mungkin secara tepat dan teratur. Pada saat-saat tertentu, deadline justru dapat meningkatkan motivasi dan menghasilkan prestasi kerja yang
tinggi. Namun bila desakan waktu justru menyebabkan timbulnya banyak keasalahan atau menyebabakan kondisi kesehatan seseorang berkurang,
maka hal ini cerminan adanya beban berlebihan kuantitatif Anugrah, 2009.
Beban kerja dihitung dengan menggunakan rumus estimating metabolic heat production rates by task analysis, seperti yang tertera
pada tabel berikut ini : Tabel 2.1
Penilaian Pekerjaan
A. Posisi dan Pergerakan Badan Kcalmin
Sitting 0,3
Standing
0,6
Walking
2,0 – 3,0
Walking Uphill Add 0,8 for every meter yard rise
For a “standart” worker of 70 kg body weight 154 lbs and 1,8m
2
body surface 19,4 ft
2
. Sumber : ACGIH, 1992 dalam Dowell, 2007
B. Type of Work Average Kcalmin
Range Kcalmin Hand Work
Light 0,4
0,2 – 1,2
Heavy
0,9
Work : One Arm Light
1,0 0,7
– 2,5
Heavy 1,7
Work : Both Arm Light
1,5 1,0
– 3,5
Heavy 2,5
Work : Whole Body Light
3,5 2,5
– 15,0
Moderate 5,0
Heavy 7,0
Very Heavy 9,0
C. Basal Metabolism 1,0
1,0
Adapun klasifikasi beban kerja berdasarkan jumlah kalori yang dikeluarkan dalam emalakukan pekerjaan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.2 Kategori beban kerja berdasarkan jumlah kalori yang dikeluarkan dalam
melakukan pekerjaan
Kategori Kcaljam
Pekerjaan Ringan Sampai dengan 200 Kcaljam
Pekerjaan Sedang 200
– 350 Kcaljam
Pekerjaan Berat 350 Kcaljam
Sumber : ACGIH, 1992 dalam Dowell, 2007
Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Siswanti 2004 mengatakan bahwa dari 170 responden yang diteliti, 75 diantaranya
menyatakan bahwa beban kerja mereka sangat berat sehingga menyebabkan stres. Kemudian menurut Bida 1995 dari 56,3 yang
diteliti menyatakan bahwa beban kerja mereka berat sehingga menyebabkan stres dan 38,1 mengalami stres walaupun beban kerja
mereka cenderung normal. Hasil uji statistiknya menyatakan p value 0,01007 yang artinya ada hubungan antara beban kerja dengan stres kerja.
Namun hasil lain dari penelitian Desy 2002 diketahui bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat beban kerja dengan stres
kerja. Begitu pula hasil penelitian Desy 2002 yang menyatakan tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat beban kerja dengan stres
kerja di PT. Unilever Indonesia dengan p value 0,125. 3
Waktu kerja Waktu
kerja menunjukkan
efisiensi dan
produktivitas seseorang.Umumnya seseorang dapat bekerja baik yaitu pada 6
– 8 jam
perhari atau 40 – 50 jam seminggu. Pekerjaan yang biasa tidak terlalu
berat atau ringan, produktivitasnya akan mulai menurun setelah 4 jam bekerja. Keadaan ini sejalan dengan menurunnya kadar gula dalam darah.
Sehingga perlu istirahat dan kesempatan untuk makan guna meningkatkan kembali
kadar gula darah Suma’mur, 1997. Penambahan jam kerja diluar standar dapat meningkatkan usaha adaptasi pekerja, yang
kemudian dapat meningkatkan ekskresi katoholamin yaitu hormon adrenalin dan non-adrenalin Munandar, 2001.
