Analysing of Tree Carbon Stock on Green Open Space Area in The Upstream of Kali Bekasi Watershed

(1)

ANALISIS CADANGAN KARBON POHON

PADA RUANG TERBUKA HIJAU

DI HULU DAS KALI BEKASI

WAHYU CATUR ADINUGROHO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “Analisis Cadangan Karbon Pohon pada Ruang Terbuka Hijau di Hulu DAS Kali Bekasi” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2012

Wahyu Catur Adinugroho


(3)

ABSTRACT

WAHYU CATUR ADINUGROHO. Analysing of Tree Carbon Stock on Green Open Space Area in The Upstream of Kali Bekasi Watershed. Under supervision of ANDRY INDRAWAN, SUPRIYANTO, and HADI SUSILO ARIFIN

The upstream of Kali Bekasi watershed condition plays an important role on the management of Kali Bekasi watershed, Jakarta and Bogor District. The presence of vegetation cover in sufficient area in the Permanent Green Open Space of upstream of Kali Bekasi watershed is crucial in maintaining environmental quality. CO2 sequestration by the presence of vegetation in a landscape is substantial mitigation of climate change. It creates a low carbon society that is needed to get appreciation in environmental services. The objective of study was to analyze structure and species diveristy of stands, to analyze changes of the permanent green open space in upstream of Kali Bekasi watershed, its carbon stocks and their correlation. Observation plots amounting to 161 plots were established in the study site, which were laid out on the upstream of watershed, representing upper, middle and lower parts of the site. Estimation of carbon stocks was calculated by using non-destructive sampling method, using the existing allometric equations. The results of vegetation analysis showed that the level of Shannon-index was low until medium, 0,63 and 3,36 respectively. These species were identified to have high carbon sinks, which is potential to increase carbon stocks and biodiversity conservation. Stand structure in the agroforestry system in the upstream of Kali Bekasi watershed was found closely to natural forest structure. The upstream of Kali Bekasi watershed has 1,63x106 tons carbon stock total equivalent 5,97x106 tons of CO2 uptake. Green open space in a private area (mix-garden, home garden, bamboo garden) most contributed to the total carbon stocks although the average carbon stock was lower than in pine forest and natural forest. The changes in permanent green open space area have the greatest influence on total carbon stocks. Carbon stocks were highly related to the basal areas, but stand density and species diversity has lower correlation to carbon stocks.

Keywords:CO2 sequestration, correlation, diversity, permanent green open space, stand structure


(4)

WAHYU CATUR ADINUGROHO. Analisis Cadangan Karbon Pohon pada Ruang Terbuka Hijau di Hulu DAS Kali Bekasi. Dibimbing oleh ANDRY INDRAWAN, SUPRIYANTO dan HADI SUSILO ARIFIN

Kondisi Hulu DAS Kali Bekasi berperan penting dalam pengelolaan DAS Kali Bekasi dan Kabupaten Bogor secara umum. Keberadaan tutupan vegetasi dengan luasan mencukupi pada RTH Permanen di Hulu DAS Kali Bekasi sangat berperan dalam menjaga kualitas lingkungan. Keberadaan vegetasi yang mampu menyerap karbondioksida dalam suatu lanskap sangat diperlukan untuk mitigasi perubahan iklim yaitu menciptakan masyarakat rendah karbon (low carbon society) serta perlu mendapat apresiasi sebagai salah satu jasa lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk : 1) menganalisis struktur tegakan dan keanekargaman jenis di Hulu DAS Kali Bekasi, 2) menganalisis perubahan Ruang Terbuka Hijau (RTH) permanen DAS Kali Bekasi bagian Hulu, 3) menganalisis cadangan karbon pohon pada Ruang Terbuka Hijau (RTH) permanen DAS Kali Bekasi bagian Hulu saat ini, 4) menganalisis korelasi cadangan karbon pohon dengan struktur komunitas vegetasi. Analisis cadangan karbon dilakukan dengan membuat 161 plot pengamatan yang tersebar pada Hulu DAS Kali bagian atas, tengah dan bawah serta mewakili masing-masing tipe RTH Permanen yang ada di Hulu DAS Kali Bekasi yaitu Hutan Alam, Hutan Pinus, Kebun Campuran, Kebun Bambu dan Pekarangan. Pendugaan cadangan karbon dilakukan secara non destruktif dengan menggunaan persamaan alometrik yang sudah ada. Analisis cadangan karbon dalam skala lanskap dan perubahannya dilakukan dengan melakukan interpretasi tutupan lahan pada citra Avhnir-2. Hasil analisis struktur vegetasi yang ada di Hulu DAS Kali Bekasi menunjukkan tingkat keanekaragaman jenis Shannon yang rendah hingga sedang meskipun demikian masih dapat dijumpai beberapa jenis tanaman yang mulai jarang dijumpai, jenis-jenis tersebut juga mempunyai daya rosot yang tinggi sehingga potensial untuk dijadikan pilihan jenis dalam peningkatan cadangan karbon dan upaya pelestarian keanekaragaman hayati. Struktur tegakan pada sistem agroforestri mendekati struktur tegakan pada hutan alam. Hulu DAS Kali Bekasi mempunyai total cadangan karbon sebesar 1,63x106 ton atau setara serapan CO2 sebesar 5,97x106ton. RTH pada lahan pribadi (Kebun Campuran, Pekarangan, Kebun Bambu) memberikan kontribusi terbesar terhadap total cadangan karbon meskipun rata-rata cadangan karbon yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan Hutan Pinus dan Hutan Alam. Perubahan luas RTH permanen memberikan pengaruh terbesar terhadap total cadangan karbon. Cadangan Karbon dalam suatu tegakan berkorelasi paling erat dengan luas bidang dasar vegetasi penyusun suatu tegakan demikian juga kerapatan dan keanekaragaman jenis meskipun korelasinya lebih rendah.

Kata kunci : keragaman jenis, korelasi, RTH permanen, Sekuestrasi CO2, struktur tegakan


(5)

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(6)

DI HULU DAS KALI BEKASI

WAHYU CATUR ADINUGROHO

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Silvikultur Tropika

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(7)

(8)

Nama : Wahyu Catur Adinugroho

NRP : E451080091

Program Studi : Silvikultur Tropika

Disetujui :

Komisi Pembimbing

Prof.(Emeritus) Dr. Ir. Andry Indrawan, M.Si. Ketua

Dr. Ir. Supriyanto, DEA Anggota

Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, M.S Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi/Mayor Silvikultur Tropika

Dr. Ir. Basuki Wasis, M.S.

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr


(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt. atas segala karunia-Nya sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah “Cadangan Karbon Biomassa Pohon Sebagai Salah Satu Jasa

Lingkungan” dengan judul penelitiannya ialah “Analisis Cadangan Karbon Pohon pada Ruang Terbuka Hijau di Hulu DAS Kali Bekasi”. Dilakukannya penelitian tentang Carbon stock di DAS Kali Bekasi ini untuk terintegrasinya kegiatan penelitian di bawah payung Hibah Kompetisi 2010 DP2M DIKTI “Manajemen

Lanskap Perdesaan Bagi Kelestarian dan Kesejahteraan Lingkungan” dibawah koordinasi Prof. Dr. Hadi Susilo Arifin, MS. Payung penelitian meliputi berbagai aspek penelitian, yaitu : biodiversity, eco-village, pekarangan dan jasa lingkungan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. (Emeritus) Dr. Ir. Andry Indrawan, M.Si, Dr. Ir. Supriyanto dan Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, MS selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberi saran dan masukan kepada penulis selama penyusunan tesis. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS selaku dosen luar komisi pada ujian tesis atas masukan dan saran dalam penyempurnaan tesis. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bogor, Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BP DAS) Citarum-Ciliwung, Pengelola Sentul City, segenap staf desa dan masyarakat di Kampung Cimadala, Landeuh, dan Leuwijambe, serta rekan-rekan di lapangan, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Alm. Bapak, Ibu, Kakak dan adik, serta seluruh keluarga dan sahabat atas doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2012


(10)

Penulis dilahirkan di Semarang, pada tanggal 4 April 1979 dari ayah Drs. Soenjoto (Alm) dan ibu Djumiah. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara.

Tahun 1997 penulis lulus dari SMU Negeri 6 Semarang dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Penulis memilih Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan dan lulus pada tahun 2002. Kesempatan untuk melanjutkan studi ke Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor diperoleh penulis melalui program tugas belajar dari Kementerian Kehutanan.

Selama penulis menjadi mahasiswa, penulis berkesempatan mendapatkan beasiswa yang berasal dari Japan-East Asia Network of Exchange of Students and Youths (JENESYS) untuk mengikuti Short-term Student Exchange Program pada

Laboratory of Forest Ecology yang merupakan pogram pertukaran mahasiswa kerjasama University to University (U to U) antara IPB (PIC: Prof. Hadi Susilo Arifin) dan Okayama University (PIC: Prof. Keiji Sakamoto) selama 6 bulan mulai bulan Oktober 2010 sampai bulan Maret 2011. Selama mengikuti student

exchange penulis berkesempatan mengikuti Symposium “Globalization of

Education System of Bioscience based on Biodiversity” dan mempresentasikan

poster berjudul “Biomass carbon sink in a bamboo Phyllostachys nigra var.

Henonis (bambusoidea) stands”. Selama menjadi mahasiswa S2 juga

berkesempatan mengikuti “INCAS (Indonesia’s National Carbon Accounting

System) – ICARM (Indonesia’s Carbon Accounting and Reporting Model)

Calibration and Training Workshop” di Canberra, Australia pada bulan November 2011. Saat ini penulis bekerja sebagai peneliti di Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam, Kementerian Kehutanan di Samboja, Kalimantan Timur sejak tahun 2003.


(11)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 4

1.4. Tujuan Penelitian ... 5

1.5. Manfaat Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Kondisi DAS Kali Bekasi ... 8

2.2. Ruang Terbuka Hijau (RTH) ... 10

2.3 Jasa Fungsi Ekologis Penyimpanan Karbon Oleh Vegetasi ... 11

2.4. Biomassa dan Cadangan Karbon Pohon ... 12

2.5. Pendugaan Cadangan Karbon Pohon ... 13

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1.Waktu dan Lokasi Penelitian ... 15

3.2.Bahan dan Alat ... 16

3.3.Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian ... 16

3.4.Rancangan Penelitian ... 17

3.5.Tahapan Kegiatan Penelitian ... 18

3.5.1 Pengumpulan Data... 18

3.5.2 Pengolahan Data ... 22

3.5.3 Analisis Data ... 27

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Kondisi Umum Wilayah Penelitian ... 30

4.1.1 Letak Geografis dan Administratif ... 30

4.1.2 Iklim ... 31

4.1.3 Tanah... 31

4.1.4 Topografi... 32

4.1.5 Hidrologi ... 32

4.1.6 Sosial Ekonomi ... 33

4.2.Struktur Tegakan dan Keanekaragaman Jenis ... 33

4.2.1 Hutan Pinus ... 33

4.2.2 Hutan Alam ... 35

4.2.3 Agroforestri Kopi ... 39

4.2.4 Kebun Bambu ... 41


(12)

ii

4.3.1 Tutupan Lahan ... 62

4.3.2 Perubahan Ruang Terbuka Hijau (RTH) ... 70

4.4.Analisi Cadangan Karbon Saat Ini ... 73

4.4.1 Profil Cadangan Karbon ... 73

4.4.2 Potensi Cadangan Karbon dan Setara CO2 dalam Skala Lanskap ... 88

4.5.Korelasi Struktur Tegakan dan Keanekaragaman Jenis dengan Cadangan Karbon... 89

