Pada masing-masing plot pengamatan dilakukan pengukuran diameter pohon 1,3 m, pendataan jenis dan jumlah pohon. Kegiatan analisis vegetasi
dilakukan dalam petak-petak contoh berukuran tertentu yang disesuaikan dengan tingkatan pertumbuhan vegetasi, yaitu : petak pengamatan untuk tingkat semai
dengan ukuran 2 m x 2 m, petak pengamatan untuk tingkat pancang 5 m x 5 m, petak untuk tingkat tiang 10 m x 10 m, dan petak untuk tingkat pohon berukuran
20 m x 20 m. Parameter yang ingin diketahui dari kegiatan analisis vegetasi ini adalah sebagai
berikut: 1.
Petak contoh semai 2 m x 2 m: komposisi jenis, jumlah individu setiap jenis.
2. Petak contoh pancang 5 m x 5 m: komposisi jenis, jumlah individu setiap
jenis, diameter setinggi dada Dbh 3.
Petak contoh tiang 10 m x 10 m: komposisi jenis, jumlah individu setiap jenis, diameter setinggi dada Dbh
4. Petak contoh pohon 20 m x 20 m: komposisi jenis, jumlah individu setiap
jenis, diameter setinggi dada Dbh Adapun batasan tingkatan pertumbuhan vegetasi, yaitu :
Semai Seedlings merupakan tumbuhan yang mempunyai tinggi kurang dari 1,5
m. Dalam kelompok ini termasuk semai pohon, terna, paku-pakuan, rotan, pandan, tumbuhan memanjat.
Pancang
Saplings merupakan tumbuhan yang mempunyai diameter batang kurang dari 10 cm dan tinggi lebih dari 1,5 m. Dalam kelompok ini termasuk pula
perdu, tumbuhan memanjat dan anakan pohon.
Tiang
Poles adalah pohon yang mempunyai diameter batang antara 10-20 cm. Dengan batasan ini tumbuhan memanjat, berkayu, palmae dan bambu yang
mempuyai diameter seperti ketentuan tersebut termasuk dalam kelompok ini.
Pohon Trees adalah tumbuhan yang mempunyai diameter batang 20 cm.
3.5.2 Pengolahan Data
Pengolahan data yang dilakukan meliputi penghitungan biomassa pohon pada masing-masing tipologi lahan pada skala plot dan pengolahan citra.
- Penentuan biomassa pohon pada skala plot
Penentuan biomassa pohon pada skala plot dari beberapa jenis pohon dilakukan dengan metode non destructive sampling, yaitu melakukan
penghitungan menggunakan beberapa persamaan alometrik spesifik yang telah tersedia Tabel 3. Metode ini merupakan salah satu metode yang dapat dilakukan
dalam pendugaan biommasa pohon tanpa menyebabkan kerusakan pohon Brown, 1997; Hairiah Rahayu, 2007. Pada sebagian besar kegiatan pendugaan karbon
biomassa pohon, metode ini lebih sering digunakan seperti halnya yang dilakukan oleh Rahayu et al. 2004 dalam pendugaan cadangan karbon di Kabupaten
Nunukan, begitu juga halnya dalam penelitian yang dilakukan oleh Hairiah et al. 2001, Heriansyah et al. 2003; MacDicken 1997 dan Snowdown et al.