Menurut beberapa penelitian, kerja lembur yang terlalu sering apalagi tanpa kontrol dan jumlah jam kerja yang berlebihan ternyata tidak hanya
mengurangi kuantitas dan kualitas hasil kerja akan tetapi juga seringkali meningkatkan kuantitas absen dengan alasan sakit atau kecelakaan kerja
Chairin, 2006. Menurut penelitian Noer 2004 diketahui bahwa 87,5 responden
yang bekerja 12 jam menunjukkan gejala stres sedang. Hal ini diperkuat dengan hasil uji statistik yang menunjukkan p value sebesar 0,002 yang
artinya ada kecenderungan hubungan yang bermakna anatar jam kerja dengan stres kerja.
Penelitian lain yang berhubungan dengan jam kerja berlebihan yang dilakukan oleh Margolis dkk yang dikuti oleh Suprapto 2008 pada
penduduk Amerika secara nasional yang diwakili oleh 1.496 pekerja. Mereka menemukan bahwa kelebihan jam kerja secara signifikan
berhubungan dengan beberapa gejala atau indikator stres kerja, seperti
minum minuman berakohol, ketidakhadiran dalam bekerja, motivasi yang rendah untuk bekerja, kepercayaan diri yang rendah untuk bekerja,
kepercayaan diri yang rendah serta adanya saran untuk tidak masuk dalam berkerja.
Sedangkan menurut Desy 2002 hasil penelitiannya menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara waktu bekerja dengan stres
kerja dengan p value 0,752. 4
Shift kerja Menurut ILO 2000, kerja shift adalah kerja yang dilakukan di luar
jam kerja normal. Kerja shift ini dapat berupa kerja malam secara permanen, kerja sore secara permanen atau dapat pula bergilirberotasi
sesuai dengan pola shift yang diambil oleh suatu perusahaan. Ciri khas kerja shift adalah adanya kontinuitas, pergantian gilirrotasi dan jadwal
kerja yang khusus. Bagi pekerja shift, jadwal kerja dianggap baik bila waktu istirahat
adekuat. Pekerja yang tidak cukup mendapat waktu libur dapat menderita karena masalah psikososial yang sama kompleksnya dengan masalah
fisiologik. Jadwal kerja yang dibuat kualitas, kuantitas dan waktu istirahat yang fleksibel akan mampu memecahkan sebagian masalah
Suma’mur, 1997.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sofrina 2005 diketahui bahwa ada hubungan anatar kerja shift dengan kejadian stres kerja
dengan p value 0,01. Sedangkan menurut hasil penelitian Vierdelina
2008 didapatkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna anatar shift kerja dengan stres kerja dengan p value 1,000.
5 Rutinitas kerja
Pekerjaan-pekerjaan yang harus dilaksanakan dengan gerakan anggota badan yang berulang-ulang secara monoton, yang kadang-
kadang pula disertai posisi kerja yang sulit atau sambil membawa beban atau menahan beban seringkali sangat memberatkan individu pekerja
Harrianto, 2005. Menurut Walsh dkk 2005 dalam Harrianto 2005 menyimpulkan dalam penelitiannya bahwa pekerjaan yang banyak
menggerakkan tangan berulang dan membosankan seperti pada para pekerja penggergajian kayu lebih banyak menimbulkan penyakit-
penyakit psikosomatik dan gejala-gejala stres mental lainnya sehingga meningkatkan frekuensi cuti sakit.
Pada pekerjaan yang sederhana dimana banyak terjadi pengulangan gerak akan timbul rasa bosan dan rasa monoton. Kebosanan dalam kerja
rutin sehari-hari, sebagai hasil dari terlampau sedikitnya tugas yang harus dilakukan dapat menghasilkan berkurangnya perhatian. Hal ini, secara
potensial membahayakan jika tenaga kerja gagal untuk bertindak tepat dalam keadaan darurat. Kebosanan ditemukan sebagai sumber stres yang
nyata pada operator kran Cooper dan Kelly, 1984 dalam Munandar, 2001.
