Selain itu diharapkan kepada dosen, jika ada undangan rapat yang menyangkut pengembangan karir maupun kewenangan pekerjaanya diharapkan hadir dan
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Hal ini dimaksudkan agar dosen tidak tertekan dengan hasil keputusan yang ada sehingga dapat mengakibatkan
stres kerja.
6.10. Hubungan antara Pengembangan Karir dengan Stres Kerja pada Dosen
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Menurut Everly dan Girdano Munandar, 2001 menyatakan adanya promosi untuk menghasilkan kepuasan kerja dan mencegah timbulnya frustasi
pada tenaga kerja yang bertujuan mengurangi turn over. Dengan promosi kerja, mereka tidak hanya mencari peningkatan pendapatan, tetapi juga mencari
peningkatan status dan tantangan yang ada dari pekerjaan yang baru. Promosi sendiri dapat menjadi pemicu stres kerja pada pekerja apabila tidak dipersiapkan
untuk menerima pekerjaan yang dipromosikan, sehingga yang paling utama adalah mempersiapkan diri untuk menerima jabatan baru jauh sebelum promosi. Robert
Veninga 1982 dalam Herawati 2006 mengemukakan, sistem reward dan memberi kesempatan memperoleh pendidikan akan mengurangi stres kerja.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa distribusi responden menyatakan baik pengembangan karir yang ada memuaskan serta tidak
memuaskan sama besar yaitu masing – masing 50. Sedangkan berdasarkan hasil
analisis hubungan antara pengembangan karir dengan stres kerja, diketahui bahwa responden yang mengalami stres kerja lebih banyak memiliki pengembangan karir
yang tidak memuaskan, dibandingkan dengan responden yang memiliki pengembangan karir yang memuaskan. Berdasarkan hasil uji statistik dengan
menggunakan chi square, diketahi bahwa tidak ada hubungan antara pengembangan karir dengan stres kerja.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Desy 2002 yang menyatakan tidak adanya hubungan antara sistem promosi di tempat kerja dengan
stres kerja dimana nilai p value yang didapatkan sebesar 0,10. Selain itu menurut hasil penelitian Airmayanti 2009 juga tidak ada hubungan antara pengembangan
karir dengan stres kerja dengan nilai p value 0,193. Menurut Munandar 2001, pengembangan karir merupakan pembangkit
stres potensial yang mencakup ketidakpastian pekerjaan, promosi berlebih, promosi yang kurang, ketidakamanan dalam bekerja, ketakutan di keluarkan dari
pekerjaan karena tidak ada lagi pekerjaan yang akan dilakukan, pensiun terlalu dini, frustasi terhadap apa yang telah dicapai oleh karir seseorang. Selain itu,
pengembangan karir karyawan terkait dengan pembangkit stres, diantaranya: a.
Kesempatan mendapat promosi kerja b.
Kesempatan mengembangkan bakat dan kreatifitas dengan menyalurkan ide dan usul atau saran pada perusahaan
c. Kesempatan memperoleh pendidikan dan pelatihan atau kursus di dalam atau
di luar perusahaan untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan kerja d.
Sistem reward, meliputi pemberian gaji, tunjangan dan penghargaan pada karyawan berprestasi tidak dijalankan oleh perusahaan dengan baik.
Baik responden yang menyatakan puas terhadap pengembangan karir yang ada maupun tidak, sama
– sama mengalami stres ringan lebih banyak dibandingkan stres berat. Hal ini dapat disebabkan oleh kemampuan dosen yang mendapat
promosi bisa beradaptasi dengan keadaan yang ada. Selain itu dosen tidak menjadikan promosi karir sebagai suatu penghambat untuk bekerja. Karena seperti
pendapat Wantoro 1999, jika pekerja merasa terhalang promosi kerjanya maka hal itu merupakan salah satu penyakit karyawan.
Untuk mengurangi ketidakpuasan dalam pengembangan karir agar tidak menjadikan stres ke tingkat yang lebih tinggi, sebaiknya institusi membagi rata
kesempatan dosen untuk mendapatkan promosi, kesempatan mengembangkan bakat, serta memperoleh pendidikan tambahan, agar tidak ada rasa cemburu dan
rasa tidak adil antar dosen, yang jika ini terjadi berkepanjangan maka akan menimbulkan stres bagi dosen yang merasa tidak puas dengan pengembangan karir
yang ada.
6.11. Hubungan antara Gaji dengan Stres Kerja pada Dosen Fakultas Kedokteran