2002. Pemilihan persamaan alometrik yang tepat merupakan salah satu komponen
utama yang harus diperhatikan dalam melakukan pendugaan biomassa menurut Chave et al. 2004 penyebab kesalahan utama dalam pendugaan biomassa adalah
dalam pemilihan model. Hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan persamaan alometrik adalah kesesuaian jenis, kondisi lokasi dan selang diameter dimana
alometrik tersebut disusun. Adapun persamaan alometrik penduga biomassa pohon yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah seperti yang disajikan
pada Tabel 3. Model-model tersebut merupakan model yang memiliki kesesuain jenis dan kondisi lokasi penelitian. Model-model persamaan yang dipilih
dihasilkan dari lokasi yang memiliki kondisi kurang lebih sama dengan lokasi penelitian, yaitu daerah Cianjur, Puncak, Ciamis, Wonosobo. Persamaan spesifik
jenis menjadi salah satu kendala dalam pendugaan biomassa di daerah tropis karena daerah tropis memiliki jumlah jenis yang sangat banyak, sehingga
diperlukan model persamaan campuran mix species model dari beberapa jenis Chave et al, 2005. Dalam penelitian ini, jika persamaan spesifik jenis tidak
tersedia maka akan digunakan persamaan Chave et al. 2005, dipilih model berikut karena model ini merupakan hasil pengembangan dan koreksi dari
beberapa model sebelumnya yang telah ada, jumlah pohon contoh yang besar 2410 pohon, beberapa site penelitiannya di Indonesia serta model ini spesifik
kondisi tipe hutan yaitu tropis dengan curah hujan 3000-4000 mm, yang kurang lebih sama dengan curah hujan di lokasi penelitian.
Tabel 3. Persamaan allometrik penduga biomassa pohon
Jenis pohon Persamaan
Sumber Karet
Y=419-16,9D+0,322D
2
Cesylia 2009 Mahoni
Y = 0,048 D
2,68
Adinugroho 2002 Kopi
Y = 0,281 D
2,06
Arifin 2001 Pisang
Y = 0,030 D
2,13
dalam Hairiah et al. 2001 Bambu
Y = 0,131 D
2,28
Priyadarsini 1998 dalam Hairiah et al. 2001
Sengon Y= 0,0579D
2,5596
Rusolono 2006 Pinus
Y = 0,206 D
2,26
Hendra 2002 Palm
Y=4,5+7,7 H
stem
FrangiLugo 1985 dalam Brown 1997
Pohon lain Ln Y= -1,576+2,179lnD +0,198lnD
2
- 0,0272lnD
3
+1, 036ln ρ
Chave et al. 2005
Y = biomassa pohon kgpohon, D = diameter pohon cm, ρ = berat jenis kayu grcm3
- Penentuan C-stock dalam skala plot
Cadangan karbon C-stock dihitung dengan menggunakan pendekatan biomassa, dimana karbon dioksida yang diserap tanaman melalui proses
fotosintesis disimpan dalam bentuk biomassa. Cadangan karbon yang tersimpan dalam bentuk biomassa dapat diketahui dengan mengalikan biomassa dengan
fraksi karbon dari biomassa tersebut, yang secara umum sebesar 0,50 0,44-0,55, Tabel 4 IPCC, 2006.
Tabel 4. Fraksi karbon dari biomassa di daerah TropisSub Tropis
Bagian pohon Fraksi Karbon
Referensi semua
0,47 Mc Groddy et al., 2004
semua 0,47 0,44-0,49
Andreas and Merlet, 2001; Chambers et al., 2001; Mc Groddy
et al., 2004, Lasco and Pulhin, 2003 kayu
0,49 Feldpausch et al., 2004
Kayu, pohon D10cm 0,46
Hughes et al., 2000 Kayu, pohon D10cm
0,49 Hughes et al., 2000
foliage 0,47
Feldpausch et al., 2004 Foliage, pohon D10cm
0,43 Hughes et al., 2000
Foliage, pohon D10cm 0,46
Hughes et al., 2000
Sumber : IPCC 2006
- Pengolahan Citra
Alos AVNIR-2 Advanced Visible and Near Infrared Radiomater type 2 merupakan citra yang akan digunakan untuk melakukan interpretasi tutupan lahan
di Hulu DAS Kali Bekasi pada tahun 2009. Citra Alos AVNIR-2 mempunyai karakteristik sebagai berikut JAXA, 2008 :
Jumlah band : 4
Panjang gelombang : Band 1 0.42-0.50 μm
Band 2 0,52-0,60 μm Band 3 0,61-0,69 μm
Band 4 0,76-0,89 μm Resolusi spasial
: 10 m Resolusi radiometrik : 8 bit
Resolusi temporal : 46 revisit, hari
Waktu peluncuran : 2006