Menurut penelitian Siswanti 2004 diperoleh bahwa 83 responden yang mengalami stres, menyatakan bahwa rutinitas yang mereka lakukan
monoton. Selain itu 44 responden lainnya mengalami stres walaupun rutinitas mereka tidak monoton. Hasil statistik menyatakan p value
sebesar 0,015 yang artinya ada hubungan yang bermakna antara rutinitas kerja yang monoton dengan stres kerja. Selain itu hasil penelitian
Nugrahaeni 2008 berdasarkan uji statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara rutinitas pekerjaan dengan kejadian stres kerja
dengan p value 0,001. Tetapi hal itu tidak sejalan dengan sahil penelitian Soebakti 2006
dan Adas 2006 yang masing – masing menyatakan tidak ada hubungan
yang bermakna anatar rutinitas dengan timbulnya kejadian stres kerja. 6
Struktur dan iklim organisasi Bagaimana para tenaga kerja mempersepsikan kebudayaan, kebiasan
dan iklim dari organisasi adalah penting dalam memahami sumber- sumber stres potensial sebagai hasil dari beradanya mereka dalam
organisasi : kepuasan dan ketidakpuasan kerja berkaitan dengan penilaian dari struktur dan iklim organisasi. Faktor stres yang dikenali dalam
kategori ini terpusat pada sejauh mana tenaga kerja dapat terlibat atau berperan serta dan pada support social. Penelitian menunjukkan bahwa
kurangnya peran serta atau partisipasi dalam pengambilan keputusan berhubungan dengan suasana hati dan perilaku yang negatif, misalnya
menjadi perokok berat. Peningkatan peluang untuk berperan serta menghasilkan peningkatan unjuk-kerja dan peningkatan taraf dari
kesehatan mental dan fisik Munandar, 2001.
Sumber stres kerja yang potensial adalah iklim dan struktur organisasi yang hanya terjadi dalam suatu organisasi, yang dapat mengancam pada
kebebasan individu, otonomi dan identitas sikapnya. Pendapat-pendapat lainnya, seperti terlalu sedikittidak ada partisipasi terlibat dalam proses
pengambilan keputusan, tidak mempunyai rasa memiliki, kurang efektifnya konsultasi dan komunikasi, pembatasan tingkah laku dan
politik di kantor merupakan hal yang sering terjadi pada sumber stres ini Novendra, 1994.
Struktur dan iklim organisasi yang tidak baik dan kurang mendukung karyawan biasanya dapat menimbulkan ketidakpuasan dalam bekerja,
yang akhirnya dapat menyebabkan stres Cooper, 1989 dalam Munandar 2001. Struktur dan iklim tersebut meliputi :
a Kebijakan perusahaan yang terlalu ketat
b Administrasi dan manajemen perusahaan yang terlalu birokratis
c Peraturan-peraturan perusahaan yang terlalu mengikat pekerja
Menurut Gibson dkk 2006, stresor berupa struktur organisasi jarang dipelajari. Satu studi tentang tenaga penjual di bidang perdagangan
menguji akibat dari organisasi yang strukturnya panjang struktur birokratis, medium dan pendek terhadap kepuasan kerja, stres dan
penampilan. Para peneliti mendapatkan bahwa tenaga penjual di dalam organisasi yang strukturnya paling kurang birokratis mengalami stres
yang kecil dan kepuasan kerja lebih besar dan berperan lebih efektif
daripada tenaga penjual di dalam organisasi struktur medium dan panjang. Para peneliti telah mempertimbangkan hanya sampel kecil dari
sejumlah besar riset medis dan perilaku terhadap stresor, stres dan kaitan akibatnya. Informasi yang terhimpun, seperti riset organisasi lainnya,
mengandung kontradiksi dalam beberapa kasus. Meskipun demikian, riset yang bisa digunakan mengandung hal-hal penting :
a Stresor pada pekerja berkaitan dengan perubahan fisik, psikologis
dan emosional di dalam individu. b
Tanggapan penyesuaian terhadap stresor pada pekerjaan telah ditentukan dengan mengukur diri self-rating, penampilan
prestasi dan pengujian biokimia. c
Tidak ada daftar stresor yang dapat diterima secara universal. Setiap organisasi memiliki penetapan sendiri yang unik.
d Perbedaan-perbedaan
individual menjelaskan mengapa suatu stresor yang mengganggu dan menggocang bagi seseorang
berubah pada orang yang lain.
