Bentuk Kejahatan Terorisme Terorisme 1. Definisi Terorisme

40 e. Penghadangan, biasanya dilanjutkan dengan penyanderaan seperti biasa terjadi di kawasan Negara-negara Arab Maghribi dan gurun sub-sahara Mali, Niger, Mauritania dan Aljazair terhadap sejumlah warga Barat. f. Penculikan, biasanya diikuti tuntutan tembusan uang atau tuntutan politik lainnya. g. Penyanderaan, merupakan metode yang merujuk pada konsep tawanan perang Prisoner of War, dimana penyanderaan adalah upaya penawaran secara disengaja untuk memperoleh penebusan seperti dana, konpensasi politik maupun pertukaran tawanan, biasanya berhadapan langsung dengan aparat, menahan sandera ditempat umum. h. Perampokan, biasanya sasarannya adalah Bank atau mobil lapis baja yang membawa uang banyak, untuk membiayai kegiatan terornya. Dikalangan para teroris hal ini disebut Fa’I atau harta benda milik orang yang dianggap kafir yang diyakini sah dirampas dalam kondisi perang. Namun, kemudian aksi perampokan maupun penjarahan sebagai bentuk perampokan secara massa dimanfaatkan pula sebagai teror pemicu Chaos. i. Ancamanintimidasi, merupakan bagian dari teror psikologi dengan cara menyebarkan pesan tersirat maupun tersurat yang mengandung ancaman pemicu ketakutan, keresahan dan keputusasaan terhadap target teror seseorang atau sekelompok orang di daerah yang dianggap lawan sehingga pada akhirnya menyerah atau menuruti keinginan pelaku teror. Intimidasi 41 kerap disebut teror terselubung dan menjadi bagian dari perang urat syaraf Psy War. 46 Tipologi Kelompok-Kelompok Teroris Kelompok teroris terbagi atas 4 golongan, yaitu: nasionalis-separatis, fundamentalis agama, kelompok agama baru, dan pelaku revolusi sosial. Klasifikasi ini mengasumsikan bahwa kelompok-kelompok teroris dapat dikategorisasikan melalui latar belakang politik atau ideologinya. Kategori revolusioner sosial juga dicap “idealis”, karena berperang dengan alasan yang radikal, untuk membela keyakinan agama atau ideology politik. Meskipun beberapa kelompok tidak dapat dimasukan kedalam kelompok tertentu, tipologi umum diperlukan karena bentuk aksi terorisme berbeda-beda. Cara pandang kelompok yang termasuk dalam satu kategori umum yang sama cenderung mempunyai lebih banyak kesamaan dengan kelompok dari kategori berbeda. 47 Ada 3 cara untuk menganalisis teroris dari beberapa pendekatan, diantaranya sebagai berikut: a. Pendekatan Politik. Hipotesis yang menyatakan bahwa seorang teroris dilahirkan dan memiliki ciri-ciri kepribadian tertentu yang menuntun nasibnya untuk menjadi teroris termasuk analisis faktor lingkungan. Lingkungan yang kondusif termasuk lingkungan nasional dan internasional, selain sub-nasional 46 Ibid, h. 48. 47 Suka Warsini Djaelantik, Terorisme Tinjauan Psiko-Politis, Peran Media, Kemiskinan dan Keamanan Nasional Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2010, h.24. 42 seperti universitas merupakan lokasi umumnya teroris pertama kalinya mengenal ideologi Marxisme-Leninisme atau ajaran revolusioner lain. 48 Russell dan Miller mengidentifikasikan universitas sebagai tempat rekrutmen utama teroris. Chalmers Johnson dan Martha Crenshaw sebagai ahli politik membagi prakondisi-prakondisi tersebut menjadi faktor permisif yang membahayakan strategi teroris sehingga menarik bagi para sempalan-politik dan mengarah pada faktor-faktor situasional. 49 Salah satu contoh dari faktor situasional yang terjadi pada orang-orang Palestina yaitu kehilangan tanah air mereka di wilayah Palestina. Hal tersebut diperkuat oleh Jenkins bahwa kesalahan tentara Arab dalam perang 6 hari pada tahun 1967, menyatakan rakyat Palestina kehilangan harapan penyelesaian melalui perang militer konvensional untuk menangani masalah sehingga mengalihkan hal tersebut pada aksi-aksi terorisme. 50 b. Pendekatan Organisasional. Grenshaw melakukan pendekatan organisasional untuk menganalisis terorisme dan melihatnya sebagai suatu strategi rasional pada suatu kelompok. Dalam pandangannya, terorisme bukanlah komitmen individu tetapi dilakukan oleh kelompok yang ingin mencapai keputusan kolektif berdasarkan kesamaan keyakinan. c. Pendekatan Psikologis. Pendekatan psikologis mengatakan bahwa peran media dalam mempromosikan penyebaran terorisme tidak dapat diabaikan 48 Ibid, h. 25 49 Johnson, Chalmers, Perspectives on Terrorism, dalam Walter Laqueur, ed., The Terrorism Reader, New York: New American Library, 1978, h. 31. 50 Jenkins, Brian, ed., Terrorism and Beyond: An International Conference on Terrorism and Low-Level Conflict, Santa Monica, California: Rand, 1982, h. 13.