4.6.Analisis Perubahan RTH Permanen Terhadap Cadangan Karbon .... 92

4.5.1 Dampak Perubahan RTH Permanen Terhadap Cadangan Karbon... 92

4.5.2 Upaya Peningkatan Cadangan Karbon ... 93

V. SIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1.Simpulan ... 97

5.2.Rekomendasi ... 98

DAFTAR PUSTAKA ... 99


(13)

iii

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Komponen biomassa pada berbagai tipe ekosistem ... 12 2. Matriks keputusan gudang karbon utama yang perlu diukur dan

dimonitor untuk berbagai contoh proyek karbon berbasis hutan

(Brown1999) ... 14 3. Persamaan allometrik penduga biomassa pohon ... 24 4. Fraksi karbon dari biomassa di daerah Tropis/Sub Tropis ... 24 5. Kerapatan (K) dan luas bidang dasar (LBDS) tegakan pinus

pada tiap kelas diameter (KD) ... 34 6. Jenis vegetasi yang ditemukan di hutan alam TWA Gn. Pancar ... 36 7. Kerapatan, diameter rata-rata dan luas bidang dasar tegakan Hutan

Alam TWA Gunung Pancar pada tiap tingkat pertumbuhan ... 37 8. Jenis Vegetasi dengan INP Tertinggi pada tiap Tingkat Pertumbuhan di

Lokasi Pengamatan Hutan Alam di TWA Gn. Pancar ... 38 9. Indeks kekayaan Jenis (R), indeks diversitas (H’) Shannon dan indeks

dominansi (C) pada berbagai tingkat pertumbuhan di lokasi

pengamatan Hutan Alam TWA Gn. Pancar ... 39 10. Distribusi jenis ekosistem kebun bambu pada masing-masing lokasi

pengamatan di Hulu DAS Kali Bekasi ... 42 11. Indeks kekayaan jenis (R), indeks diversitas (H’) Shannon dan indeks

dominansi (C) pada lokasi pengamatan kebun bambu di Hulu DAS Kali Bekasi ... 43 12. Jenis vegetasi dengan INP tertinggi pada masing-masing Lokasi

pengamatan kebun bambu ... 44 13. Kerapatan, diameter rata-rata dan luas bidang dasar tegakan ekosistem

kebun bambu pada tiap lokasi pengamatan ... 44 14. Kerapatan, diameter rata-rata dan luas bidang dasar tegakan ekosistem

kebun bambu pada tiap jenis bambu ... 45 15. Distribusi jenis ekosistem kebun campuran pada masing-masing lokasi

pengamatan di Hulu DAS Kali Bekasi ... 46 16. Kerapatan, diameter rata-rata dan luas bidang dasar tegakan kebun

campuran pada tiap lokasi pengamatan di Hulu DAS Kali Bekasi ... 47 17. Jenis vegetasi dengan INP tertinggi pada tiap tingkat pertumbuhan


(14)

iv 19. Dimensi luas pekarangan contoh (m2) dan rata-rata jumlah jenis

tiap pekarangan (jenis/pekarangan) ... 53

20. Jumlah jenis, kerapatan dan luas bidang dasar tegakan pekarangan pada tiap tipe pekarangan ... 54

21. Distribusi jenis di pekarangan pada lokasi pengamatan ... 54

22. Jenis vegetasi dengan INP tertinggi pada pekarangan ... 58

23. Indeks kekayaan Jenis (R), indeks diversitas (H’) Shannon dan indeks dominansi (C) pada lokasi pengamatan pekarangan ... 59

24. Kerapatan, diameter rata-rata dan luas bidang dasar tegakan pekarangan pada tiap lokasi pengamatan ... 60

25. Jenis tanaman pada lokasi pengamatan RTH publik area Sentul City ... 61

26. Luas dan persentase tutupan lahan Hulu DAS Kali Bekasi ... 64

27. Akurasi interpretasi tutupan lahan Hulu DAS Kali Bekasi ... 65

28. Nilai rata-rata cadangan karbon pada tegakan hutan pinus ... 74

29. Cadangan karbon hutan alam... 75

30. Cadangan karbon pada agroforestri kopi ... 77

31. Cadangan karbon pada kebun bambu ... 78

32. Uji-t (P-value) rata-rata cadangan karbon di pekarangan ... 83

33. Rata-rata cadangan karbon pada RTH publik area Sentul City ... 86

34. Rata-rata cadangan karbon tiap jenis tanaman penyusun RTH publik area Sentul City... 87

35. Korelasi dimensi tegakan dengan cadangan karbon ... 90

36. Daya rosot beberapa jenis tanaman yang ditemukan di Hulu DAS Kali Bekasi ... 95


(15)

v

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kerangka pemikiran penelitian ... 6

2. Persentase penutupan lahan di DAS Kali Bekasi ... 9

3. Peta lokasi penelitian di kawasan Hulu DAS Kali Bekasi ... 15

4. Skema tahapan kegiatan penelitian ... 19

5. Bentuk plot sampling lingkaran ... 20

6. Bentuk plot sampling petak kuadrat ... 21

7. Bentuk plot sampling garis berpetak ... 21

8. Peta elevasi Hulu DAS Kali Bekasi... 30

9. Tegakan pinus di TWA Gunung Pancar ... 34

10. Kerapatan tegakan Hutan Pinus di Hulu DAS Kali Bekasi ... 35

11. Tegakan di Hutan Alam TWA Gn. Pancar ... 35

12. Kerapatan tegakan pada berbagai tingkat pertumbuhan Hutan Alam di TWA Gn. Pancar ... 37

13. Ilustrasi struktur vertikal agroforestri kopi di Hulu DAS Kali Bekasi ... 40

14. Kerapatan (ind/ha) jenis penyusun tegakan agroforestri kopi di Hulu DAS Kali Bekasi ... 41

15. Kebun bambu di Hulu Das Kali Bekasi ... 41

16. Kebun campuran di Cimandala ... 48

17. Kerapatan tegakan kebun campuran di Hulu DAS Kali Bekasi ... 48

18. Pekarangan di Hulu Das Kali Bekasi... 52

19. Beberapa jenis tanaman di pekarangan Hulu DAS Kali Bekasi ... 56

20. Kerapatan tegakan pekarangan di Hulu DAS Kali Bekasi ... 59

21. RTH di sempadan jalan Sentul City ... 60

22. Kerapatan tegakan dan luas bidang dasar tegakan pada RTH Publik Sentul ... 62

23. Peta tutupan vegetasi Hulu DAS Kali Bekasi... 63

24. Peta tutupan lahan Hulu DAS Kali Bekasi ... 64

25. (a) Pertanian lahan kering singkong, (b) Pengolahan aci ... 67

26. Lanskap sawah di Hulu DAS Kali Bekasi ... 68


(16)

vi 30. Profil cadangan karbon pada lanskap Hulu DAS Kali Bekasi ... 73 31. Kontribusi masing-masing jenis bambu terhadap cadangan karbon

Bambu pada kebun bambu di Hulu DAS Kali Bekasi ... 79 32. Disitribusi cadangan karbon kebun bambu pada lokasi pengamatan

di Hulu DAS Kali Bekasi ... 79 33. Cadangan karbon kebun campuran pada lokasi pengamatan di Hulu

DAS Kali Bekasi... 81 34. Rata-rata cadangan karbon di pekarangan pada berbagai lokasi

pengamatan di Hulu DAS Kali Bekasi ... 84 35. Hubungan jumlah jenis, kerapatan dan luas bidang dasar tegakan

dengan cadangan karbon... 90 36. Peta Tutupan Vegetasi TWA Gn. Pancar ... 94


(17)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Daftar jenis vegetasi Hutan alam TWA Gn. Pancar, Kebun bambu, Kebun campuran, Pekarangan dan RTH Publik Sentul City pada

Hulu DAS Kali Bekasi... 107

2. Hasil analisis vegetasi pada hutan alam di kawasan hutan TWA Gn. Pancar ... 111

3. Hasil analisis vegetasi pada kebun bambu di Hulu DAS Kali Bekasi .... 112

4. Hasil analisis vegetasi pada kebun campuran di Cimandala ... 114

5. Hasil analisis vegetasi pada kebun campuran di Landeuh ... 115

6. Hasil analisis vegetasi pada kebun campuran di Leuwijambe ... 116


(18)

1.1 Latar Belakang

Kondisi lingkungan kadang diabaikan dalam mencapai kemajuan pembangunan suatu wilayah. Jumlah penduduk yang semakin meningkat, kemajuan tekhnologi, pertumbuhan ekonomi dan faktor-faktor kebijakan mendorong terjadinya degradasi lingkungan. Terdegradasinya kondisi lingkungan ini tentu saja akhirnya akan menimbulkan dampak yang sangat merugikan bagi manusia. Terjadinya banjir, longsor dan puting beliung pada suatu wilayah di Indonesia sudah menjadi berita rutin yang sering kita dengar sebagai salah satu dampak terdegradasinya kondisi lingkungan terlepas dari faktor cuaca ekstrim yang terjadi. Begitu juga halnya dengan apa yang terjadi pada DAS Kali Bekasi. Tutupan lahan pada DAS Kali Bekasi telah mengalami perubahan, keberadaan lahan yang tertutupi oleh vegetasi pohon pada kawasan DAS ini telah mengalami pengurangan. Taman Wisata Alam Gunung Pancar yang merupakan kawasan hutan yang terdapat di DAS Kali Bekasi sebagian dari kawasannya telah berupa lahan terbuka dan ladang pertanian masyarakat, selain itu perkebunan karet di bagian hulu telah hilang menjadi daerah permukiman dan lapangan golf, luas kawasan DAS yang berupa penutupan hutan hanya tersisa 4%. Kondisi ini tentu saja memberikan dampak pada berubahnya aliran sungai dan naiknya debit air pada aliran sungai di DAS Kali Bekasi ( BPDAS Citarum - Ciliwung, 2009). Kali Bekasi merupakan salah satu dari tiga sungai utama yang berperan menimbulkan banjir di Jakarta selain Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, 2007) sehingga DAS Kali Bekasi menjadi prioritas pengelolaan DAS I bersama 7 DAS lainnya (Citarum, Ciliwung, Cisadane, Cipunagara, Ciujung, Kali Angke-Pesanggrahan, Sunter) dari 24 DAS yang menjadi wilayah kerja BPDAS Citarum-Ciliwung

Berdasarkan uraian tersebut di atas maka sangat diperlukan penerapan prinsip-prinsip manajemen lanskap yang berawawasan lingkungan dalam mencapai pembangunan yang berkelanjutan pada kawasan DAS Kali Bekasi. Pembangunan berkelanjutan akan dapat dicapai dengan memperhatikan 3 prinsip yaitu kesejahteraan masyarakat, lingkungan dan ekonomi. Pembangunan


(19)

2

berkelanjutan harus memperhatikan tatanan lanskap yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal, serta pada saat yang sama juga menjaga kondisi ekologis yang ada atau meningkatkan kualitas lingkungan. Keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dengan luasan yang mencukupi pada suatu tatanan lanskap menjadi salah satu faktor kunci terjaganya kualitas lingkungan suatu lanskap. RTH pada suatu lanskap dapat berupa RTH permanen yaitu taman, pekarangan, kebun campuran dan hutan yang dominan ditumbuhi tanaman tahunan serta RTH non permanen berupa sawah, tegalan yang dominan ditumbuhi tanaman semusim.

Secara ekologis, vegetasi yang ada pada RTH juga berfungsi sebagai pengendali iklim. Tanaman seluas 1 ha dapat menyerap karbondioksida sebanyak 900 kg/hari, menyaring debu sampai 85%, memproduksi oksigen sebanyak 600kg/hari serta dapat menurunkan suhu sampai 4oC (Joachim et al. yang diacu oleh Frick & Suskiyatno, 1998). Peran vegetasi sebagai penyerap karbondioksida menjadi bagian penting saat ini dalam rangka mengatasi pemanasan global yang disebabkan meningkatnya kadar gas rumah kaca terutama karbondioksida di atmosfer. Sehingga keberadaan vegetasi yang mampu menyerap karbondioksida dalam suatu lanskap ini diperlukan untuk menciptakan masyarakat rendah karbon (low carbon society) serta perlu mendapat apresiasi sebagai salah satu jasa lingkungan. Penghargaan harus diberikan kepada masyarakat atas kearifannya menjaga keberadaan vegetasi di lingkungan tersebut. Praktek jasa lingkungan ini merupakan salah satu realisasi ekonomi yang dapat dikembangkan untuk menciptakan harmonisasi pembangunan yang berbasis DAS. Dikemukakan bahwa harmonisasi pembangunan yang berbasis DAS pada lanskap perdesaan dapat dicapai dengan mengaplikasikan konsep triple bottom line benefit, yakni lingkungan, ekonomi dan masyarakat (Arifin et al., 2008).