Penelitian yang dilakukan oleh Putri 1998 menyatakan bahwa terdapat hubungan antara struktur dan iklim organisasi dengan stres kerja.
Namun, menurut Nugroho 2004 diketahui bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara struktur dan iklim organisasi dengan stres kerja.
7 Peran dalam organisasi
Sumber utama stres kerja lainnya adalah yang berhubungan dengan peranan seseorang di tempat kerja. Para peneliti di bidang ini bersepakat
untuk memfokuskan pada peranan yang mempunyai dua makna role ambiguity dan peranan yang mempunyai dua makna yang saling
bertentangan role conflict Munandar, 2001. a
Role Ambiguity Hal ini terjadi ketika seseorang mempunyai informasi yang tidak
selaras tentang peranan pekerjaannya, dimana terdapat kekurang- jelasan tentang tujuan yang akan dihasilkan dari suatu pekerjaan yang
dipengaruhi oleh peraturan, tentang ruang lingkup dan tanggung jawab dari suatu pekerjaan dan tentang harapan rekan-rekan kerja dari
peranan kerjanya. Kahn et al 1964 dalam Munandar 2001 menyatakan bahwa seseorang yang mengalami role ambiguity yang
berlebihan akan
mengalami kepuasan
kerja yang
rendah, meningkatnya ketegangan yang berhubungan dengan pekerjaan,
kepercayaan terhadap diri sendiri yang semakin rendah dan kesia- siaan yang bertambah besar. Indikator stres kerja yang berhubungan
dengan role ambiguity adalah mengalami keadaan yang tertekan, ketidakpuasan pada kehidupannya, ketidakpuasan pada pekerjaan,
rendahnya motivasi kerja, keinginan untuk meninggalkan pekerjaan dan rasa menghargai diri sendiri yang semakin rendah.
b Role Conflict
Hal ini terjadi ketika seseorang berada dalam situasi peranan kerja tertentu yang berlawanan dengan tuntutan pekerjaan menghadapi
masalah oleh keharusan melaksanakan suatu pekerjaan yang sebenarnya tidak ingin dilakukan oleh orang tersebut. Sebagian besar
frekuensi manifestasi dari role conflict adalah ketika seseorang dihadapkan pada dua kelompok orang yang menginginkan perbedaan
perilaku atau
mengharapkan bahwa
pekerjaan seharusnya
menghasilkan fungsi yang berbeda-beda. Kahn et al 1964 dalam Munandar 2001 mengatakan bahwa seseorang yang mengalami role
conflict yang berlebihan akan mengalami kepuasan kerja yang rendah, meningkatnya ketegangan yang berhubungan dengan pekerjaan.
Apabila seorang karyawan tidak diikutsertakan dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan dirinya, maka hal tersebut dapat
menyebabkan karyawan tersebut menjadi tidak betah dalam bekerja. Dari hasil penelitian diketahui bahwa seorang pekerja yang diberi kesempatan
untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, memiliki hasil kerja yang lebih baik dan mengurangi tekanan dalam bekerja yang dapat
menyebabkan stres Frenh dan Chaplan, 1970 dalam Munandar, 2001. Miles dan Perreault 1976 yang dikutip oleh Munandar 2001 jenis
konflik peran dibedakan menjdai empat, yaitu :
1 Konflik peran-pribadi : tenaga kerja ingin melakukan tugas
berbeda dari yang disarankan dalam uraian pekerjaannya. 2
Konflik Intrasender : tenaga kerja menerima penugasan tanpa memiliki tenaga kerja yang cukup untuk dapat menyelesaikan
tugas dengan berhasil. 3
Konflik Intersender : tenaga kerja diminta untuk berperilaku sedemikian rupa sehingga ada orang merasa puas dengan
hasilnya, sedangkan orang lain tidak. 4
Peran dengan beban berlebih : tenaga kerja mendapat penugasan kerja yang terlalu banyak dan tidak dapat ia tangani secara efektif.
