Desa LMD lebih efektif dalam pengambilan kebijakan di desa. Untuk itu, penulis merasa tertarik mengangkat permasalahan ini ke dalam skripsi dengan
judul : “EFEKTIFITAS LEMBAGA LEGISLATIF DESA DALAM PENGAMBILAN KEBIJAKAN DI DESA MALASIN”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka penulis merumuskan masalah yang akan dibahas di dalam penelitian
ini adalah : “Lembaga Manakah Yang Lebih Efektif Dalam Pengambilan Kebijakan Di Desa Malasin Antara Lembaga Musyawarah Desa Periode 1996-
2001 Dengan Badan Permusyawaratan Desa Periode 2004-2010?”.
C. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui efektifitas dalam pengambilan kebijakan di desa Malasin antara Lembaga
Musyawarah Desa Periode 1996-2001 Dengan Badan Permusyawaratan Desa Periode 2004-2010.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara mengenai efektifitas dalam
Universitas Sumatera Utara
pengambilan kebijakan di desa antara Badan Permusyawaratan Desa dengan Lembaga Musyawarah Desa.
2. Secara praktis, penelitian ini dapat :
a. Bermanfaat bagi penulis untuk menambah wawasan dan pengetahuan
dalam membuat karangan ilmiah. b.
Memberikan data empirik hasil penelitian mengenai efektifitas dalam pengambilan kebijakan di desa antara Badan Permusyawaratan Desa
dengan Lembaga Musyawarah Desa. c.
Sebagai perbandingan bagi penelitian yang serupa di masa yang akan datang dan segala pemanfaatan dari tulisan ini.
E. Kerangka Teori
Menurut Singarimbun 1989 :37, teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstrak, definisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena
sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep. Perkembangan ilmu pengetahuan dimulai dari teori dan teori inilah ciptaan
manusia, kemudian teori dihadapkan kepada pengujian. Adapun teori yang relevan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teori tentang Efektifitas, Badan Permusyawaratan Desa, Lembaga Musyawarah Desa dan Kebijakan.
1. Efektifitas
Menurut Miller dalam Tangkilisan, 2005 :138 mengemukakan bahwa “Efectiveness be de fine as the degree to which a social system achieve its goals.
Effectiveness must be distinguished from efficiency. Efficiency is mainly
Universitas Sumatera Utara
concerned with goals attain ments” artinya efektifitas dimaksud sebagai tingkat seberapa jauh suatu system sosial mencapai tujuannya. Efektifitas ini harus
dibedakan dengan efisiensi. Efisiensi terutama mengandung pengertian perbandingan antara biaya dengan hasil, sedangkan efektifitas secara langsung
dihubungkan dengan pencapaian suatu tujuan. Sedangkan menurut Georgopualos dan Tannebaum dalam Tangkilisan,
2004 :139 “Effectiveness as the extent to which an organization as a social system, given certain resources and mean, fulfill it’s objective whithout placing
starin upon it’s members”, artinya efektifitas adalah tingkat sejauh mana suatu organisasi yang merupakan system sosial dengan segala sumber daya dan sarana
tertentu yang tersedia memenuhi tujuan-tujuannya. Tanpa pemborosan dan menghindari ketegangan yang tidak perlu diantara anggotanya.
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa efektifitas menunjukkan pada tingkat sejauh mana melaksanakan kegiatan atau fungsi-fungsi sehingga
tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai dengan menggunakan cara optimal alat-alat dan sumber-sumber yang ada.
2. Badan Permusyawaratan Desa
Menurut PP No. 72 Tahun 2005 bahwa Badan Permusyawaratan Desa BPD adalah Badan perwakilan dari penduduk desa yang bersangkutan
beradasarkan keterwakilan wilayah yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat, yang terdiri dari Ketua Rukun Warga, pemangku adat, golongan profesi,
pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. Jumlah anggota Badan Permusyawaratan Desa ditetapkan dengan jumlah ganjil, paling sedikit 5
Universitas Sumatera Utara
lima orang dan paling banyak 11 sebelas orang, dengan memperhatikan luas wilayah, jumlah penduduk, dan kemampuan keuangan desa.
