- Close-up
Denotasi “Ruang lilin” ini digunakan Mbak Wid saat
memainkan kartu tarotnya. Sebuah kartu terakhir yang dibukanya adalah kartu Death.
Nyala lilin meninggalkan bayangan-bayangan temaram yang menggeliat-geliat didinding,
salah satu dari lilin tersebut cahayanya mulai surut dan kemudian padam.
Konotasi Tergambar pada kartu tarot seorang ksatria
berkuda yang memegang sebuah panji. Ini adalah kartu kematian yang melambangkan
sebuah akhir, atau sebuah awal. Mitos
Kartu tarot merupakan kartu yang biasa digunakan oleh peramal dalam meramalkan
sesuatu. Nasib, karir, dan cinta misalnya. Tergantung ramalan apa yang dibutuhkan.
Kartu tarot terdiri dari 78 kartu dengan bermacam-macam gambar. Gambar tersebutlah
yang melambangkan jawaban-jawaban atas pertanyaan yang ditanyakan kepada pembaca
kartu tarot peramal.
Salah satu lambang dalam kartu tarot misalnya, seorang ksatria berkuda memegang
sebuah panji.
Dalam dunia
ramal, ini
melambangkan kematian. Mungkin hal ini melambangkan bahwa kematian akan datang.
Tidak semua orang percaya dengan ramalan-ramalan tersebut. Mungkin hanya
sebagian dari banyak orang yang masih percaya akan hal-hal seperti itu. Kartu tarot bisa disebut
sebuah kepercayaan bagi dunia ramal.
2. Scene 5:
Adegan selanjutnya memperlihatkan kamar tidur Renjani. Ia berada didepan meja rias dan sedang menyisir rambut hitamnya yang
panjang. Ia lantas mengepang rambutnya. Di sini, tampak ia sedang mengajak seseorang bicara, namun yang diajak bicara tidak membalas kata
apapun.
Visual DialogSuara
Type of shot
Renjani: “Kamu tahu, kemarin malam adik
Larasati meninggal
dunia. Tapi kamu tidak usah sedih, kematian
itu adalah bagian dari perjalanan
hidup. Semua
yang hidup
pasti mati.” pada
salah satu
dinding terlihat sebuah bayangan yang tidak
bergerak Medium
Close-up, pada
jarak ini
memperlihatkan manusia dari dada ke
atas.
Renjani: “Dan setiap kematian
membuat kamu
lebih kuat.
Yah… kamu memang masih kecil, tapi kamu
perlu tahu jug a.”
Renjani tidak pernah menerima
tanggapan atau
jawaban dari
Dewa Renjani: “Ya sudah,
sekarang kamu mau ikut ke makam atau
tingal di rumah saja?,
Gimana Dewa?” Ia
lalu mendekati
Dewa dan
memeluknya Renjani:
“Ibu sayaaaaang
sekali sama Dewa.”
Medium Close-up Long Shot, di mana
tubuh
manusia tampak terlihat jelas
dan latar
tempat subjek berada terlihat
di dalam frame.
Denotasi Renjani sedang bersiap-siap untuk pergi ke
acara pemakaman pagi ini. Saat Renjani sedang bersiap-siap, ia mengajak bicara Dewa,
seorang anak penyandang jaringan otak yang rusak berat dan autisme, namun Dewa hanya
diam dengan pandangan menunduk. Konotasi
Mengajak anak berkomunikasi adalah salah satu hal yang baik. Khususnya bagi anak-anak
yang mempunyai kelainan seperti Dewa. Karena dengan cara itulah dapat membantu
meningkatkan perkembangannya. Dewa, dalam film ini, berperan sebagai
seorang anak yang terlahir dengan jaringan
otak yang rusak berat, tuna daksa dan juga menderita autisme.
Tuna berarti cacat, sedangkan daksa berarti tubuh.
Pengertian tunadaksa adalah sbb: kelainan yang meliputi cacat tubuh atau
kerusakan tubuh, kelainan atau kerusakan pada fisik dan kesehatan, kelainan atau kerusakan
yang disebabkan oleh kerusakan otak dan saraf tulang belakang.
67
Dewa mempunyai tubuh yang
tidak normal.
Walaupun usianya
bertambah, namun tubuhnya tetap kerdil. Mitos
Zaman dulu, orang tua yang memiliki anak seperti ini dianggap sebagai kutukan Dewa
atau Tuhan. Mereka sengaja mengurung anak mereka yang terlahir cacat. Mereka tidak di
ajak berkomunikasi. Hingga anak tersebut tidak menunjukkan adanya perkembangan.
Peran yang
dimainkan oleh
Renjani, menunjukkan bahwa ternyata anak-anak yang
terlahir seperti Dewa juga butuh kasih sayang layaknya anak normal pada umumnya. Namun,
cara pendekatannya saja yang harus berbeda,
67
Sekolah Luar Biasa Kartini Batam, “Tuna Daksa”, artikel ini diakses pada 29 Juli 2011 dari www.slbk-batam.orgindex.php?pilih=halid=73