Kiev dan Kohn 1979 yang dikutip oleh Munandar 2001 menyatkan bahwa dalam penelitian mereka menemukan bahwa konflik
peran juga merupakan salah satu sumber stres utama pada para manajer puncak dan menengah. Hasil penelitian tidak jelas menunjukkan bahwa
konflik peran merupakan pembangkit stres pada para pekerja pabrik. Menurut Sutherland dan Cooper 1988 yang dikutip oleh Munandar
2001, bahwa mungkin para pekerja pabrik lebih merasakan konflik ”intersender” sebagai pembangkit stres. Menurut Cooper dan Marshall
1978 dalam Munandar 2001 konflik peran lebih dirasakan sebagai pembangkit stres oleh mereka yang bekerja pada batas-batas organisasi
organizational boundaries, seperti para manajer menengah pada umumnya.
8 Pengembangan karir
Pengembangan karir seperti promosi tentu saja sangat diharapkan oleh setiap pekerja atau pegawai. Karena dengan pengembangan karir ini
akan mendapat hak – hak yang lebih baik dari apa yang diperoleh
sebelumnya, baik secara materi maupun non materi. Dalam hal pengembangan karir seperti yang diungkapkan Handoko 1992,
pengembangan karir adalah peningkatan – peningkatan pribadi yang
dilakukan seseorang untuk mencapai suatu rencana karir. a
Job insecurity Job insecurity adalah pandangan individu terhadap situasi yang
ada dalam organisasi tempatnya bekerja yang menimbulkan ketidaknyamanan akan kelanjutan pekerjaannya, dan hal ini
menyebabkan individu merasa tidak berdaya. Komponen – komponen
job insecurity yaitu : 1
Keparahan ancaman severity of threat Keparahan
ancaman meliputi
seberapa besar
individu mempersepsikan adanya ancaman terhadap aspek
– aspek dalam pekerjaannya secara keseluruhan.
2 Ancaman terhadap aspek – aspek dalam pekerjaan
Aspek – aspek yang berkaitan dengan pekerjaan, meliputi
kesempatan untuk promosi, kebebasan menentukan jadwal pekerjaan, dll. Persepsi seseorang mengenai besarnya ancaman
aspek – aspek itu dirasakan penting dan seberapa besar
kemungkinan individu akan kehilangan aspek – aspek tersebut.
Semakin penting dan semakin tinggi aspek – aspek tersebut
dipersepsikan mungkin hilang, maka semakin tinggi tingkat ancaman aspek
– aspek dalam pekerjaan yang dirasakan individu tersebut.
3 Ancaman kehilangan pekerjaan secara keseluruhan
Ancaman kehilangan pekerjaan secara keseluruhan merupakan persepsi seseorang mengenai adanya kejadian
– kejadian negative yang dapat mempengaruhi pekerjaannya, seperti diberhentikan
untuk sementara waktu. Ancaman tersebut dapat diketahui melalui seberapa penting dan seberapa mungkin kejadian
– kejadian tersebut dipersepsikan akan mempengaruhi pekerjaannya
secara keseluruhan. b
Promosi Promosi merupakan salah satu usaha perusahaan dalam
meningkatkan kemampuan pekerjanya. Peluang pekerja untuk mendapatkan promosi berbeda
– beda tergantung kepada kebutuhan perusahaan Munandar, 2001. Bentuk promosi pada pekerja
bermacam – macam, seperti kenaikan jabatanpangkat, mendapatkan
pendidikan atau pelatihan, mengikuti seminar atau symposium, dan lain
– lain. Menurut Averly dan Girdano dalam Munandar 2001 menyatakan adanya promosi untuk menghasilkan kepuasan kerja dan
mencegah timbulnya frustasi pada tenaga kerja yang bertujuan
mengurangi turn over pekerja. Dengan promosi kerja, mereka tidak hanya mencari peningkatan pendapatan, tetapi juga mencari
peningkatan status dan tantangan yang ada dari pekerjaan yang baru Munandar, 2001.