Sedangkan menurut Perda Kabupaten Simeulue No. 13 Tahun 2003 Pasal 1, Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah
sebagai lembaga legislatif dan pengawasan desa dalam hal pelaksanaan peraturan desa, anggaran dan belanja desa dan keputusan kepala desa.
Selain itu, lembaga ini merupakan lembaga legislatif mini yang bekerja sama dengan Kepala Desa sebagai eksekutif dalam merumuskan kebijakan dan
menjalankan roda pemerintahan. Dalam proses kerja sama tersebut kedua lembaga tersebut merupakan mitra sejajar untuk menentukan arah pembangunan suatu
desa. Badan Permusyawaratan Desa BPD desa Malasin terbentuk berdasarkan
UU No. 32 Tahun 2004 dan PP No. 72 Tahun 2005 serta Peraturan Daerah Kabupaten Simeulue No. 13 tahun 2003. Menurut Peraturan Daerah Kabupaten
Simeulue, anggota Badan permusyawaratan Desa dipilih dari calon-calon yang diajukan oleh kalangan adat, agama, organisasi sosial politik, golongan profesi,
dan unsur pemuka masyarakat lainnya. Jumlah anggota BPD ditentukan berdasarkan jumlah penduduk desa yang bersangkutan dengan ketentuan sebagai
berikut : a.
Jumlah penduduk Sampai dengan 500 orang ditetapkan sebanyak 5 orang anggota.
b. Jumlah penduduk 501 sd 1.000 orang ditetapkan sebanyak 7 orang
anggota.
Universitas Sumatera Utara
c. Jumlah penduduk 1.001 sd 1.500 orang ditetapkan sebanyak 9 orang
anggota. d.
Jumlah penduduk lebih dari 1.500 orang ditetapkan sebanyak 11 orang anggota.
Oleh sebab itu, desa Malasin yang berpenduduk 1.216 jiwa mempunyai jumlah anggota Badan Permusyawaratan Desa sebanyak 9 orang.
Adapun fungsi Badan Permusyawaratan Desa menurut PP No. 72 Tahun 2005 adalah :
a. Menetapkan peraturan desa bersama Kepala Desa.
b. Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.
Sedangkan menurut Peraturan Daerah Kabupaten Simeulue No. 13 Tahun 2003 pasal 3, adapun fungsi BPD selain kedua hal di atas, juga mencakup
mengayomi adat istiadat dan melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa.
Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Simeulue No. 13 Tahun 2003 pasal 5, tugas dan wewenang BPD adalah :
a. Membentuk panitia pemilihan kepala desa.
b. Menetapkan dan nmengusulkan calon kepala desa terpilih.
c. Mengusulkan pemberhentian kepala desa.
d. Bersama kepala desa menyusun peraturan desa
e. Bersama kepala desa menyusun APB Desa.
f. Memberikan persetujuan dalam kerjasama antar desa.
g. Memberikan saran dan pertimbangan kepada kepala desa.
Universitas Sumatera Utara
h. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan desa dan
peraturan perundang-undangan lainnya, Keputusan kepala desa, APB Desa, Kekayaan desa, Kerjasama antar desa atau pihak lain serta Pinjaman
desa. i. Memberi persetujuan terhadap pengembangan, penggabungan dan
penghapusan desa. Hak Badan Permusyawaratan Desa BPD menurut Peraturan Daerah
Kabupaten Simeulue No. 13 Tahun 2003 pasal 7 adalah sebagai berikut : a.
Meminta pertanggung jawaban kepala desa. b.
Meminta keterangan kepala desa. c.
Mengusulkan perubahan atas rancangan APB Desa. d.
Mengajukan rancangan peraturan desa. e.
Mengajukan pernyataan pendapat. f.
Mengajukan anggaran belanja BPD. g.
Menetapkan peraturan tata tertib BPD. Sedangkan kewajiban BPD menurut Peraturan Daerah Kabupaten
Simeulue No. 13 Tahun 2003 pasal 6 adalah : a.