Guna mengaplikasikan penyimpanan karbon (Carbon stock) sebagai salah satu jasa lingkungan dan mendorong terciptanya masyarakat rendah karbon tersebut maka diperlukan kajian cadangan karbon yang tersimpan pada lanskap tersebut, yaitu menganaliasa perubahan RTH yang terjadi, mengetahui cadangan karbon yang ada saat ini dan melihat korelasi cadangan karbon dengan struktur komunitas vegetasi yang ada. Pada penelitian ini analisis cadangan karbon pohon dilakukan pada RTH permanen mengingat bahwa jumlah cadangan karbon pada


(20)

lahan pertanian (RTH non permanen) jauh lebih kecil daripada hutan (Rahayu, dkk, 2004). Pendugaan Cadangan Karbon (C) pada Pohon dapat dilakukan secara tidak langsung (menggunakan persamaan alometrik dan teknologi pengindraan jauh). Teknologi pengindraan jauh telah banyak digunakan dalam bidang tata lingkungan karena mempunyai data yang unik, mempermudah pekerjaan di lapangan dan biaya yang relatif murah serta waktu yang lebih singkat. Pendugaan cadangan karbon (C) pada pohon menggunakan teknologi penginderaan jauh yang dikombinasikan dengan data lapangan merupakan salah satu metode yang akan semakin berkembang untuk monitoring cadangan karbon pada suatu kawasan.

1.2 Rumusan Masalah

Daerah Aliran Sungai Kali Bekasi mempunyai peranan terhadap bahaya banjir di Bekasi dan Jakarta bagian timur. Kali Bekasi merupakan salah satu dari tiga sungai utama (Ciliwung, Cisadane, Kali Bekasi) yang berperan menimbulkan banjir di Jakarta pada kejadian banjir tahun 2006. Hal ini salah satunya disebabkan berkurangnya lahan yang tertutupi oleh vegetasi pohon. Sebagian besar Ruang Terbuka Hijau pada kawasan DAS Kali Bekasi tersebar di bagian hulu. Namun demikian kawasan Hulu DAS Kali Bekasi ini mengalami berbagai permasalahan perubahan tata guna lahan yang dapat mengganggu peranannya tersebut.

Permasalahan yang terjadi terkait erat dengan perubahan penutupan dan penggunaan lahan. Tutupan lahan pada DAS Kali Bekasi telah mengalami perubahan, keberadaan lahan yang tertutupi oleh vegetasi pohon pada kawasan DAS ini telah mengalami pengurangan. Taman Wisata Alam Gunung Pancar yang merupakan kawasan hutan yang terdapat di DAS Kali Bekasi sebagian dari kawasannya telah berupa lahan terbuka dan ladang pertanian masyarakat, selain itu perkebunan karet dibagian hulu telah hilang menjadi daerah permukiman dan lapangan golf.

Tentu saja perubahan penutupan dan penggunaan lahan berdampak pada keberadaan vegetasi. Keberadaan vegetasi pada tingkat pohon pada suatu lanskap secara ekologis memberikan manfaat yang besar. Selain secara estetika, manfaat ekologis dari keberadaan vegetasi pada tingkat pohon di suatu lanskap yang saat


(21)

4

ini menjadi perhatian banyak orang adalah sebagai pengendali iklim terkait dengan penyerapan karbondioksida melalui proses fotosintesis. Peningkatan kadar CO2 yang diyakini oleh para ilmuwan memberikan dampak terhadap terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim telah menjadi isu global, salah satu solusi untuk mengurangi dampak ini adalah melakukan penanaman pohon-pohon yang mampu menyerap CO2 dan mempertahankan kawasan yang telah tertutupi vegetasi untuk tetap tertutupi oleh vegetasi. Berdasarkan hal tersebut, peran vegetasi dalam kaitannya dengan penyerapan karbon merupakan salah satu jasa lingkungan yang potensial untuk dikembangkan untuk mendukung sebuah harmonisasi pembanguan yang berkelanjutan pada suatu lanskap.

Berdasarkan hal tersebut, maka rumusan masalah yang akan menjadi fokus dalam penelitian ini adalah :

1) Bagaimanakah struktur komunitas vegetasi di Hulu DAS Kali Bekasi?

2) Bagaimanakah perubahan RTH permanen di Hulu DAS Kali Bekasi seiring dengan perubahan penggunaan lahan?

3) Berapakah cadangan karbon pohon yang ada di RTH permanen di Hulu DAS Kali Bekasi pada saat ini?

4) Bagaimanakah korelasi cadangan karbon pohon dengan struktur komunitas vegetasi?

1.3 Kerangka Pemikiran

Daerah Aliran Sungai Kali Bekasi merupakan salah satu DAS yang berpengaruh terhadap terjadinya banjir di Jakarta. Kawasan hulu DAS ini menjadi bagian penting mengingat sebagian besar RTH yang terdapat di DAS Kali Bekasi tersebar di bagian hulu meliputi RTH permanen yang berupa hutan (TWA Gn. Pancar), kebun campuran, kebun bambu, kebun kopi dan vegetasi pohon pada pekarangan dan kawasan RTH di perumahan serta RTH non permanen (Sawah, ladang, padang rumput, semak), sedangkan pada bagian tengah dan hilir DAS berupa permukiman yang padat. Vegetasi yang terdapat pada kawasan RTH secara ekologis mempuyai berbagai fungsi, terkait dengan isu global yang saat ini berkembang yaitu tentang perubahan iklim, secara ekologis vegetasi berperan dalam pengendali iklim melalui kemampuannya dalam menyerap karbondioksida


(22)

dan menyimpannya dalam bentuk biomassa. Sehingga peran vegetasi ini dalam kaitannya sebagai penyimpanan karbon merupakan salah satu hal yang diperlukan untuk menciptakan masyarakat rendah karbon (low carbon society) serta sebagai jasa lingkungan yang perlu mendapat apresiasi untuk mendukung harmonisasi pembangunan yang berkelanjutan pada suatu lanskap. Guna mengaplikasikan penyimpanan karbon (Carbon stock) sebagai salah satu jasa lingkungan tersebut maka diperlukan kajian cadangan karbon yang tersimpan pada lanskap tersebut. Cadangan karbon yang tersimpan pada suatu lanskap akan dipengaruhi oleh perubahan penutupan lahan dan struktur komunitas vegetasi pada lanskap tersebut. Penelitian ini difokuskan pada cadangan karbon pohon di RTH permanen mengingat bahwa jumlah cadangan karbon pada lahan pertanian (RTH non permanen) jauh lebih kecil daripada hutan (Rahayu et al., 2004). Sehingga akan dianalisis perubahan dari RTH permanen, cadangan karbon pohon pada kondisi saat ini dan korelasi sruktur komunitas vegetasi dengan simpanan karbonnya. Untuk menduga cadangan karbon digunakan pendekatan biomassa, yaitu mengkombinasikan persamaan alometrik yang sudah ada dan teknologi penginderaan jarak jauh. Hasil analisis diharapkan dapat memberikan rekomendasi jenis dan struktur komunitas vegetasi potensial sebagai karbon sekuester sehingga diharapkan pada jangka panjang akan mendukung skema Low Carbon Society dan Payment for Environmental Services. Kerangka pemikiran yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 1.

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk : 1) menganalisis struktur tegakan dan keanekaragaman jenis di Hulu DAS Kali Bekasi, 2) menganalisis perubahan Ruang Terbuka Hijau (RTH) permanen DAS Kali Bekasi bagian Hulu, 3) menganalisis cadangan karbon pohon pada Ruang Terbuka Hijau (RTH) permanen DAS Kali Bekasi bagian Hulu saat ini, 4) menganalisis korelasi cadangan karbon pohon dengan struktur komunitas vegetasi.


(23)

6

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini menghasilkan rekomendasi kondisi struktur tegakan dan tata guna lahan potensial dalam penyimpanan karbon, jenis-jenis pohon ideal yang mampu meningkatkan C-stock (cadangan karbon). Rekomendasi tersebut

Analisis Cadangan Karbon Pohon

Rekomendasi jenis dan struktur komunitas vegetasi potensial

sebagai karbon sekuester Analisis Cadangan

Karbon pada saat ini

Korelasi Struktur Tegakan dan Keanekaragaman Jenis dengan cadangan karbon

Analisis perubahan RTH permanen terhadap cadangan

karbon Tutupan Lahan dan

perubahannya Struktur Tegakan dan

Keanekaragaman

Pengelolaan Hulu DAS Kali Bekasi

Kawasan Hijau di DAS Kali Bekasi Sebagian besar terdapat pada Hulu

Fungsi Ekologis (Jasa Lingkungan Penyimpanan Karbon)

Hutan Kebun Campuran

Taman Pekarangan


(24)

memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi pemerintah, yaitu sebagai berikut:

1) Manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan sebagai informasi dan referensi terhadap pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya berkaitan dengan pendugaan penyimpanan karbon pohon pada suatu lanskap.

2) Manfaat bagi pemerintah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai data input dalam penentuan kebijakan pengelolaan DAS Kali Bekasi untuk mencapai harmonisasi pembangunan yang berkelanjutan.


(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kondisi DAS Kali Bekasi

Daerah Aliran Sungai Kali Bekasi secara administratif berada di wilayah Kabupaten Bogor, Bekasi dan DKI Jakarta. DAS Kali Bekasi memiliki 5 Sub DAS besar, yaitu Kali Bekasi, Cikeas, Cileungsi, Citeurep dan Cijanggel. Bagian hilir DAS ini bermuara di CBL (Cakung Bekasi Laut) Kab. Bekasi bagian Utara. Bagian Hulu berada di Kab. Bogor. Keberadaan DAS Kali Bekasi berpengaruh terhadap bahaya banjir di bekasi dan Jakarta bagian timur. Kali Bekasi merupakan salah satu dari tiga sungai utama (Ciliwung, Cisadane, Kali Bekasi) berperan menimbulkan banjir di Jakarta pada kejadian banjir tahun 2006. DAS Kali Bekasi menjadi prioritas pengelolaan DAS I bersama 7 DAS lainnya (Citarum, Ciliwung, Cisadane, Cipunagara, Ciujung, Kali Angke-Pesanggrahan, Sunter) dari 24 DAS yang menjadi wilayah kerja BPDAS Citarum-Ciliwung.

Daerah lahan terbangun DAS ini tersebar merata dari bagian tengah sampai hilir. Kurang kebih 31,20% dari total luas DAS ini adalah lahan terbangun. Daerah yang termasuk permukiman ± 27,5%. Daerah permukiman yang paling padat berada di bagian tengah sampai hilir DAS. Kawasan hijau lebih banyak tersebar di bagian hulu karena merupakan dalam kawasan hutan (TWA Gn. Pancar). Berdasarkan Kepmen no. sk 195/Kpts-II/2003, 4 juli 2003 dan Kepmen no.sk.220/Kpts-II/2000, 2 Agustus 2000 luas DAS Kali Bekasi dalam kawasan hutan (7.151 ha), luar kawasan hutan (44.634 ha) sehingga total (51.785 ha).

Kawasan Hulu terletak di perbukitan sebelah timur Bogor berupa permukiman bukit sentul, lahan kosong sekitar babakan madang dan cileungsi yang dulunya berupa perkebunan karet. Bagian selatan berupa perumahan sentul, lapangan golf sentul, gunung geulis yang merupakan hulu S. Cikeas. Pada Sub DAS Cileungsi terdapat kawasan industri (pabrik semen Cibinong, Holchim dan kawasan industri Branta Mulia), perumahan Kota Legenda, Kota Wisata Cibubur. DAS Kali Bekasi merupakan satu-satunya DAS di SWS Ciliwung-Cisadane yang bermuara di wilayah propinsi Jawa Barat bermuara di Cakung Bekasi Laut Kabupaten Bekasi bagian utara. Bagian tengah-hilir berupa daerah permukiman padat. Proporsi tutupan lahan di DAS Kali Bekasi dapat dilihat pada Gambar 2.


