Metode Penelitian Pengaruh kepribadian dan sense of humor terhadap psychological well-being: studi pada jurnalis di DKI Jakarta
istilah LSI Neugarten, Havighurst Tobin dalam Ryff, 1989 misalnya, ditujukan untuk mengetahui perbedaan antara individu yang sukses dengan yang
tidak pada kelompok lanjut usia. Alat ukur LSI ini tidak digunakan untuk mengukur psychological well-being tetapi kondisi psikologis individu sukses dan
tidak sukses, yang diukur dalam alat ukur ini serupa dengan apa yang ingin digali dari konsep psychological well-being.
Menurut Ryff dan Keyes 1995, psychological well-being adalah saat dimana seseorang dapat hidup dengan bahagia berdasarkan pengalaman hidupnya
dan bagaimana mereka memandang pengalaman tersebut berdasarkan potensi yang mereka miliki. Evaluasi terhadap pengalaman akan dapat menyebabkan
seseorang menjadi pasrah terhadap keadaan yang membuat psychological well- being-nya rendah, atau berusaha memperbaiki keadaan hidupnya yang akan
membuat psychological well-being-nya meningkat. Sehingga, individu dengan psychological well-being berarti tidak hanya individu yang terbebas dari hal-hal
yang menjadi indikator mental negatif, akan tetapi mengetahui potensi-potensi positif yang ada pada dirinya.
Psychological well-being memimpin individu untuk menjadi kreatif dan memahami apa yang sedang dilakukannya Bartram Boniwell, 2007. Menurut
Snyder dan Lopez 2002, psychological well-being bukan hanya merupakan ketiadaan penderitaan, namun psychological well-being meliputi keterikatan aktif
dalam dunia, memahami arti dan tujuan dalam hidup dan hubungan seseorang pada objek ataupun orang lain.
Ryff 1989 menyimpulkan bahwa individu berusaha berpikir positif tentang dirinya meskipun mereka sadar akan keterbatasan-keterbatasan dirinya
penerimaan diri. Mereka juga mencoba mengembangkan dan menjaga kehangatan dan rasa percaya dalam hubungan interpersonal hubungan positif
dengan orang lain dan membentuk lingkungan mereka, sehingga kebutuhan pribadi dan keinginannya dapat terpenuhi penguasaan lingkungan. Ketika
mempertahankan individualitas dalam konteks sosial makro, individu juga mengembangkan self-determination dan kewibawaan otonomi. Upaya yang
paling penting adalah menemukan makna dari tantangan yang telah dilalui dan dari upaya-upaya yang dilakukan dalam menghadapinya tujuan hidup. Terakhir,
mengembangkan bakat dan kemampuan secara optimal pertumbuhan pribadi merupakan yang paling utama dalam psychological well-being Ryff, 1989.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa psychological well-being merupakan kondisi psikologis ideal seseorang
yang sejahtera ketika individu dapat menerima kekuatan dan kelemahan diri apa adanya, memiliki tujuan hidup, mengembangkan relasi yang positif dengan orang
lain, menjadi pribadi yang mandiri, mampu mengendalikan lingkungan, dan terus bertumbuh secara personal.