Mempertahankan, memelihara dan menjaga persatuan dan kesatuan dalam penyelenggaraan pemerintahan desa.
b. Mengedepankan kepentingan umum dari pada kepentringan pribadi,
kelompok maupun golongan. c.
Memelihara keutuhan dan stabilitas desa. d.
Mentaati segala ketentuan yang telah ditetapkan. e.
Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
2.1. Mekanisme Pengambilan Kebijakan di BPD Badan Permusyawaratan Desa BPD sesuai dengan fungsinya sebagai
lembaga legislatif di desa yang bertugas untuk membuat dan mengawasi kebijakan-kebijakan yang telah disepakati bersama oleh eksekutif atau Kepala
Desa. Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Simeulue No. 17 Tahun 2003 Pasal
8, mekanisme pengambilan kebijakan di BPD ditetapkan dengan beberapa ketentuan yaitu Badan Permusyawaratan Desa wajib mengembangkan nilai-nilai
demokrasi yang berdasarkan musyawarah untuk mufakat dalam pengambilan keputusan. Selain itu, pengambilan keputusan oleh BPD dinyatakan sah jika
dilakukan dalam rapat paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 23 dua per tiga dari jumlah anggota BPD dan putusan diambil dengan persetujuan
sekurang-kurangnya setengah ditambah satu jumlah anggota BPD yang hadir. Dalam hal jumlah anggota BPD sebagaimana dimaksud tidak terpenuhi, maka
rapat paripurna diundur paling lama 2 dua jam. Dan jika dalam hal ini jumlah anggota BPD tetap tidak terpenuhi sebagaimana yang dimaksud, maka rapat
paripurna diundur pada hari lain.
3. Lembaga Musyawarah Desa
Menurut UU No. 5 tahun 1979, Lembaga Musyawarah Desa adalah lembaga permusyawaratan permufakatan yang keanggotaannya terdiri atas
Kepala-kepala Dusun, Pimpinan Lembaga-lembaga Kemasyarakatan dan Pemuka- pemuka Masyarakat di Desa yang bersangkutan.
Universitas Sumatera Utara
3.1. Susunan Organisasi Lembaga Musyawarah Desa Susunan organisasi Lembaga Musyawarah Desa dalam Permendagri No. 1
tahun 1981, terdiri dari Ketua, Sekretaris dan anggota. Anggota LMD berjumlah sedikitnya 9 orang dan sebanyak-banyaknya 15 orang tidak termasuk ketua dan
sekretaris. 3.2. Kedudukan Tugas dan Fungsi Lembaga Musyawarah Desa
Menurut Permendagri No. 1 tahun 1981, Lembaga Musyawarah Desa mempunyai tugas untuk menyalurkan pendapat masyarakat di desa dengan
memusyawarahkan setiap rencana yang diajukan oleh kepala desa sebelum ditetapkan menjadi keputusan desa. Untuk menjalankan tugasnya, Lembaga
Musyawarah Desa mempunyai fungsi melaksanakan kegiatan musyawarahmufakat dalam rangka penyusunan keputusan desa.
Ketua LMD dijabat oleh kepala desa karena jabatannya dan berkedudukan sebagai pimpinan LMD mempunyai tugas memimpin musyawarahmufakat dan
mempunyai fungsi membina kelancaran dan memperhatikan sungguh-sungguh kenyataan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat desa yang
bersangkutan. Sekretaris LMD dijabat oleh sekretaris desa karena jabatannya dan
berkedudukan sebagai alat pelaksana administrasi, mempunyai tugas menyiapkan segala kegiatan musyawarahmufakat dan berfungsi melakukan pencatatan dan
penyimpanan administrasi yang berhubungan dengan Lembaga Musyawarah Desa.
Anggota LMD yang terdiri dari pemuka-pemuka masyarakat di desa bertugas untuk memperhatikan sungguh-sungguh kenyataan yang hidup dan
Universitas Sumatera Utara
berkembang dalam masyarakat desa serta mempunyai fungsi menyalurkannya dalam rapat LMD.