(26)

Gambar 2. Persentase penutupan lahan di DAS Kali Bekasi (Sumber : BPDAS Citarum - Ciliwung, 2009)

Kecamatan Babakan Madang dengan luasan total 98,71 km2 merupakan wilayah penting bagi kawasan hulu DAS Kali Bekasi. Pada salah satu wilayah desa di Kecamatan Babakan Madang, yaitu desa Karang Tengah terdapat kawasan konservasi Taman Wisata Alam Gunung Pancar berada pada ketinggian 808 m dpl. Kawasan hutan ini memiliki kontribusi yang cukup besar terhadap luasan wilayah mencapai 67% dari total luasan desa (Desa Karang Tengah, 2010). Keberadaan hutan di wilayah hulu DAS Kali Bekasi memiliki peran yang penting terhadap lingkungan di sekitar hulu DAS, utamanya dalam mempertahankan fungsi konservasi DAS.

Berbagai bentuk pariwisata baik itu wisata alam maupun wisata buatan yang terdapat di wilayah hulu DAS sedikit banyak akan mempengaruhi keberadaan DAS itu sendiri. Hulu DAS Kali Bekasi dengan segala sumber daya alam yang dimiliki juga memiliki daya tarik sebagai suatu objek wisata, antara lain TWA Gunung Pancar, Pemandian Air Panas Gunung Pancar dan Giri Tirta, Wana Wisata Cipamingkis dan Wisata alam Sentul City.


(27)

10

Kondisi Tanah DAS hulu Kali Bekasi terbentuk dari bahan batuan beku sedimen dengan kedalaman tanah sedang sampai dalam, memiliki tekstur tanah halus berliat tinggi, warna tanah merah hingga kekuningan, struktur tanah kukuh/tidak terlalu gembur, sedangkan jenis tanahnya yaitu Podsolik coklat kekuningan dan latosol coklat kemerahan. Pada bagian lembah terdapat tanah dari bahan endapan (alluvium), basah (Aluvial coklat keabuan dan Brown Forest Soil

atau Aquepts/Aquents).

2.2 Ruang Terbuka Hijau

Ruang Terbuka Hijau (RTH) dapat didefinisikan sebagai ruang-ruang terbuka (open spaces) di berbagai tempat wilayah yang secara optimal digunakan sebagai daerah penghijauan dan berfungsi dalam mendukung kualitas lingkungan. Peruntukan lahan untuk RTH menurut Instruksi Menteri Dalam Negeri No.14 tahun 1988 adalah sebesar 40-60% dari luas total lahan (kota, kawasan, halaman/pekarangan) yang dimiliki. Sementara dalam ketentuan peraturan terbaru berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No.1 Tahun 2007, luas peruntukan RTH ideal diturunkan menjadi minimal 20%. Bentuk RTH beragam, dan dapat dikategorikan berdasarkan jenis vegetasi yang berada dalam RTH, fungsi, bentuk dan struktur fungsional, dan kepentingan khusus atau tertentu lainnya (Nurisyah, 1996). Tipe RTH berdasarkan pemanfaatannya terdiri dari : (1) RTH yang berlokasi pasti karena adanya tujuan konservasi, (2) RTH untuk keindahan kota, (3) RTH karena adanya tuntutan dari fungsi kegiatan tertentu, seperti lingkungan sekitar pusat kegiatan olahraga yang dibiarkan hijau, (4) RTH untuk pengaturan lau lintas, (5) RTH sebagai sarana olahraga bagi kepentingan lingkungan perumahan, (6) RTH untuk kepentingan flora dan fauna seperti kebun binatang, dan (7) RTH untuk halaman bangunan (Instruksi Menteri Dalam Negeri No.14 tahun 1988).

Carpenter, Walker dan Lanpher (1975) dan Stulpnagel et al. (1990) dalam

Nurisjah (2005) menyatakan tanaman sebagai penyusun RTH dapat juga berperan sebagai pelembut suasana keras yang dihasilkan oleh massa bangunan, menolong manusia mengatasi tekanan akibat kebisingan, udara panas, pencemaran di sekelilingnya, sebagai pembentuk kesatuan ruang serta dalam kaitannya dengan perubahan iklim berperan penting dalam pengendali iklim mikro.


(28)

2.3 Jasa Fungsi Ekologis Penyimpanan Karbon oleh Vegetasi

Menurut Salisbury (1995), peningkatan CO2 di atmosfer di seluruh dunia mendapat perhatian karena CO2 dan beberapa gas lainnya yang disebut gas rumah kaca seperti metana, menyerap lebih banyak energi cahaya pada panjang gelombang panjang daripada panjang gelombang pendek. Panjang gelombang pendek terdapat dominan pada cahaya matahari dan menembus atmosfer, memanaskan bumi dan apa saja yang ada di atas bumi. Bumi kemudian memancarkan panjang gelombang yang lebih panjang (karena bumi jauh lebih dingin daripada matahari) yang diserap oleh gas rumah kaca, yang selanjutnya memancarkan sebagian energi (pada panjang gelombang panjang) kembali ke bumi, sehingga lebih memanaskan bumi lagi. Pemanasan permukaan bumi tersebut dalam waktu ratusan tahun akan mencairkan cukup banyak es di daerah kutub sehingga permukaan air laut akan naik dan menggenangi banyak kota pantai. Perubahan iklim lain yang menyertainya terutama pada pola curah hujan, akan sangat banyak mengubah pertanian dan vegetasi alam. Salah satu upaya mitigasi yang dapat dilakukan adalah sekuestrasi karbon melalui vegetasi.

Sekuestrasi karbon melalui vegetasi dilandasi oleh dua pendapat. Pertama, CO2 adalah gas yang beredar secara global; konsekuensinya segala usaha untuk mengurangi GRK di atmosfir akan selalu sama efektifnya apabila dilakukan dimanapun di bagian belahan bumi ini, dekat ataupun jauh dari sumber emisinya. Kedua, tumbuhan mengambil CO2 yang ada di atmosfir melalui proses fotosintesis dan menghasilkan gula dan senyawa organik lain yang digunakan untuk metabolisme dan pertumbuhan. Tumbuhan berkayu dengan umur lebih panjang menyimpan karbon di kayu dan jaringan lain sampai tumbuhan tersebut mati dan terdekomposisi, yang pada waktunya akan dilepas kembali ke atmosfir sebagai CO2, karbon monoksida atau metana, atau mungkin saja tetap bersatu dengan tanah sebagai bahan organik (Anderson & Spencer, 1991).

Sekuestrasi karbon umumnya diartikan sebagai pengambilan CO2 secara (semi) permanen oleh tumbuhan melalui fotosintesis dari atmosfer ke dalam komponen organik, atau disebut juga fiksasi karbon (Hairiah et al., 2001). Jaringan tumbuhan bervariasi kandungan karbonnya. Batang dan buah mempunyai lebih banyak karbon per satuan beratnya dibanding dengan daun,


(29)

12

tetapi tumbuhan umumnya mempunyai beberapa jaringan yang banyak karbon dan beberapa jaringan lagi sedikit karbon, dengan konsentrasi karbon rata-rata sekitar 45-50% yang telah diterima secara umum (Chan, 1982). Jumlah karbon yang disimpan di dalam pohon atau hutan dapat dihitung jika diketahui jumlah biomassa atau jaringan hidup tumbuhan di hutan tersebut dan memberlakukan suatu faktor konversi.

2.4 Biomassa dan Cadangan Karbon Pohon

Komponen cadangan karbon terbesar dalam vegetasi berasal dari biomassa pohon (Tresnawan & Rosalina, 2002; Onrizal, 2004; Rusolono, 2006; Langi, 2007; Widyasari, 2010) sehingga penetapan besarnya biomassa pohon yang menempati suatu hamparan tegakan adalah bagian paling penting dalam penghitungan potensi karbon (Tabel 1).

Tabel 1. Komponen biomassa pada berbagai tipe ekosistem

Tipe Ekosistem

Biomassa (ton/ha) C-stok

Pohon Tumbuhan

bawah Serasah Nekromas

Pohon (tC/Ha) Autor Hutan Primer (Htn tropis dataran Rendah)

348,02 0,83 6,36 11,74

Tresnawan & Rosalina (2002) Hutan 1 th setelah

penebangan (Htn tropis dataran rendah)

221,39 0,92 6,70 119,13

Tresnawan & Rosalina (2002) Hutan 3 th setelah

penebangan (Htn tropis dataran rendah)

189,26 1,09 5,34 116,68

Tresnawan & Rosalina (2002)

Agroforestry 84,56 0,73 7,05 42,28 Rusolono (2006)

Kebun campuran 78,06 0,68 5,7 39,03 Rusolono (2006)

Hutan Rakyat

Cempaka murni 504,8 6,9 15,8 158,39

Langi (2007) Hutan Rakyat

Cempaka campuran

142,9 18,05 2,5 52,60

Langi (2007) Hutan Kerangas

874,87 4,45 12,16 169,2 Onrizal

(2004) Hutan Gambut 4

th setelah terbakar 69,15 11,11 7,03 64,37

Widyasari (2010) Hutan sekunder

bekas kebakaran dan pembalakan

36,83 2,42 3,77 22,64

Adinugroho (2006)


(30)

Biomassa dinyatakan dalam satuan bobot kering. Biomassa pohon umumnya ditaksir secara tidak langsung dengan menggunakan persamaan alometrik biomassa pohon, yang menyatakan hubungan antara dimensi tertentu dari pohon (misalnya diameter atau tinggi pohon) dengan nilai biomassa total pohonnya. Metode penyusunan persamaan alometrik biomassa dijelaskan oleh banyak penulis, diantaranya dalam MacDicken (1997) ; Hairiah et al. (2001) ; JIFPRO (2001) ; Snowdon et al. (2002). Beberapa penulis (Brown et al., 1989; Brown 1997; Hairiah et al., 1999) menganjurkan digunakannya beberapa persamaan alometrik biomassa pohon yang lebih umum dan dipakai untuk zone iklim yang lebih luas, apabila belum tersedia persamaan alometrik yang lebih spesifik.

Penentuan biomassa pohon dari beberapa jenis pohon dapat digunakan beberapa persamaan alometrik spesifik yang telah tersedia (Hairiah et al. 2001), atau menggunakan persamaan yang menyertakan peubah diameter dan nilai kerapatan kayu sebagaimana disarankan Ketterings et al. (2001) dan Chave et al. (2005). Tabel 3 menyatakan beberapa persamaan yang dapat dipakai untuk penaksiran biomassa pohon.

2.5 Pendugaan Cadangan Karbon Pohon

Untuk menduga biomassa pohon yang hidup, diameter seluruh pohon diukur dan dikonversi ke dalam biomassa dan perkiraan karbon (yaitu 50% dari bobot biomassa). Biomassa pohon yang hidup diduga dengan menggunakan persamaan regresi alometrik biomassa. Persamaan yang berlaku umum untuk pendugaan seluruh hutan dunia telah tersedia dan beberapa khusus dibuat untuk spesies tertentu.

Terdapat perbedaan keperluan inventarisasi karbon pada tahap awal (penetapan garis dasar atau baseline) dan tahap monitoring. Dalam tahap awal, sebagian besar gudang karbon yang relevan perlu dihitung dalam kondisi ada atau tanpa proyek, tetapi dalam tahap monitoring hanya gudang karbon tertentu saja yang diukur dan dijadikan sebagai petunjuk atau model yang dapat dipakai (Brown, 1999). Sathaye et al. (1997) mengusulkan urutan prioritas gudang karbon yang perlu dimonitor dengan mempertimbangkan tingkat atau besarnya pengaruh, laju perubahan persediaan karbon, dan arah perubahan persediaan karbon (positif


(31)

14

atau negatif). Gudang karbon yang relatif besar dan bisa berubah secara cepat sangat penting untuk dimonitor, sebaliknya gudang karbon yang relatif kecil dan tidak gampang berubah kurang penting untuk dimonitor. Brown (1999) memberikan panduan umum untuk memilih gudang karbon yang perlu diukur dan dimonitor untuk berbagai macam pilihan proyek karbon berbasis hutan (Tabel 2).