Pengolahan citra dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu : 1
Koreksi Citra Pengolahan awal meliputi pemeriksaan dan koreksi data asli dari distorsi
radiometris dan geometris. Pemeriksaan data dari distorsi radiometris pengaruh atmosfer dilakukan dengan metode histogram adjustment, yaitu histogram nilai
digital setiap kanal diperiksa untuk mengetahui nilai minimumnya selanjutnya apabila nilai tersebut tidak sama dengan nol, maka dilakukan koreksi dengan
pengurangan nilai setiap piksel pada kanal tersebut sebesar nilai minimumnya. Koreksi geometris dilakukan dengan mencari sejumlah ground control point
GCP yang dapat dikenali baik pada citra maupun peta acuan dan dicatat koordinatnya. GCP yang dicari adalah tersebar merata dan relatif permanen dalam
kurun waktu pendek. Jumlah minimum GCP dirumuskan sebagai berikut: Jumlah GCP minimum = t+1t+22
Dalam hal ini nilai t adalah ordo persamaan transformasi. Persamaan transformasinya adalah dengan Orde 1 Affine transformation, yaitu sebagai
berikut: p = a0 + a1x + a2y
l = b0 + b1x + b2y
Selanjutnya dilakukan resampling dengan metode tetangga terdekat nearest neighbourhood interpolation karena metode ini paling efisien dan tidak
mengubah nilai digital number DN yang asli. Kemudian dilakukan eliminasi GCP yang menyebabkan nilai Root Mean Square Error RMSE tinggi, sampai
dicapai nilai RMSE 0,5 pixel. RMSE dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:
Dalam hal ini: P
original
, I
original
= koordinat asli dari GCP pada citra P, I = koordinat estimasi
2 Pemilihan Kanal Spektral
Pemilihan kanal spektral untuk klasifikasi dilakukan dengan menggunakan metode Optimum Index Factor OIF. Kombinasi tiga kanal spektral yang terpilih
adalah kombinasi yang memiliki nilai OIF tertinggi. Adapun rumus untuk menghitung OIF adalah sebagai berikut:
Dalam hal ini: S = simpangan baku
r = koefisien korelasi 3
Penajaman Citra Tujuan dari penajaman citra adalah untuk memperbaiki kemampuan
mendeteksi obyek pada citra sehingga obyek pada citra dapat lebih mudah diinterpretasikan. Dalam penelitian ini digunakan algoritma penajaman citra linear
percentage linear contrast enhancement untuk penajaman spektral spectral enhancement dan algoritma penajaman tepi sharp enhancement dengan filter
high pass untuk penajaman spasial spatial enhancement. 4
Klasifikasi Terdapat dua pendekatan dasar klasifikasi citra multikanal dalam berbagai
bidang terapan penginderaan jauh, yaitu klasifikasi terbimbing supervised classification dan klasifikasi tidak terbimbing unsupervised classification
Lillesand dan Kiefer, 1979; Jaya,1997. Klasifikasi terbimbing didasarkan pada data hasil pekerjaan lapangan atau peta. Pendekatan klasifikasi ini menghasilkan
informasi yang lebih realistis dan membuahkan hasil klasifikasi yang lebih akurat daripada klasifikas tidak terbimbing unsupervised classification atau analisis
cluster yang hanya menghasilkan kelas-kelas spektral yang memerlukan interpretasi lebih lanjut. Metode kemiripan maksimum maximum likelihood
method adalah metode yang paling banyak digunakan, dimana digital number DN pada kanal untuk setiap kelas mewakili pengamatan yang bebas
independent dan populasi yang digambarkan mengikuti distribusi normal peubah ganda multivariate normal distribution.
5 Evaluasi Ketelitian Klasifikasi
Penilaian ketelitian klasifikasi dilakukan dengan rumus Kappa Acuracy. Rumus ini digunakan karena memperhitungkan semua elemen dalam matrik
kesalahan Confussion matrix. Rumus kappa accuracy ini juga digunakan untuk menguji kesignifikasian dua matrik kesalahan yang berasal dari metode yang
berbeda atau kombinasi kanal yang berbeda Jaya, 1997.
3.5.3 Analisis Data