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, LMD melakukan rapat sekurang- kurangnya satu kali setahun.
3.3. Pembentukan Lembaga Musyawarah Desa Tujuan pembentukan LMD adalah untuk memperkuat pemerintahan desa
terutama mewadahi perwujudan pelaksanaan demokrasi pancasila di desa. Pembentukan LMD dan keanggotaannya dimusyawarahkandimufakatkan oleh
kepala desa dengan pemuka-pemuka masyarakat di desa yang bersangkutan. Hasil musyawarah tersebut disampaikan oleh kepala desa kepada BupatiWali Kota
Madya melalui Camat untuk mendapatkan pengesahan. 3.4. Keanggotaan dan Kepengurusan Lembaga Musyawarah Desa
Keanggotaan LMD terdiri atas kepala-kepala dusun, pimpinan lembaga- lembaga kemsyaratan dan pemuka-pemuka masyarakat di desa yang
bersangkutan. Yang dapat menjadi anggota LMD adalah warga Negara Republik Indonesia yang :
a. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
b. Setia dan taat kepada Pancasila dan UUD 1945
c. Tidak pernah terlibat langsung atau tidak langsung dalam suatu kegiatan
yang mengkhianati Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945, seperti G.30 SPKI dan atau kegiatan-kegiatan
organisasi terlarang lainnya d.
Tidak dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan dan mempunyai kekuatan pasti
Universitas Sumatera Utara
e. Tidak sedang menjalani pidana penjara atau kurungan berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan pasti karena tindak pidana yang dikenakan ancaman pidana sekurang-kurangnya lima tahun
f. Terdaftar sebagai penduduk dan bertempat tinggal tetap di desa yang
bersangkutan sekurang-kurangnya selama dua tahun terakhir dengan tidak terputus-putus.
g. Sekurang-kurangnya telah berumur 25 tahun
h. Sehat jasmani dan rohani
i. Berkelakuan baik, jujur, adil, cerdas, dan berwibawa.
3.5. Syarat-syarat dan tata cara dalam pengambilan keputusan Dalam rangka menetapkan keputusan desa, LMD melakukan rapat yang
harus dihadiri oleh sekurang-sekurangnya 23 dari jumlah anggota LMD ditambah dengan kepala desa dan perangkat desa dan disaksikan oleh camat atau pejabat
lain yang ditunjuk oleh camat. Dalam hal jumlah anggota LMD yang hadir kurang dari 23, rapat LMD dinyatakan tidak sah. Apabila rapat LMD dinyatakan tidak
sah, maka kepala desa setelah mendengar pertimbangan dari camat menetukan rapat untuk menentukan rapat selanjutnya selambat-lambatnya 3 hari setelah rapat
pertama. Rancangan keputusan desa disusun oleh kepala desa dan disampaikan
kepada anggota LMD selambat-lambatnya 3 x 24 jam sebelum LMD mengadakan rapat untuk menetapkan keputusan desa. Dalam penyusunan rancangan keputusan
desa, kepala desa dibantu oleh perangkat desa. Keputusan desa ditetapkan secara musyawarahmufakat dan harus
mencerminkan keinginan masyarakat desa yang bersangkutan serta tidak boleh
Universitas Sumatera Utara
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam penetapan keputusan desa sejauh mungkin dihindari adanya pemungutan suara.
4. Kebijakan
4.1. Pengertian Kebijakan Secara historis Ilmu kebijakan sudah ada sebelum Masehi, ketika
pemerintah Mesopotamia menetapkan kode Hamurabi yang berisikan tentang ketertiban umum, kriminal, UU Kepemilikan, perdagangan, perkawinan, tarif dan
pertanggungjawaban publik William, 2000:53. Aristoteles kemudian memodofikasi kode ini menjadi semacam risalah
klasik mengenai politik, 184 SM yang kemudian diuraikan secara sistematis di India oleh Arthasasatra. Pada masa Revolusi Industri di Inggris, ilmu kebijakan
sudah sampai pada penelitian empiris dan kuantitatif yang selanjutnya berkembang di Amerika Serikat dengan program New Dealnya di Eropa William,
2000:57. Menurut William N Dunn 1988:23 secara etimologis policy berasal dari
kata polis Bahasa Yunani yang artinya Negara kota, yang dalam bahasa Latin Politeia Negara dan masuk ke dalam bahasa Inggris menjadi policie yang berarti
masalah publik, kemudian secara bergantian dipakai istilah policy, polictics dan policy study.