Tabel 2. Matriks keputusan gudang karbon utama yang perlu diukur dan dimonitor untuk berbagai contoh proyek karbon berbasis hutan (Brown, 1999)

Gudang Karbon (carbon pool)

Jenis Proyek Biomassa Hidup Biomassa mati

Tanah Produk

Pohon Herba Akar Halus Kasar Kayu

Pencegahan emisi

-Penghentian deforestasi Y M R M Y R M

-Reduced impact logging Y M N M Y N M

-Perbaikan pengelolaan hutan Y M R M Y M Y

Penyerapan Karbon -Hutan tanaman -Agroforestry

-Pengelolaan karbon tanah

Y Y M N Y N R M M M N M M N N R R Y Y M N Sustitusi Karbon

-Tanaman kayu bakar daur pendek

N N N N N Y *

Y = harus dihitung, karena perubahan yang besar dalam gudang karbon sehingga harus diukur, R = direkomendasikan, karena perubahan dalam gudang karbon mungkin nyata tetapi biaya pengukuran untuk mencapai ketelitian yang diinginkan akan besar, N = tidak perlu, karena perubahan yang kecil atau kurang berarti terhadap gudang karbon, M = mungkin diperlukan, karena perubahan mungkin perlu diukur tergantung tipe hutan dan atau intensitas pengelolaan proyek. * Karbon dalam bahan bakar yang tidak dibakar


(32)

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Hulu DAS Kali Bekasi yang secara administratif pemerintahan sebagian besar termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Bogor dan secara geografis berada pada 106o49’00” BT sampai 107o07’00” BT dan 06o26’00” sampai 06o41’00” (Gambar 3). Kegiatan penelitian berlangsung selama 14 bulan (Juli 2010 – September 2011), dengan pengambilan data di lapangan selama 4 bulan, yaitu Juli - September 2010, Mei 2011. Penetapan lokasi penelitian pada kawasan Hulu DAS Kali Bekasi dilakukan berdasarkan perbedaan ketinggian, yaitu atas (>600 m dpl), tengah (300-600 m dpl), dan bawah (<300 m dpl), keterwakilan penutupan lahan oleh vegetasi pohon (Hutan Pinus, Hutan alami, Kebun Bambu, Kebun campuran, Pekarangan dan Taman) dan keterjangkauan lokasi serta terintegrasinya kegiatan penelitian dengan aspek penelitian lainnya. Adapun wilayah yang memenuhi kriteria tersebut, yaitu Cimandala (600 m dpl), Landeuh (280 m dpl) dan Leuwijambe (200 m dpl) berturut-turut mewakili Hulu DAS Kali Bekasi bagian atas, tengah dan bawah. Ketiga wilayah tersebut berada di wilayah perdesaan sehingga untuk pembanding di wilayah perkotaan dipilih Sentul City (300 m dpl) yang berada di Hulu DAS Kali Bekasi bagian tengah.

Gambar 3. Peta lokasi penelitian di kawasan Hulu DAS Kali Bekasi Bawah

Tengah Atas


(33)

16

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi vegetasi pada RTH permanen di Hulu DAS Kali Bekasi, Peta DAS Kali Bekasi, Peta Administrasi, Peta Rupa Bumi Indonesia berskala 1:25.000 lembar 1209-141 (Ciawi), 1209-142 (Cisarua), 1209-143 (Bogor), dan 1209-144 (Tajur), Peta Tutupan Lahan tahun 2000, 2003 dan Citra AVNIR-2 2009, flagging tape dan tali raffia, sedangkan alat yang digunakan adalah pita ukur, phi band, GPS, haga hypsometer, kompas dan kamera digital.

3.3 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada analisis cadangan karbon pohon yang tersimpan pada RTH permanen (hutan, kebun campuran, taman dan pekarangan) pada Hulu DAS Kali Bekasi dalam mendukung upaya penciptaan sebuah harmonisasi pembangunan dalam suatu lanskap. Analisis cadangan karbon yang dilakukan meliputi estimasi cadangan karbon pohon saat ini pada berbagai tipe RTH permanen, keragaman potensi cadangan karbon pohon pada berbagai tipe RTH permanen, korelasi struktur dan komunitas vegetasi dengan cadangan karbon dan estimasi perubahan cadangan karbon seiring dengan terjadinya perubahan penutupan lahan yang pada akhirnya diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi jenis dan struktur komunitas vegetasi potensial sebagai karbon sekuester.

Lokasi penelitian difokuskan pada Hulu DAS Kali Bekasi mengingat pada lanskap DAS Kali Bekasi sebagian besar kawasan hijau terdapat pada bagian hulu sedangkan pada bagian tengah dan hilir berupa pemukiman padat. Lokasi pengamatan dilakukan pada 3 bagian wilayah Hulu DAS Kali Bekasi berdasarkan ketinggian yang berbeda serta keterwakilan dari tipe penutupan lahan yang berupa RTH Permanen, yaitu pada Hulu DAS Kali Bekasi bagian atas, tengah dan bawah. Lokasi pengamatan hulu DAS bagian atas berada pada ketinggian >600 m dpl, hulu DAS bagian tengah berada pada ketinggian 300-600 m dpl, dan hulu DAS bagian bawah berada pada ketinggian <300 m dpl.

Lokasi pengamatan kebun campuran dan pekarangan dilakukan pada kampung yang sesuai dengan kriteria keterwakilan ketinggian lokasi tersebut di atas dan keterjangkauan wilayah serta terintegrasinya kegiatan penelitian beberapa aspek lain seperti biodiversitas, pekarangan, bambu, agro industri dan agro wisata


(34)

dalam membuat sebuah konsep manajemen lanskap perdesaan bagi kelestarian dan kesejahteraan lingkungan. Lokasi pengamatan kebun campuran dan pekarangan yang mewakili ketinggian hulu DAS bagian atas adalah berada di Kampung Cimandala yang terletak di Desa Karang Tengah, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor. Sedangkan lokasi pengamatan kebun campuran dan pekarangan yang mewakili kawasan hulu DAS bagian tengah adalah berada di Kampung Landeuh yang terletak di Desa Karang Tengah, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor. Untuk kawasan lokasi pengamatan kebun campuran yang mewakili hulu DAS bagian bawah adalah di Kampung Leuwijambe yang terletak di Desa Kadumanggu, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor. Sedangkan pengamatan RTH publik area dilakukan di Sentul City.

3.4 Rancangan Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan merupakan penelitian survai. Pengumpulan data dalam penelitian survai ini dilakukan melalui cara:

1) Pengamatan langsung di lapangan (direct observation), dilakukan untuk memperoleh data biofisik di lapangan, sampling biomassa dan sekaligus untuk mengklarifikasi kebenaran dari berbagai informasi yang telah diperoleh. 2) Analisis citra, dilakukan untuk klasifikasi penutupan lahan, pendugaan

cadangan karbon dalam skala lanskap Hulu DAS Kali Bekasi serta untuk menganalisis perubahan cadangan karbon akibat perubahan penutupan lahan. 3) Studi literatur, dilakukan untuk melengkapi data dan informasi yang

diperlukan dalam menunjang kegiatan penelitian.

Pengumpulan data di lapangan dilakukan dengan membuat petak pengamatan contoh berdasarkan keterwakilan tipologi penutupan lahan. Ruang lingkup kegiatan penelitian ini meliputi: 1) menganalisis struktur tegakan dan keanekargaman jenis di Hulu DAS Kali Bekasi, 2) menganalisis perubahan Ruang Terbuka Hijau (RTH) permanen DAS Kali Bekasi bagian Hulu, 3) menganalisis cadangan karbon pohon pada Ruang Terbuka Hijau (RTH) permanen DAS Kali Bekasi bagian Hulu saat ini, 4) menganalisis korelasi cadangan karbon pohon dengan struktur komunitas vegetasi.


(35)

18

3.5 Tahapan Kegiatan Penelitian

Secara garis besar tahapan kegiatan penelitian terdiri dari preliminary survey dan pengumpulan peta serta data kondisi biofisik kawasan untuk penentuan lokasi penelitian. DAS Kali Bekasi di pilih menjadi lokasi penelitian, mengingat bahwa DAS ini adalah salah satu DAS yang berpengaruh terhadap terjadinya banjir di Jakarta dan menjadi prioritas pengelolaan DAS oleh BPDAS Citarum – Ciliwung. Berdasarkan preliminary survey dan studi pendahuluan, diketahui bahwa daerah lahan terbangun DAS ini tersebar merata dari bagian tengah sampai hilir. Daerah permukiman yang paling padat berada di bagian tengah sampai hilir DAS sedangkan kawasan hijau lebih banyak tersebar di bagian hulu. Berdasarkan hal tersebut lokasi penelitian difokuskan di Hulu DAS Kali Bekasi.

Setelah penentuan lokasi penelitian selanjutnya dilakukan pengumpulan data di lapangan yang meliputi “ground truthing” dan pembuatan plot sampling penentuan biomassa pohon pada masing-masing tipologi penutupan vegetasi pohon. Data-data yang telah dikumpulkan, yaitu data pengukuran pohon dan citra selanjutnya diolah dan dianalisis yang akhirnya disajikan dalam bentuk tulisan ilmiah. Tahapan kegiatan penelitian secara skematis dapat dilihat pada Gambar 4.

3.5.1 Pengumpulan Data

Secara garis besar pengumpulan data survey mencakup dua kegiatan utama

yaitu pengechekan kondisi di lapangan “ground truthing” dan pengumpulan data

tegakan (pengukuran diameter, pendataan jenis dan jumlah pohon) pada plot sampling biomassa pada masing-masing tipologi tutupan lahan bervegetasi pohon.

- Pengecekan kondisi lapangan (Ground truthing)

Kegiatan ground truthing dilakukan untuk mendukung kegiatan pengolahan citra dalam pengklasifikasian lahan berpenutupan pohon. Ground truthing

dilakukan dengan cara mengumpulkan data lapangan, yaitu tutupan lahan jenis vegetasi, faktor biofisik dan faktor sosial dan budaya yang mempengaruhi tutupan lahan pada titik-titik di area yang diteliti. Pada titik-titik ini koordinat akan dicatat dengan menggunakan GPS untuk nantinya dipetakan di atas citra satelit dan kondisi tutupan lahan didokumentasikan untuk membantu dalam kegiatan interpretasi.


(36)

Gambar 4. Skema tahapan kegiatan penelitian

Analisis Cadangan Karbon Pohon

Studi Literatur Pengumpulan data Kondisi

kawasan dan peta-peta Preliminary survey

Penentuan Lokasi Penelitian Hulu DAS Kali Bekasi

Atas Tengah Bawah

Pengumpulan Data

Lapangan Pengolahan Citra th 2009

Ground truthing

Pembuatan plot pengamatan pada masing-masing tipologi penutupan

pohon

Pengukuran diameter, jenis pohon dan jumlah pohon

Klasifikasi lahan berpenutupan pohon

Alometrik penduga biomassa pohon dari persamaan yang sudah ada

Pengolahan Data Penentuan Biomassa Pohon

pada skala plot Kondisi saat

ini Karbon biomassa pohon pada skala lanskap

Pengolahan Peta Tutupan Lahan 2000, 2003

Perubahan RTH permanen dan cadangan karbon Analisa Vegetasi Struktur dan Keanekargaman Jenis Pengolahan Data Penentuan cadangan

karbon Pohon pada skala plot Faktor konversi 0.5

(IPCC, 2000 ; Brown, 1999)

Korelasi

Rekomendasi Jenis dan struktur Komunitas

Vegetasi potensial sebagai karbon sekuester di RTH

Hulu DAS Kali Bekasi/Kabupaten Bogor C


(37)

20

- Pengumpulan data tegakan

Pengumpulan data tegakan meliputi pengukuran diameter (1,3 m), pendataan jenis dan jumlah pohon pada plot sampling masing-masing tipologi tutupan lahan bervegetasi pohon. Pengumpulan data tegakan ini diperlukan untuk penentuan biomassa pohon pada skala plot dan juga untuk kegiatan analisis vegetasi. Bentuk plot pengamatan yang dibuat disesuaikan dengan tipologi tutupan lahan berdasarkan ketentuan kegiatan inventarisasi hutan menyeluruh berkala (IHMB) (Permenhut no P.33/Menhut-II/2009), petunjuk praktis pengukuran karbon tersimpan (Hairiah & Rahayu, 2007), Manual Measuring Carbon Stock (Hariah, et al., 2009), Carbon Inventory Methods (Ravindranath & Ostwald, 2008) yaitu :

1) Hutan Tanaman

Pada tipologi hutan tanaman dibuat petak pengamatan berbentuk lingkaran (r = 17,8 m = 0,1 ha) sebanyak 3 ulangan sehingga total luas plot pengamatan 0,3 ha.