Menurut penelitian yang dilakukan Gautama 2008, terdapat hubungan yang signifikan antara promosi jabatan dengan stres kerja
perawat. Dari hasil uji korelasi didapatkan angka korelasi sebesar 0,386 dengan angka p value = 0,009. Rata
– rata perawat mengalami stres kerja sedang. Berdasarkan presentase total sampel didapatkan,
sebagian besar perawat yang merasakan ketidakpuasan ringan dalam promosi jabatan akan mengalami tingkat stres kerja ringan pula
11,1, sebagian perawat yang merasakan ketidakpuasan sedang dalam hal promosi jabatan akan mengalami tingkat stres kerja sedang
pula 46,7, begitupun dengan yang merasakan ketidakpuanan berat dalam promosi jabatan juga akan mengalami tingkat stres kerja berat
11,1. 9
Kepuasan gaji Gaji merupakan kompensasi yang diterima oleh pekerjan apabila
ia telah menyelesaikan pekerjaannya. Menurut Schultz 1998 salah satu penyebab tingginya turn over pekerja disebabkan gaji yang mereka
terima sewaktu bekerja tidak sesuai dengan yang diharapkannya. Selain itu gaji dapat mempengaruhi motivasi pekerja. Berdasarkan teori dua
faktor oleh Heizberg 1990 menyatakan kepuasan bekerja sangat
menetukan motivasi untuk bekerja, salah satu komponennya adalah upah. Berdasarkan penelitian pada masyarakat di AS diketahui adanya
diskriminasi dalam pemberian upah seperti pekerja golongan minoritas atau pekerja wanita mendapatkan gaji sedikit lebih rendah dari pada
pekerja golongan mayoritas atau pekerja laki – laki Schultz, 1998.
Menurut penelitian Nugrahaeni 2008 menunjukkan bahwa ada hubungan antara kepuasan gaji dengan kejadian stres kerja dengan p
value = 0,018.
c. Lingkungan kerja
1. Lingkungan kerja fisik
a Kebisingan
Kebisingan Noise adalah suara yang tidak dikehendaki. Menurut Wall 1979 dalam Setiawan 2007, kebisingan adalah suara yang
menganggu. Sedangkan menurut Permenakertrans Per.13MenX2011 Tahun 2011, kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki
yang bersumber dari alat-alat proses produksi danatau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran.
Bila sumber kebisingan dilihat dari sifatnya dibagi menjadi dua, yaitu Wisnu, 1996 dalam Setiawan, 2007 :
1 Sumber kebisingan statis : pabrik, mesin, tape, dan lainnya.
2 Sumber kebisingan dinamis : mobil, pesawat terbang, kapal laut,
dan lainnya.
Pengaruh pemaparan
kebisingan secara
umum dapat
dikategorikan menjadi dua yang didasarkan pada tinggi rendahnya intensitas kebisingan dan lamanya waktu pemaparan. Pertama,
pengaruh pemaparan kebisingan intensitas tinggi di atas NAB dan kedua, pengaruh kebisingan intensitas rendah di bawah NAB
Sanders McCormick, 1987; Pulat, 1992 dan WHS,1993 dalam Tarwaka, 2004.