Menurut Anderson 1975:3 telah memberikan definisi “Kebijakan sebagai suatu tindakan tertentu yang bertujuan, yang diikuti oleh seorang aktor atau
sejumlah aktor sehubungan dengan masalah tertentu yang dihadapi”. Sedang Adrain 1992:311 mengemukakan kebijakan yaitu berupa serangkaian keputusan
atau tindakan dalam rangka menanggapi suatu masalah khusus”.
Universitas Sumatera Utara
B.N Marbun 1996:31 memberikan pengertian kebijakan sebagai rangkaian konsep dan Asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam
pelaksanaan suatu pekerjaan. Kepemimpinan dalam pemerintahan atau organisasi, pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip atau maksud sebagai garis pedoman dalam
mencapai sasaran. Kemudian Hogeood dan Gunn dalam Charles O jones 1986:13-19 telah
mengelompokkan aneka ragam penggunaan istilah kebijakan ke dalam sepuluh macam pengertian, yakni :
a. Kebijaksanaan sebagai suatu merk bagi suatu bidang kegiatan tertentu
b. Kebijaksanaan sebagai suatu pernyataan mengenai tujuan umum atau
keadaan tertentu yang dikehendaki c.
Kebijaksanaan sebagai ususlan khusus d.
Kebijaksanaan sebagai keputusan pemerintah e.
Kebijaksanaan sebagai bentuk pengesahan formal f.
Kebijaksanaan sebagai program g.
Kebijaksanaan sebagai out put h.
Kebijaksanaan sebagai hasil akhir i.
Kebijaksanaan sebagai teori atas model j.
Kebijaksanaan sebagai proses Disamping dengan pengertian yang bermacam-macam itu tentunya
mengandung interpretasi yang berbeda sehingga bentuk-bentuk kebijakan itu sendiri dan bermacam-macam, boleh jadi kebijakan itu berbentuk program,
keputusan, hukum, proposal, patokan maupun maksud-maksud lain. Namun
Universitas Sumatera Utara
demikian dikalangan pembuatan keputusan makna semacam itu tidak menjadi masalah.
4.2. Proses Kebijakan Dalam mengamati kebijakan, banyak sisi maupun pendekatan yang dapat
dipandang sebagai alat yang tepat dalam menganalisa maupun menjelaskan permasalahan kebijakan sekalipun penggunaan alat tersebut disisi lain memiliki
kekurangan, tetapi karena kebijakan itu sendiri tidak memiliki bentuk yang pasti dan secara konseptual selalu berkembang seperti halnya teori Organisasi, cakupan
ilmu Politik, Ekonomi, Sosiologi, Psikologi, Administrasi Niaga, dan juga Administrasi Negara.
Untuk menganalisa kebijakan tersebut, bidang analisa kebijakan dapat dipecah menjadi dua yakni :
1. Upaya untuk menganalisa proses dari pembuatan kebijakan yang lebih
kepada uraian deskriptif. 2.