Gambar 5. Bentuk plot sampling lingkaran

2) Kebun Campuran/RTH Sentul City

Pada tipologi kebun campuran/kebun bambu, petak pengamatan dibuat berupa petak kuadrat (20 m x 20 m = 0,04 ha) sebanyak 3 ulangan, yaitu di kampung Cimandala, Landeuh dan Leuwijambe. Pada masing-masing kampung dibuat sebanyak 8 petak kuadrat (0,32 ha) sehingga total luas pengamatan untuk kebun campuran 0,96 ha. Sedangkan pada tipologi taman, petak pengamatan dibuat di Sentul City sebanyak 20 petak kuadrat (0,04 Ha) sehingga total luas pengamatan untuk taman 0,8 ha, yaitu di di sempadan Jalan Siliwangi, Danau Parahayangan, Danau Graha Utama, taman publik di Puncak Semeru, Bukit Golf Hijau, Lembah Hijau dan Bukit Cemara.


(38)

Gambar 6. Bentuk plot sampling petak kuadrat

3) Pekarangan

Pada tipologi pekarangan, pengamatan dilakukan dengan melakukan sensus tanaman keras yang terdapat di pekarangan. Masing-masing 12 sample pekarangan diamati di kampung Cimandala, Landeuh, Leuwijambe dan Sentul City. 12 sample pekarangan terbagi dalam beberapa ukuran pekarangan berdasarkan klasifikasi Arifin et al. (2006), yaitu: pekarangan sempit < 200 m2, pekarangan sedang 200-500 m2, pekarangan besar 500-1000 m2, dan pekarangan sangat besar > 1000 m2.

4) Hutan Alam/Kebun Bambu

Pada tipologi hutan alam, petak pengamatan yang digunakan berupa garis berpetak (20 m x 100 m = 0,2 ha) sebanyak 3 ulangan memotong kontur, yaitu pada bagian bawah, tengah dan atas. Sehingga total luas pengamatan pada tipologi ini adalah 0,6 ha. Sedangkan untuk tipologi kebun bambu, petak pengamatan yang digunakan berupa garis berpetak juga yaitu dengan ukuran (10 m x 50 m = 0,05 ha) sebanyak 3 ulangan pada masing-masing kampung Cimandala, Landeuh dan Leuwijambe sehingga total luas pengamatan 0,45 ha.


(39)

22

Pada masing-masing plot pengamatan dilakukan pengukuran diameter pohon (1,3 m), pendataan jenis dan jumlah pohon. Kegiatan analisis vegetasi dilakukan dalam petak-petak contoh berukuran tertentu yang disesuaikan dengan tingkatan pertumbuhan vegetasi, yaitu : petak pengamatan untuk tingkat semai dengan ukuran 2 m x 2 m, petak pengamatan untuk tingkat pancang 5 m x 5 m, petak untuk tingkat tiang 10 m x 10 m, dan petak untuk tingkat pohon berukuran 20 m x 20 m.

Parameter yang ingin diketahui dari kegiatan analisis vegetasi ini adalah sebagai berikut:

1). Petak contoh semai (2 m x 2 m): komposisi jenis, jumlah individu setiap jenis.

2). Petak contoh pancang (5 m x 5 m): komposisi jenis, jumlah individu setiap jenis, diameter setinggi dada (Dbh)

3). Petak contoh tiang (10 m x 10 m): komposisi jenis, jumlah individu setiap jenis, diameter setinggi dada (Dbh)

4). Petak contoh pohon (20 m x 20 m): komposisi jenis, jumlah individu setiap jenis, diameter setinggi dada (Dbh)

Adapun batasan tingkatan pertumbuhan vegetasi, yaitu :

Semai (Seedlings) merupakan tumbuhan yang mempunyai tinggi kurang dari 1,5 m. Dalam kelompok ini termasuk semai pohon, terna, paku-pakuan, rotan, pandan, tumbuhan memanjat.

Pancang (Saplings) merupakan tumbuhan yang mempunyai diameter batang kurang dari 10 cm dan tinggi lebih dari 1,5 m. Dalam kelompok ini termasuk pula perdu, tumbuhan memanjat dan anakan pohon.

Tiang (Poles) adalah pohon yang mempunyai diameter batang antara 10-20 cm. Dengan batasan ini tumbuhan memanjat, berkayu, palmae dan bambu yang mempuyai diameter seperti ketentuan tersebut termasuk dalam kelompok ini.

Pohon (Trees) adalah tumbuhan yang mempunyai diameter batang >20 cm.

3.5.2 Pengolahan Data

Pengolahan data yang dilakukan meliputi penghitungan biomassa pohon pada masing-masing tipologi lahan pada skala plot dan pengolahan citra.


(40)

- Penentuan biomassa pohon pada skala plot

Penentuan biomassa pohon pada skala plot dari beberapa jenis pohon dilakukan dengan metode non destructive sampling, yaitu melakukan penghitungan menggunakan beberapa persamaan alometrik spesifik yang telah tersedia (Tabel 3). Metode ini merupakan salah satu metode yang dapat dilakukan dalam pendugaan biommasa pohon tanpa menyebabkan kerusakan pohon (Brown, 1997; Hairiah & Rahayu, 2007). Pada sebagian besar kegiatan pendugaan karbon biomassa pohon, metode ini lebih sering digunakan seperti halnya yang dilakukan oleh Rahayu et al. (2004) dalam pendugaan cadangan karbon di Kabupaten Nunukan, begitu juga halnya dalam penelitian yang dilakukan oleh Hairiah et al.

(2001), Heriansyah et al. (2003); MacDicken (1997) dan Snowdown et al.

(2002).

Pemilihan persamaan alometrik yang tepat merupakan salah satu komponen utama yang harus diperhatikan dalam melakukan pendugaan biomassa menurut Chave et al. (2004) penyebab kesalahan utama dalam pendugaan biomassa adalah dalam pemilihan model. Hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan persamaan alometrik adalah kesesuaian jenis, kondisi lokasi dan selang diameter dimana alometrik tersebut disusun. Adapun persamaan alometrik penduga biomassa pohon yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah seperti yang disajikan pada Tabel 3. Model-model tersebut merupakan model yang memiliki kesesuain jenis dan kondisi lokasi penelitian. Model-model persamaan yang dipilih dihasilkan dari lokasi yang memiliki kondisi kurang lebih sama dengan lokasi penelitian, yaitu daerah Cianjur, Puncak, Ciamis, Wonosobo. Persamaan spesifik jenis menjadi salah satu kendala dalam pendugaan biomassa di daerah tropis karena daerah tropis memiliki jumlah jenis yang sangat banyak, sehingga diperlukan model persamaan campuran (mix species model) dari beberapa jenis (Chave et al, 2005). Dalam penelitian ini, jika persamaan spesifik jenis tidak tersedia maka akan digunakan persamaan Chave et al. (2005), dipilih model berikut karena model ini merupakan hasil pengembangan dan koreksi dari beberapa model sebelumnya yang telah ada, jumlah pohon contoh yang besar (2410 pohon), beberapa site penelitiannya di Indonesia serta model ini spesifik


(41)

24

kondisi tipe hutan yaitu tropis dengan curah hujan 3000-4000 mm, yang kurang lebih sama dengan curah hujan di lokasi penelitian.

Tabel 3. Persamaan allometrik penduga biomassa pohon

Jenis pohon Persamaan Sumber

Karet Y=419-16,9D+0,322D2 Cesylia (2009)

Mahoni Y = 0,048 D2,68 Adinugroho (2002)

Kopi Y = 0,281 D2,06 Arifin (2001)

Pisang Y = 0,030 D2,13 dalam Hairiah et al. (2001)

Bambu Y = 0,131 D2,28 Priyadarsini (1998)

dalam Hairiah et al. (2001)

Sengon Y= 0,0579D2,5596 Rusolono (2006)

Pinus Y = 0,206 D2,26 Hendra (2002)

Palm Y=4,5+7,7 Hstem

Frangi&Lugo (1985)

dalam Brown (1997) Pohon lain Ln Y= -1,576+2,179lnD +0,198(lnD)2

-0,0272(lnD)3 +1,036ln ρ Chave et al. (2005)

Y = biomassa pohon (kg/pohon), D = diameter pohon (cm), ρ = berat jenis kayu (gr/cm3) - Penentuan C-stock dalam skala plot

Cadangan karbon (C-stock) dihitung dengan menggunakan pendekatan biomassa, dimana karbon dioksida yang diserap tanaman melalui proses fotosintesis disimpan dalam bentuk biomassa. Cadangan karbon yang tersimpan dalam bentuk biomassa dapat diketahui dengan mengalikan biomassa dengan fraksi karbon dari biomassa tersebut, yang secara umum sebesar 0,50 (0,44-0,55), Tabel 4 (IPCC, 2006).

Tabel 4. Fraksi karbon dari biomassa di daerah Tropis/Sub Tropis

Bagian pohon Fraksi Karbon Referensi

semua 0,47 Mc Groddy et al., 2004

semua 0,47 (0,44-0,49) Andreas and Merlet, 2001;

Chambers et al., 2001; Mc Groddy

et al., 2004, Lasco and Pulhin, 2003

kayu 0,49 Feldpausch et al., 2004

Kayu, pohon D<10cm 0,46 Hughes et al., 2000 Kayu, pohon D>10cm 0,49 Hughes et al., 2000

foliage 0,47 Feldpausch et al., 2004

Foliage, pohon D<10cm 0,43 Hughes et al., 2000 Foliage, pohon D>10cm 0,46 Hughes et al., 2000


(1)

