jenis tersebut dilakukan untuk mempercepat penutupan areal RTH yang ada sehingga upaya untuk menggantikannya dengan jenis-jenis
tanaman lokal yang mempunyai daya rosot karbon tinggi perlu dilakukan untuk menjaga keanekaragaman biodiversitas juga memberikan kontribusi dalam
meningkatkan dan mempertahankan serapan karbon. Jenis lokal yang mempunyai daya rosot karbon tinggi Karyadi, 2005; Purwaningsih, 2007; Hariyadi, 2008;
Lailati, 2008; Gratimah, 2009; Ardiansyah, 2009 diantaranya rasamala 35,34 tonpohontahun, buni 31,31 tonpohontahun, matoa 11,88 tonpohontahun,
randu 8,61 tonpohontahun, nangka 4,86 tonpohontahun, beringin 2,73 tonpohontahun, kepel 1,11 tonpohontahun, menteng 0,67 tonpohontahun,
limus 0,64 tonpohontahun, gandaria 0,56 tonpohontahun, kecapi 0,52 tonpohontahun, mangga 0,45 tonpohontahun, duku 0,43 tonpohontahun.
4.4.2 Potensi Cadangan Karbon dan Setara CO
2
dalam Skala Lanskap
Lanskap Hulu DAS Kali Bekasi mempunyai tutupan RTH yang masih cukup luas. RTH Permanen pada Hulu DAS Kali Bekasi berdasarkan interpretasi
citra terdiri dari Hutan Alam dan Hutan Pinus yang ada di kawasan lindung serta sistem agroforestri berupa kebun campuran, pekarangan, kebun bambu dan RTH
publik area pada pemukiman modern, sedangkan RTH non permanen terdiri dari semakpadang rumput, pertanian kering dan sawah yang ada di kawasan budidaya.
Total luas RTH Permanen pada Hulu DAS Kali Bekasi adalah 26.228,24 ha yang berkontribusi terhadap 56,76 luas Hulu DAS Kali Bekasi. RTH non permanen
memberikan kontribusi paling kecil yaitu hanya 3,43 atau seluas 1584,94 ha, sedangkan areal non RTH yang berupa areal terbangun, tanah terbuka dan badan
air memberikan kontribusi sebesar 38,89 atau seluas 1.7971,03 ha. Sehingga total luas RTH di Hulu DAS Kali Bekasi adalah 2.7813,17 ha dengan
perbandingan antara areal RTH dan non RTH adalah sebesar 3:2. Luas RTH pada Hulu DAS Kali Bekasi memberikan kontribusi 9,3 luas Kabupaten Bogor dan
19,7 luas DAS Kali Bekasi secara keseluruhan. Berdasarkan rata-rata cadangan karbon hasil pengukuran lapang pada tipe
hutan, hutan pinus, kebun campuran dan asumsi rata-rata cadangan karbon pada tipe padang rumput-pertanian semusim sebesar 2,2 tonha Roshetko et al., 2001
maka total cadangan karbon di Hulu DAS Kali Bekasi adalah sebesar 1,63x10
6
ton. RTH Permanen memberikan kontribusi besar terhadap cadangan karbon yang
ada di Hulu DAS Kali Bekasi yaitu sebesar 99,78 atau sebesar 1,62x10
6
ton, cadangan karbon terbesar terdapat pada tipe kebun campuran yang memberikan
kontribusi sebesar 75,13 total cadangan karbon pada RTH Permanen sedangkan Hutan Alam memberikan kontribusi 24,51 dan Hutan Pinus hanya sebesar
0,36. Kebun campuran meskipun memiliki rata-rata cadangan karbon yang lebih rendah dibandingkan hutan alam dan hutan tanaman tetapi menutupi areal yang
lebih luas pada Hulu DAS Kali Bekasi hal inilah yang menyebabkan kebun campuran memberikan kontribusi paling besar terhadap cadangan karbon di Hulu
DAS Kali Bekasi. Berdasarkan hal tersebut menunjukkan bahwa upaya untuk mengoptimalkan sistem agroforestri pada lahan pribadi yaitu berupa kebun
campuran, kebun bambu, pekarangan dan RTH publik area sangat diperlukan dalam menciptakan daya dukung kawasan terhadap fungsinya sebagai karbon
sekuestration, tentu saja dengan tetap menjaga kawasan hutan sebagai penyerap karbon karena mempunyai rata-rata potensi cadangan karbon paling besar serta
mempunyai status kawasan yang memang ditujukan untuk menciptakan daya dukung lingkungan. Berdasarkan nilai cadangan karbon yang dihasilkan maka
serapan CO
2
dapat dihitung dengan menggunakan perbandingan massa molekul relatif CO
2
44 dan massa atom relatif C 12 yaitu serapan CO
2
= 3,67 x cadangan karbon. Total cadangan karbon pada Hulu DAS Kali Bekasi setara
dengan serapan CO
2
sebesar 5,97 x 10
6
ton.