1 Pengaruh kebisingan intensitas tinggi
Pengaruh pemaparan kebisingan intensitas tinggi di atas NAB adalah terjadinya kerusakan pada indera pendengaran yang dapat
menyebabkan penurunan daya dengan baik yang bersifat sementara maupun bersifat permanen atau ketulian. Secara fisiologis,
kebisingan dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan gangguan kesehatan seperti, meningkatnya tekanan darah dan denyut
jantung, resiko serangan jantung meningkat, gangguan pencernaan. 2
Pengaruh kebisingan intensitas rendah Intensitas kebisingan yang masih di bawah NAB secara fisiologis
tidak menyebabkan kerusakan pendengaran. Namun demikian, kehadirannya sering dapat menyebabkan penurunan performansi
kerja, sebagai salah satu penyebab stress dan gangguan kesehatan lainnya. Stress yang disebabkan karena pemaparan kebisingan
dapat menyebabkan terjadinya kelelahan dini, kegelisahan, dan
depresi. Secara spesifik stress karena kebisingan tersebut dapat menyebabkan antara lain:
a Stress
menuju keadaan cepat marah, sakit kepala, dan gangguan tidur.
b Gangguan reaksi psikomotor.
c Kehilangan konsentrasi.
d Gangguan komunikasi antara lawan bicara.
e Penurunan performansi kerja
yang kesemuanya itu akan bermuara pada kehilangan efisiensi dan produktifitas kerja
Tarwaka, 2004.
Hasil penelitian Suprapto 2008 menyatakan bahwa responden yang merasa bising di tempat kerja sebesar 50,9 sdangkan yang
merasa tidak bising ditempat kerja sebesar 59,1. Namun kebisingan tidak menunjukkan adanya hubungan yang bermakna terhadap
kejadian stres kerja. b
Pencahayaan Menurut Grandjean 1993 dalam Tarwaka 2004 penerangan
yang tidak didesain dengan baik akan menimbulkan gangguan atau kelelahan penglihatan selama kerja. Pengaruh dari penerangan yang
kurang memenuhi syarat akan mengakibatkan : 1
Kelelahan mata sehingga berkurangnya daya dan efisiensi kerja. 2
Kelelahan mental.
3 Keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata.
4 Kerusakan indera mata, dll.
Standar penerangan yang ada di Indonesia telah ditetapkan seperti tersebut dalam Peraturan Menteri Perburuhan PMP No. 7 Tahun
1964, Tentang syarat – syarat kesehatan, kebersihan dan penerangan
di tempat kerja pasal 14. Secara ringkas intensitas penerangan dapat dijelaskan sebagai berikut :
1 Penerangan untuk halaman dan jalan – jalan di lingkungan
perusahaan harus mempunyai intensitas penerangan paling sedikit 20 lux.
2 Penerangan
untuk pekerjaan – pekerjaan yang hanya
membedakan barang kasar dan besar paling sedikit mempunyai intensitas penerangan 50 lux.
3 Penerangan
yang cukup untuk pekerjaan yang hanya membedakan barang
– barang kecil secara sepintas lalu paling sedikit mempunyai intensitas penerangan 100 lux.
4 Penerangan untuk pekerjaan yang membeda – bedakan barang
kecil agak teliti paling sedikit mempunyai intensitas penerangan 200 lux.
5 Penerangan untuk pekerjaan yang membedakan dengan teliti dari
barang – barang yang kecil dan halus, paling sedikit mempunyai
intensitas penerangan 300 lux.
6 Penerangan yang cukup untuk pekerjaan membeda – bedakan
barang halus dengan kontras yang sedang dalam waktu lama, harus mempunyai paling sedikit intensitas penerangan 500
– 1.000 lux.
7 Penerangan yang cukup untuk pekerjaan membeda – bedakan
barang sangat halus dengan kontras yang kurang dan dalam waktu yang lama, harus mempunyai paling sedikit intensitas
penerangan 2.000 lux.
Terlalu kuatnya cahaya penerangan dapat menimbulkan dampak psikologis pada pekerja, seperti kelelahan dan pusing. Bahkan dapat
menimbulkan kecelakaan kerja akibat silaunya penerangan di ruang kerja, begitu pula sebaliknya dengan penerangan yang suram
Munandar, 2001. Pencahayaan yang kurang atau terlalu berlebihan di tempat kerja menyulitkan pekerja untuk bekerja secara optimal.
