42
seperti universitas merupakan lokasi umumnya teroris pertama kalinya mengenal ideologi Marxisme-Leninisme atau ajaran revolusioner lain.
48
Russell dan Miller mengidentifikasikan universitas sebagai tempat rekrutmen utama teroris. Chalmers Johnson dan Martha Crenshaw sebagai ahli politik
membagi prakondisi-prakondisi tersebut menjadi faktor permisif yang membahayakan strategi teroris sehingga menarik bagi para sempalan-politik
dan mengarah pada faktor-faktor situasional.
49
Salah satu contoh dari faktor situasional yang terjadi pada orang-orang Palestina yaitu kehilangan tanah air
mereka di wilayah Palestina. Hal tersebut diperkuat oleh Jenkins bahwa kesalahan tentara Arab dalam perang 6 hari pada tahun 1967, menyatakan
rakyat Palestina kehilangan harapan penyelesaian melalui perang militer konvensional untuk menangani masalah sehingga mengalihkan hal tersebut
pada aksi-aksi terorisme.
50
b. Pendekatan Organisasional. Grenshaw melakukan pendekatan organisasional
untuk menganalisis terorisme dan melihatnya sebagai suatu strategi rasional pada suatu kelompok. Dalam pandangannya, terorisme bukanlah komitmen
individu tetapi dilakukan oleh kelompok yang ingin mencapai keputusan kolektif berdasarkan kesamaan keyakinan.
c. Pendekatan Psikologis. Pendekatan psikologis mengatakan bahwa peran
media dalam mempromosikan penyebaran terorisme tidak dapat diabaikan
48
Ibid, h. 25
49
Johnson, Chalmers, Perspectives on Terrorism, dalam Walter Laqueur, ed., The Terrorism Reader, New York: New American Library, 1978, h. 31.
50
Jenkins, Brian, ed., Terrorism and Beyond: An International Conference on Terrorism and Low-Level Conflict, Santa Monica, California: Rand, 1982, h. 13.
43
dalam semua diskusi penyebab terorisme. Penyebaran terror dari satu tempat ke tempat lainnya mendapatkan perhatian kalangan akademisi pada awal
dekade 1980-an. David G. Hubbard melakukan pendekatan psikologis untuk menganalisis penyebab terrorisme.
51
Sedangkan, Oots dan Wiegele mengusulkan suatu model penyebaran teroris berdasarkan teori psikologi.
Beliau mengatakan bahwa kondisi psikologis calon teroris secara signifikan dipengaruhi stabilitas masyarakat.
52
B. Teroris 1. Definisi Teroris
Teroris adalah pelaku aksi teror baik individu maupun kelompok yang didasari atas motivasi tertentu terkait faktor psikologis. Ditinjau dari aspek klinis
kejiwaan, tindakan terorisme yang dilakukan oleh individu teroris dipengaruhi dorongan karakter psikopat agresi yang dicirikan seperti orientasi pada tindakan,
sensitive terhadap rangsangan serta adanya mekanisme psikologis eksternalisasi dan terbelah yang serupa dengan gejala kejiwaan narsistik dan kepribadian ganda.
53
Sementara secara kelompok aksi terorisme dilatarbelakangi adanya standarisasi rasionalitas komunal tertentu, yakni: 1 Logika Perlawanan Fight yakni
terorisme sebagai bentuk perlawanan paling logis dalam menyelesaikan permasalahan atau menghilangkan ancaman. Logika ini serupa dengan motif terorisme klasik.2
51
David G. Hubbard, The Psychodynamics of Terrorism New York: Praeger, 1983, h. 45- 53.
52
Oots, Kent Lyne dan Thomas C. Wiegele, Terrorist and Victim: Psychiatric and Psysiological Approaches from Social Science Perspective, Terrorism: An International Journal, 8, No.
1, 1985, hal. 1-32.
53
Ken Conboy, Medan Tempur Kedua Kisah Panjang yang Berujung pada Peristiwa Bom Bali IIJakarta: Pustaka Primatama, 2008 h. 195-196.
44
Logika Kepatuhan Obedience yakni pelaksanaan aksi terorisme sebagai bentuk kepatuhan terhadap kebijakan tokoh pimpinan.3 Logika Mekanisme atau Juru
Selamat Pairing yakni terorisme sebagai bentuk penebusan dosa serta membuka jalan keselamatan masyarkat yang selama ini berada dalam kesesatan. Logika ini
dalam bentuk lokal seringkali ditemui pada konsep “Ratu Adil” maupun “Imam Mahdi”.Oleh karena itu, dalam banyak kasus kelompok teroris mengklaim sebagai
gerakan separatis, pejuangan pembebasan dan tentara perang suci. Menurut Ivan Hadar, terdapat empat tipe teroris yakni:
a. Tipe revolusioner, yaitu kelompok non-negara yang berupaya melawan atau
mengubah Negara-bangsa, undang-undang dasar, atau menggulingkan pemerintah berkuasa.
b. Tipe Negara, yaitu aneka tindakan pemerintah resmi untuk meneror
masyarakatnya sendiri. Caranya, menggunakan Death Squads sebagai bagaian kekerasan dan intimidasi lain.
c. State-sponsored, yaitu pemerintah berkuasa menyewa teroris non-negara atau
pasukan bayaran untuk mendestabilisasi atau mengintimidasi lawan politik atau kelompok oposisi.
d. Entrepreneurial yang adalah kelompok non-negara maupun tentara bayaran
yang bisa disewa untuk aneka tujuan politik dan ekonomi terbatas.