4.5 Korelasi Struktur Tegakan dan Keanekaragaman Jenis dengan Cadangan Karbon
Hubungan cadangan karbon dengan dimensi suatu tegakan disajikan pada Tabel 35 dan Gambar 35, terlihat bahwa luas bidang dasar LBDS sebagai fungsi
dari diameter pohon dan jumlah individu pohon merupakan dimensi penyusun tegakan yang mempunyai korelasi sangat erat dengan rataan estimasi cadangan
karbon. LBDS mempunyai nilai korelasi r terhadap cadangan karbon sebesar 0,755, hal ini berarti bahwa 75,5 data cadangan karbon dapat dijelaskan secara
sangat nyata oleh data luas bidang dasar tegakan. Nilai korelasi yang positif menunjukkan bahwa semakin besar luas bidang dasar suatu tegakan akan
mempunyai cadangan karbon yang semakin besar juga.
2000 4000
6000 8000
10000 12000
14000 16000
10 20
30 40
50 60
70
50 100
150 200
250
C-stock tonha
Tabel 35. Korelasi dimensi tegakan dengan cadangan karbon Dimensi Tegakan
Korelasi Pearson r Jumlah Jenis
0,148 Kerapatan
-0,215 Luas Bidang Dasar
0,755
Sangat nyata pada P0.01 Nyata pada P0.05
Gambar 35. Hubungan jumlah jenis, kerapatan dan luas bidang dasar tegakan dengan cadangan karbon
Observasi ini membuktikan bahwa ukuran diameter pohon merupakan komponen utama yang menentukan besarnya biomasa dan kandungan karbon
tanaman di samping jumlah pohon dan jumlah jenis penyusun tegakan pada lanskap Hulu Das Kali Bekasi. Hasil penelitian ini selaras dengan yang dilaporkan
oleh Siregar 2007 pada estimasi serapan karbon di TNGP serta Segura Kanninen 2005 yang melaporkan bahwa pohon berdiameter besar merupakan
komponen utama yang menentukan biomasa bagian atas di hutan tropika basah Costa Rica.
Pada penelitian ini korelasi yang signifikan terhadap rataan estimasi cadangan karbon juga ditunjukkan oleh nilai kerapatan dan jumlah jenis penyusun
tegakan. Kerapatan merupakan gambaran dari jumlah individu tanaman penyusun suatu tegakan sedangkan jumlah jenis merupakan gambaran dari tingkat
keanekaragaman jenis yang terdapat dalam tegakan sehingga jumlah individu pohon dan jenis tanaman yang menyusun suatu tegakan merupakan parameter lain
yang akan mempengaruhi nilai cadangan karbon suatu tegakan. Kerapatan
Jumlah jenis jenisplot, Luas Bidang Dasar m
2
ha Kerapatan individuha
Luas Bidang Dasar
Kerapatan Jumlah Jenis
mempuyai nilai korelasi negatif yang secara statistik diartikan bahwa semakin banyak individu penyusun tegakan akan mempunyai cadangan karbon yang
rendah, hal ini dapat dijelaskan keterkaitannya dengan ruang tumbuh. Semakin tinggi kerapatan suatu tegakan maka pada umumnya akan disusun oleh tegakan
yang berdiameter kecil dan sebaliknya semakin rendah kerapatan suatu tegakan akan mempunyai pohon-pohon yang berdiameter besar karena disusun oleh
pohon-pohon berdiameter besar inilah yang menyebabkan tegakan tersebut mempunyai cadangan karbon yang besar.
