Persepsi dan Definisi ANALISA DATA

BAB V ANALISA DATA

A. Persepsi dan Definisi

Dalam indikator ini peneliti melihat bahwa Lembaga Musyawarah Desa LMD Desa Malasin Periode 1996-2001 mengetahui secara intens persoalan yang terjadi di desa. Dalam kuesioner dapat kita lihat bahwa LMD Periode 1996-2001 lebih mengetahui masalahisu yang berkembang di desa Malasin. Hal ini juga dibuktikan peneliti dengan pernyataan beberapa orang tokoh masyarakat yang ada di desa Malasin yang menyatakan bahwa LMD Periode 1996-2001 memiliki pengetahuan yang kuat terhadap masalahisu yang ada di desa Malasin ini pada saat itu karena alasan latar belakang ketertarikan terhadap isu-isu yang rawan sehingga mereka intens mengikuti. Tokoh masyarakat lain yaitu Bapak M. Basan juga menambahkan bahwa kebanyakan anggota LMD Periode 1996-2001 memiliki rasa tanggung jawab moral dengan mengikuti perkembangan masalah yang terjadi karena mereka anggota LMD yang merupakan representasi masyarakat. Sedangkan pada Badan Permusyawaratan Desa BPD Desa Malasin Periode 2004-2010 peneliti melihat masih banyaknya anggota BPD yang tidak mengetahui secara intens persoalan yang terjadi di desa Malasin. Berdasarkan kuesioner dapat kita lihat bahwa BPD Periode 2004-2010 tidak mengetahui masalahisu yang berkembang di desa Malasin. Kemudian hal ini didukung oleh pernyataan dalam wawancara dengan Kepala Desa bahwa sebenarnya BPD masih kurang jeli melihat persoalan yang ada di desa Malasin misalnya : masalah pengangguran, masalah hak milik tanah masyarakat, masalah kecemburuan sosial, masalah pelaksanaan adat istiadat, masalah partisisipasi masyarakat yang kurang Universitas Sumatera Utara dalam kegiatan sosial dan lain-lain. Tentu saja persoalan tersebut menjadi persoalan yang pelik yang hendak dipecahkan bersama masyarakat dengan Pemerintahan Desa. Sementara pada persoalan pengetahuan terhadap suatu masalah oleh LMD Periode 1996-2001 cukup memiliki pengetahuan. Dalam kuesioner dapat kita lihat bahwa LMD Periode 1996-2001 memiliki pengetahuan yang kuat dalam melihat masalahisu yang ada. Hal ini juga didukung berdasarkan pernyataan tokoh masyarakat desa bahwa LMD Periode 1996-2001 cukup memiliki pengetahuan karena sebagian dari mereka merupakan orang pasaran. Yang dimaksud orang pasaran adalah orang-orang yang sudah sering bergaul dengan masyarakat secara umum, artinya tingkat pengetahuan dari anggota LMD terhadap suatu persoalan isu di desa Malasin tidaklah diragukan lagi. Sedangkan pengetahuan terhadap suatu masalah oleh BPD Periode 2004-2010 kurang memiliki pengetahuan. Dalam kuesioner dapat dilihat bahwa BPD Periode 2004-2010 kurang memiliki pengetahuan yang kuat dalam melihat masalahisu yang ada. Hal ini juga senada dengan pernyataan Kepala Desa yang mengatakan bahwa anggota BPD walaupun terpilih memang dari tokoh masyarakat, golongan adat dan lain-lain, namun pengetahuan mereka terhadap suatu masalahisu di desa masih minim. Kepala Desa memandang lebih condong memandang minimnya pengetahuan BPD karena belum mewakili lapisan anggota masyarkat dan kurang mengerti kondisi kehidupan masyarakat kecil. Oleh karena itu tambah Kepala Desa, BPD baik secara lembaga maupun individu masih harus mengasah dan jangan mementingkan kepentingan pribadi atau golongan sepihak sehingga kepentingan- kepentingan masyarakat menjadi terabaikan. Universitas Sumatera Utara Persoalan berikutnya cara pandang perspektif dalam melihat masalahisu memang terjadi perbedaan antara anggota LMD pada Periode 1996-2001 dengan masyarakat. Hal ini juga dikuatkan oleh pernyataan masyarakat dalam hal ini diwakilkan oleh seorang tokoh masyarakat desa Malasin yaitu Bapak M. Basan yang mengatakan bahwa sering berbeda pendapat tapi perlu diingat dalam konstruktif membangun sehingga menghasilkan contoh demokrasi di desa. Sedangkan perbedaan cara pandang perspektif anggota BPD Periode 2004-2010 dengan masyarakat dalam melihat masalahisu juga memang sering terjadi. Hal ini dinyatakan oleh Kepala Desa bahwa sampai sekarang ini perbedaan cara pandang tersebut antara BPD Periode 2004-2010 belum juga menemukan titik terang dikarenakan rancangan kebijakan yang ditawarkan BPD tidak dapat diterima masyarakat. Misalnya rancangan Perdes adat istiadat yang memuat agar kebiasaan Mandulu Bonio Gele sebuah kebiasaan menjelang pernikahan dihapusditiadakan. Masyarakat menganggap hal ini bisa menghilangkan adat dan budaya masyarakat desa Malasin yang sudah ada sejak dulu. Jadi, masyarakat tidak setuju dengan keputusan tersebut dan terjadi perbedaan pendapat antara BPD dengan masyarakat. Oleh karena itu, pendekatan-pendekatan yang berorientasi kultur memang perlu diintensifikasikan sehingga kesan kaku dari sebuah kebijakan tidaklah tampak menjadi kendala komunikasi BPD dengan masyarakat. Baik mantan anggota LMD Periode 1996-2001 maupun anggota BPD Periode 2004-2010 disini menekankan juga bahwa dalam menetapkan sebuah kebijakan diperlukan kriteria khusus sehingga masalahisu tersebut dapat diterima oleh kalangan masyarakat. Universitas Sumatera Utara Dan saat ini baik komponen masyarakat, Kepala Desa dan BPD memiliki sebuah kriteria dalam perpektifnya masing-masing. Peneliti menyimpulkan bahwa perbandingan proses persepsi dan pendefinisian oleh LMD Periode 1996-2001 cukup efektif sehingga antara LMD dengan masyarakat memiliki cara pandang yang sama. Sedangkan pada proses persepsi dan pendefinisian yang dilaksanakan oleh BPD Periode 2004-2010 masih kurang efektif, sehingga menyebabkan masyarakat sulit memiliki cara pandang yang sama dengan BPD desa Malasin. Dan untuk membangun desa Malasin ke depan, masih harus disosialisasikan.