Lampiran 5. Hasil analisis vegetasi pada kebun campuran di Hulu DAS Kali

Bekasi Bagian Tengah

No Nama Ilmiah K

(ind/ha) KR (%) F FR (%) D

(m2/ha) DR (%) INP

Semai

1 Coffea sp, 10000 56 0,29 16,67 72,67

2 Paraserianthes falcataria 2857 16 0,29 16,67 32,67

3 Hylocereus polyrhizus 1071 6 0,14 8,33 14,33

4 Persea americana 714 4 0,14 8,33 12,33

5 Musa spp, 714 4 0,14 8,33 12,33

6 Nephelium lappaceum 714 4 0,14 8,33 12,33

7 Manihot esculenta 714 4 0,14 8,33 12,33

8 Psidium guajava 357 2 0,14 8,33 10,33

9 Cocos nucifera 357 2 0,14 8,33 10,33

10 Mangifera indica 357 2 0,14 8,33 10,33

Jumlah 17857 100 1,71 100,00 200,00

Pancang

1 Musa spp. 971 39,53 0,71 25 3,86 59,46 124,00

2 Paraserianthes falcataria 514 20,93 0,29 10 0,68 10,42 41,35

3 Manihot esculenta 229 9,30 0,43 15 0,03 0,47 24,77

4 Mangifera indica 171 6,98 0,29 10 0,48 7,33 24,30

5 Syzigium aqueum 114 4,65 0,14 5 0,39 5,96 15,61

6 Psidium guajava 57 2,33 0,14 5 0,43 6,64 13,97

7 Durio zibethinus 57 2,33 0,14 5 0,29 4,54 11,86

8 Coffea sp, 114 4,65 0,14 5 0,01 0,20 9,85

9 Artocarpur altilis 57 2,33 0,14 5 0,15 2,33 9,65

10 Tectona grandis 57 2,33 0,14 5 0,12 1,87 9,20

11 Nephelium lappaceum 57 2,33 0,14 5 0,04 0,62 7,95

12 Muntingia calabura 57 2,33 0,14 5 0,01 0,16 7,48

Jumlah 2457 100,00 2,86 100 6,49 100,00 300,00

Tiang

1 Musa spp 300 55,26 1,00 38,89 4,71 53,50 147,65

2 Paraserianthes falcataria 129 23,68 0,57 22,22 2,21 25,16 71,06

3 Nephelium lappaceum 43 7,89 0,43 16,67 0,85 9,64 34,20

4 Artocarpur altilis 29 5,26 0,14 5,56 0,46 5,27 16,09

5 Cocos nucifera 14 2,63 0,14 5,56 0,22 2,50 10,69

6 Lansium domesticum 14 2,63 0,14 5,56 0,20 2,25 10,44

7 Parkia specios 14 2,63 0,14 5,56 0,15 1,69 9,87

Jumlah 543 100,00 2,57 100,00 8,80 100,00 300,00

Pohon

1 Paraserianthes falcataria 46 25,00 0,57 14,81 2,82 30,47 70,29

2 Nephelium lappaceum 46 25,00 0,71 18,52 1,92 20,71 64,23

3 Musa spp, 36 19,23 0,57 14,81 1,42 15,36 49,41

4 Cocos nucifera 21 11,54 0,57 14,81 1,30 14,01 40,36

5 Durio zibethinus 7 3,85 0,29 7,41 0,46 5,02 16,27

6 Artocarpus heterophyllus 7 3,85 0,29 7,41 0,29 3,09 14,34

7 Evodia aromatica 4 1,92 0,14 3,70 0,30 3,24 8,86

8 Melia azedarach 4 1,92 0,14 3,70 0,22 2,41 8,03

9 Gnetum gnemon 4 1,92 0,14 3,70 0,15 1,64 7,27

10 Artocarpur altilis 4 1,92 0,14 3,70 0,15 1,63 7,26

11 Syzigium aqueum 4 1,92 0,14 3,70 0,11 1,21 6,84

12 Parkia speciosa 4 1,92 0,14 3,70 0,11 1,21 6,84


(2)

Bekasi Bagian Bawah

No Nama Ilmiah K

(ind/ha) KR (%) F FR (%) D (m2/ha)

DR

(%) INP

Semai

1 Musa spp, 833 18,75 0,33 18,75 37,50

2 Nephelium lappaceum 833 18,75 0,33 18,75 37,50

3 Coffea spp. 556 12,50 0,22 12,50 25,00

4 Persea americana 278 6,25 0,11 6,25 12,50

5 Dieffentachia sp, 278 6,25 0,11 6,25 12,50

6 Maesopsis eminii 278 6,25 0,11 6,25 12,50

7 Solanum nigrum 278 6,25 0,11 6,25 12,50

8 Mangifera indica 278 6,25 0,11 6,25 12,50

9 Baccaurea motleyana 278 6,25 0,11 6,25 12,50

10 Ananas comosus 278 6,25 0,11 6,25 12,50

11 Manihot esculenta 278 6,25 0,11 6,25 12,50

Jumlah 4444 100,00 1,78 100,00 200,00

Pancang

1 Musa spp. 444 15,38 0,67 18,75 2,38 48,00 82,14

2 Nephelium lappaceum 267 9,23 0,44 12,50 0,35 7,04 28,77

3 Coffea spp. 311 10,77 0,11 3,13 0,54 10,88 24,77

4 Manihot esculenta 356 12,31 0,33 9,38 0,08 1,54 23,22

5 Maesopsis eminii 267 9,23 0,33 9,38 0,22 4,50 23,11

6 Melia azedarach 311 10,77 0,22 6,25 0,30 6,00 23,02

7 Morinda citrifolia 133 4,62 0,22 6,25 0,35 7,15 18,02

8 Psidium guajava 222 7,69 0,11 3,13 0,15 2,95 13,77

9 Dimocarpus longan 44 1,54 0,11 3,13 0,26 5,21 9,88

10 Artocarpus heterophyllus 89 3,08 0,11 3,13 0,09 1,86 8,06

11 Areca catechu 89 3,08 0,11 3,13 0,07 1,33 7,53

12 Cordyline fruticosa 89 3,08 0,11 3,13 0,02 0,40 6,60

13 Ficus benjamina 44 1,54 0,11 3,13 0,08 1,69 6,36

14 Leucaena leucocephala 44 1,54 0,11 3,13 0,03 0,55 5,22

15 Persea americana 44 1,54 0,11 3,13 0,02 0,31 4,97

16 Pouteria campechiana 44 1,54 0,11 3,13 0,01 0,28 4,95

17 Achras zapota 44 1,54 0,11 3,13 0,01 0,23 4,89

18 Syzigium aqueum 44 1,54 0,11 3,13 0,00 0,07 4,73

Jumlah 2889 100,00 3,56 100,00 4,95 100,00 300,00

Tiang

1 Musa spp. 289 49,06 0,78 26,92 4,75 47,79 123,77

2 Nephelium lappaceum 44 7,55 0,33 11,54 0,80 8,01 27,10

3 Durio zibethinus 33 5,66 0,33 11,54 0,52 5,28 22,47

4 Gnetum gnemon 33 5,66 0,33 11,54 0,44 4,42 21,61

5 Maesopsis eminii 33 5,66 0,22 7,69 0,75 7,54 20,89

6 Baccaurea motleyana 44 7,55 0,11 3,85 0,69 6,95 18,34

7 Artocarpus heterophyllus 22 3,77 0,22 7,69 0,42 4,27 15,74

8 Carica papaya 33 5,66 0,11 3,85 0,59 5,96 15,46

9

Paraserianthes

falcataria 22 3,77 0,11 3,85 0,37 3,70 11,32

10 Morinda citrifolia 11 1,89 0,11 3,85 0,28 2,84 8,58

11 Pithecellobium jiringa 11 1,89 0,11 3,85 0,22 2,25 7,98

12 Coffea sp. 11 1,89 0,11 3,85 0,10 1,00 6,74

Jumlah 589 100,00 2,89 100,00 9,94 100,00 300,00

Pohon

1 Musa spp, 44 20,00 0,33 6,98 2,04 14,00 40,98

2 Baccaurea motleyana 31 13,75 0,56 11,63 2,18 14,98 40,36

3 Nephelium lappaceum 28 12,50 0,44 9,30 2,34 16,10 37,91

4 Maesopsis eminii 25 11,25 0,44 9,30 1,71 11,72 32,28

5 Durio zibethinus 17 7,50 0,56 11,63 0,86 5,94 25,07

6 Sandoricum koetjape 11 5,00 0,44 9,30 1,23 8,42 22,72

7 Cocos nucifera 14 6,25 0,22 4,65 1,07 7,37 18,27

8 Paraserianthes falcataria 11 5,00 0,33 6,98 0,65 4,48 16,46

9 Lansium domesticum 6 2,50 0,22 4,65 0,35 2,41 9,56


(3)

Lampiran 6 (Lanjutan)

11 Artocarpus heterophyllus 6 2,50 0,22 4,65 0,24 1,65 8,80

12 Syzygium aromaticum 8 3,75 0,11 2,33 0,32 2,20 8,28

13 Syzygium polycephalum 3 1,25 0,11 2,33 0,38 2,64 6,22

14 Mangifera kemanga 3 1,25 0,11 2,33 0,30 2,06 5,64

15 Parkia speciosa 3 1,25 0,11 2,33 0,17 1,15 4,73

16 Garcinia mangostana 3 1,25 0,11 2,33 0,14 0,99 4,57

17 Melia azedarach 3 1,25 0,11 2,33 0,12 0,81 4,38

18 Ceiba pentandra 3 1,25 0,11 2,33 0,10 0,67 4,24


(4)

No Nama Ilmiah K (ind/ha)

KR (%) F

FR (%)

D (m2/ha)

DR

(%) INP

Atas

1 Musa x paradisiaca 192 25,60 0,75 7,20 2,68 21,01 53,81

2 Mangifera indica 54 7,20 0,83 8,00 0,52 4,07 19,27

3 Psidium guajava 60 8,00 0,75 7,20 0,48 3,78 18,98

4 Artocarpur altilis 18 2,40 0,25 2,40 1,54 12,07 16,87

5 Parkia speciosa 27 3,60 0,58 5,60 0,64 5,01 14,21

6 Cocos nucifera 12 1,60 0,25 2,40 1,25 9,78 13,78

7 Syzigium aqueum 30 4,00 0,33 3,20 0,43 3,34 10,54

8 Coffea robusta 39 5,20 0,42 4,00 0,13 1,00 10,20

9 Artocarpus heterophyllus 21 2,80 0,42 4,00 0,34 2,68 9,48

10 Gmelina arborea 27 3,60 0,33 3,20 0,32 2,48 9,28

11 Nephelium lappaceum 21 2,80 0,33 3,20 0,40 3,14 9,14

12 Ceiba pentandra 12 1,60 0,25 2,40 0,60 4,71 8,71

13 Swietenia mahagony 15 2,00 0,42 4,00 0,32 2,48 8,48

14 Citrus sinensis 21 2,80 0,33 3,20 0,09 0,70 6,70

15 Paraserianthes falcataria 12 1,60 0,25 2,40 0,31 2,44 6,44

16 Mangifera foetida 15 2,00 0,33 3,20 0,10 0,80 6,00

17 Spondias dulcis 6 0,80 0,17 1,60 0,39 3,05 5,45

18 Pangium edule 6 0,80 0,17 1,60 0,39 3,04 5,44

19 Theobroma cacao 15 2,00 0,25 2,40 0,10 0,78 5,18

20 Gnetum gnemon 12 1,60 0,25 2,40 0,14 1,08 5,08

21 Morinda citrifolia 12 1,60 0,25 2,40 0,07 0,57 4,57

22 Persea americana 12 1,60 0,25 2,40 0,05 0,38 4,38

23 Ficus virens 3 0,40 0,08 0,80 0,25 1,99 3,19

24 Leucaena leucocephala 6 0,80 0,17 1,60 0,10 0,75 3,15

25 Jatropha sp, 9 1,20 0,17 1,60 0,04 0,29 3,09

26 Syzygium polyanthum 9 1,20 0,17 1,60 0,02 0,13 2,93

27 Durio zibethinus 6 0,80 0,17 1,60 0,05 0,35 2,75

28 Glochidion arborescens 12 1,60 0,08 0,80 0,04 0,28 2,68

29 AleuritEs moluccana 3 0,40 0,08 0,80 0,18 1,42 2,62

30 Dysoxylum nutans 3 0,40 0,08 0,80 0,18 1,39 2,59

31 Spathodea campanulata 6 0,80 0,08 0,80 0,12 0,92 2,52

32 Melia azedarach 6 0,80 0,08 0,80 0,10 0,77 2,37

33 Baccaurea motleyana 3 0,40 0,08 0,80 0,09 0,70 1,90

34 Lansium aquaeum 3 0,40 0,08 0,80 0,09 0,68 1,88

35 Dimocarpus longan 6 0,80 0,08 0,80 0,03 0,24 1,84

36 Citrus maxima 3 0,40 0,08 0,80 0,07 0,57 1,77

37 Citrus sp, 6 0,80 0,08 0,80 0,01 0,09 1,69

38 Jatropha multifida 6 0,80 0,08 0,80 0,00 0,04 1,64

39 Carica papaya 3 0,40 0,08 0,80 0,05 0,42 1,62

40 Pometia pinnata 3 0,40 0,08 0,80 0,02 0,19 1,39

41 Mangifera odorata 3 0,40 0,08 0,80 0,02 0,14 1,34

42 Averrhoa carambola 3 0,40 0,08 0,80 0,01 0,12 1,32

43 Tamarindus indica 3 0,40 0,08 0,80 0,01 0,07 1,27

44 Annona muricata 3 0,40 0,08 0,80 0,01 0,07 1,27

45 Syzygium aromaticum 3 0,40 0,08 0,80 0,00 0,01 1,21

Jumlah 752 100,00 10,42 100,00 12,75 100,00 300,00

Tengah

1 Nephelium lappaceum 101 14,38 0,82 9,57 2,67 19,23 43,18

2 Musa x paradisiaca 118 16,88 0,36 4,26 2,69 19,33 40,46

3 Glochidion arborescens 61 8,75 0,64 7,45 1,28 9,17 25,37

4 Myristica Fragans 44 6,25 0,55 6,38 1,44 10,34 22,97

5 Jatropha sp, 44 6,25 0,64 7,45 0,38 2,76 16,46

6 Dimocarpus longan 22 3,13 0,36 4,26 1,23 8,82 16,20

7 Averhoa bilimbi 26 3,75 0,36 4,26 0,68 4,90 12,91

8 Psidium guajava 31 4,38 0,27 3,19 0,22 1,58 9,14

9 Garcinia mangostana 18 2,50 0,27 3,19 0,33 2,40 8,09

10 Citrus maxima 18 2,50 0,27 3,19 0,06 0,43 6,12

11 Syzygium polycephalum 26 3,75 0,09 1,06 0,12 0,87 5,68


(5)