Jenis suatu tanaman akan mempengaruhi nilai cadangan karbon pada suatu tegakan, hal ini disebabkan terdapatnya keragaman nilai kerapatan kayu wood
density yang dimiliki oleh masing-masing jenis tanaman. Chave et al. 2005 mengemukakan bahwa kerapatan kayu merupakan parameter penting untuk
mendapatkan nilai dugaan yang akurat dalam pendugaan biomassa setelah diameter bahkan lebih penting dibandingkan tinggi. Jenis tanaman berkayu keras
dengan nilai kerapatan kayu yang tinggi cenderung memiliki nilai cadangan karbon yang tinggi karena kayu tersusun oleh serat selulosa yang merupakan
rangkaian dari rantai karbon. Meskipun demikian penelitian Setiawan 2006 melaporkan bahwa rata-rata cadangan karbon tidak mempunyai korelasi dengan
keanekaragaman komunitas pada studi yang dilakukan pada RTH Bandar Lampung. Fenomena ini juga terlihat pada penelitian ini dimana pada tegakan
monokultur pinus mempunyai rata-rata cadangan karbon paling besar di Hulu DAS Kali Bekasi dibandingkan tegakan campuran lainnya yang mempunyai
keanekaragaman lebih tinggi seperti hutan alam, kebun bambu, kebun campuran, pekarangan dan RTH Publik area.
Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa rata-rata cadangan karbon pada suatu tegakan tidak hanya dipengaruhi oleh salah satu parameter saja,
keanekaragaman jenis tanaman, diameter pohon penyusun dan kerapatan individu penyusun tegakan akan secara bersama-sama memberikan kontribusi dalam
besarnya nilai cadangan karbon suatu tegakan. Semakin besar diameter pohon penyusun suatu tegakan dengan jumlah individu yang banyak dan disusun oleh
jenis-jenis yang mempunyai kerapatan kayu tinggi maka potensi biomasa dan kandungan karbonnya juga semakin besar. Bersama dengan jumlah pohon yang
terdapat persatuan luas, besarnya biomasa dan kandungan karbonnya semakin meningkat secara konsisten dari diameter kecil sampai diameter besar.