Upaya untuk menganalisa proses pembuatan kebijakan yang deskriptif alternatif yang lebih cenderung tentang model elitmasa sistem-sistem
dan model institutional Jones, 1994:25. Untuk lebih mengetahui tentang proses pengambilan kebijakan menurut
Charles O Jones, maka di bawah ini adalah tabel proses pengambilan kebijakan, sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1. Proses Kebijakan Proses kebijakan kerangka analisa :
Kegiatan fungsional Dikatagorikan dalam
pemerintahan Dengan sebuah produk
potensial Persepsi
Agregasi Organisasi
Representasi Penyusunan Agenda
Masalah-masalah kepada pemerintah
Problem tuntutan akses prioritas-prioritas
Formulasi Legitimasi
Penganggaran Tindakan dalam
pemerintah Proposal program
AnggaranSumber daya
Implementasi Pemerintah kepada
masalah-masalah Bervariasi Pembayaran
Kemudahan pengawasan Evaluasi Penyesuaian
terminasi Program ke pemerintah
Bervariasi Pelayanan kemudahan pengawasan
Sumber : Charles O Jones 1994, Pengantar Kebijakan Publik, hal. 53
Adapun pengertian proses pembuatan kebijakan menurut Charles O Jones 1994:56 adalah sebagai berikut :
1. Persepsi dan Definisi Tahap ini merupakan tahap kegiatan fungsional yang dianggap sebagai
problem dalam pemerintahan, atau sejauh mana suatu isu dianggap sebagai problem, dengan kata lain suatu fenomena terjadi maka seorang individu membuat
cara pandang dari sudut tertentu, dan mendefinisikan sebagai suatu permasalahan. 2. Agregasi
Agregasi didefinisikan sebagai sekumpulan isu-isu yang menjadi topik untuk diangkut dan dikembangkan agar dapat terorganisir secara baik sehingga isu
tersebut memiliki keberpihakan pada masyarakat sebagai pemegang kedaulatan. 3. Representasi
Merupakan salah satu konsep demokrasi yang fundamental, artinya perwakilan atau keterwakilan atas kepentingan masyarakat dibebankan kepada
Universitas Sumatera Utara
sang wakil. Meski diingat wakil disini harus steril bersih dari kepentingan pribadi golongan dan dalam menyikapi permasalahan yang ada.
4. Penyusunan Agenda Agenda yang disusun atas proses persepsi, agregasi organisasi dan
representasi mengenai isu-isu yang menjadi prioritas potensial dikedepankan dalam pembuatan kebijakan.
5. Formulasi Merupakan serangkaian aktivitas kebijakan yang bukan sekedar bukan
membuat perencanaan tetapi juga menetukan apa yang harus dilakukan dalam mengatasi permasalahan yang ada.
6. Legitimasi Didefinisikan sebagai pemberi kekuatan hukum, wewenang atau penilaian
terhadap sesuatu. Lolosnya sebuah formulasi ditandai dengan pemberian legitimasi. Legitimasi adalah eksistensi dari Negara politik political state.
Kegiatan legitimasi pada proses kebijakan mencakup persetujuan tata cara pengesahan dan pengesahan itu sendiri untuk menghasilkan suatu keputusan
atau program. Secara umum, yang terlibat dirancang mewakili kepentingan masyarakat, namun hal ini tergantung pada konstitusi suatu Negara.
7. Penganggaran Secara sederhana penganggaran merupakan rencana pemasukan dan
pengeluaran budgeting process dalam proses kebijakan yang bukan merupakan tahap yang berdiri sendiri. Penganggaran bisa merupakan pendanaan untuk
pelaksanaan kebijakan maupun terhadap proses kebijakan itu sendiri.
Universitas Sumatera Utara
8. Implementasi Implementasi merupakan hal yang paling sukar dalam bentuk dan cara
memuaskan semua orang yang terlibat di dalamnya sesuai dengan interest kepentingan masing-masing pihak. Dalam hal ini, Jones menyebutkan 3 kegiatan
sebagai pilar-pilar implementasi, yakni : a.
organisasi : Iplementasi disalurkan melalui birokrasi sebagai organisasi utama penerapan kebijakan.
b. Interpretasi : Penerjemahan atau penafsiran yang lebih sederhana tentang
apa yang harus dilakukan. c.