B. Agregasi dan Organisasi

Dokumen yang terkait

Optimalisasi Peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Studi Pada BPD Desa Aek Goti Kecamatan Silangkitang Kabupaten Labuhanbatu Selatan)

5 96 117

Kinerja Badan Permusyawaratan Desa (Bpd) Dalam Otonomi Desa

3 68 100

Peranan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Perencanaan Pembangunan Desa (Studi Tentang Proyek Desa Di Desa Gunung Tua Panggorengan Kecamatan Panyabungan)

35 350 77

Relasi Antara Kepala Desa Dengan Badan Permusyawaratan Desa Dalam Mewujudkan Good Governance (Studi Kasus: Desa Pohan Tonga, Kecamatan Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara)

1 62 186

Peranan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Pembangunan Pertanian Di Desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo

1 71 103

Tinjauan Hukum Administrasi Negara Terhadap Kewenagan Badan Permusyawaratan Desa Dalam Sistem Pemerintahan Desa

8 114 106

Pelaksanaan Fungsi Badan Permusyaratan Desa (BPD) di Desa Janjimaria

0 40 88

Peran Badan Perwakilan Desa (BPD) Dalam Proses Demokratisasi Di Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang (Suatu Tinjauan di Desa Simalingkar A dan Desa Perumnas Simalingkar)

1 49 124

Optimalisasi Peran Badan Permusyawaratan Desa Dalam Pembentukan Peraturan Desa (Studi Kasus Di Desa Tridayasakti Kecamatan Tambun Selatan Kabupaten Bekasi)

1 12 92

BAB II Kedudukan, Fungsi, dan Eksistensi Badan Permusyawaratan Desa Sebagai Lembaga Demokratisasi di Desa Dalam Kaitannya Dengan Otonomi Desa 2.1. Arti Penting Demokrasi Dalam Konsep Otonomi Desa - LEMBAGA DEMOKRATISASI DI DESA DALAM KAITANNYA DENGAN OTON

0 1 42