4.6 Analisis Perubahan RTH Permanen Terhadap Cadangan Karbon 4.6.1 Dampak Perubahan RTH Permanen Terhadap Cadangan Karbon
Perubahan luasan RTH yang terdapat pada suatu lanskap tentu saja akan berdampak pada potensi yang dimiliki oleh lanskap tersebut dalam mensekuestrasi
karbon dioksida. Dengan menggunakan asumsi rata-rata cadangan karbon pada RTH permanen yang dihasilkan pada survei lapang dan rata-rata cadangan karbon
pada RTH non permanen berdasarkan Hairiah Rahayu 2007, yaitu sebesar 3 tonha untuk pertanian semusim serta 2,2 tonha untuk padang rumput Roshetko
et al., 2001 maka Hulu DAS Kali Bekasi dengan total luas RTH pada tahun 2000 sebesar 31,64x10
3
ha mempunyai cadangan karbon sebesar 0,84x10
6
ton atau setara dengan serapan CO
2
sebesar 3,06x10
6
ton, pada tahun 2003 dengan total luas RTH sebesar 23,61x10
3
ha mempunyai cadangan karbon sebesar 1,08x10
6
ton atau setara dengan serapan CO
2
sebesar 3,97x10
6
ton sedangkan pada tahun 2009 dengan luasan RTH sebesar 27,81x10
3
ha mempunyai cadangan karbon sebesar 1,63x10
6
ton atau setara dengan serapan CO
2
sebesar 5,97x10
6
ton. Terlihat trend peningkatan dalam kemampuan serapan CO
2
pada Hulu DAS Kali Bekasi meskipun pada tahun 2000 hingga 2003 mengalami penurunan luasan total
RTH, hal ini disebabkan luasan RTH yang mengalami penurunan adalah RTH non permanen sedangkan RTH permanen berupa kebun campuran mengalami
peningkatan. Luasan RTH non permanen mengalami penurunan dari tahun 2000 seluas 18,82x10
3
ha 40,74 menjadi 6,36x10
3
ha 13,75 dan pada tahun 2009 semakin menurun dengan luas hanya 1,58x10
3
ha 3,43. Kondisi ini menggambarkan bahwa besarnya kontribusi RTH permanen dalam fungsinya
sebagai penyerap karbon dioksida, meskipun kondisi RTH non permanen mengalami penurunan dari tahun ke tahun tetapi karena terdapatnya RTH
permanen mengakibatkan peningkatan kemampuan dalam penyerapan karbon dioksida.
Meskipun demikian terdapatnya tren peningkatan serapan CO
2
ini tidak dapat diartikan akan terjadinya peningkatan serapan CO
2
dari tahun ke tahun pada
kondisi yang akan datang ditengah ancaman semakin berkurangnya RTH, ancaman terbesar yang terjadi adalah jika RTH Permanen mengalami penurunan
karena RTH Permanen memberikan kontribusi yang besar terhadap kemampuan suatu lanskap dalam menyerap karbon dioksida sehingga upaya untuk
mengoptimalkan pekarangantaman sebagai salah satu penyusun RTH Permanen dalam areal lahan pribadi area sangat diperlukan disamping pengetatan
pengawasan terhadap pengembang untuk menyediakan RTH Publik area yang berdasarkan penelitian juga berkontribusi cukup besar dalam penyerapan CO
2.
4.6.2 Upaya Peningkatan Cadangan Karbon
Upaya peningkatan cadangan karbon di Hulu DAS Kali Bekasi dapat dilakukan dengan mengoptimalkan areal pada lahan pribadi area seperti
pekarangan, kebun campuran dan RTH publik area pada pemukiman modern dengan kombinasi berbagai jenis tanaman lokal yang mempunyai kemampuan
daya serap tinggi tetapi juga mampu memberikan manfaat sesuai dengan fungsi pokoknya, misalnya untuk kebutuhan pakan, obat dan kenyamanan pada tipe
pekarangan, kebutuhan kayu dan pakan pada tipe kebun campuran serta kebutuhan kenyamanan dan estetika pada tipe RTH.
Penananaman pada areal yang telah ditetapkan sebagai kawasan lindung sudah menjadi keharusan dalam meningkatkan cadangan karbon. Berdasarkan
peta tutupan vegetasi dan RTRW Kabupaten Bogor dihasilkan peta tutupan vegetasi pada kawasan lindung di TWA Gn. Pancar Gambar 36 yang
menunjukkan areal seluas 26,468 ha tidak tertutupi vegetasi. Upaya peningkatan cadangangan karbon dapat dilakukan sebagai salah satu
upaya untuk mengurangi emisi CO
2
ke udara dalam rangka mitigasi perubahan iklim tetapi hal ini harus diikuti oleh kesadaran masyarakat untuk mengurangi
tingkat emisi CO
2
yang dihasilkan, misalnya dengan mengurangi penggunaan bahan bakar fosil.