Sehingga apabila hal ini terjadi dalam waktu lama dapat menyebabkan seorang pekerja mengalami stres dan ketidaknyamanan
dalam bekerja Sarlito, 1992. c
Radiasi Sumber daya radiasi adalah sinar gamma, yaitu gelombang
elektormagnet yang mampu menembus permukaan kulit tanpa terlihat oleh mata. Energi itu mampu merusak sel
– sel hidup. Pemaparan radiasi tergantung dari dosis, waktu pemaparan, dan jarak sumber ke
pekerja. Selain memberi pengaruh buruk, radiasi juga menyebabkan rasa kurang aman bagi pekerja yang bekerja di tempat yang
mengandung radiasi. Apabila hal ini tidak diperhatikan, maka dalam waktu
–waktu tertentu hal tersebut tidak hanya berbahaya bagi pekerja, namun dapat menimbulkan keresahan dan stres dalam bekerja
Munandar, 2001. d
Suhu Pada suhu panas dan dingin, dapat menyebabkan pekerja mudah
terkena kelelahan disamping pengaruh kesehatan lainnya. Efek suhu tempat kerja terhadap pekerja tergantung pada berat pekerjaan, lokasi
kerja di dalam atau di luar ruangan, status kesehatan pekerja, kelembaban, kecepatan aliran udara, jenis pakaian yang digunakan dan
lama pemaparan. Keadaan ini bila terjadi berlarut –larut menyebabkan
pekerja tidak mampu bekerja dengan baik karena menurunnya gairah bekerja, atau bila dipaksakan maka akan mengakibatkan stres
Munandar, 2001. Menurut penelitian Siswanti 2004 yang dilakukan di PT. Pandu
Dayatama Patria, dilaporkan bahwa 70 responden menyatakan bermasalah dengan panas, sehingga menyebabkan stres dan 39
menyatakan stres walaupun tidak mempermasalahkan panas. Hasil uji statistik menyatakan p value sebesar 0,039 yang berati ada hubungan
yang bermakna antara suhu panas dengan stres kerja. Begitu pula dengan hasil penelitian Suprapto 2008 yang menyatakan tidak ada
hubungan yang bermakna antara suhu panas dengan stres kerja dengan p value 0,454.
2. Lingkungan kerja sosial
Munandar 2001 mengatakan bahwa hidup dengan orang lain merupakan salah satu aspek dari kehidupan yang penuh stres. Hubungan
yang baik antara anggota dari satu kelompok kerja sianggap sebagai faktor utama dalam kesehatan individu dan organisasi. Hubungan kerja
yang tidak baik terungkap dalam gejala adanya kepercayaan yang rendah, taraf pemberian support yang rendah dan minat yang rendah dalam
pemecahan masalah dalam berorganisasi. Ketidakpercayaan secara positif berhubungan dengan role embiguity yang tinggi, yang mengarah ke
komunikasi antar pribasi yang tidak sesuai antara para tenaga kerja dan ketegangan psikososial dalam bentuk kepuasan pekerjaan yang rendah,
penurunan dari kondisi kesehatan dan rasa diancam oleh atasan dan rekan
–rekan kerjanya. Contoh hubungan interpersonal, seperti atasan yang menyebalkan,
kurang apresiasi dari pimpinan, keputusan atasan yang berubah – ubah,
tidak cocok dengan teman sekerja, serta kurang terbuka antara atasan dengan bawahan, dapat mungkin bisa mengakibatkan seseorang dalam
tekanan sehingga dapat memicu terjadinya stres kerja Hidayat, 2012. Penelitian yang dilakukan oleh Bida 1995 menyatakan bahwa
terdapat hubungan antara hubungan interpersonal dalam pekerjaan dengan stres kerja.Namun menurut hasil penelitian Desy 2002 diketahui
tidak ada hubungan yang bermakna antara hubungan interpersonal dengan stres kerja.
2.2 Dosen