Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setelah disahkannya UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, lahirlah Badan Permusyawaratan Desa BPD sebagai lembaga legislatif pada tataran pemerintahan desa. Secara formal sebenarnya sebelumnya telah ada suatu badan yang berfungsi mengakomodir segala aspirasi masyarakat dalam suatu lembaga bernama Lembaga Musyawarah Desa LMD sesuai dengan UU No. 5 Tahun 1979 tentang pemerintahan desa. Namun seiring dengan lahirnya UU No. 22 tahun 1999, maka Lembaga Musyawarah Desa LMD yang notabene merupakan produk orde baru diganti sesuai misi otonomi daerah yakni pemberdayaan masyarakat dan peningkatan demokrasi serta pembelajaran politik pada tataran pemerintahan terkecil. UU No. 5 Tahun 1979 menunjukkan dengan sangat jelas suatu skema sentralisasi. Skema tersebut dimanifestasikan dalam rumusan adanya “penguasa tunggal” yakni kepala desa. Kepala desa di era orde baru memiliki posisi strategis yang dapat dilihat dalam jabatan rangkapnya sebagai kepala desa dan sebagai ketua Lembaga Musyawarah Desa LMD serta badan penasihat Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa LKMD. Kepala desa tidak memiliki keterkaitan secara langsung kepada masyarakat melalui Lembaga Musyawarah Desa LMD tetapi hanya pada pejabat yang berwewenang mengangkatnya. Untuk lebih menjelaskan perbedaan antara Badan Permusyawaratan Desa BPD dengan Lembaga Musyawarah Desa LMD, maka di bawah ini dipaparkan perbedaan secara teoritis antara keduanya : Universitas Sumatera Utara 1. Proses Rekrutmen Dalam proses rekrutmen, terjadi perbedaan yang signifikan antara kedua lembaga ini yakni dalam Lembaga Musyawarah Desa LMD proses rekrutmen berdasarkan atas rekomendasi Kepala Desa yang menjadi ketua lembaga tersebut. Sedangkan Badan Permusyawaratan Desa BPD proses rekrutmen dilakukan oleh masyarakat secara langsung melalui pemilihan berdasarkan bakal calon yang mengikuti pemilihan tersebut berdasarkan kriteria-kriteria yang ditetapkan Undang-Undang. 2. Posisi Struktur Posisi kedua lembaga ini mengalami perbedaan yang signifikan, dalam UU No. 5 Tahun 1979 Lembaga Musyawarah Desa LMD posisinya di bawah Kepala Desa disebabkan hak dan wewenangnya masih dibatasi, posisi Badan Permusyawaratan Desa BPD dalam PP No. 72 Tahun 2005 sejajar dengan Kepala Desa yang disebabkan adanya perubahan pada hak wewenang dari lembaga tersebut. 3. Fungsi Legislasi Selain berfungsi memformulasikan kebijakan, Badan Permusyawaratan Desa BPD juga diberikan hak mengawasi kinerja Kepala Desa. Sedangkan pada LMD hanya rekomendator, artinya Lembaga Musyawarah Desa tidak memiliki hak untuk menggugat Eksekutif Desa bila mana hasil rekomendasi mereka tidak dijalankan. 4. Pemisahan antara Pemerintahan Desa dengan Pemerintah Desa Dalam UU No. 5 Tahun 1979 masih bersatunya istilah Pemerintahan Desa yang terdiri dari eksekutif Desa yakni Kepala Desa dengan Lembaga Musyawarah Universitas Sumatera Utara Desa LMD dengan bukti keterlibatan Kepala Desa dalam Institusi Lembaga Musyawarah Desa LMD sesuai pasal 17 yang berbunyi “ Kepala Desa menjabat sebagai ketua Lembaga Musyawarah Desa sedang Sekretaris Desa menjabat sebagai Sekretaris pada Lembaga Musyawarah Desa “. Dalam terminologi UU No. 32 Tahun 2004 terjadi pemisahan antara Pemerintah Desa dan Pemerintahan Desa, Pemerintah Desa yang dalam UU No. 32 Tahun 2004 dijelaskan hanya eksekutif Desa yakni Kepala Desa beserta perangkat- perangkatnya. Sedangkan Pemerintahan Desa adalah gabungan antara eksekutif Desa dan legislatif Desa dalam hal ini adalah Badan Permusyawaratan Desa BPD. 5. Mekanisme laporan pertanggung jawaban Dalam UU No. 5 Tahun 1979 Kepala Desa bertanggung jawab kepada Camat dan Bupati serta menyerahkan laporan pertanggung jawabannya kepada Lembaga Musyawarah Desa LMD, sedang dalam UU No. 32 Tahun 2004 terjadi sebaliknya bahwa Kepala Desa menyampaikan laporan pertanggung jawabannya kepada BupatiWalikota tetapi bertanggung jawab kepada Badan Permusyawaratan Desa BPD. Dari berbagai perbedaan yang terdapat antara Badan Permusyawaratan Desa BPD dengan Lembaga Musyawarah Desa LMD, maka penelitian ini lebih memfokuskan pada efektifitas dalam proses pengambilan kebijakan antara kedua lembaga legislatif desa tersebut. Permasalahannya saat ini apakah Badan Permusyawaratan Desa BPD lebih efektif dalam pengambilan kebijakan, atau sebaliknya perubahan peran ini hanya bersifat teoritis, sehingga pada tataran implementasi Lembaga Musyawarah Universitas Sumatera Utara Desa LMD lebih efektif dalam pengambilan kebijakan di desa. Untuk itu, penulis merasa tertarik mengangkat permasalahan ini ke dalam skripsi dengan judul : “EFEKTIFITAS LEMBAGA LEGISLATIF DESA DALAM PENGAMBILAN KEBIJAKAN DI DESA MALASIN”.

B. Perumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Optimalisasi Peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Studi Pada BPD Desa Aek Goti Kecamatan Silangkitang Kabupaten Labuhanbatu Selatan)

5 96 117

Kinerja Badan Permusyawaratan Desa (Bpd) Dalam Otonomi Desa

3 68 100

Peranan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Perencanaan Pembangunan Desa (Studi Tentang Proyek Desa Di Desa Gunung Tua Panggorengan Kecamatan Panyabungan)

35 350 77

Relasi Antara Kepala Desa Dengan Badan Permusyawaratan Desa Dalam Mewujudkan Good Governance (Studi Kasus: Desa Pohan Tonga, Kecamatan Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara)

1 62 186

Peranan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Pembangunan Pertanian Di Desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo

1 71 103

Tinjauan Hukum Administrasi Negara Terhadap Kewenagan Badan Permusyawaratan Desa Dalam Sistem Pemerintahan Desa

8 114 106

Pelaksanaan Fungsi Badan Permusyaratan Desa (BPD) di Desa Janjimaria

0 40 88

Peran Badan Perwakilan Desa (BPD) Dalam Proses Demokratisasi Di Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang (Suatu Tinjauan di Desa Simalingkar A dan Desa Perumnas Simalingkar)

1 49 124

Optimalisasi Peran Badan Permusyawaratan Desa Dalam Pembentukan Peraturan Desa (Studi Kasus Di Desa Tridayasakti Kecamatan Tambun Selatan Kabupaten Bekasi)

1 12 92

BAB II Kedudukan, Fungsi, dan Eksistensi Badan Permusyawaratan Desa Sebagai Lembaga Demokratisasi di Desa Dalam Kaitannya Dengan Otonomi Desa 2.1. Arti Penting Demokrasi Dalam Konsep Otonomi Desa - LEMBAGA DEMOKRATISASI DI DESA DALAM KAITANNYA DENGAN OTON

0 1 42