Penerapan : Ketentuan rutin dari pelayanan, pembayaran dan lain-lain yang disesuaikan dengan tujuan penerapan merupakan aplikasi dari
interpretasi. 9. Evaluasi
Kegiatan evaluasi mencakup spesifikasi, pengukuran analisis dan rekomendasi. Spesifikasi mengidentifikasi tujuan serta kriteria yang harus
dievaluasi. Pengukuran merupakan pengumpulan informasi yang relevan menyangkut kualitas dan kwantitas. Analisis adalah penyerapan dan penggunaan
informasi yang dikumpulkan guna mengambil keputusan dan rekomendasi adalah penentuan mengenai apa yang dilakukan selanjutnya ke depan.
Demikianlah kebijakan ditinjau dari model proses, urutan yang ada di atas menunjukkan urutan yang umum terjadi namun tidak menutup kemungkinan
proses itu terjadi berurutan.
Universitas Sumatera Utara
4.3. Lembaga dalam Pengambilan Kebijakan Menurut Montesqueu, yang dikutip dari buku Pengantar Ilmu Politik
karangan prof. Miriam Budiarjo 1998 :151 bahwa lembaga yang terlibat dalam kebijakan yakni eksekutif, legislatif dan yudikatif yang terkenal dengan Trias
Politica. Di sini Montesqueu menjelaskan bahwa peran Eksekutif adalah untuk
melaksanakan segala kebijakan yang telah disetujui, sedangkan fungsi Legislatif adalah untuk memformulasikan membuat kebijakan dan fungsi Yudikatif adalah
sebagai lembaga yang mengawasi serta dapat memberikan sanksi bila kebijakan tersebut belum dijalankan atau lari dari yang disepakati bersama.
Sedang John Locke, filsuf asal Inggris juga membagi lembaga-lembaga yang terlibat dalam proses kebijakan kepada tiga yakni eksekutif, legislatif dan
federatif Miriam, 1998:1527. Eksekutif memiliki fungsi dalam mengimplementasikan kebijakan dalam program-program pembangunan dan di
dalamnya kewenangan untuk mengawasi kebijakan yang ada, sedangkan Federatif memiliki peran sebagai pembatas kebijakan dalam ruang lingkup Negara federal.
Menurut Charles O jones 1994:70 bahwa lembaga-lembaga yang terlibat dalam pengambilan kebijakan terbagi dua 2 yang dalam istilah Jones adalah
Official Makers dan Unofficial Makers. Official Makers adalah lembaga-lembaga dari intern pemerintah yang
memiliki akses untuk membuat kebijakan dan memiliki kewenangan dalam proses pelaksanaan kebijakan seperti DPR, Presiden dan lain-lain. Sedangkan Unofficial
Makers adalah lembaga yang tidak dapat mempengaruhi kebijakan yang dibuat
Universitas Sumatera Utara
oleh suprastruktur politik dan dinamakan infrastruktur politik seperti Lembaga Swadaya Masyarakat LSM, Partai Politik Parpol dan Kampus.
F. Definisi Konsep
Konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat
perhatian ilmu sosial Singarimbun, 1989:37. Tujuannya adalah untuk memudahkan pemahaman dan menghindari terjadinya interpretasi ganda dari
variabel yang diteliti. Oleh karena untuk mendapatkan batasan yang jelas dari masing-masing
konsep yang akan diteliti, maka penulis mengemukakan definisi konsep yaitu : 1.
Efektifiats adalah tingkat sejauh mana suatu organisasi yang merupakan sistem sosial dengan segala sumber daya dan sarana tertentu yang tersedia
memenuhi tujuan-tujuannya. 2.
Badan Permusyawaratan Desa adalah perwakilan dari penduduk desa yang bersangkutan beradasarkan keterwakilan wilayah yang ditetapkan dengan cara
musyawarah dan mufakat, yang terdiri dari Ketua Rukun Warga, pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat
lainnya 3.
Lembaga Musyawarah Desa adalah Lembaga permusyawaratan yang anggotanya terdiri dari kepala-kepala dusun, pimpinan lembaga-lembaga
kemasyaratan dan pemuka-pemuka lembaga masyarakat yang bersangkutan. 4.
Kebijakan adalah Rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan.
Universitas Sumatera Utara
G. Definisi Operasional