54
Bryan Caplan membagi teroris kedalam tiga kelas atau jenis yang berbeda yakni simpatisan,teroris aktif dan teroris bunuh diri.
55
Selain itu, teroris adalah orang
54
Ibid, h. 196-197.
45
yang berkaitan ataupun melakukan tindakan terorisme. Definisi lain mengatakan bahwa teroris merupakan orang yang memimpin kelompok bersenjata yang meneror
masyarakat dalam rangka mengintimidasi secara politik.
56
Ketika kita membahas teroris, maka hal tersebut tidak terlepas dari empat istilah penting, yaitu terorisme, teror, kelompok teroris dan tindak terorisme.
Kelompok teroris didefinisikan sebagai suatu kelompok atau sub kelompok yang memiliki tujuan atau aktifitas untuk memfasilitasi atau melaksanakan tindak pidana
terorisme.
57
2. Penyebab Seseorang Menjadi Teroris
Seringkali kita mendengar bahwa seorang teroris terbentuk karena doktrin- doktrin agama yang irasional, sehingga mampu merubah seseorang menjadi sosok
teroris yang melakukan aksi jihadnya yang biasa disebut dengan aksi terorisme. Pendapat lain mengatakan, bahwa seseorang dapat menjadi teroris biasanya mereka
seorang pengangguran atau terasing secara sosial. Umumnya berpendidikan rendah, seperti para pemuda yang tinggal di Ghetto-Ghetto Al-jazair atau di jalur Gaza.
Mereka mencoba bergabung dalam kelompok teroris karena rasa bosan atau ingin melakukan sesuatu petualangan yang penuh aksi untuk memperoleh keadilan. Selain
55
Bryan Caplan, Terrorism :“The Relevance of The Rational Choice Model, Public Choice”,
vol. 128, no. 1-2, The Political Economy of Terrorism Jul., 2006, pp. 91-107, artikel diakses pada 24 Maret 2014 dari
http:www.jstor.org
56
Jeff Cohen, 2002, “What is a terrorist?”, diakses pada 24 Maret 2014 dari https:www.commondreams.orgviews020501-02.html
57
The Anti-Terorism Act, Section 83, “the definition of ‘terrorist group, an enity that has as
one of its purpose or activities faciliting ir crying out any terrorist activity ”, Kanada: Departemen of
Justice, 1 April 2008, diakses pada 24 Maret 2014 dari http:canada.justice.gc.caenganti-tersheet-
ficheDEF_TERdef_ter1.html
46
itu, bagi individu lain mungkin termotivasi oleh keinginan memanfaatkan keterampilan khusus yang mereka miliki, seperti merakit bom. Pemuda yang lebih
terdidik biasanya lebih termotivasi oleh alasan politik dan agama yang lebih murni.
58
Seorang Psikolog Eric D. Shaw menyusun sebuah kasus yang disebut “model
jalur personal”, untuk menggambarkan teroris ketika memasuki profesi barunya. Model jalur personal ini menunjukan bahwa teroris berasal dari individu terpilih,
berani mengambil risiko dan menderita akibat “rusaknya rasa percaya diri pada usia
dini”.
Suatu kelompok dapat dikatakan kelompok teroris apabila memenuhi unsur-
unsur sebagai berikut:
a. Mengeksploitasi kelemahan manusia secara sistematik, yaitu kekhawatiran
atau ketakutan yang melumpuhkan; b.
Adanya penggunaan ancaman atau penggunaan kekerasan fisik; c.
Adanya tujuan politik yang ingin dicapai; d.
Adanya sasaran yang umumnya masyarakat sipil; dan e.
Dilakukannya perencanaan dan persiapan secara rasional.
59
58
Rex A. Hudson dan Marilyn Majeska ed, The Sociology and Psychology of Terrorism: Who Becomes a Terrorist and Why?, Washington DC: Divisi Penelitian The Library of Congress,
1999, h. 12, diakses pada tanggal 24 Maret 2014 dari http:www.loc.govrrfrdpdf-
filesSoc_of_Terrorism,pdf
59
David G. Hubbard, The Psychodynamics of Terrorism, h. 75.
47
3. Motivasi Teroris
Motivasi teroris dapat bervariasi dalam berbagai kelompok. Motivasi tradisional kebanyakan teroris adalah etno-nasionalis, yaitu untuk mendirikan negara
bagi kelompok etnis yang tertindas. Misalnya kelompok Macan Tamil di Srilanka, dapat digolongkan kedalam kategori ini, seperti juga Sudanese People Liberation
Army SPLA yang berjuang melawan penduduk Muslim yang merupakan etnis mayoritas di Sudan Utara.
60
Terorisme dapat juga dimotivasi oleh kenihilan, ideologi sayap kiri, tertekan terhadap agama tertentu, tidak adanya toleransi, ketidakadilan sosial, atau isu-isu
khusus lainnya. Teroris melakukan berbagai cara untuk menyerang dan mewujudkan rasa ketakutan dan tidak berdaya. Beberapa taktik-taktik teroris yang umum dipakai
antara lain:
Operasi teroris: a.
Misi penyanderaan misalnya menyandera pesawat udara, menculik tokoh- tokoh politik, membuat barikade, dan menyendera.
b. Peledakan bom.
c. Membunuh tokoh-tokoh politik assassination.
d. Mengancam threat dan menyebarkan ancaman kosong hoaxed.
e. Serangan bom bunuh diri.
f. Serangan militer.
60
Stephane Lefebvre, Perspectives on Ethno-NationalistSeparatist Terrorism, Research and Assessment Branch RAB, Swindon, UK, 2003.