Gambar 36. Peta tutupan vegetasi TWA Gn. Pancar Berdasarkan Tabel 36 dapat dilihat bahwa beberapa jenis tanaman lokal
yang ditemukan di Hulu DAS Kali Bekasi seperti ki hujantrembesi, lame, rasamala, nangka, menteng, gandaria, bintangur, randu, beringin, limus, matoa,
kecapi, ki acret, kepel, ketapang mempunyai daya rosot tinggi bahkan sangat tinggi sehingga beberapa jenis tersebut potensial untuk dikembangkan dalam
kegiatan penanaman pada areal tanah kosong maupun dalam optimalisasi fungsi pekarangan dan kebun campuran sebagai karbon sekuester. Menurut Dahlan
2007 pemilihan jenis tanaman harus betul-betul diperhatikan dalam pembangunan hutan kota. Jenis pohon yang harus digunakan dalam program
penambahan luasan hutan kota adalah jenis berdaya sink sangat tinggi. Beberapa jenis tanaman potensial tersebut juga tergolong ke dalam jenis
tanaman yang mulai jarang dijumpai menteng, gandaria, limus, kecapi, kepel sehingga penanaman beberapa jenis tersebut juga dapat mempertahankan
biodiversitas yang ada di Hulu DAS Kali Bekasi. Menurut kaidah ekologi
lingkungan dengan keragaman yang tinggi jauh lebih stabil dibandingkan dengan lingkungan dengan indeks keragaman yang rendah.
Tabel 36. Daya rosot beberapa jenis tanaman yang ditemukan di Hulu DAS Kali Bekasi
Nama Daerah
Nama ilmiah Daya rosot
CO2 kgpohon
tahun Klasifikasi
Daya Rosot Manfaat
Sum- ber
Akasia Acacia mangium
23,26 rendah
kayu 2
Kemiri Aleurites moluccana
46,89 rendah
kayu, buah 3
Lame Alstonia scholaris
3.140,00 sangat tinggi
kayu, obat 2
Rasamala Altingia excelsa
35.336,00 sangat tinggi
kayu 3
Sirsak Annona muricata
78,62 sedang
kayu, buah 1
Nangka Artocarpus
heterophyllus 4.856,00
sangat tinggi kayu, buah
6 Menteng
Baccaurea motleyana 670,13
tinggi kayu, buah
8 Bauhinia
Bauhinia purpurea 3.170,00
sangat tinggi bunga
keindahan 7
Gandaria Bouea macrophylla
557,00 tinggi
kayu, buah 1
Bintangur Calophyllum inophyllum
914,97 tinggi
obat 1
Randu Ceiba pentandra
8.606,00 sangat tinggi
kayu 3
Pisitan Dysoxylum nutans
306,14 agak tinggi
kayu, buah 3
Dadap merah
Erythrina cristagalli 0,42
sangat rendah keindahan
6 Beringin
Ficus benjamina 1.917,63
tinggi kayu,
peneduh 8
Manggis Garcinia mangostana
1,85 sangat rendah
kayu, buah 7
Melinjo Gnetum gnemon
1,20 sangat rendah
kayu, buah, daun
2 Khaya
Khaya senegalensis 128,33
sedang keindahan
4 Duku
Lansium domesticum 429,00
agak tinggi kayu, buah
1 Limus
Mangifera foetida 638,00
tinggi kayu, buah
1 Mangga
Mangifera indica 445,30
agak tinggi kayu, buah
9 Sapu
tangan Maniltoa grandiflora
0,33 sangat rendah
keindahan 4
Rambutan Nephelium lappaceum
0,20 sangat rendah
kayu, buah 1
Jengkol Pithecellobium jiringa
0,67 sangat rendah
kayu, buah 3
Matoa Pometia pinnata
11.879,00 sangat tinggi
kayu, buah 8
Trembesi Samanea saman
204,40 agak tinggi
kayu, peneduh
4 Kecapi
Sandoricum koetjape 522,00
tinggi kayu, buah
2 Ki Acret
Spathodea campanulata 1.605,72
tinggi kayu,
peneduh 3
Kepel Stelechocarpus burakol
1.108,00 tinggi