Lampiran 7 (Lanjutan)

13 Persea americana 9 1,25 0,18 2,13 0,14 0,99 4,36

14 Pouteria campechiana 9 1,25 0,18 2,13 0,10 0,70 4,08

15 Lansium aquaeum 9 1,25 0,18 2,13 0,09 0,66 4,04

16 Tamarindus indica 9 1,25 0,18 2,13 0,08 0,56 3,94

17 Annona muricata 9 1,25 0,18 2,13 0,07 0,50 3,88

18 Leucaena leucocephala 9 1,25 0,18 2,13 0,06 0,45 3,83

19 Artocarpus heterophyllus 9 1,25 0,18 2,13 0,02 0,18 3,56

20 Mangifera indica 4 0,63 0,09 1,06 0,23 1,62 3,31

21 Citrus hystrix 9 1,25 0,09 1,06 0,12 0,87 3,18

22 Cocos nucifera 4 0,63 0,09 1,06 0,21 1,48 3,17

23 Artocarpur altilis 4 0,63 0,09 1,06 0,20 1,42 3,11

24 Carica papaya 4 0,63 0,09 1,06 0,18 1,31 3,00

25 Mangifera foetida 4 0,63 0,09 1,06 0,14 0,98 2,67

26 Gnetum gnemon 4 0,63 0,09 1,06 0,13 0,97 2,66

27 Durio zibethinus 4 0,63 0,09 1,06 0,11 0,82 2,51

28 Sandoricum koetjape 4 0,63 0,09 1,06 0,11 0,80 2,49

29 Bridelia glauca 4 0,63 0,09 1,06 0,08 0,58 2,27

30 Coffea robusta 4 0,63 0,09 1,06 0,08 0,56 2,25

31 Mangifera kemanga 4 0,63 0,09 1,06 0,07 0,48 2,17

32 Syzygium polyanthum 4 0,63 0,09 1,06 0,05 0,39 2,08

33 Citrus sp, 4 0,63 0,09 1,06 0,05 0,37 2,06

34 Averrhoa carambola 4 0,63 0,09 1,06 0,04 0,27 1,96

35 Syzigium aqueum 4 0,63 0,09 1,06 0,04 0,26 1,95

36 Parkia speciosa 4 0,63 0,09 1,06 0,03 0,25 1,94

37 Theobroma cacao 4 0,63 0,09 1,06 0,03 0,19 1,88

38 Casuarina equisetifolia 4 0,63 0,09 1,06 0,02 0,16 1,85

39 Mussaenda sp, 4 0,63 0,09 1,06 0,02 0,16 1,85

40 Achras zapota 4 0,63 0,09 1,06 0,02 0,15 1,84

41 Baccaurea motleyana 4 0,63 0,09 1,06 0,02 0,11 1,80

42 Citrus nobilis var.microcarpa 4 0,63 0,09 1,06 0,01 0,07 1,76

43 Spondias dulcis 4 0,63 0,09 1,06 0,01 0,04 1,73

44 Tectona grandis 4 0,63 0,09 1,06 0,01 0,04 1,73

45 Areca catechu 4 0,63 0,09 1,06 0,01 0,04 1,73

46 Jatropha multifida 4 0,63 0,09 1,06 0,00 0,02 1,71

Jumlah 701 100,00 8,55 100,00 13,91 100,00 300,00

Bawah

1 Musa x paradisiaca 185 26,67 0,58 7,45 3,86 28,03 62,14

2 Nephelium lappaceum 68 9,78 0,67 8,51 2,84 20,61 38,90

3 Syzygium malaccense 74 10,67 0,75 9,57 1,56 11,35 31,60

4 Garcinia mangostana 31 4,44 0,50 6,38 0,52 3,75 14,58

5 Ficus virens 22 3,11 0,25 3,19 1,08 7,87 14,17

6 Carica papaya 37 5,33 0,42 5,32 0,20 1,45 12,10

7 Parkia speciosa 15 2,22 0,33 4,26 0,68 4,93 11,41

8 Sandoricum koetjape 28 4,00 0,33 4,26 0,04 0,29 8,54

9 Pouteria campechiana 18 2,67 0,25 3,19 0,37 2,67 8,53

10 Annona muricata 18 2,67 0,25 3,19 0,14 1,05 6,91

11 Psidium guajava 18 2,67 0,17 2,13 0,24 1,72 6,52

12 Syzygium polyanthum 18 2,67 0,25 3,19 0,07 0,51 6,37

13 Mussaenda sp, 9 1,33 0,25 3,19 0,18 1,32 5,85

14 Theobroma cacao 6 0,89 0,17 2,13 0,34 2,44 5,46

15 Glochidion arborescens 6 0,89 0,08 1,06 0,44 3,18 5,13

16 Pithecellobium jiringa 12 1,78 0,17 2,13 0,16 1,13 5,03

17 Persea americana 9 1,33 0,25 3,19 0,03 0,25 4,78

18 Averhoa bilimbi 12 1,78 0,17 2,13 0,06 0,44 4,34

19 Averrhoa carambola 12 1,78 0,17 2,13 0,04 0,27 4,18

20 Cocos nucifera 12 1,78 0,17 2,13 0,03 0,23 4,14

21 Jatropha sp, 9 1,33 0,17 2,13 0,06 0,41 3,87

22 Baccaurea motleyana 9 1,33 0,17 2,13 0,05 0,37 3,83

23 Lansium aquaeum 6 0,89 0,17 2,13 0,10 0,70 3,71

24 Areca catechu 6 0,89 0,08 1,06 0,15 1,10 3,05

25 Artocarpus heterophyllus 3 0,44 0,08 1,06 0,16 1,14 2,65


(6)

27 Phaleria macrocarpa 3 0,44 0,08 1,06 0,10 0,75 2,25

28 Muntingia calabura 6 0,89 0,08 1,06 0,04 0,26 2,22

29 Gnetum gnemon 3 0,44 0,08 1,06 0,06 0,47 1,97

30 Durio zibethinus 3 0,44 0,08 1,06 0,05 0,35 1,86

31 Syzigium aqueum 3 0,44 0,08 1,06 0,05 0,34 1,85

32 Dimocarpus longan 3 0,44 0,08 1,06 0,03 0,24 1,75

33 Coffea robusta 3 0,44 0,08 1,06 0,02 0,11 1,62

34 Mangifera indica 3 0,44 0,08 1,06 0,00 0,03 1,54

35 Citrus sp, 3 0,44 0,08 1,06 0,00 0,02 1,53

36 Carissa carandas 3 0,44 0,08 1,06 0,00 0,02 1,52

37 Pometia pinnata 3 0,44 0,08 1,06 0,00 0,01 1,52

Jumlah 693 100,00 7,83 100,00 13,77 100,00 300,00

Wilayah Kota

1 Mangifera indica 37 8,08 0,75 8,49 1,10 13,95 30,52

2 Roystonea regia 57 12,28 0,33 3,77 1,14 14,38 30,43

3 Pinus merkusii 30 6,59 0,33 3,77 1,25 15,89 26,25

4 Areca catechu 64 13,77 0,25 2,83 0,48 6,11 22,71

5 Veitchia merrillii 59 12,87 0,17 1,89 0,22 2,76 17,52

6 Casuarina equisetifolia 24 5,09 0,67 7,55 0,26 3,28 15,91

7 Nephelium lappaceum 17 3,59 0,58 6,60 0,08 1,06 11,26

8 Wodyetia bifurcata 12 2,69 0,33 3,77 0,25 3,13 9,60

9 Syzigium aqueum 12 2,69 0,33 3,77 0,18 2,28 8,75

10 Dracaena massangeana 14 2,99 0,25 2,83 0,23 2,89 8,71

11 Cocos nucifera 7 1,50 0,25 2,83 0,27 3,38 7,71

12 Citrus sp, 12 2,69 0,33 3,77 0,07 0,84 7,31

13 Ficus elastica 12 2,69 0,08 0,94 0,26 3,29 6,93

14 Hibiscus rosa-sinensis 4 0,90 0,17 1,89 0,24 3,06 5,84

15 Ravenala madagascariensis 6 1,20 0,08 0,94 0,29 3,65 5,80

16 Achras zapota 8 1,80 0,25 2,83 0,08 0,97 5,60

17 Bauhinia purpurea 8 1,80 0,08 0,94 0,18 2,25 4,99

18 Musa x paradisiaca 6 1,20 0,25 2,83 0,05 0,68 4,71

19 Khaya senegalensis 3 0,60 0,08 0,94 0,25 3,11 4,65

20 Artocarpus heterophyllus 4 0,90 0,25 2,83 0,06 0,82 4,55

21 Averrhoa carambola 4 0,90 0,25 2,83 0,06 0,70 4,43

22 Maesopsis eminii 1 0,30 0,08 0,94 0,22 2,78 4,03

23 Spondias dulcis 4 0,90 0,25 2,83 0,01 0,16 3,89

24 Mascarena lagenicaulis 3 0,60 0,08 0,94 0,17 2,10 3,65

25 Ficus benjamina 7 1,50 0,08 0,94 0,09 1,20 3,64

26 Annona muricata 7 1,50 0,17 1,89 0,00 0,05 3,44

27 Bixa arborea 4 0,90 0,17 1,89 0,03 0,36 3,14

28 Psidium guajava 3 0,60 0,17 1,89 0,03 0,34 2,83

29 Durio zibethinus 3 0,60 0,17 1,89 0,02 0,27 2,76

30 Phaleria macrocarpa 3 0,60 0,17 1,89 0,00 0,02 2,50

31 Acacia mangium 1 0,30 0,08 0,94 0,09 1,14 2,38

32 Calophyllum inophyllum 1 0,30 0,08 0,94 0,06 0,79 2,03

33 Parkia speciosa 1 0,30 0,08 0,94 0,04 0,52 1,77

34 Jasminum sambac 3 0,60 0,08 0,94 0,01 0,10 1,64

35 Dimocarpus longan 3 0,60 0,08 0,94 0,00 0,05 1,60

36 Leucaena leucocephala 1 0,30 0,08 0,94 0,03 0,32 1,56

37 Callistemon citrinus 1 0,30 0,08 0,94 0,02 0,31 1,55

38 Cycas rumphii 1 0,30 0,08 0,94 0,02 0,23 1,48

39 Citrus maxima 1 0,30 0,08 0,94 0,02 0,20 1,44

40 Maniltoa grandiflora 1 0,30 0,08 0,94 0,01 0,14 1,39

41 Stelechocarpus burakol 1 0,30 0,08 0,94 0,01 0,14 1,38

42 Araucaria cunninghamii 1 0,30 0,08 0,94 0,01 0,09 1,33

43 Punica granatum 1 0,30 0,08 0,94 0,01 0,08 1,32

44 Lansium domesticum 1 0,30 0,08 0,94 0,00 0,05 1,29

45 Syzygium malaccense 1 0,30 0,08 0,94 0,00 0,04 1,29

46 Plumeria rubra 1 0,30 0,08 0,94 0,00 0,03 1,27

47 Polyalthia longifolia 1 0,30 0,08 0,94 0,00 0,01 1,26