kayu, buah 2
Mahoni Swietenia mahagony
452,53 agak tinggi
kayu, obat 8
Jambu bol Syzygium malaccense
109,26 sedang
kayu, buah 1
Jati Tectona grandis
207,00 agak tinggi
kayu 5
Ketapang Terminalia cattapa
756,00 tinggi
kayu, peneduh
3
Sumber :1 Hariyadi 2008, 2 Lailati 2008, 3 Purwaningsih 2007, 4 Mayalanda 2007, 5 Sinambela 2006, 6 Ardiansyah 2009 , 7 Imansyah 2010, 8 Gratimah 2009, 9 Karyadi 2005
Tentu saja dalam pemilihan jenis tanaman banyak aspek yang harus dipertimbangkan dalam keberhasilan kegiatan penanaman selain kesesuian tempat
tumbuh sebagai aspek utama yang perlu dipertimbangkan, kesesuaian fungsi tanaman dengan fungsi lahan dan penguasaan teknik silvikuktur jenis merupakan
salah satu faktor lain yang harus dipertimbangkan. Lame dan rasamala dapat digunakan pada pengayaan jenis di hutan, beringin akan lebih sesuai ditanam pada
daerah perlindungan mata air karena secara alami jenis ini banyak ditemukan pada sekitar sumber mata air, trembesi atau ki hujan dengan tajuknya yang lebar
sebaiknya ditanam di pinggir jalan yang sangat padat kendaraan, agar gas CO
2
yang dihasilkan dari kendaraan bermotor dapat diserap dengan baik oleh tanaman tepi jalan. Jenis tanaman multifungsi yang bernilai ekonomi serta berdaya sink
sangat tinggi yaitu selain kayunya dapat dimanfaatkan juga sumber pangan akan lebih sesuai jika ditanam di pekarangan dan kebun, sedangkan pada lokasi-lokasi
lainnya disesuaikan dengan tujuan-tujuan tertentu, misalnya untuk pelestarian keanekaragaman hayati.
V. SIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : 1.
Struktur komunitas vegetasi yang terdapat pada Hulu DAS Kali Bekasi sangat bervariasi dengan tingkat keanekaragaman jenis yang rendah hingga
sedang, keanekaragaman jenis paling tinggi dijumpai pada struktur vegetasi pekarangan tetapi secara umum mempunyai indeks keanekaragaman jenis
Shanon 3. 2.
Tutupan lahan berupa RTH pada Hulu DAS Kali masih cukup luas yaitu 60 luas Hulu DAS Kali Bekasi dan memberikan kontribusi terhadap 20
luas DAS Kali Bekasi serta 9 luas Kabupaten Bogor. Perubahan luas RTH permanen memberikan pengaruh terbesar terhadap total cadangan
karbon. 3.
Potensi rata-rata cadangan karbon pada RTH Permanen Hulu DAS Kali Bekasi paling besar dijumpai pada tipe tegakan Hutan Pinus. RTH
Permanen pada lahan pribadi Kebun Campuran, Pekarangan, Kebun Bambu mempunyai potensi rata-rata cadangan karbon lebih rendah
dibandingkan tipe RTH Permanen pada publik area Hutan Pinus, Hutan Alam, RTH Sentul tetapi memberikan kontribusi paling besar terhadap
total cadangan karbon di Hulu DAS Kali Bekasi yang mencapai 1,63x10
6
ton atau setara serapan CO
2
sebesar 5,97x10
6
ton. 4.
Kondisi struktur suatu tegakan memberikan pengaruh terhadap cadangan karbon yang mampu disimpan oleh tegakan tersebut. Luas bidang dasar
suatu tegakan merupakan dimensi tegakan yang mempunyai korelasi paling erat terhadap cadangan karbon disamping kerapatan dan
keanekaragaman jenis suatu tegakan.
5.2 Rekomendasi